PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam Kurikulum 2013, dinyatakan bahwa setiap siswa harus dapat menulis teks
puisi. Lebih tepatnya di dalam silabus kelas X dikemukakan bahwa siswa dapat
menciptakan teks puisi. Dengan demikian, siswa kelas X harus dapat mengungkapkan
pengalaman dan gagasan dalam bentuk puisi dengan memperhatikan struktur dan
kebahasaan puisi. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis, banyak sekali siswa
yang masih kesulitan menulis puisi dengan baik. Bahkan, ketika dilaksanakan penugasan
menulis puisi pada siswa, tidak sedikit siswa yang masih memplagiasi puisi hasil karya
orang lain.
Sering kali, dalam pembelajaran menulis puisi di kelas X guru lebih sering
membiarkan siswa untuk menulis puisi tanpa mendapatkan model dan media yang dapat
membantu siswa melahirkan ide-ide yang lebih luas. Pembelajaran menulis puisi juga
seringkali dirasa membosankan dan sulit sehingga siswa kurang menyukai kegiatan
menulis puisi. Hal tersebut juga dikarenakan guru lebih sering menjelaskan materi dengan
model ceramah, sementara untuk praktik menulis siswa lebih sering diminta untuk
menulis di rumah.
Rasa bosan yang dialami siswa akhirnya membuat pembelajaran tidak kondusif dan
siswa sering melakukan aktivitas di luar pembelajaran menulis puisi dan tidak jarang
justru mengerjakan tugas mata pelajaran yang lain. Hal tersebut mengakibatkan minat
siswa dalam menulis puisi menjadi sangat rendah dan hasil tulisan juga tidak maksimal.
Siswa tidak mampu menulis puisi dengan memperhatikan unsur-unsurnya serta
pemanfaatan majas.
Tujuan pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia secara umum adalah agar
siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien
sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. 2) Menghargai dan
bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara. 3)
Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk
berbagai tujuan. 4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. 5) Menikmati dan memanfaatkan
1
karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Terakhir, 6) menghargai dan membanggakan
sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Berdasarkan silabus kelas X semester II dengan Standar Kompetensi menulis yaitu
mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk puisi, dengan Kompetensi Dasar
Menulis puisi dengan memerhatikan unsur pembangunnya (tema, diksi, gaya bahasa,
imaji, struktur, perwajahan)
Hasil pengamatan pendahuluan yang penulis lakukan dalam pelaksanaan
pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK Negeri 1 Blitar, khususnya menulis puisi kelas X
mengalami
masalah-masalah yang dapat dinyatakan sebagai berikut. 1) Siswa mengalami kesulitan
menemukan ide. 2) Siswa kesulitan menentukan kata-kata pertama dalam puisinya. 3)
Siswa mengalami kesulitan dalam mengembangkan ide puisi karena minimnya kosa kata.
4) Siswa kesulitan menulis puisi karena tidak atau belum terbiasa mengemukakan
perasaan, pemikiran dan imajinasinya dalam puisi. Terakhir, 5) terdapatnya teori yang
salah kaprah dalam menulis puisi yang harus berangkat dari tema.
Masalah-masalah tersebut muncul karena pembelajaran menulis puisi masih bersifat
teacher centered. Ini berarti bahwa sebagian besar guru masih mendominasi kegiatan
belajar mengajar dengan pendekatan metode ceramah yang monoton, sehingga siswa
lebih banyak diberikan ceramah tentang teori puisi bukan praktik menulis puisi.
Kemudian, siswa belum diberi bimbingan dalam menulis puisi secara utuh, runtut dan
bertahap, padahal pembelajaran menulis puisi merupakan sebuah proses dan juga sebagai
sebuah produk.
Berbagai metode yang telah dilakukan oleh guru untuk mengatasi permasalahan di
atas antara lain: 1) Melaksanakan menulis puisi berdasarkan objek langsung. Pada metode
ini siswa menulis puisi berdasarkan objek yang dilihatnya secara langsung. Siswa diajak
ke luar kelas untuk melihat objek yang mereka senangi kemudian menuliskannya ke
dalam puisi. 2) Menulis puisi berdasarkan berita. Pada metode ini siswa menulis puisi
berdasarkan berita yang dibacanya. Setelah itu siswa disuruh menulis puisi atas dasar
berita yang mereka baca. Namun, usaha tersebut belum maksimal, sehingga hasil belajar
siswa belum meningkat, nilai siswa belum mencapai KKM yang telah ditetapkan. Hal ini
tentunya tak terlepas dari peran dan pendekatan yang dilaksanakan oleh guru dalam
proses belajar mengajar. Pendekatan pembelajaran masih menerapkan pola ekspositori
sehingga siswa belum belajar secara maksimal. Pendekatan model belajar seperti ini
2
mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan siswa terkesan pasif dan hanya menerima apa
yang diberikan guru saja, sehingga hal ini akan menghambat kreativitas siswa.
Pembelajaran seperti ini memiliki karakteristik berpusat pada guru, pendekatan yang
digunakan bersifat ekspositori, guru mendominasi proses aktivitas pembelajaran di kelas,
latihan-latihan yang diberikan lebih banyak bersifat rutin. Kegiatan pembelajaran
menjenuhkan karena selama ini siswa memandang bahwa menulis puisi itu sulit, sehingga
banyak siswa yang ‘ogah’ mengikuti pembelajaran tersebut. Akibat dari semua
permasalahan di atas adalah rendahnya prestasi siswa dan kurangnya minat siswa
terhadap pembelajaran menulis puisi.
Berdasarkan pengamatan pendahuluan yang telah dikemukakan tersebut, apa yang
harus dilakukan dan diupayakan sekolah, khususnya guru agar permasalahan tersebut
dapat diatasi, terutama upaya untuk menanggulangi kesulitan dalam melaksanakan proses
pembelajaran menulis puisi agar hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh
karena itu, diperlukan adanya perubahan dalam pembelajaran menulis puisi. Perubahan
yang dimaksud terutama menyangkut pendekatan atau model pembelajaran yang
dilakukan dalam pembelajaran menulis puisi, agar menulis puisi menjadi pembelajaran
yang menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan mempermudah
pemahaman siswa dalam menuangkan ide-ide kreatifnya dalam bentuk puisi.
Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan
potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh
seorang guru. Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru dalam memilih model
dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar
siswa, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh
terhadap kualitas PBM yang dilakukannya.
Melihat kondisi PBM di SMK Negeri 1 Blitar saat ini masih diwarnai oleh penekanan
pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang mengacu pada pelibatan siswa dalam
proses pembelajaran itu sendiri. Sementara itu, proses pembelajaran menulis puisi tidak
merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar. Di samping
itu, PBM dalam pembelajaran menulis puisi yang dilakukan oleh guru belum mampu
menumbuhkan budaya belajar di kalangan siswa. Pada gilirannya, akan berpengaruh
secara signifikan terhadap perolehan dan hasil belajar siswa.
Dari sini, mungkin guru sudah merasa mengajar dengan baik, tetapi siswanya tidak
belajar, sehingga terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru dalam mengajar dengan
target dan misi dari bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran penting. Kondisi ini
3
didukung oleh kenyataan yang ada di lapangan, bahwa aspek metodologis dan pendekatan
ekspositorik sangat menguasai seluruh PBM. Maka dari itu, pembelajaran menulis puisi
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia belum mampu menumbuhkan iklim yang
menantang siswa untuk belajar dan tidak mendukung produktivitas serta pengembangan
berpikir siswa. Selain harus mampu membangkitkan minat siswa, pendekatan atau
motode yang dipilih oleh guru harus dapat meningkatkan aktivitas dan kesadaran
psikologis siswa bahwa sebenarnya ia mampu menulis puisi dan terampil menulis puisi
secara kreatif.
Pembelajaran menulis puisi sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan cara mentrasfer
pengetahuan kepada siswa, tetapi juga dengan cara membantu siswa untuk menuangkan
ide ide kreatif mereka dalam bentuk puisi. Sehubungan dengan itu, maka upaya
peningkatan kualitas PBM dalam pembelajaran menulis puisi merupakan suatu kebutuhan
yang sangat mendesak untuk dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan suatu Teknik
pembelajaran dalam menulis puisi yang dianggap tepat untuk mengatasi kesulitan-
kesulitan tersebut di atas. Memperhatikan kondisi pembelajaran menulis puisi di SMK
Negeri 1 Blitar saat ini, dan dari berbagai pemikiran sebagaimana diuraikan di atas
dipandang perlu untuk melakukan perbaikan pembelajaran menulis puisi. Hal itu di dasari
dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan menulis puisi, maka realisasi proses
pembelajaran di kelas harus berusaha mengubah image bahwa pembelajaran Bahasa
Indonesia khususnya menulis puisi adalah pembelajaran yang mudah dan membosankan,
menjadi pembelajaran yang menyenangkan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut
mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Ketrampilan
Menulis Puisi dengan Model Pembelajaran Sinektik pada Siswa Kelas X PSPR di SMK
Negeri 1 Blitar.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengalaman pembelajaran yang telah peneliti lakukan pada siswa kelas X
SMK Negeri 1 Blitar, dapat diketahui bahwa permasalahan yang sering muncul dalam
pembelajaran menulis puisi, sebagai berikut.
a. Rendahnya minat siswa kelas SMK Negeri 1 dalam menulis puisi
b. Siswa mengalami kesulitan dalam menuangkan pengalaman atau gagasan.
c. Kurang bervariasinya penggunaan model pembelajaran yang diterapkan oleh
guru dalam mengajarkan teks puisi siswa kelas X SMK Negeri 1 Blitar
C. Rumusan Masalah
4
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya meningkatkan
keterampilan menulis puisi dengan model pembelajaran sinektik pada siswa kelas X
PSPR di SMK Negeri 1 Blitar?
D. Tujuan
Tujuan penelitain ini untuk meningkatkan keterampilan menulis puisi
dengan model pembelajaran sinektik pada siswa kelas X PSPR di SMK Negeri 1 Blitar
E. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagi Guru
Guru dapat menerapkan model pembelajaran sinektik dengan media benda di sekitar
untuk pembelajaran menulis teks puisi.
2. Bagi Siswa
Siswa dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi dengan menggunakan model
dan media yang tepat.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan proses
pengajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam meningkatkan kemampuan menulis
puisi dengan model pembelajaran sinektik pada siswa kelas X di SMK Negeri 1
Blitar.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
tindakan kelas merupakan penerapan penemuan fakta-fakta pada pemecahan
masalah dalam situasi sosial dalam pandangan untuk meningkatkan kualitas
tindakan yang dilakukan di dalamnya yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama
peneliti, praktisi, dan orang awam.
Penelitian tindakan kelas merupakan permasalahan praktis yang bersifat
situasional dan kontekstual, yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang tepat
dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi atau memperbaiki sesuatu dan
pada umumnya dilaksanakan secara kolaboratif antara peneliti dengan subjek yang
dikaji melalui prosedur penelitian. Menurut Kemmis dan MC. Taggart yaitu :
“PTK adalah studi yang dilakukan untuk memperbaiki diri sendiri, pengalaman
kerja sendiri, yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan dengan sikap
mawas diri.”
2. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas
a. Tahap perencanaan
Langkah pertama pelaksanaan PTK adalah melakukan perencanaan secara
matangdan teliti. Dalam perencanaan PTK, terdapat tiga dasar, yaitu
identifikasi masalah, merumuskan masalah, dan pemecahan masalah. Pada
masing-masing kegiatan, terdapat sub-sub kegiatan yang sebaiknya
dilaksanakan untuk menunjang sempurnanya tahap perencanaan.
1) Identifikasi Masalah
Langkah pertama dalam menyusun rencana PTK adalah melakukan
identifikasipermasalahan. Identifikasi ini mirip seperti diagnosis yang
dilakukan oleh dokter kepada pasiennya. Jika diagnosisnya tepat, maka
obat yang diberikan pasti mujarab. Sebaliknya, jika diagnosisnya salah,
maka resep obatnya pasti juga tidaktepat sasaran. Demikian pula dalam
PTK, identifikasi yang tepat akan mengarahkan pada hasil penelitian,
sehingga dapat bermanfaat bagi peningkatan hasil belajar siswa.
Sebaliknya, identifikasi masalah yang keliru hanya akan membuat
penelitian menjadi sia-sia, disamping memboroskan waktu dan biaya.
Identifikasi masalah menjadi titik tolok bagi perencanaan PTK yang lebih
matang. Sebab, tidak semua masalah belajar siswa dapat diselesaikan
dengan PTK, sebagaimana tidak semua penyakit dapat disembuhkan
dengan resep dokter spesialis tertentu. Hanya masalah-masalah tertentu
7
yang dapat diatasi dengan PTK, sebagaimana penyakit tertentu yang hanya
bisa sembuh dengan resep tertentu pula. Empat langkah yang dapat
dilakukan agar identifikasi masalah mengenai sasaran.
a. Masalah Harus Rill, masalah yang diangkat adalah masalah yang dapat
dilihat, dirasakan, dan didengar secara langsung oleh guru.
b. Masalah Harus Problematik
Banyak masalah di sekolah, tetapi, tidak semua masalah layak diangkat
dalam PTK. Hanya permasalahan yang problematiklah yang layak
diangkat dalam PTK. Permasalahan yang bersifat problematik adalah
permasalahan yang bisa dipecahkan oleh guru, mendapat dukungan
literatur yang memadai, dan ada kewenangan untuk mengatasinya
secara penuh.
c. Manfaatnya Jelas
Hasil penelitian harus bermanfaat secara jelas. Tentu, hal ini berkaitan
erat dengan kemampuan dalam mengidentifikasi atau mendiagnosis
masalah. Hasil PTK harus dapat dirasakan, bagaikan obat yang
menyembuhkan. Untuk mendapatkan manfaat PTK yang maksimal,
harus menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Apa yang akan terjadi jika
masalah tersebut dibiarkan? Apa yang akan terjadi jika masalah
tersebut berhasil diatasi? Dan, tujuan pendidikan mana yang akan
gagal jika masalah tersebut tidak teratasi? Jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan ini akan menuntun para pelaku PTK untuk dapat
menemukan hasil atau “obat” yang mujarab.
d. Masalah Harus Fleksibel
Masalah yang hendak diteliti harus bisa diatasi dengan
mempertimbangkan kemampuan peneliti, waktu, biaya, tenaga, sarana
prasarana, dan lain sebagainya. Jadi, tidak setiap masalah yang riil,
problematik, dan bermanfaat secara jelas dapat diatasi dengan PTK.
2) Analisis Penyebab Masalah dan Merumuskannya
Langkah kedua dalam merencanakan PTK adalah menganalisis berbagai
kemungkinan penyebab munculnya permasalahan yang diangkat. Jadi,
setelah menemukan masalah yang rill, problematik, bermanfaat, dan
fleksibel, maka masalah tersebut harus ditemukan akar penyebabnya.
8
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menemukan penyebab masalah.
Beberapa di antaranya adalah dengan menyebar angket ke siswa,
mewawancarai siswa, observasi langsung, dan lain sebagainya. Di samping
itu, peneliti juga bisa melakukan wawancara dengan siswa dan observasi
langsung. Kemudian, semua data dari segala sumber tersebut dikumpulkan
dan dianalisis secara kolaboratif sehingga penyebab utama munculnya
masalah dapat ditemukan. Akar masalah tersebut harus digali sedalam-
dalamnya sehingga ditemukan akar masalah yang benar-benar menjadi
penyebab utama terjadinya masalah.
Akar masalah inilah yang nantinya akan menjadi tolok ukur tindakan.
Dengan menemukan akar masalah, maka sama halnya dengan si peneliti
telah menemukan separuh dari solusi masalah. Sebab, solusi masalah
sebenarnya merupakan kebalikan dari akar masalah.
3) Ide untuk Memecahkan Masalah
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa akar masalah menjadi tumpuan
bagi
rencana tindakan untuk mengatasi masalah. Rencana tindakan sebagai
langkah mengatasi masalah inilah yang disebut dengan ide orisinal
peneliti. Tetapi, sebelum memutuskan tindakan apa yang akan dikenakan
kepada siswa, peneliti harus mengembangkan banyak alternatif sebagai
pengayaan tindakan.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah peneliti harus mempunyai
dukungan teori atau referensi rujukan atas tindakan yang akan dikenakan
kepada siswa. Sebab, PTK adalah kegiatan ilmiah sehingga tanpa adanya
dukungan teori yang memadai, sebaik apa pun tindakan guru, maka hal itu
tidak akan dianggap sebagai perilakuilmiah. Setelah identifikasi masalah,
menemukan akar masalah, merumuskanmasalah, dan menemukan
alternatif tindakan sebagai solusi masalah, makapeneliti dapat membuat
judul penelitian.
b. Tahap Acting (Pelaksanaan)
Tahap kedua dari PTK adalah pelaksanaan. Pelaksanaan adalah
menerapkan apa yang telah direncanakan pada tahap satu, yaitu bertindak di
kelas. Hendaknya perlu diingat bahwa pada tahap ini, tindakan harus sesuai
9
dengan rencana, tetapi harus terkesan alamiah dan tidak direkayasa. Hal ini
akan berpengaruh dalam proses refleksi pada tahap empat nanti dan agar
hasilnya dapat disinkronkan dengan maksud semula.
c. Tahap Observation (Pengamatan)
Tahap ketiga dalam PTK adalah pengamatan (observing). Prof.
Supardi
menyatakan bahwa observasi yang dimaksud pada tahap III adalah
pengumpulan data. Dengan kata lain, observasi adalah alat untuk memotret
seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Pada langkah ini, peneliti
harus menguraikan jenis data yang dikumpulkan, cara mengumpulkan, dan
alat atau instrument pengumpulan data (angket/wawancara/observasi, dan lain-
lain). Jika PTK dilakukan secara kolaboratif, maka pengamatan harus
dilakukan oleh
kolaborator, bukan guru yang sedang melakukan tindakan. Walaupun
demikian,
antara tindakan (dilakukan oleh guru) dan pengamatan (dilakukan oleh
kolaborator), keduanya harus berlangsung dalam satu waktu dan satu tempat
atau kelas. Inilah sebabnya, mengapa Suharsimi mengatakan kurang tepat jika
pengamatan disebut sebagai tahap ketiga. Sebab, antara tahap kedua dan tahap
ketiga itu berlangsung secara bersamaan. Walaupun demikian, tidak ada
salahnya kita menyebut “pengamatan” sebagai tahap ketiga dalam PTK.
Hanya saja, sebutan ini hanya untuk membedakan antara tindakan dan
pengamatan, bukan menunjukkan suatu urutan. Ketika guru sedang melakukan
tindakan di kelas, secara otomatis seluruh perhatiannya terpusat pada reaksi
siswa dan tindakan selanjutnya yang akan diterapkan. Atas dasar ini, tidak
mungkin guru mengamati tindakannya sendiri. Di sinilah diperlukan seorang
pengamat yang siap merekam setiap peristiwa berkaitan dengan tindakan guru.
Sambil merekam peristiwa yang terjadi, pengamat sebaiknya juga membuat
catatan-catatan kecil agar memudahkan dalam menganalisis data.
d. Tahap Refleksi
Tahap keempat atau terakhir dalam PTK adalah refleksi (reflecting).
Refleksi adalah kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang telah
dilakukan. Refleksi juga sering disebut dengan istilah "memantul.” Dalam hal
10
ini, peneliti seolah memantulkan pengalamannya ke cermin, sehingga tampak
jelas penglihatannya, baik kelemahan dan kekurangannya.
B. Menulis Puisi
1. Pengertian Menulis
Menulis merupakan keterampilan yang sukar dan kompleks. Semi (2007:14)
dalam bukunya mengungkapkan pengertian menulis adalah suatu proses kreatif
memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Menulis adalah kegiatan
menuangkan ide/gagasan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampai
(Tarigan, 1986: 15). Menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide,
pendapat, dan perasaan. Menulis dapat dianggap sebagai suatu proses maupun suatu
hasil. Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk
menghasilkan sebuah tulisan. Menurut Heaton (dalam St Y. Slamet 2008: 141).
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan menulis merupakan kegiatan
berupa penuangan ide/gagasan dengan kemampuan yang kompleks melalui aktivitas aktif
produktif dalam bentuk simbol huruf dan angka secara sistematis sehingga dapat dipahami
oleh orang lain.
2. Tujuan Menulis
Maksud atau tujuan penulis adalah “responsi atau jawaban yang
diharapkan oleh penulis akan diperolehnya dari pembaca”. Penulis tidak hanya diharuskan
memilih suatu pokok pembicaraan yang cocok dan serasi, tetapi juga harus menentukan siapa
pembaca karyanya itu dan apa maksud dan tujuannya (Tarigan, 2008: 23). Berdasarkan
batasan tersebut, dapat dikatakan bahwa tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau
mengajar disebut wacana informatif (informative discourse), tulisan yang bertujuan untuk
meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse), tulisan yang
bertujuan untuk
menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer
(wacana kesastraan atau literary discourse), dan tulisan yang mengekspresikan perasaan dan
emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif (expressive discource). Hartig
(dalam Tarigan, 2008: 25-26), berpendapat bahwa tujuan menulis adalah sebagai berikut.
1) Assignment purpose (tujuan penugasan)
Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri
(misalnya para siswa yang diberi tugas merangkumkan buku, sekretaris yang
ditugaskan membuat laporan atau notulen rapat).
2) Altruistic purpose (tujuan altruistik)
11
Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan
kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai
perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan
lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis
secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun secara tidak sadar
bahwa pembaca atau penikmat karyanya adalah “lawan” atau “musuh”. Tujuan
altruistik adalah kunci keterbacaan sesuatu tulisan.
3) Persuasive purpose (tujuan persuasif)
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan
yang diutarakan.
4) Informational purpose (tujuan informasi tujuan penerangan)
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan
kepada para pembaca.
5) Self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri)
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang
pengarang kepada para pembaca.
6) Creative purpose (tujuan kreatif)
Tujuan kreatif berhubungan erat dengan tujuan pernyataan diri, tetapi
keinginan kreatif di sini melebihi pernyataan diri dan melibatkan dirinya dengan
keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan
yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.
7) Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah)
Penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan,
menjernihkan, menjelajahi, serta meneliti secara cermat pikiran pikiran dan
gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
C. Pengertian Puisi
Terlalu banyak pengertian puisi yang sudah diberikan oleh para ahli. Antara
yang satu dengan yang lain saling berbeda. Oleh karena itu sangat sulit memberikan
batasan terhadap pengertian puisi. Namun, usaha kepentingan pendidikan dan
pengajaran terutama untuk pembelajaran apresiasi sastra di kelas, batasan-batasan,
definisi, dan kejelasan konvensi memang dibutuhkan. Sebuah puisi sebagaimana
Ahmad, (dalam Pradopo, 1993: 7) menjelaskan “puisi dapat dilihat dari unsur-
unsurnya berupa: emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan panca indra,
12
susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur”.
Kemudian, Nurgiyantoro (dalam Kurniawan, 2009: 28) menyebutkan “sebuah bentuk
karya sastra disebut puisi jika di dalamnya terdapat pendayagunaan berbagai bahasa
untuk mencapai efek keindahan. Bahasa puisi tentulah singkat dan padat, dengan
sedikit kata, tetapi mendialogkan sesuatu yang lebih banyak”. Kemudian Budiman,
(dalam Thahar, 2008: 168) mengungkapkan “puisi adalah pertemuan antara dunia
dalam individu dengan dunia dalam dari alam”. Artinya, suatu penghayatan personal
terhadap alam.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang tersaji secara monolog,
menggunakan kata-kata yang indah dan kaya akan makna. Keindahan puisi ditentukan
oleh diksi, majas, rima,dan iramanya. Adapun kekayaan makna yang terkandung
dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa. Oleh karena itu, sebuah
puisi memiliki tiga unsur pokok sebagaimana Pradopo, (1993: 7) menyatakan; 1) hal
yang meliputi pemikiran, ide, atau emosi, 2) bentuknya; dan yang 3) kesannya.
Kesemua itu menggunakan bahasa sebagai media.
1. Bahasa Puisi
Puisi adalah sebuah genre sastra yang amat memperhatikan pemilihan aspek
kebahasaan sehingga tidak salah jika dikatakanm bahwa puisi menurut
Nurgiyantoro, (2005:312) adalah bahasa yang “tersaring” penggunaannya.
Artinya, pemilihan bahasa itu, terutama aspek diksi, telah melewati seleksi ketat,
dipertimbangkan dari berbagai sisi baik yang menyangkut unsur bunyi, bentuk,
dan makna yang kesemuanya harus memenuhi persyaratan untuk memperoleh
efek keindahan.
Teew dalam Hasanuddin, (2002: 80) mengatakan, membaca puisi (sajak)
berarti bergulat terus-menerus untuk merebut makna sajak yang disajikan oleh
penyair. Sajak sebagai hasil ciptaan seorang manusia dengan segala pengalaman
suka dan dukanya. Oleh karena itu untuk mengkongkretkan kristalisasi
pengalaman yang telah mengendap dibutuhkan bahasa tertentu yang merupakan
bahasa pilihan. Dengan menggunakan bahasa pilihan, penyair memanfaatkan
segala sesuatu yang memungkinkan di dalam proses berbahasa.
13
Bahkan Waluyo, ( 1987: 67) menyatakan bahwa bahasa puisi tidak sama
dengan bahasa prosa. Sering terjadi penyimpangan penggunaan bahasa berupa
leksikal, semantis, fonologis, morfologis, sintaksis, penggunaan dialek,
penggunaan register, penyimpangan historis, dan penyimpangan grafologis.
Berdasarkan pembahasan puisi di atas, dapat diambil kesimpulan yaitu puisi
menyampaikan gagasan tertentu kepada pembacanya, puisi memiliki wujud fisik
berupa kebahasaan, mekipun sebagai sistem tanda yang terikat oleh kode sastra
dan kode budaya, dengan unsur-unsur yang mendukung bahasa itu sendiri.
2. Struktur Puisi
Richard dalam Waluyo, (1987: 27) menyatakan bahwa puisi terdiri dari
struktur fisik dan struktur batin, dengan menyebut kedua unsur itu dengan
metode dan hakikat puisi. Sedangkan Marjorie Boulton dalam Hasanuddin,
( 2002: 35) menjelaskan struktur fisik puisi (sajak) mencakup penampilan sajak
dalam bentuk nada dan lirik sajak termasuk di dalamnya irama, persamaan bunyi,
intonasi, pengulangan dan perangkat kebahasaan lainnya. Sedangkan struktur
mental yaitu tema, urutan logis, pola asosiasi, satuan arti yang dilambangkan, dan
pola-pola citraan serta emosi.
1) Struktur Fisik Puisi
Struktur fisik puisi dibangun oleh diksi, pencitraan, dan persajakan, sedangkan
struktur batin dibangun oleh pokok pikiran, tema, nada, suasana, dan amanat.
a. Diksi
Pemilihan kata kata yang cermat dan sistematis untuk menghasilkan diksi
yang cocok dengan suasana perlu dilakukan berulang-ulang sampai
memperoleh diksi yang tepat. Menurut Barfield dalam Pradopo, (1993 :54)
mengemukakan bahwa kata-kata dipilih dan disusun dengan cara
sedemikian rupa sehingga artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk
menimbulkan imaginasi estetik, maka hasilnya itu disebut diksi puitis.
Dalam menentukan pilihan kata penyair juga mempertimbangkan aspek
makna primer dan skunder, atau biasa disebut dengan makna denotasi dan
konotasi yang menimbulkan asosiasi. Diksi atau pilihan kata mencakup
pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan,
kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan
yang ingin disampaikan perbendaharaan kata itu. Jadi, diksi dalam puisi
14
adalah pilihan kata sesuai dengan makna yang ingin disampaikan oleh
penyair.
b. Bahasa Bermajas
Sudjiman dalam Hasanuddin, (2002: 133) menyatakan bahasa bermajas
adalah bahasa yang menggunakan kata-kata yang susunan dan artinya
sengaja disimpangkan dari susunan dan arti biasa, dengan maksud
mendapatkan kesegaran dan kekuatan ekspresi. Caranya ialah dengan
memanfaatkan perbandingan, pertentangan, atau pertautan antara hal satu
dengan yang lain, yang maknanya sudah dikenal oleh pembaca atau
pendengar.
Dengan tujuan yang disampaikan di atas, jelas bahwa penyair memiliki
tujuan dalam menggunakan bahasa bermajas sehingga ada beberapa
bahasa bermajas yang sering digunakan penyair dalam menulis puisi.
Hasanuddin, (2002: 134) mengungkapkan bahwa majas yang sering
digunakan oleh banyak penyair adalah: perbandingan, personifikasi,
metafora, dan hiperbola. Selain itu, para penyair menuntut makna
tambahan majas yang digunakan adalah alegori, parabel, dan fabel.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disebutkan beberapa contoh puisi
yang menggunakan gaya bahasa sebagai berikut:
1) Perbandingan atau Simile
Perbandingan atau Simile adalah bahasa yang menyamakan
sesuatu hal dengan yang lain mempergunakan kata pembanding seperti:
bagai, bak, seperti, laksana, umpama, ibarat dan lain-lain (Hasanuddin,
2002: 134). Penggunaan simile dalam puisi dapat dilihat pada puisi
berikut:
PENERIMAAN
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
....
(Chairil Anwar, Aku Ini Binatang Jalang: 19)
2) Personifikasi
15
Personifikasi adalah keadaan atau peristiwa alam sering
dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia.
Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau persona, atau
di”personifikasi”kan. Hal ini digunakan untuk memperjelas penggambaran
peristiwa dan keadaan itu (Waluyo, 1987: 85). Penggunaan majas
personifikasi dapat dilihat pada puisi dibawah ini. Hujan tengah malam
membimbingmu ke sebuah halte bis dan membarinkanmu di sana. Kau
memang tak pernah berumah, dan hujan itu kedengaran terengah batuk-
batuk dan nampak letih.(Sapardi Djoko Damono, Perahu Kertas dalam
Hasanuddin, 2002: 136)
2) Metafora
Becker dalam Pradopo (1993: 66) menyatakan bahwa metafora adalah
bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata
pembanding misalnya: bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora
itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Dalam
menciptakan metafora penyair dipengaruhi oleh lingkungan, karena
persepsi penulis terhadap gejala alam dan gejala sosial tidak dapat lepas
dari lingkungannya juga, misalnya puisi di bawah ini:
....
Engkau adalah putri duyung
tawananku.
Putri duyung dengan
Suara merdu lembut
....
(Rendra, 2004 : 15)
4) Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa
perlu melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu agar mendapatkan
perhatian yang lebih saksama dari pembaca (Waluyo, 1987: 85).
1943
DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
16
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
.............
(Chairil Anwar, 1943 Aku Ini Binatang Jalang : 5)
2) Struktur Batin Puisi
Struktur batin puisi merupakan wujud kesatuan makna puisi yang
terdiri atas : tema (sense) perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair
terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention) yang disampaikan penyair
(Waluyo, 1987: 106).
a. Tema
Tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan penyair lewat
puisinya. Tema puisi biasanya mengungkapkan persoalan manusia yang
hirarki seperti: ketuhanan, kemanusiaan, patriotisme/kebangsaan,
kedaulatan rakyat, keadilan sosial (Waluyo, 1987: 106).
b. Nada/ Suasana
Nada adalah yang sering dikaitkan dengan feeling atau persoalan dan
sikap penyair terhadap pembaca (tone). Penyair itu dapat bersikap
menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya
menyampaikan sesuatu. Adapun suasana adalah keadaan jiwa pembaca
setelah membaca puisi itu. Suasana adalah akibat yang ditimbulkan puisi
itu terhadap terhadap jiwa pembaca (Kosasih, 2012: 109).
c. Perasaan (Feeling)
Perasaan adalah pengungkapan suasana perasaan penyair seperti
gembira, sedih, terharu, takut, gelisah, rindu, penasaran, benci, cinta,
dendam, dan sebagainya. Perasaan yang disampaikan penyair bersifat
total, artinya tidak setengah-setengah. Perasaan penyair yang satu
dengan penyair yang lain berbeda dalam menghadapi suatu persoalan
(Waluyo, 1987: 121).
d. Amanat (Pesan)
17
Amanat adalah pesan atau himbauan yang disampaikan penyair kepada
pembaca. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga
berada di balik tema yang diungkapkan oleh penyair baik secara sadar
maupun secara tidak sadar akan amanat yang diberikan (Waluyo, 1987:
130)
18
b.) Proses kreativitas bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, malainkan dapat
dipelajari dan dimanfaatkan dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
c.) Kreativitas tercipta disegala bidang dan menunjukkan adanya hubungan yang erat
dengan sains dan seni.
d.) Peningkatan berpikir kreatif individu dan kelompok melalui ide-ide dan produk di
berbagai hal.
Model pembelajaran ini merupakan upaya pemahaman menulis puisi melalui
proses metaforik dan analogi yang menekankan keaktifan dan kreativitas siswa.
Prinsip yang harus dipegang dalam menggunakan model sinektik adalah:
a) Jangan membatasi pengalaman yang mungkin diperoleh siswa.
b) Hormati gagasan yang muncul.
c) Jangan takuti siswa dengan hal ujian.
d) Biarkan imajinasi siswa berkembang tanpa ada batasan.
e) Berikan ruang untuk beradu pendapat.
f) Pancing ide-ide kreatif dan produktif mereka.
2. Langkah-Langkah Pembelajaran Model Sinektik
Dalam model sinektik ini sangat menitikberatkan proses kreatif pada unsur
metafor, yang menurut Joyce dan Weil mampu memperkenalkan jarak konseptual
antara siswa dengan mata pelajaran yang menunjang motivasi dan imajinasi serta
memecahkan masalah (solving the problem) (Waluyo, 2001: 187). Menurut Waluyo
(2001: 187), ada tiga langkah dalam model sinektik ini, yaitu sebagai berikut.
a. Analogi Langsung (Direct Analogy)
Analogi langsung memerlukan penjajaran masalah yang dihayati setelah
membaca atau menonton sesuatu secara paralel. Pada analogi langsung
dibedakan objek atau konsep sederhana dan tekanan pada pertentangan. Ada
dua tahap analogi langsung, yaitu :
1.) menciptakan suatu yang baru,
2.) menciptakan keanehan (kejutan), untuk menciptakan keanehan-keanehan
unsur metafora dan analogi tetap sangat diperlukan.
b. Analogi Personal (Personal Analogy)
Proses analogi langsung akan menghasilkan analogi personal, yang harus
dicatat dan dianalisis secara personal. Dalam hal ini siswa akan
mengidentifikasi masalah yang dibahas. Siswa harus mencoba berpikir dan
merasa, bagaimana seandainya siswa menjadi penulis. Keterlibatan siswa
19
secara individual dalam model sinektik melalui empat tahap analogi personal,
yaitu:
1.) mendeskripsikan fakta,
2.) mengidentifikasi fakta dengan kenyataan,
3.) mengidentifikasi empati dengan sesuatu yang hidup (indera),
4.) identifikasi empati dengan benda mati.
c. Konflik Tempaan/Termampatkan (Compressed Conflict).
Analogi personal akan menghasilkan konflik tempaan, yang akan
mempertahankan dua sudut pandang yang berbeda. Dengan konflik tempaan,
siswa dapat memahami apa yang telah dibaca atau dilihat dari dua sudut
pandangan yang berbeda. Dengan konflik tempaan juga akan ditemukan
pengertian atau wawasan baru.
Pembelajaran dengan menggunakan model sinektik memiliki langkahlangkah
pembelajaran yang terarah. Aunurrahman (2010: 163) menjelaskan penerapan model sinektik
dalam proses pembelajaran dilakukan melalui enam tahap, yaitu sebagai berikut.
a) Guru menugaskan siswa untuk mendeskripsikan situasi yang ada sekarang.
b) Siswa mengembangkan berbagai analogi, kemudian memilih satu di antara
analogi tersebut kemudian mendeskripsikan dan menjelaskan secara
mendalam.
c) Siswa menjadi bagian dari analogi yang dipilihnya pada tahap sebelumnya.
d) Siswa yang mengembangkan pemikiran dalam bentuk deskripsi-deskripsi dari
yang dihasilkannya pada tahap dua dan tiga, kemudian menemukan
pertentangan-pertentangan.
e) Siswa menyimpulkan dan menentukan analogi-analogi tidak langsung lainnya.
f) Guru mengarahkan agar siswa kembali pada tugas dan masalah semula yang
menggunakan analogi-analogi terakhir atau dengan menggunakan seluruh
pengalaman sinektik.
20
menulis puisi dalam penelitian ini adalah pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas X
PSPR SMKN 1 Blitar,semester genap
Model sinektik memiliki dua strategi atau model pengajaran yang dapat diterapkan
dalam proses pembelajaran (Joyce dkk, 2009: 257). Strategi pertama membantu peserta
didik melihat sesuatu yang biasa dengan cara yang tidak biasa dengan menggunakan
analogi-analogi untuk membuat jarak konspetual. Strategi kedua, membuat sesuatu yang
asing menjadi familiar, mencoba untuk meningkatkan pemahaman peserta didik dan
internalisasi materi yang baru dan yang sulit secara substantif.
Pada penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi
dengan model pembelajaran sinektik pada pembelajaran keterampilan menulis puisi,
strategi pertama lebih tepat digunakan dalam pembelajaran. Penelitian ini menerapkan
tipe analogi personal yang menuntut peserta didik untuk melihat sesuatu yang biasa
dengan cara yang tidak biasa. Peserta didik mengalami atau menyaksikan permasalahan
sosial di masyarakat lalu mengaitkannya dengan rasa empatinya terhadap permasalahan
tersebut.
Adapun tahapan strategi pertama model pembelajaran sinektik dari rancangan Gordon
(dalam Joyce dkk 2009: 258), adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1. Tahapan Strategi Pertama Model Pembelajaran Sinektik
Tahap Pertama Tahap Kedua
Mendeskripsikan Situasi Saat Ini Analogi Langsung
Guru meminta peserta didik untuk Peserta didik mengusulkan analogi
menyampaikan kesan situasi atau topik analogi langsung dalam bentuk metafor-
seperti yang mereka lihat saat ini metafor, memilihnya, dan
mengeksplorasi
lebih jauh
Tahap Ketiga Tahap Keempat
Analogi Personal Konflik Padat
Peserta didik “melibatkan diri” dari yang Peserta didik mengambil metafor-metafor
telah mereka pilih dalam tahap kedua dari tahap kedua dan ketiga,
tadi mengemukakan beberapa analogi
konflik padat, dan memilih salah
satunya.
Tahap Kelima Tahap Keenam
Analogi Langsung Memeriksa Kembali Tugas Awal
21
Peserta didik membuat dan memilih Guru meminta peserta didik kembali
analogi langsung yang lain, yang pada tugas atau masalah awal dan
didasarkan pada analogi konflik padat meggunakan analogi terakhir dan atau
seluruh pengalaman sinektiknya
F. Kerangka Berpikir
Pada dasarnya keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan
berbahasa yang paling rumit, sebab untuk dapat menulis dengan baik dan benar seseorang
harus terlebih dahulu menguasai keterampilan berbahasa yang lain. Adapun keterampilan
berbahasa yang perlu dikuasai yaitu keterampilan menyimak, membaca, dan berbicara.
Selain itu, dalam kegiatan menulis seseorang harus mahir menggunakan struktur
kebahasaan, menguasai kosakata, keruntutan pembahasan, dan memiliki tujuan yang
jelas. Oleh sebab itu, pembelajaran keterampilan menulis di sekolah membutuhkan
perhatian yang khusus. Perlunya perhatian khusus pembelajaran keterampilan menulis di
sekolah juga didasarkan pada rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Seringkali siswa menganggap pembelajaran menulis merupakan kegiatan yang
22
membosankan dan sulit. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan
kepada guru dan siswa. Guru seringkali menggunakan model pembelajaran konvensional
serta kurang memanfaatkan sarana dan prasarana yang sudah disediakan oleh sekolah.
Rendahnya keterampilan menulis juga terjadi pada saat pembelajaran menulis puisi.
Siswa sering merasa malas mengikuti pembelajaran menulis puisi karena guru hanya
menyampaikan materi mengenai puisi melalui metode ceramah yang membuat siswa
mudah merasa bosan. Oleh sebab itu, dibutuhkan model pembelajaran yang tepat untuk
membantu meningkatkan keterampilan dan motivasi siswa dalam pembelajaran menulis
puisi. Untuk mengatasi hal tersebut, guru dapat menggunakan model sinektik yang
merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir kreatif dan dapat
digunakan untuk mengembangkan kreativitas dengan menggunakan pola berpikir analogi
dan metafora. Inti dari model sinektik adalah aktivitas metafora yang meliputi analogi
personal, analogi langsung dan konflik yang dipadatkan. Kegiatan metaforis bertujuan
untuk menyajikan perbedaan konseptual antara diri siswa dengan objek yang dihadapi
atau materi yang dipelajari.
Model ini menarik karena tidak membatasi pengalaman yang mungkin diperoleh
siswa, dapat membuat pembelajaran semakin bervariasi karena banyak gagasan yang
muncul, banyak ide yang dikemukakan, banyak imajinasi yang berkembang, sehingga
diperlukan ruang agar siswa dapat beradu pendapat. Untuk memaksimalkan model ini,
guru harus kreatif menciptakan suasana dalam proses pembelajaran sehingga tujuan dari
pembelajaran menggunakan model sinektik dapat dicapai dengan maksimal.
G. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka bepikir, peneliti menduga kemampuan menulis puisi siswa
kelas X PSPR SMK Negeri 1 Blitar dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran
sinektik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas X yang berjumlah 34 orang peserta didik,
23
terdiri dari 9 peserta laki-laki dan 25 peserta didik perempuan yang karakteristiknya dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia pada materi menulis puisi hasil belajarnya masih rendah.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Blitar, Kota Blitar,
Jawa Timur tempat pendidik bertugas. Kelas yang dijadikan tempat penelitian adalah
kelas X PSPR Semester Genap, tahun pelajaran 2021 / 2022 pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Faktor yang diteliti yaitu penerapan model pembelajaran sinektik dalam upaya
meningkatkan keterampilan menulis puisi pada siswa kelas IX. 5 SMK Negeri 1 Blitar.
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan mulai dari tanggal
14 Februari 2022 sampai dengan tanggal 21 Febaruari 2022 dengan jadwal pelaksanaan
sebagai berikut.
3.1 Tabel Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Kelas Mata Pelajaran Materi Siklus Tanggal Pelaksanaan
X PSPR Bahasa Indonesia Menulis I 14 Februari 2022
Puisi II 21 Februari 2022
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X PSPR SMK Negeri 1 Blitar dengan
jumlah siswa sebanyak 34 orang. Siswa dalam mengikuti pelajaran kurang aktif serta
kemampuan menulis puisi juga masih belum optimal. Selain itu, siswa juga mengalami
kesulitan dalam melakukan tindakan menulis puisi. pendek. Sementara itu, objek dari
penelitian ini adalah peningkatan keterampilan menulis puisi menggunakan model
pembelajaran sinektik pada siswa kelas X PSPR SMK Negeri 1 Blitar.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang
digunakan untuk mengukur peningkatan keterampilan menulis puisi pada siswa. Data-
data tersebut didapat dari instrumen tes dan nontes. Berikut penjelasan dari instrumen-
instrumen tersebut.
1. Instrumen Tes
Data kuantitatif dalam penelitian ini diperoleh melalui tes. Tes dilakukan sebanyak tiga
kali, yaitu pada siklus I, siklus II, dan siklus III dengan tujuan untuk mengukur
24
keterampilan siswa dalam menulis puisi menggunakan model pembelajaran sinektik.
Pada hasil tes siklus I, akan diketahui kelemahan siswa dalam menulis puisi yang
selanjutnya dijadikan dasar untuk mengahadapi tes pada siklus II. Kemudian hasil dari
siklus II akan diketahui peningkatan keterampilan menulis puisi pada siswa dengan
model pembelajaran sinektik dan dilanjutkan siklus III.
2. Instrumen Nontes
Instrumen nontes yang digunakan pada penelitian ini, yaitu pengamatan dan wawancara.
Observasi atau monitoring dilakukan untuk memperoleh data tentang perilaku siswa dan
guru selama proses pembelajaran. Observasi dilakukan dengan memperhatikan pedoman
observasi.
b.) Wawancara
Wawancara dilakukan dengan guru pelaku kolaborator dan siswa. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh data kemampuan menulis puisi siswa dan seluruh hal yang
berkaitan. Wawancara dapat dilakukan secara insidental tergantung kondisi di lapangan.
Wawancara dilakukan sebelum dan sesudah penelitian dilakukan. Wawancara berguna
untuk mengetahui keadaan siswa selaku subjek penelitian dan mengetahui kendala-
kendala mereka dalam menulis puisi.
Penelitian ini memuat data kuantitatif dan kualitatif. Analisis pada kualitatif
digunakan untuk memproses data kualitatif yang diperoleh dari pengamatan, wawancara.
Analisis data kuantitatif digunakan untuk mengolah data kuantitatif yang telah diperoleh
dari tes menulis puisi yang dilakukan pada setiap siklus. Informasi yang diperoleh dan
semua yang muncul dalam implementasi tindakan dibahas, didiskusikan, dipelajari, dan
dipecahkan. Seperti yang sudah disebutkan bahwa data kuantitatif diperoleh dari hasil tes
menulis puisi pada siswa. Aspek yang dinilai dari hasil pekerjaan siswa meliputi isi,
organisasi, dan penggunaan bahasa.
Penilaian tes menulis puisi menggunakan model skala interval untuk tiap tingkat
tertentu pada tiap aspek yang dinilai. Model yang dimaksud yakni program English as a
Second Language (ESL). Nilai diperoleh dari hasil pekerjaan siswa yang diukur
25
menggunakan instrumen yang telah dibuat. Penilaian dilakukan untuk mengetahui
apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai. Nurgiyantoro (2013: 441-442) mengatakan
bahwa penilaian dalam menulis menggunakan beberapa aspek, yaitu aspek isi, organisasi,
kosakata, penggunaan bahasa, dan mekanik.
26
Organisasi 16-20 Sangat Baik: rima, majas, imaji 0-20
(Unsur- disajikan dengan sangat baik, serta
unsurnya)
menampakkan nada dan suasana
yang jelas
11-15 Baik: rima, majas, imaji disajikan
dengan baik, serta menampakkan
nada dan suasana yang cukup jelas
27
Kosakata 26-30 Sangat Baik : Diksi sudah banyak 5-30
menggunakan majas yang sangat
mewakili tema
21-25 Baik : Diksi sudah menggunakan
majas yang mewakili tema
11-20 Cukup : Diksi masih sedikit
menggunakan majas yang mewakili
tema
5-10 Kurang: Diksi masih sama sekali
tidak menggunakan majas yang
mewakili tema
Bahasa 16-20 Sangat Baik : tidak ada kesalalahan 0-20
penulisan terutama penggunaan
ejaan serta logika makna
11-15 Baik : hanya ada sebagian kecil
kesalalahan penulisan terutama
penggunaan ejaan serta logika
makna
6-10 Cukup : separuh lebih dari tulisan
ada kesalalahan penulisan terutama
penggunaan ejaan serta logika
makna
0-5 Kurang : banyak terjadi
kesalalahan penulisan terutama
penggunaan ejaan serta kurang
masuk akal.
28
Tabel 3.3. Kualifikasi Nilai
No Kualifikasi Skor
1 Sangat baik 85--100
2 Baik 70--84
3 Cukup 55--69
4 Kurang 40--54
5 Sangat kurang ≤ 39
Sumber: Nurgiyantoro (2011:253)
∑X
X= (Aqib,2011:40)
∑N
Keterangan:
X = Nilai rata-rata.
29
F. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Dilihat dari tindak belajar atau perkembangan proses pembelajaran, yaitu sebagai
berikut.
a. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menarik dan menyenangkan.
Proses yang dimaksud adalah siswa saat pembelajaran menulis puisi tidak merasa
tertekan dengan tugas yang diberikan guru sehingga hasil tulisan siswa juga lebih baik.
Siswa aktif berperan serta selama proses pembelajaran berlangsung.
Proses yang dimaksud meliputi aktivitas verbal dan nonverbal. Aktivitas verbal
meliputi siswa bertanya, siswa berkonsentrasi, siswa dapat menjawab pertanyaan,
siswa mengobrol sendiri di luar materi, siswa bercanda, siswa bergurau, siswa tidak
menjawab pertanyaan, dan siswa menjawab pertanyaan asal-asalan. Aktivitas nonverbal
meliputi antusias belajar, kepercayaan diri siswa, siswa merasa malu, siswa bermain-
main, siswa membaca buku lain, siswa menyimak pengajar, dan siswa menyimak teman.
b. Terjadi peningkatan minat siswa terhadap pembelajaran menulis puisi.
Peningkatan yang dimaksud adalah adanya perbedaan hasil tulisan siswa sebelum
dan sesudah menggunakan model pembelajaran sinektik. Diharapkan setelah siswa
mengikuti pembelajaran menulis puisi menggunakan model pembelajaran sinektik,
tulisan siswa menjadi lebih bervariatif dan tidak membosankan untuk dibaca.
2. Indikator Keberhasilan Produk
Dideskripsikan dari keberhasilan siswa dari produk menulis teks puisi dengan
menggunakan model pembelajaran sinektik. Keberhasilan diperoleh jika terjadi
peningkatan antara prestasi subjek penelitian sebelum dan sesudah diberikan tindakan.
Indikator keberhasilan dalam tindakan kelas ini adalah kelas dinyatakan berhasil jika 75
% siswa memperoleh rerata nilai 71, lulus dalam menyusun teks puisi berdasar tema dan
topik setelah mereka mendapatkan proses pembelajaran menulis puisi menggunakan
model pembelajaran sinektik.
Rumus rerata = Jumlah seluruh skor siswa
30
Jumlah Siswa
1. Siklus I
a. Perencanaan Tindakan
b. Pelaksanaan Tindakan
Langkah-Langkah Pembelajaran
31
1. Peserta didik menerima materi pembelajaran
melalui modul
Aming Aminoedhin
DI MATA ZAMAN
32
(Mengungkapkan Situasi Saat Ini)
5. Peserta didik diminta mengamati sebuah gambar
tentang realitas sosial dengan tema “Toleransi”
yang telah diberikan guru dalam LKPD
(Analogi Langsung)
7. Peserta didik di dalam kelompoknya diminta untuk
membuat analogi langsung. Peserta didik
menganalogikan atau membuat peristiwa tentang
“Toleransi”. Peristiwa dapat diperoleh dari
pengalaman yang dialami oleh siswa atau
mengembangkan sesuai kreativitasnya masing-
masing. Peserta didik menuliskan beberapa analogi
tersebut pada selembar kertas.
(Analogi Personal)
10. Peserta didik menyimak dan mengamati film pendek
dengan tautan
https://cirebonkota.kemenag.go.id/playlist/watch/1204--
film-pendek-toleransi--76th-indonesia-merdeka
(Konflik Padat)
11. Peserta didik dalam kelompoknya mencatat peristiwa
yang terjadi pada selembar kertas. Konflik yang
terjadi pada film pendek berupa masalah-masalah
yang dialami tokoh.
33
Penutup 1. Peserta didik diminta melakukan tes akhir untuk
(40 menit) melihat perkembangan peningkatan kemampuan
peserta didik setelah mempelajari materi menyusun
puisi, yaitu peserta didik diminta menulis puisi
secara individu dengan tema toleransi dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan di kertas.
2. Peserta didik diminta mengumpulkan
3. Peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal
yang telah dipelajari
4. Peserta didik membuat refleksi pembelajaran untuk
mengetahui ketercapaian proses pembelajaran dan
perbaikan.
5. Guru memberikan penilaian
6. Peserta didik menerima informasi rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya dari guru.
7. Peserta didik diminta oleh guru agar terus menjaga
kesehatan, semangat belajar di rumah dan tetap di
rumah saja.
8. Guru dan peserta didik menutup pembelajaran
dengan salam dan berdoa.
1). Pada siklus 1 terlihat peserta didik belum seluruhnya aktif dalam
mengikuti pelajaran. Hal ini terlihat pada saat melakukan latihan.
2). Sebagian besar peserta didik tidak memanfaatkan kesempatan yang
diberikan peserta didik untuk bertanya.
3). Pada saat mengerjakan soal evaluasi ada sebagian b e s a r peserta didik
belum bisa menyusun puisi dengan baik.
Berdasarkan hasil refleksi, kekurangan yang belum bisa diatasi pada
Siklus I akan diperbaiki pada Siklus II.
34
2. Siklus II
a. Perencanaan
Langkah-Langkah Pembelajaran
35
7. Peserta didik menerima modul pembelajaran dan
dipandu guru untuk membuka media pembelajaran.
(Analogi Langsung)
12. Peserta didik di dalam kelompoknya diminta untuk
membuat analogi langsung dengan cara membuat
peristiwa sesuai dengan tema yang mengangkat
kehidupan remaja masa kini. Peristiwa dapat
diperoleh dari pengalaman yang dialami oleh
siswa atau mengembangkan sesuai kreativitasnya
masing- masing. Peserta didik menuliskan beberapa
analogi tersebut pada selembar kertas.
(Analogi Personal)
14. Peserta didik dalam kelompoknya memilih satu
peristiwa dari beberapa peristiwa yang telah mereka
bandingkan. Peristiwa yang dipilih merupakan
peristiwa yang paling berkesan dan memiliki
hubungan dengan subtema yang mengangkat
kehidupan remaja masa kini. Peserta didik
mengeksplorasi lebih jauh peristiwa yang telah
dipilih dan menganalogikan pada diri sendiri
dari peristiwa tersebut.
(Konflik Padat)
36
PENUTUP 20. Peserta didik diminta melakukan tes akhir untuk
(40 MENIT) melihat perkembangan peningkatan kemampuan
peserta didik setelah mempelajari materi menyusun
puisi, yaitu peserta didik diminta menyusun kerangka
puisi berdasarkan pengalaman atau gagasan dan
menulis puisi berdasarkan kerangka dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan dengan tema
yang mengangkat kehidupan remaja masa kini secara
individu.
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap
pelaksanaan pembelajaran dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah
disiapkan. Pengamatan dilakukan terhadap keaktifan peserta didik selama
pembelajaran berlangsung.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi mengadakan evaluasi terhadap kinerja peserta didik dalam
menyelesaikan soal tes akhir. Adapun hasilnya adalah :
1) Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok sudah baik, sebagian
besar siswa sudah berani mengemukakan pendapat.
2) Kemampuan siswa dalam menyusun puisi sudah baik dengan
persentase belajar siswa telah mencapai kreteria ketuntasan
minimal (KKM) 70.
Berdasarkan hasil refleksi siklus II dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran bisa diakhiri karena sudah menampakkan kompetensi siswa yang
37
meningkat.
BAB IV
A. Hasil Penelitian
1. Peningkatan Nilai Rata-rata
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi yang dilakukan oleh guru, bahwa
hasil belajar peserta didik pada siklus I mengalami peningkatan pada siklus 2, hal ini
dapat dilihat dari kenaikan nilai rata - rata siswa dalam proses pembelajaran pada siklus
I : 67,74, dari hasil perbaikan siklus II menunjukkan kenaikan nilai rata-rata sebesar
88,18.
Untuk melihat perkembangan nilai rata-rata siswa dari siklus 1 sampai dengan
siklus II dapat dilihat dari tabel dan grafik berikut :
Tabel 4.1
Nilai Rata-Rata Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
38
No. Kegiatan Pembelajaran Nilai Rata - Rata
1. Siklus I 67,74
2. Siklus II 88,18
Grafik 4.1
Grafik Nilai Rata-Rata dari Siklus 1 dan Siklus 2
Dari grafik 4.1 di atas yang merupakan hasil evaluasi belajar peserta didik
berupa nilai rata-rata peserta didik dari siklus 1 sampai pembelajaran siklus II dengan
hasil berikut :
39
peningkatan yang signifikan untuk nilai rata-rata peserta didik dari jumlah
34 orang siswa meningkat nilai rata-rata menjadi 88,18 dan nilai tertinggi
meningkat menjadi 97 dan terendah 83 dari kreteria ketuntasan minimal
(KKM) 70 sehingga perbaikan pembelajaran sudah dikategorikan sangat
baik.
2. Peningkatan Ketuntasan Belajar Peserta Didik
Selain naiknya nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik, jumlah peserta didik
yang tuntas juga meningkat, untuk melihat perbandingan jumlah peserta didik yang
tuntas dan tidak tuntas dalam pembelajaran siklus 1 sampai siklus III dapat dilihat
melalui tabel dan grafik 4.2 berikut :
Tabel 4. 2
Hasil Ketuntasan Peserta Didik dari Siklus 1 sampai Siklus II
Grafik 4.2.
Ketuntasan belajar peserta didik dari siklus 1 sampai Siklus II
Dari grafik 4.2 di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan ketutasan
40
peserta didik dalam pembelajaran, sehingga berdasarkan grafik 4.2 tersebut dapat
diuraikan beberapa hal berikut :
Tabel 4.3 :
KEAKTIFAN
PEMBELAJARAN
AKTIF % BELUM AKTIF %
Siklus I 21 62% 13 38%
Siklus II 34 100% 0 0%
41
Grafik 4.3. :
Keaktifan Belajar Peserta Didik dari Siklus 1 sampai Siklus II
Keaktifan
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Siklus I Siklus II
Gambar Grafik 4.3 Keaktifan siswa dari pembelajaran siklus I dan siklus II
adalah :
1. Pada siklus I pendidik berusaha menggunakan model pembelajaran sinektik
dalam menulis puisi, agar peserta didik lebih aktif dan berusaha meningkatkan
keaktifan peserta didik, pada pembelajaran siklus I keaktifan belajar peserta
didik menjadi 21 orang peserta didik atau 68 % dan yang belum tuntas berjumlah
13 orang peserta didik atau 38 % sehingga keaktifan belajar peserta didik
dikatagorikan cukup.
2. Pada siklus II dalam proses pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran sinektik dalam menulis puisi keaktifan belajar dan dipresentasikan
perwakilan peserta didik sehingga meningkat menjadi 34 orang siswa atau 100 %
keaktifan belajar peserta didik dikategorikan sangat aktif.
B. Pembahasan.
Berdasarkan data observasi keaktifan peserta didik dalam pembelajaran dan
berdasarkan hasil evaluasi belajar peserta didik ternyata diketahui terjadi
peningkatan hasil belajar peserta didik dari siklus I sampai pada siklus II, hasil belajar
peserta didk telah menunjukkan hasil yang baik dibandingkan dari pembelajaran
sebelumnya. Hal ini disebabkan penulis telah melaksanakan program perbaikan
42
pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran sinektik dalam menulis puisi pada
perbaikan pembelajaran. Seluruh peserta didik sudah mampu menjawab pertanyaan
dengan baik. Pada Siklus I, peserta didik yang tuntas dalam pembelajaran 13 orang
peserta didik atau 38 % dan yang tidak tuntas 21 orang peserta didik atau 62 %. Pada
Siklus II, peserta didik yang tuntas dalam belajar sebanyak 34 orang peserta didik atau
100 % yang belum tuntas tidak ada atau 0%.
Begitu juga dengan nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik. Pada Siklus I,
nilai rata-rata, yaitu sebesar 67, 74, pada siklus II terjadi peningkatan lagi menjadi
88,18, terjadi peningkatan antara siklus I dan siklus II sebesar 20,44.
Keberanian dan kemampuan peserta didik menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh pendidik juga mengalami peningkatan. Pada pembelajaran siklus 1, peserta didik
yang mau menjawab pertanyaan pendidik hanyalah sebanyak 15 orang atau 65%. Pada
tindakan siklus II, meningkat menjadi 34 orang peserta didik atau 100%.
Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut dan setelah dilaksanakan refleksi
terhadap proses dan hasil pembelajaran, penulis menganggap bahwa pembelajaran pada
Siklus III tidak perlu lagi dilaksanakan. Hal ini didasari oleh pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut :
1. Nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik sudah sangat baik, yaitu
sebesar 88,18. Nilai ini sudah jauh di atas nilai Kreteria Ketuntasan
Minimal (KKM), yaitu sebesar 70,00.
2. Jumlah peserta didik yang tuntas sudah 100%.
3. Jumlah siswa yang aktif dalam pembelajaran telah 100%, seluruh siswa
aktif dalam pembelajaran.
Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar peserta didik dan aktifitas peserta didik dilihat dari perbaikan
pembelajaran dari siklus 1 sampai siklus II. Proses belajar mengajar juga sudah
semakin baik dengan aktifnya peserta didik dalam proses belajar sehingga potensi
peserta didik tergali dari proses tersebut. Peningkatan ini disebabkan karena penulis
menggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis puisi untuk menggali
potensi peserta didik dan menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik sehingga
peserta didik mau berinteraksi maksimal dalam kelompoknya, ternyata dengan
menggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis puisi, penulis berhasil
membuat iklim pembelajaran semakin baik dengan interaksi peserta didik semakin
meningkat, di mana peserta didik sudah mau bertanya dalam kelompoknya. Hal ini
43
sejalan dengan manfaat yang diperoleh dengan menerapkan model pembelajaran
sinektik dalam menulis puisi.
Sehingga dari beberapa hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa
peningkatan hasil belajar disebabkan dalam perbaikan pembelajaran penulis
menggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis puisi untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran sehingga akan berakibat pada peningkatan hasil belajar peserta
didik dan peserta didik semakin aktif dalam mengikuti proses pembelajaran yang
dilakukan oleh penulis pada mata pelajaran Bahasa Indonesia materi menulis puisi pada
peserta didik kelas X PSPR SMK Negeri 1 Blitar, Kota Blitar, Jawa Timur.
BAB V
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian tindakan kelas yang telah
dilaksanakan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
44
1. Melalui penggunaan model pembelajaran sinektik dalam menulis puisi peserta didik
menjadi lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran.
2. Penggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis puisi dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
tentang menulis puisi dengan perbandingan nilai rata-rata pada siklus I yaitu
67,74 dan presentase ketuntasan belajar peserta didik hanya mencapai 38 %, pada
siklus II nilai rata-rata peserta didik mengalami peningkatan yaitu 88,18; dan dan
presentase ketuntasan belajar peserta didik hanya mencapai 100 %.
3. Tingkat partisipasi dan keaktifan siswa pada siklus I hanya 15 orang peserta didik
yang aktif atau 65 %, pada pembelajaran siklus II 34 peserta didik atau 100 % .
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, saran yang dapat
diberikan setelah penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi siswa
Siswa diharapkan mempertahankan dan meningkatkan kemampuan
menulis puisi yang telah dicapai. Selain itu, siswa juga diharapkan untuk sering
menulis supaya dapat menambah wawasan dan pengalaman sehingga kemampuan
menulis puisi siswa menjadi lebih optimal.
2. Bagi guru
Guru diharapkan mengembangkan penggunaan model pembelajaran sinektik
sehingga berhasil meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa lebih optimal.
3. Bagi peneliti lain
Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan adanya faktor
keterbatasan waktu dan subjek penelitian. Peneliti lain diharapkan dapat
mengembangkan penelitian dengan waktu yang lebih lama atau subjek penelitian
yang lebih luas sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
45
Persada.
Gordon, W.J.J. dan T.Poze. 1980. SES Synecticsand Gifted EducationToday. Sage
Publication.
Joyce. B, Weil, M., & Cdhoun, E. 2009. Model of Teaching (Model-model Pengajaran
Edisi Kedelapan). Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
https://www.berpendidikan.com/2019/05/cara-dan-langkah-langkah-menulis-cerpen-
yang-baik-dan-benar.html
Lampiran 1 : RPP Siklus 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
46
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Topik : Puisi
Jumlah Pertemuan : 4 kali pertemuan
47
4.1 Menginterpretasi makna teks anekdot, eksposisi, laporan hasil observasi,
prosedurkompleks, dan negosiasi baik secara lisan maupun tulisan.
4.1.1 Peserta didik dapat membacakan puisi dengan penghayatan
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik dapat menganalisis struktur teks puisi, membacakan puisi dengan
penuh penghayatan, dan membedakan teks deskripsi dan teks laporan hasil
observasi.
D. MATERI PEMBELAJARAN
1. PENGERTIAN PUISI
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah
seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan,
atau selain arti semantiknya. Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja
(melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis
untuk menunjukkan pemikirannnya. Di dalam puisi juga biasa disisipkan majas yang
membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya
adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar.
2. STRUKTUR PUISI
Struktur puisi terbagi dua yaitu struktur fisik dan batin.
1). Struktur fisik puisi terdiri dari:
• Perwajahan puisi (tipografi) yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak
dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak
selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut
sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
• Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan
banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata
dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
• Imaji yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh
(imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar,
dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
48
• Kata konkret yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang.
• Gaya bahasa yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan
efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya
bahasa disebut juga majas.
• Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir
baris puisi.
2). Struktur batin puisi terdiri dari
• Tema/makna (sense) Media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan
tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait,
maupun makna keseluruhan.
• Rasa (feeling) yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat
dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis
kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan
psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-
kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada
wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar
belakang sosiologis dan psikologisnya.
• Nada (tone) yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan
dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui,
mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan
masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan
rendah pembaca, dll.
• Amanat/tujuan/maksud (itention) yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair
kepada pembaca
E. PENDEKATAN DAN METODE PEMBELAJARAN
1. Metode Pembalajaran : Diskusi dan Presentasi
2. Pendekatan Pembelajaran : Kinestetik
3. Model Pembalajaran : MID (Meaningful Instructionnal Design)
F. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR
49
Power Point dan Lembar Kerja Siswa
1. Sumber Pembelajaran : Buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan
Akademik, Jakarta: Kemendikbud RI, 2013
Buku Guru Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, Jakarta: Kemendikbud
RI, 2013 www.wikipedia.com
2. Alat Pembelajaran : Leptop, LCD
G. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Alokasi Waktu
Pendahuluan 1. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan 10 menit
salam dan berdoa
2. Guru mengecek kehadiran peserta didik
3. Peserta didik diajak mengingat kembali
pembelajaran sebelumnya untuk memancing
respon peserta didik.
4. Peserta didik diinformasikan KD, dan
tujuan pembelajaran yang akan diajarkan
5. Guru menyampaikan garis besar cakupan
materi dan langkah-langkah pembelajaran
6. Peserta didik membentuk kelompok yang
terdiri dari 4 – 5 orang
Inti 1. Peserta didik menerima materi pembelajaran 70 menit
melalui modul
Aming Aminoedhin
DI MATA ZAMAN
50
hingga lupa hitungan. Kasihan!
(Analogi Langsung)
3. Peserta didik di dalam kelompoknya diminta
untuk membuat analogi langsung. Peserta didik
menganalogikan atau membuat peristiwa tentang
“Toleransi”. Peristiwa dapat diperoleh dari
pengalaman yang dialami oleh siswa atau
mengembangkan sesuai kreativitasnya masing-
masing. Peserta didik menuliskan beberapa
analogi tersebut pada selembar kertas.
(Analogi Personal)
6. Peserta didik menyimak dan mengamati film
pendek dengan tautan
https://cirebonkota.kemenag.go.id/playlist/watch/1204-
-film-pendek-toleransi--76th-indonesia-merdeka
(Konflik Padat)
7. Peserta didik dalam kelompoknya mencatat
peristiwa yang terjadi pada selembar kertas.
51
Konflik yang terjadi pada film pendek berupa
masalah-masalah yang dialami tokoh.
(Analogi Langsung)
8. Peserta didik dalam kelompoknya
mengungkapkan perasaan dalam bentuk draft
puisi berupa peristiwa yang dipilih didasarkan
pada konflik/masalah yang telah dipilih.
H. PENILAIAN
52
Teknik penilaian:
1. Penilaian proses/ pengamatan.
2. Tertulis.
3. Lisan.
4. Pemberian tugas.
1. Tes
a) Analisislah struktur teks puisi ‘Burung-burung Enggan Bernyanyi Lagi”!
(LKPD Terlampir)
2. Non Tes
a) Menyusun puisi berdasarkan gambar/film.
b) Lembar Pengamatan Kelompok (Sikap)
Lampiran 2
Analisis Penilaian Siklus 1
Kelas/Semester : X PSPR / 1
Indikator Pencapain :Menyusun puisi berdasarkan film pendek dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan
53
1 ABEL OLIVIA ANANTA 15 15 20 16 66 66
2 ADISHA TRI R 21 15 20 12 68 68
6 CORINTHA SIELYIN 21 15 23 18 77 77
9 ELSA BADRIYAH 21 15 18 16 70 70
10 ENDANG SULASTRIATUL Z. 21 15 20 12 68 68
13 HERVIKA AGISTADINDA K. 18 15 20 11 64 64
15 LULUK KAILILA 15 15 18 15 63 63
17 MAULIDYATUL FADILLAH 20 15 20 15 70 70
18 MELISA SURYAWATI 20 14 19 15 68 68
19 M. JODI PRATADANA 20 15 20 16 71 71
23 ROSITA ARDIANTI 20 15 20 15 70 70
24 SAVINKA ANUGERAH T. 21 15 20 12 68 68
26 SHERLY USDTAZAH 18 13 18 15 64 64
27 SHIRLI BIKHOIRIKA 18 15 20 11 64 64
29 SOFIANA PUTRI 15 15 18 15 63 63
54
33 VIKO ERLANGGA 21 15 20 12 68 68
Catatan:
1. Kesesuaian Isi puisi
2. Kesesuaian organisasi (unsur puisi)
3. Kosakata dalam puisi
4. Kebahasaan puisi
Lampiran 3:
DAFTAR NILAI SIKLUS 1
55
No Nama Nilai Ketuntasan
1 ABEL OLIVIA ANANTA 66 Belum Tuntas
2 ADISHA TRI R 68 Belum Tuntas
3 ALYSA SABITA SALWA 75 Tuntas
4 AZIKHA VENDA NUR AINI 73 Tuntas
5 BAYU KUSUMA PANGLILIH 72 Tuntas
6 CORINTHA SIELYIN 77 Tuntas
7 DYAH OCA ALVINAH 71 Tuntas
8 ELSA AVRIL MAHARANI 70 Tuntas
9 ELSA BADRIYAH 70 Tuntas
10 ENDANG SULASTRIATUL ZAHRO 68 Belum Tuntas
11 FANESA PUTRI KURNIA 68 Belum Tuntas
12 HANIF MUHAMMAD IHSAN 64 Belum Tuntas
13 HERVIKA AGISTADINDA KHUSUMA 64 Belum Tuntas
14 JESICA ASEPTI MAHARANI 62 Belum Tuntas
15 LULUK KAILILA 63 Belum Tuntas
16 MAHLIQA KAFKA NAFISA 62 Belum Tuntas
17 MAULIDYATUL FADILLAH 70 Tuntas
18 MELISA SURYAWATI 68 Belum Tuntas
19 MOHAMAD JODI PRATADANA 71 Tuntas
20 NAJWA AULIA AZ ZAHRO 63 Belum Tuntas
21 NAYLA KHANSA KHAIRUN ISA 63 Belum Tuntas
22 RATNA PERMATA PUTRI 71 Tuntas
23 ROSITA ARDIANTI 70 Tuntas
24 SAVINKA ANUGERAH TRIESNA 68 Belum Tuntas
25 SHELFIA FITRIANA ANGELICA A. 68 Belum Tuntas
26 SHERLY USDTAZAH 64 Belum Tuntas
27 SHIRLI BIKHOIRIKA 64 Belum Tuntas
28 SINTA KUMALA DEWI 62 Belum Tuntas
29 SOFIANA PUTRI 63 Belum Tuntas
30 VALENT CANDRA DIANITA 70 Tuntas
31 VANIA PUTRI ELYSIA GRISELDA 68 Belum Tuntas
32 VIA AYU DIA 71 Tuntas
33 VIKO ERLANGGA 68 Belum Tuntas
34 ZAHRA ZHALIA PUTERI 68 Belum Tuntas
56
Catatan:
1. Tuntas : 13 siswa
2. Belum Tuntas : 21 siswa
3. Persentase ketuntasan : 38 %
Lampiran 4
RPP Siklus 2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
57
Satuan Pendidikan : SMK NEGERI 1 BLITAR
Kelas :X
Semester :2
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Topik : Puisi
Jumlah Pertemuan : 4 kali pertemuan
58
3.1.1 Peserta didik dapat menganalisis struktur teks puisi
3.1.2 Peserta didik dapat membedakan teks deskripsi dan teks laporan hasil
observasi.
4.1 Menginterpretasi makna teks anekdot, eksposisi, laporan hasil observasi,
prosedurkompleks, dan negosiasi baik secara lisan maupun tulisan.
4.1.1 Peserta didik dapat membacakan puisi dengan penghayatan
K. TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik dapat menganalisis struktur teks puisi, membacakan puisi dengan
penuh penghayatan, dan membedakan teks deskripsi dan teks laporan hasil
observasi.
L. MATERI PEMBELAJARAN
1. PENGERTIAN PUISI
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah
seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan,
atau selain arti semantiknya. Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja
(melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis
untuk menunjukkan pemikirannnya. Di dalam puisi juga biasa disisipkan majas yang
membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya
adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar.
2. STRUKTUR PUISI
Struktur puisi terbagi dua yaitu struktur fisik dan batin.
1). Struktur fisik puisi terdiri dari:
• Perwajahan puisi (tipografi) yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak
dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak
selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut
sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
• Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan
banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata
dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
• Imaji yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi
59
tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh
(imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar,
dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
• Kata konkret yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang.
• Gaya bahasa yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan
efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya
bahasa disebut juga majas.
• Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir
baris puisi.
2). Struktur batin puisi terdiri dari
• Tema/makna (sense) Media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan
tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait,
maupun makna keseluruhan.
• Rasa (feeling) yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat
dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis
kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan
psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-
kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada
wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar
belakang sosiologis dan psikologisnya.
• Nada (tone) yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan
dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui,
mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan
masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan
rendah pembaca, dll.
• Amanat/tujuan/maksud (itention) yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair
kepada pembaca
M. PENDEKATAN DAN METODE PEMBELAJARAN
4. Metode Pembalajaran : Diskusi dan Presentasi
60
5. Pendekatan Pembelajaran : Kinestetik
6. Model Pembalajaran : MID (Meaningful Instructionnal Design)
N. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR
Power Point dan Lembar Kerja Siswa
1. Sumber Pembelajaran : Buku Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan
Akademik, Jakarta: Kemendikbud RI, 2013
Buku Guru Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, Jakarta: Kemendikbud
RI, 2013 www.wikipedia.com
2. Alat Pembelajaran : Leptop, LCD
O. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Alokasi Waktu
Pendahuluan 1. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan 10 menit
salam dan berdoa
2. Guru mengecek kehadiran peserta didik
3. Peserta didik diajak mengingat kembali
pembelajaran sebelumnya untuk memancing
respon peserta didik.
4. Peserta didik diinformasikan KD, dan
tujuan pembelajaran yang akan diajarkan
5. Guru menyampaikan garis besar cakupan
materi dan langkah-langkah pembelajaran
6. Peserta didik membentuk kelompok yang
terdiri dari 4 – 5 orang
Inti 1. Peserta didik menerima modul pembelajaran dan 70 menit
dipandu guru untuk membuka media
pembelajaran.
(Analogi Langsung)
61
6. Peserta didik di dalam kelompoknya diminta
untuk membuat analogi langsung dengan cara
membuat peristiwa sesuai dengan tema yang
mengangkat kehidupan remaja masa kini.
Peristiwa dapat diperoleh dari pengalaman
yang dialami oleh siswa atau mengembangkan
sesuai kreativitasnya masing- masing. Peserta
didik menuliskan beberapa analogi tersebut pada
selembar kertas.
(Analogi Personal)
8. Peserta didik dalam kelompoknya memilih satu
peristiwa dari beberapa peristiwa yang telah
mereka bandingkan. Peristiwa yang dipilih
merupakan peristiwa yang paling berkesan dan
memiliki hubungan dengan subtema yang
mengangkat kehidupan remaja masa kini. Peserta
didik mengeksplorasi lebih jauh peristiwa yang
telah dipilih dan menganalogikan pada diri
sendiri dari peristiwa tersebut.
(Konflik Padat)
9. Peserta didik dalam kelompoknya memilih
masalah yang telah mereka tulis yang akan
dijadikan ide menulis puisi
(Analogi Langsung)
10. Peserta didik dalam kelompoknya menyusun
draft puisi berupa peristiwa yang dipilih
didasarkan pada konflik/masalah yang telah
dipilih.
62
pekerjaan kelompoknya
P. PENILAIAN
Teknik penilaian:
1. Penilaian proses/ pengamatan.
2. Tertulis.
3. Lisan.
4. Pemberian tugas.
1. Tes
b) Analisislah struktur teks puisi ‘Burung-burung Enggan Bernyanyi Lagi”!
(LKPD Terlampir)
2. Non Tes
c) Menyusun puisi berdasarkan gambar/film.
d) Lembar Pengamatan Kelompok (Sikap)
63
Mengetahui, Blitar, 16 Februari 2022
Kepala SMK Negeri 1 Blitar Guru Mata Pelajaran
Lampiran 5:
Analisis Penilaian Siklus II
Kelas/Semester : X PSPR / 1
Indikator Pencapain :Menyusun puisi berdasarkan film pendek dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan
64
Aspek yang dinilai
No. Nama Siswa Skor Nilai
1 2 3 4
1 ABEL OLIVIA ANANTA 25 17 23 20 85 85
2 ADISHA TRI R 29 18 27 15 89 89
6 CORINTHA SIELYIN 29 18 30 20 97 97
9 ELSA BADRIYAH 30 17 21 20 88 88
10 ENDANG SULASTRIATUL Z. 29 19 27 14 89 89
13 HERVIKA AGISTADINDA K. 26 19 27 13 85 85
15 LULUK KAILILA 23 19 25 17 84 84
65
17 MAULIDYATUL FADILLAH 30 17 23 20 90 90
18 MELISA SURYAWATI 28 18 26 17 89 89
19 M. JODI PRATADANA 28 19 27 18 92 92
23 ROSITA ARDIANTI 28 19 27 17 91 91
24 SAVINKA ANUGERAH T. 29 19 27 14 89 89
26 SHERLY USDTAZAH 26 17 25 17 85 85
27 SHIRLI BIKHOIRIKA 26 19 27 13 85 85
29 SOFIANA PUTRI 23 19 25 17 84 84
33 VIKO ERLANGGA 30 17 23 17 87 87
Catatan:
1. Kesesuaian Isi puisi
2. Kesesuaian organisasi (unsur puisi)
3. Kosakata dalam puisi
4. Kebahasaan puisi
66
NIP. 19640205 199512 1 002 NIP. 197606132009011009
Lampiran 6:
67
No Nama Nilai Ketuntasan
Lampiran 7
HASIL OBSERVASI SIKLUS I
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Hari/Tanggal : Rabu, 14 Februari 2022
Kelas/Semester : X PSPR
NO NAMA SISWA KETERANGAN
1 2
1 ABEL OLIVIA ANANTA √ 1. Siswa belum
2 ADISHA TRI R √ aktif
3 ALYSA SABITA SALWA √ mengerjakan
69
4 AZIKHA VENDA NUR AINI √ tugas.
5 BAYU KUSUMA PANGLILIH √
6 CORINTHA SIELYIN √ 2. Siswa aktif
70
Mengetahui, Blitar, 14 Februari 2022
Kepala SMK Negeri 1 Blitar Guru Mata Pelajaran
Lampiran 8
HASIL OBSERVASI SIKLUS II
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Hari/Tanggal : Rabu, 21 Februari 2022
Kelas/Semester : X PSPR
NO NAMA SISWA KETERANGAN
1 2
1 ABEL OLIVIA ANANTA √ 1. Siswa belum aktif
2 ADISHA TRI R √ mengerjakan
71
3 ALYSA SABITA SALWA √ tugas.
4 AZIKHA VENDA NUR AINI √
5 BAYU KUSUMA PANGLILIH √ 2. Siswa aktif
72
Persentase 0% 100 %
73