Anda di halaman 1dari 2

Perilisan berita harus memperhatikan keadaan masyarakat dan aturan yang berlaku sebagai tolak

ukur kebutuhan masyarakat dan batas perilisan sebelum dilakukannya perilisan. Tindakan preventif
seperti menyesuaikan tata cara penulisan dan mengedepankan etika jurnalis sebelum merilis suatu
berita merupakan poin utama perilisan. Sangat penting memperhatikan batas seorang jurnalis dan
up-to-date terhadap perkembangan masayarakat. Hal ini tidak menutupi hak dan kewajiban jurnalis
dan definisi berita yang akan dipublikasi demi kepentingan umum.

Adapula hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menulis teks berita sebagai pencegahan, agar
memenuhi poin utama sebelum melakukan suatu perilisan, yaitu :

1. Berita harus memenuhi kebutuhan manusia akan informasi.


Tulisan berita harus bisa menyentuh kebutuhan manusia akan informasi. Begitu pun dalam
menentukan judul atau headline. Headline harus menyimpulkan muatan atau isi berita,
singkat dan jelas.
2. Berita harus aktual.
Berita yang ditulis harus aktual sehingga tidak menjadi berita yang basi. Penulisan berita
untuk surat kabar harus cepat dan singkat tetapi kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik dan aturan lainnya.
Memastikan penulisan dan perilisan berita tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik, Peraturan
Dewan Pers, dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam pengumpulan data dengan
metode wawancara, observasi, maupun dokumentasi harus memperhatikan batas yang
tidak boleh dilanggar dalam UU No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berpedoman pada aturan
perundang-undangan dan aturan turunan lainnya.
4. Harus tunduk pada kaidah tata bahasa yang berlaku.
Tulisan berita harus sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Untuk mempermudah
pencarian kosakata yang baku dan benar penulisannya, dapat dilihat di Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dalam penulisan kata.
Khusus pada istilah asing, wajib memberikan format italic. Untuk menghindari kritikan,
sebaiknya cek google untuk memastikan penulisan kata atau istilah asing yang tepat.
5. Berita harus memenuhi unsur ADIKSIMBA (5W+1H) .
Tulisan berita harus bisa menjawab pertanyaan apa, dimana, kapan, siapa, mengapa, dan
bagaimana.
6. Berita tidak memuat opini penulis atau wartawan yang menghakimi.
Dalam menulis berita, penulis tidak mencampurkan fakta dengan opini yang menghakimi.
Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi
wartawan atas fakta. Penulis atau wartawan wajib menerapkan asas praduga tak bersalah.
7. Dalam menulis berita, identitas pelaku, korban, dan saksi kejahatan diberikan inisial saja,
lengkap dengan umur, kronologi, lokasi dan waktu peristiwa atau kejadian. Alasannya adalah
untuk menghindari kerugian dan diskriminasi yang dapat dirasakan oleh keluarga pelaku,
keluarga korban, keluarga saksi, anak pelaku, anak korban, anak saksi, anak sebagai pelaku,
anak sebagai korban, dan anak sebagai saksi. Hal ini, dimuat dalam UU No. 35 Tahun 2014
perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada perusahaan,
korporasi atau badan hukum yang kemungkinan dapat dirugikan, harus menunggu
konfirmasi pihak korporasi sebelum melakukan perilisan.
Tulisan berita yang berkelanjutan tentang suatu hal, pada bagian akhir berita harus
diungkapkan lagi tentang latar belakang.
8. Check and recheck
Selalu mengecek kelengkapan dari berita yang dibuat sebelum mengirim ke email redaksi
dan ke email editor. Ketika ada keraguan atau rawan gugatan, sebaiknya dikonsultasikan
dengan redaktur masing-masing dan melakukan pengecekan legalitas.
9. Setiap karyawan departemen media wajib membaca dan mengetahui Kode Etik Jurnalistik,
serta dianjurkan membaca aturan Perundang-undangan lainnya terkait media agar terhindar
dari ketimpangan disinformasi.

Selain itu, dalam penulisan teks berita, penulis berita harus menguasai materi yang hendak
disampaikan serta dalam menyampaikannya harus jujur, tepat, dan cepat.

Untuk poin selanjutnya, dalam hal tidak dapat menghindari suatu masalah setelah melakukan
perilisan. Maka, problem solving (tindakan pengendalian dan pemecahan) oleh Tim Legal
Perusahaan dilakukan dengan memuat berbagai langkah sesuai dengan kewajiban yang
ditangguhkan. Tindakan pengendalian dan pemecahan ini dilakukan sesuai dengan salah satu
peranan Legal Officer perusahaan (melakukan riset) untuk menemukan solusi.

Adapun beberapa tindakan pengendalian dan pemecahan Tim Legal sebagai problem solving
Masalah perilisan dan berbagai masalah perusahaan yang timbul:

1. Mengkoordinasi Tim Legal Perusahaan untuk membentuk Tim Riset


2. Mengadakan riset, yaitu investigasi yang dilakukan secara aktif dan sistematis untuk
menemukan, menginterpretasi, dan merevisi fakta-fakta yang ada
3. Evaluasi masalah perusahaan yang timbul, untuk mengaitkan masalah hukum yang menjerat
dan menentukan kaidah-kaidah yang dapat digunakan sebagai pembelaan.
4. Pengambilan keputusan

Kesalahan yang dilakukan oleh pers dapat dikategorikan sebagai delik pers berdasarkan ketentuan
dalam KUHP, delik pers dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu:

1. Kejahatan terhadap ketertiban umum (hatzaait artikelen), diatur dalam pasal 154, 155, 156,
dan 157 KUHP, yaitu pasal-pasal tentang penyebarluasan kebencian dan permusuhan di
dalam masyarakat terhadap pemerintah.
2. Kejahatan penghinaan, terdiri dari dua bagian penghinaan, yaitu:
a. Penghinaan terhadap Presiden (pasal 134 dan 137). Termasuk pula penghinaan
terhadap badan atau alat kekuasaan negara (pasal 207, 208, dan 209 KUHP).
b. Penghinaan umum, diatur dalam pasal 310 dan 315 KUHP.
3. Kejahatan melakukan hasutan (kejahatan ini sering disebut dengan istilah provokasi, yatu
berupa upaya atau tindakan untuk mendorong, mengajak, membangkitkan atau ‘membakar’
orang lain supaya melakukan suatu perbuatan. Kejahatan ini diatur dalam pasal 160 dan 161
KUHP).
4. Kejahatan menyiarkan kabar bohong. Diatur dalam pasal 390 KUHP, pasal 45 UU ITE
5. Kejahatan kesusilaan (Pornografi). Memuat atau menyebarluaskan gambar/tulisan yang
melanggar susila, sudah diatur sejak lama dalam pasal 282 dan 533 KUHP.

Anda mungkin juga menyukai