Anda di halaman 1dari 68

Ekonomi

Teknik dan
RAB
Jojok Widodo S

Kontrak pada Proyek


Konstruksi
Pengertian Kontrak
Kontrak adalah kesepakatan (perjanjian)
secara sukarela antara dua pihak yang
mempunyai kekuatan hukum.
Kesepakatan dicapai setelah satu pihak
menerima penawaran yang diajukan oleh
pihak lain untuk melakukan sesuatu
sebagaimana yang tercantum dalam
penawaran.
Jenis-Jenis Kontrak pada
Proyek Konstruksi

Kontrak

Kontrak dengan Kontrak berdasarkan


harga tetap biaya ditambah jasa (cost plus
(fixed price contract) fee contract)

Kontrak Kontrak
Lumpsum Daftar Volume

Kontrak Ditetapkan
Harga Satuan lebih dahulu Target kontrak

Prosentase Bonus dan


biaya nyata Penalty
Kontrak dengan Harga Tetap (Fixed
Price Contract)
 Kontraktor wajib melaksanakan pekerjaan hingga
selesai sesuai dengan yang disyaratkan dalam
kontrak atas resikonya sendiri terhadap jumlah total
biaya yang dikeluarkan untuk penyelesaian
pekerjaan tersebut.
 Kontrak Harga Satuan dan Kontrak Daftar Volume
dapat digunakan pada pekerjaan-pekerjaan yang
sulit ditentukan dan Kontrak Lump Sum digunakan
pada pekerjaan-pekerjaan yang dapat ditentukan
dengan baik
Kontrak Berdasarkan Biaya
Ditambah Jasa
 Pemberi Tugas berkewajiban membayar biaya
nyata yang dikeluarkan kontraktor untuk
menyelesaikan pekerjaan ditambah biaya atas
jasa yang dilakukan kontraktor
 Umumnya digunakan untuk jenis-jenis pekerjaan
yang kecil atau sulit sekali menetapkan lebih
dahulu harga satuan/harga lumpsum pekerjaan.
Kontrak Lump Sum
Kontraktor menawarkan untuk menyelesaikan seluruh
pekerjaan dengan biaya tetap meskipun terjadi perubahan
volume pekerjaan. Kontrak ini digunakan jika semua detail
pekerjaan yang dilaksanakan diketahui dan kemungkinan
terjadinya perubahan sangat kecil
Kontrak Harga Satuan
Kontraktor menawarkan untuk menyelesaikan berbagai
jenis pekerjaan di mana masing-masing pekerjaan
mempunyai harga satuan yang tetap sesuai dengan yang
dikerjakan
Kontrak Daftar Volume
Kontraktor menawarkan untuk menyelesaikan berbagai
jenis pekerjaan dengan masing-masing jenis pekerjaan
mempunyai harga satuan yang tetap dan volume
Penentuan besarnya fee:

 Biaya atas jasa (fee) yang ditetapkan lebih dahulu pada suatu jumlah
yang tetap

 Biaya atas jasa yang besarnya berdasarkan prosentase biaya nyata


yang dikeluarkan oleh kontraktor. Prosentase ini ditetapkan lebih dahulu
pada suatu nilai yang tetap

 Biaya atas jasa yang besarnya berdasarkan prosentase biaya nyata


yang dikeluarkan kontraktor, di mana prosentase tersebut bervariasi
terhadap besarnya biaya nyata. Kontrak jenis tersebut disebut juga
target kontrak

 Biaya atas jasa ditetapkan berdasarkan suatu formula yang disepakati


oleh Pemberi Tugas dan Kontraktor, tetapi berbeda dengan yang telah
disebut diatas, misalnya dengan “bonus” bila jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk penyelesaian pekerjaan lebih kecil dari yang
direncanakan dan dikenakan hukuman (penalty) bila biaya yang
dikeluarkan lebih besar dari yang direncanakan
Isi Dokumen Kontrak

 Persyaratan Umum Kontrak


 Persyaratan Khusus Kontrak
 Gambar & Spesifikasi
 Daftar Volume / Kuantitas, Daftar Harga
Satuan, dan Daftar Harga
 Penawaran
 Persetujuan
 Perjanjian
Persyaratan Umum (1)
Menetapkan dan mendefinisikan hak dan
kewajiban yang sah dari setiap pihak terhadap
kontrak. Isinya :
Sifat kontrak
Definisi dan pengertian istilah yg dipakai dalam
kontrak
Asuransi
Hak – kewajiban kontraktor
Hak – kewajiban pemilik pekerjaan
Kekuasaan dan tugas “Owner’s Engineer”
Pengadaan sehubungan dgn pengawasan
pekerjaan
Persyaratan Umum (2)
Ketentuan terhadap variasi pekerjaan
Ketentuan terhadap perpanjangan waktu
Cara dan waktu pembayaran
Ketentuan uang disimpan/ditahan (retention money)
Perubahan biaya kontrak oleh tenaga kerja & bahan
Prosedur yang digunakan bila kontraktor bangkrut
Prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan
perselisihan yang timbul antara pemilik pekerjaan
dan kontraktor selama pelaksanaan kontrak
Persyaratan Khusus

Diperlukan untuk melengkapi persyaratan umum


kontrak.
Waktu yang diberikan untuk pelaksanaan
kontrak
Denda yg hrs dibayar untuk keterlambatan
Masa pemeliharaan sesudah penyelesaian
kontrak
Pengadaan item-item khusus oleh pemilik
Pembatasan khusus pada kontraktor
Gambar
Kekurangan informasi dalam gambar harus diberikan
dalam spesifikasi, maka gambar rencana harus
dibaca bersama-sama dengan spesifikasi
Jenis-jenis gambar:
 Gambar rencana
 Gambar pelaksanaan (shop drawing)
 Gambar yang dilaksanakan (as built drawing)
Spesifikasi

 Merupakan dokumen tertulis berisi ruang lingkup


pekerjaan, persyaratan & penjelasan detail dari
bentuk, kualitas bahan, dan cara pengerjaan
 Spesifikasi yang berorientasi pada hasil akhir
 Spesifikasi yang berorientasi pada metoda
pelaksanaan
 Merupakan spesifikasi gabungan jenis 1 dan jenis 2
Daftar Volume, Daftar Harga Satuan, dan
Daftar Biaya

 Kegunaannya :
Membantu kontraktor untuk mempersiapkan
lelang
Membantu pemilik untuk menilai pelelang
Dasar utk menentukan perubahan biaya kontrak
Sebagai dasar untuk menghitung nilai angsuran
Penawaran, Persetujuan,
dan Surat Perjanjian
 Penawaran
Kontraktor menawarkan untuk melaksanakan pekerjaan
yang tertera dalam gambar & spesifikasi untuk sejumlah
biaya tertentu
 Persetujuan
Diberikan melalui surat dari pemilik ke kontraktor yang
menyatakan bahwa penawaran kontraktor sudah disetujui
 Surat Perjanjian
Dokumen yang dirancang untuk menyatakan kontrak dan
membawa semua dokumen kontrak untuk mengacu
padanya
Risiko dalam Kontrak Konstruksi
Risiko yang berkaitan dengan kontrak dan hukum:
 Dokumen kontrak kurang lengkap/jelas
 Pasal-pasal kurang lengkap, kurang jelas
 Perbedaan interpretasi
 Pengaturan pembayaran, change order, dan
klaim
 Masalah jaminan
 Force majeure
Jaminan

 Jaminan penawaran (bid bond)


 Jaminan pelaksanaan (performance bond)
 Jaminan pembayaran (payment bond)
 Jaminan pemeliharaan
 Jaminan subkontraktor
Cara-cara Pembayaran

 Berdasarkan waktu (secara periodik)


 Berdasarkan kemajuan pekerjaan (biaya aktual yang
dikeluarkan)
 Berdasarkan milestones
Kontrak Menurut Perpres 12 Tahun 2021
tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Pengertian Kontrak

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang


selanjutnya disebut Kontrak adalah
perjanjian tertulis antara PPK dengan
Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana
Swakelola.
Penetapan Jenis Kontrak

Pasal 50
(1) PPK menetapkan jenis Kontrak Pengadaan
Barang/Jasa.

(2) Kontrak Pengadaan Barang/Jasa meliputi :


a. Kontrak berdasarkan cara pembayaran;
b. Kontrak berdasarkan pembebanan Tahun
Anggaran;
c. Kontrak berdasarkan sumber pendanaan; dan
d. Kontrak berdasarkan jenis pekerjaan.
(3) Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan
cara pembayaran terdiri atas:
a. Kontrak Lump Sum;
b. Kontrak Harga Satuan;
c. Kontrak gabungan Lump Sum dan Harga
Satuan;
d. Kontrak Persentase; dan
e. Kontrak Terima Jadi (Turnkey).
4) Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan
pembebanan Tahun Anggaran terdiri atas:
a. Kontrak Tahun Tunggal; dan
b. Kontrak Tahun Jamak.
(5) Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan
sumber pendanaan terdiri atas:
a. Kontrak Pengadaan Tunggal;
b. Kontrak Pengadaan Bersama; dan
c. Kontrak Payung (Framework Contract).

(6) Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan


jenis pekerjaan terdiri atas:
a. Kontrak Pengadaan Pekerjaan Tunggal; dan
b. Kontrak Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi.
Kontrak Lump Sum
Kontrak Lump Sum merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana
ditetapkan dalam Kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. jumlah harga pasti dan tetap serta tidak dimungkinkan penyesuaian
harga;
b. semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Barang/Jasa;
c. pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang
dihasilkan sesuai dengan isi Kontrak;
d. sifat pekerjaan berorientasi kepada keluaran
e. total harga penawaran bersifat mengikat; dan
f. tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang.
Kontrak Harga Satuan
Kontrak Harga Satuan merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yangtelah
ditetapkan dengan ketentuan sbb:
a. Harga Satuan pasti dan tetap untuk setiap satuan atau unsur
pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu;
b. volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada
saat Kontrak ditandatangani;
c. pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas
volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh
Penyedia Barang/Jasa; dan
d. dimungkinkan adanya pekerjaan tambah/kurang berdasarkan hasil
pengukuran bersama atas pekerjaan yang diperlukan.
Kontrak Gabungan Lump Sum dan
Harga Satuan

(3) Kontrak gabungan Lump Sum dan Harga Satuan adalah Kontrak
yang merupakan gabungan Lump Sum dan Harga Satuan dalam 1
(satu) pekerjaan yang diperjanjikan.
(4) Kontrak Persentase merupakan Kontrak Pengadaan Jasa
Konsultansi/Jasa Lainnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penyedia Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya menerima imbalan
berdasarkan persentase dari nilai pekerjaan tertentu; dan
b. pembayarannya didasarkan pada tahapan produk/ keluaran
yang dihasilkan sesuai dengan isi Kontrak.
Kontrak Gabungan Lump Sum dan
Harga Satuan

Kontrak gabungan Lump Sum dan Harga Satuan


adalah Kontrak yang merupakan gabungan
Lump Sum dan Harga Satuan dalam 1 (satu)
pekerjaan yang diperjanjikan.
Kontrak Terima Jadi (Turnkey)
Kontrak Terima Jadi (Turnkey) merupakan Kontrak
Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya atas penyelesaian seluruh pekerjaan
dalam batas waktu tertentu dengan ketentuan
sbb:
a. jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh
pekerjaan selesai dilaksanakan; dan
b. pembayaran dilakukan berdasarkan hasil
penilaian bersama yang menunjukkan bahwa
pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan
kriteria kinerja yang telah ditetapkan.
Perubahan Kontrak

Pasal 87
(1) Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan
pada saat pelaksanaan, dengan gambar dan/atau
spesifikasi teknis yang ditentukan dalam Dokumen
Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat
melakukan perubahan Kontrak yang meliputi:
a. menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang
tercantum dalam Kontrak;
b. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;
c. mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan
kebutuhan lapangan; atau
d. mengubah jadwal pelaksanaan.
Pasal 87
(1a) Perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berlaku untuk pekerjaan yang
menggunakan Kontrak Harga Satuan atau bagian
pekerjaan yang menggunakan harga satuan dari
Kontrak Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan.
(2) Pekerjaan tambah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dengan
ketentuan:
a. tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari
harga yang tercantum dalam
perjanjian/Kontrak awal; dan
b. tersedia anggaran untuk pekerjaan
tambah.
(3) Penyedia Barang/Jasa dilarang mengalihkan
pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan
Kontrak, dengan melakukan subkontrak
kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan
utama kepada penyedia Barang/Jasa
spesialis.
(4) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Penyedia
Barang/Jasa dikenakan sanksi berupa denda
yang bentuk dan besarnya sesuai dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam
Dokumen Kontrak.

(5) Perubahan kontrak yang disebabkan masalah


administrasi, dapat dilakukan sepanjang
disepakati kedua belah pihak.
Pembayaran Prestasi Pekerjaan (Pasal 89)

(1) Pembayaran prestasi pekerjaan dapat diberikan dalam bentuk:


a. pembayaran bulanan;
b. pembayaran berdasarkan tahapan penyelesaian pekerjaan (termin);
atau
c. pembayaran secara sekaligus setelah penyelesaian pekerjaan.
2) Pembayaran prestasi kerja diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa
setelah dikurangi angsuran pengembalian Uang Muka, dan denda
apabila ada, serta pajak.
(3) Permintaan pembayaran kepada PPK untuk Kontrak yang menggunakan
subkontrak, harus dilengkapi bukti pembayaran kepada seluruh
subkontraktor sesuai dengan perkembangan (progress) pekerjaannya.
(4) Pembayaran bulanan/termin untuk Pekerjaan
Konstruksi, dilakukan senilai pekerjaan yang
telah terpasang, termasuk peralatan dan/atau
bahan yang menjadi bagian dari hasil
pekerjaan yang akan diserahterimakan, sesuai
dengan ketentuan yang terdapat dalam
Kontrak.
(5) PPK menahan sebagian pembayaran prestasi
pekerjaan sebagai uang retensi untuk Jaminan
Pemeliharaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa
Lainnya yang membutuhkan masa
pemeliharaan.
Keadaan Kahar (Pasal 91)

(1) Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar


kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan
sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam
Kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.
(2) Yang dapat digolongkan sebagai Keadaan Kahar dalam
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa meliputi:
a. bencana alam;
b. bencana non alam;
c. bencana sosial;
d. pemogokan;
e. kebakaran; dan/atau
f. gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan
melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan
menteri teknis terkait.
Pemutusan Kontrak (Pasal 93)

(1) PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak


apabila:
a. kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda
melebihi batas berakhirnya kontrak;
b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam
melaksanakan kewajibannya dan tidak
memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu
yang telah ditetapkan;
c. Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN,
kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses
Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang
berwenang; dan/atau
Pemutusan Kontrak (Pasal 93)

d. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan


KKN dan/atau pelanggararan persaingan sehat dalam
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar
oleh instansi yang berwenang.
(2) Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan
Penyedia Barang/Jasa:
a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
b. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa
atau Jaminan Uang Muka dicairkan;
c. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan;
d. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam
Penyelesaian Perselisihan (Pasal 94)

(1) Dalam hal terjadi perselisihan antara para pihak


dalam Penyediaan Barang/Jasa Pemerintah,
para pihak terlebih dahulu menyelesaikan
perselisihan tersebut melalui musyawarah untuk
mufakat.

(2) Dalam hal penyelesaian perselisihan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian perselisihan tersebut
dapat dilakukan melalui arbitrase, alternatif
penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Serah Terima Pekerjaan (Pasal 95)

(1) Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus


perseratus) sesuai dengan ketentuan yang
tertuang dalam Kontrak, Penyedia Barang/Jasa
mengajukan permintaan secara tertulis kepada
PA/KPA melalui PPK untuk penyerahan
pekerjaan.

(2) PA/KPA menunjuk Panitia/Pejabat Penerima


Hasil Pekerjaan untuk melakukan penilaian
terhadap hasil pekerjaan yang telah
diselesaikan.
(3) Apabila terdapat kekurangan dalam hasil
pekerjaaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan melalui PPK memerintahkan
Penyedia Barang/Jasa untuk memperbaiki
dan/atau melengkapi kekurangan pekerjaan
sebagaimana yang disyaratkan dalam
Kontrak.
(4) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
menerima penyerahan pekerjaan setelah
seluruh hasil pekerjaan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Kontrak.
(5) Khusus Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya:
a. Penyedia Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
melakukan pemeliharaan atas hasil pekerjaan
selama masa yang ditetapkan dalam Kontrak,
sehingga kondisinya tetap seperti pada saat
penyerahan pekerjaan;
b. masa pemeliharaan paling singkat untuk
pekerjaan permanen selama 6 (enam) bulan,
sedangkan untuk pekerjaan semi permanen
selama 3 (tiga) bulan; dan
c. masa pemeliharaan dapat melampaui Tahun
Anggaran.
(6) Setelah masa pemeliharaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) berakhir, PPK
mengembalikan Jaminan Pemeliharaan/uang
retensi kepada Penyedia Barang/Jasa.
(7) Khusus Pengadaan Barang, masa garansi
diberlakukan sesuai kesepakatan para pihak
dalam Kontrak.
(8) Penyedia Barang/Jasa menandatangani Berita
Acara Serah Terima Akhir Pekerjaan pada saat
proses serah terima akhir (Final Hand Over).
(9) Penyedia Barang/Jasa yang tidak
menandatangani Berita Acara Serah Terima Akhir
Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
dimasukkan dalam Daftar Hitam.
Klaim dan Perselisihan
Klaim

 Klaim dapat diartikan sebagai


permintaan atau tuntutan berupa
kompensasi biaya atau jadwal di luar
kontrak.
 Klaim dapat datang dari pihak kontraktor
maupun pemilik.
 Pada umumnya klaim diselesaikan
dengan cara negosiasi. Jarang ditempuh
proses arbitrase atau litigasi.
Klaim vs Change Order

 Persamaan klaim dan change order:


terjadi setelah kontrak ditandatangani.
 Untuk change order, lingkupnya telah
diketahui terlebih dahulu, kemudian
diproses pelaksanaannya sesuai
prosedur.
 Untuk klaim, subyek yang menjadi
persoalan telah terjadi, sehingga tidak
mudah untuk mencari titik temu
permasalahannya.
Penyebab Klaim

 Dokumen kontrak yang tidak jelas


 Tidak lengkapnya spesifikasi/lingkup kerja
 Perbedaan interpretasi di antara pihak-
pihak yang terlibat
 Perubahan kontrak/lingkup pekerjaan
 Perbedaan/perubahan kondisi lapangan
 Keterlambatan dan faktor penyebabnya
 Pekerjaan tambahan
 Percepatan/penangguhan waktu proyek
 Perubahan peraturan
Penanganan Klaim
 Lakukan antisipasi untuk mencegah
terjadinya klaim, misalnya dengan
dokumentasi, pemahaman kontrak, dan
perencanaan yang matang.
 Apabila terjadi klaim, lakukan analisis
tentang alasan klaim yang diajukan
 Bila terdapat cukup alasan, besarnya
kompensasi yang akan diberikan
didasarkan kepada: pencarian fakta,
analisis yang mendalam, estimasi biaya,
& negosiasi
Perselisihan

 Kontrak pada proyek konstruksi sangat


rentan terhadap terjadinya perselisihan.
 Penyebab utama terjadinya perselisihan
adalah keterlambatan
 Perselisihan yang terjadi di antara pihak-
pihak yang terlibat dapat mengakibatkan
terjadinya klaim.
 Perselisihan & klaim memerlukan
tambahan waktu, biaya, dan tenaga.
Penyelesaian Perselisihan

Perselisihan bisa diselesaikan dengan


cara:
Negosiasi
Mediasi
Arbitrase
Litigasi
Negosiasi
 Negosiasi adalah cara penyelesaian yang
hanya melibatkan kedua belah pihak yang
bersengketa, tanpa melibatkan pihak-pihak
yang lain.
 Dilakukan dengan cara musyawarah untuk
mufakat
 Umumnya kontraktor dan pemilik menunjuk
arsitek/engineer sebagai penengah, di mana
kontraktor diminta untuk mengajukan klaim
kepada engineer sebagai negosiator.
 Keputusan yang diambil tidak mengikat
Mediasi

 Merupakan cara untuk menyelesaikan


masalah di awal perselisihan.
 Melibatkan pihak ketiga yang tidak
memihak dan dapat diterima oleh kedua
belah pihak
 Dapat menyelesaikan masalah dengan
waktu yang lebih cepat, murah, tertutup
dan ditangani oleh para ahli
 Keputusan yang dihasilkan tidak mengikat
Arbitrase

 Merupakan metode penyelesaian


masalah yang dibentuk melalui kontrak
dan melibatkan para ahli di bidang
konstruksi yang tergabung dalam badan
arbitrase.
 Penyelesaiannnya lebih cepat dan murah
dibandingkan dengan litigasi
 Dilakukan secara tertutup dan ditangani
oleh para ahli
Litigasi

 Litigasi adalah proses penyelesaian


masalah yang melibatkan pengadilan.
 Proses ini sebaiknya dilakukan sebagai
langkah akhir apabila cara-cara yang
lain tidak dapat menyelesaikan masalah
 Memerlukan waktu yang lebih lama dan
biaya yang lebih tinggi
 Keputusannya bersifat mengikat
UNDANG-UNDANG NO 18 TAHUN 1999
TENTANG JASA KONSTRUKSI
(penyelesaian sengketa )

1. PASAL 36
ayat (1) : penyelesaian sengketa dapat
dilakukan melalui pengadilan atau di luar
pengadilan
ayat (2) : penyelesaian di luar pengadilan
tidak berlaku untuk tindak pidana.
ayat (3) : bila dipilih penyelesaian di luar
pengadilan, gugatan melalui pengadilan
hanya dapat dilakukan apabila upaya di
luar pengadilan dinyatakan tidak berhasil.
UNDANG-UNDANG NO 18 TAHUN 1999
TENTANG JASA KONSTRUKSI
( penyelesaian sengketa )

2. PASAL 37
ayat (1) : penyelesaian sengketa di luar
pengadilan dapat ditempuh untuk masalah
yang timbul dalam PENGIKATAN dan
PENYELENGGARAAN pekerjaan konstruksi
serta dalam terjadi KEGAGALAN
BANGUNAN
ayat (2) : dapat menggunakan jasa pihak
ketiga
ayat (3) : pihak ketiga dapat dibentuk
pemerintah dan atau masyarakat jasa
konstruksi.
Case Studies
Case Study 1

Owner was dissatisfied with the quality of


Contractor’s workmanship. Owner took the
position that the poor workmanship was a
material breach of contract which justified a
change in the payment terms of the contract.
 The Court of Appeals of Indiana
disagreed. Given the complexity of a
construction project, it would be unfair to
treat every workmanship as a material
breach of contract. Contractor was
entitled to notice of the problem and a
reasonable opportunity to correct it.
 Defective workmanship is an immaterial
breach of contract unless and until
Contractor fails to correct the problem
after a reasonable opportunity to do so. At
that point it becomes a material breach of
contract.
Case Study 2
Owner’s on-site representative
inspected Contractor’s installation of
a roof. Contractor’s work was later
accepted and final payment was
made.
After final acceptance and
payment, Owner sued contractor for
defective workmanship in the roof
installation. Contractor responded
that Owner’s claim had been waived
by final acceptance.
The California Court of Appeal agreed.
The Court said that Owner’s on-site
representative knew or should have
known of the defects prior to final
acceptance. The knowledge of
Owner’s agent is imputed to Owner.
Therefore, Owner accepted the
project with imputed knowledge of
patent, or apparent, defects and
thereby waived the right to bring a
claim against Contractor for those
defects.
Case Study 3
Owner awarded Contractor a lump-sum
construction contract. Contract called for
Owner to make a monthly progress
payments to Contractor based on
Architect’s certification of Contractor’s
percentage of completion.
Architect certified a particular percentage
of completion, but Owner refused to make
a progress payment for that amount unless
certain changes were made in the terms of
contract. Contractor sued Owner for
breach of contract.
The Missouri Court of Appeals ruled that
Owner did breach the contract. When
a contract establishes Architect as the
party responsible for determining
Contractor percentage of completion,
that determination is binding on both
Owner and Architect. Owner was not
entitled to ignore Architect’s
certification or to impose additional
preconditions before making the
progress payment.
Case Study 4
Owner awarded highway construction
contract to Contractor. Owner made
irregular progress payments, violating the
terms of the contract. Contractor
experienced severe cash-flow problems and
went out of business. Contractor sued Owner
for the destruction of the business.

The Commonwealth Court of Pennsylvania


denied the claim, saying that the destruction
of an entire business is simply not a
foreseeable result of the failure to make
timely progress payments. Therefore, these
were not recoverable consequential
damages.
Case Study 5

Contractor awarded subcontract calling


for monthly progress payments. Contractor
then refused to pay Subcontractor until
Subcontractor’s work was complete.

Subcontractor refused to perform any


more work on the grounds that was not
being paid. Contractor claimed the refusal
to work was a breach of the subcontract.
The Appellate Court of Connecticut
ruled that the Contractor’s failure to
make progress payments was a
material breach of the subcontract, as
payment was fundamental to the
purpose of the agreement.
Contractor material breach justified
Subcontractor’s refusal to perform.
Subcontractor was not liable for
breach of the subcontract.
Case Study 6

 Contractor completed a project. Owner


inspected and accepted the project
and made final payment to Contractor.
 Contractor then brought a claim
against Owner for additional
compensation due to unforeseen site
conditions encountered during
construction. Owner responded that
under the terms of the contract,
acceptance of final payment operated
as a waiver and release by Contractor
of any claim relating to the contract.
The Court of Appeals of Ohio agreed
with Owner. The contract made it clear
that acceptance of final payment
precluded Contractor from asserting
any new claims. The clause, which is
quite standard, is enforceable. Once
Contractor accepted final payment, it
could not claim any additional
compensation.

Anda mungkin juga menyukai