Anda di halaman 1dari 14

PEMBENTUKAN KELOMPOK TANI HUTAN

Ide pokok Tulisan l ini berawal dari sebuah

pertanyaan yang diajukan oleh rekan penulis, kepada

penulis: Adakah tahapan-tahapan yang telah baku dalam

upaya pembentukan sebuah kelompok tani (termasuk petani

sekitar hutan)?. Walaupun jawaban yang penulis berikan

kepada rekan tersebut hanya merupakan sebuah kajian yang

ditinjau dari perspektif ilmu komunikasi, namun penulis

merasakan bahwa jawaban tersebut “kiranya” dapat

dijadikan bahan diskusi atau wacana bagi pemerhati bidang

kehutanan terutama para penyuluh kehutanan.

Pendahuluan

Pembangunan, secara spesifik, merupakan proses yang

bertujuan untuk memperkuat masyarakat dan keluarganya di

semua lokasi sesuai dengan usahanya, agar lebih baik,

lebih menguntungkan, lebih sejahtera, mandiri, terampil,

dinamis, efisien dan professional dengan lingkungan yang

terpelihara dan lestari. Terkait dengan proses

pembangunan kehutanan khususnya pembangunan sumberdaya

manusia sekitar hutan maka perlu dilakukan upaya

pemberdayaan.

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah paradigma

pembangunan yang berkeadilan di mana arah pembangunan

berpusat pada rakyat sebagai upaya untuk meningkatkan


kapasitas dan produktivitas ke arah kemandirian. Dalam

pemberdayaan masyarakat, sangat diperlukan peranserta

aktif masyarakat. Dalam paradigma ini peran individu

bukan sebagai obyek melainkan sebagai pelaku (subyek)

yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya, dan

mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya.

Peranan Penyuluh Kehutanan dalam Membentuk Kelompok Tani

Peranan penyuluh kehutanan sangat strategis dalam memfasilitasi pemberdayaan

masyarakat. Strategi yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat adalah dengan

melakukan penguatan kelembagaan yang merupakan sebuah kegiatan dalam rangka

memberdayakan masyarakat petani sekitar hutan agar mau dan mampu secara mandiri

berperan serta dalam pengelolaan dan pelestarian hutan untuk meningkatkan

kesejahteraannya. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan pembentukan

kelompok-kelompok tani mandiri. Dengan pendekatan kelompok tani yang mandiri banyak

manfaat yang akan dipetik oleh masyarakat. Pendekatan kelompok yang “mandiri” dianggap

penting karena disini masyarakat dibina untuk berkelompok yaitu agar mereka memiliki

wadah untuk berorganisasi dan bersosialisasi. Kelompok ini akan berfungsi sebagai kelas

belajar, wahana bekerjasama, dan unit produksi.

Tidak semua masyarakat petani mempunyai keinginan untuk membentuk kelompok.

Hal ini tergantung pada tingkat kebutuhan para petani tersebut. Untuk itu sebelum mengajak

para petani agar mau membentuk kelompok, terlebih dahulu para penyuluh perlu memahami

karakteristik masyarakat setempat (local specific). Pemahaman terhadap masyarakat

merupakan awal dari keseluruhan kegiatan penyuluhan. Tanpa adanya pemahaman terhadap
masyarakat yang akan diberdayakan, sangat sulit bagi penyuluh kehutanan untuk

melaksanakan kegiatan penyuluhan.

Dalam upaya mengajak petani agar memiliki wadah kerjasama (kelompok), penulis

mengajak pembaca untuk melihat pendapat dua orang ahli komunikasi, di mana pendapat

keduanya “menurut penulis” dapat pula diterjemahkan ke dalam konteks penyuluhan. Knapp

dan Vangelisti (1992) dalam Interpersonal Communication and Human

Relationship menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) tahapan agar proses hubungan antar

manusia dapat menuju pada tahap kebersamaan/penyatuan. Apabila kebersamaan ini

diterjemahkan atau diperluas dalam arti kelompok, maka tahapan-tahapan tersebut dapat

menjadi suatu proses bagi aktivitas tugas penyuluh kehutanan dalam membentuk dan

mengembangkan suatu kelompok masyarakat. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

Tahap Memulai (Initiating), merupakan usaha-usaha yang sangat awal yang dilakukan oleh

penyuluh kehutanan dalam menginformasikan dan memperkenalkan “apa sebenarnya

kelompok itu”, “apa keuntungan dan kerugian bekerja dalam kelompok”, dan lain

sebagainya. Tujuannya adalah agar petani sadar (aware) dan tergugah minatnya (interest) dan

terbuka wawasannya (understanding). Tahap ini sangat berkaitan dengan persepsi dan kesan

para petani terhadap informasi yang disampaikan kepada mereka sehingga diperlukan

kecermatan dan kehatian-hatian dalam mengemas dan menyampaikan infomasi. Informasi

harus menyentuh dan diharapkan mampu menjawab keinginan dan kebutuhan masyarakat.

Pada tahap ini, selain kemasan pesan yang tepat dan benar, sosok sang penyuluhpun dapat

menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan menggugah kesadaran masyarakat tentang

pentingnya kelompok. Untuk itu, penyuluh kehutanan harus dapat menampilkan diri sebagai

sosok yang dapat dipercaya (trust) dan mampu menarik rasa suka masyarakat.
Tahap Penjajagan (Experimenting), merupakan usaha mencari cara membangun keinginan

para petani dengan melakukan pencarian terhadap kemiripan-kemiripan kebutuhan diantara

para petani. Pada tahap ini, penyuluh kehutanan diharapkan mampu menggali aspirasi

masyarakat, mampu melihat hal-hal yang dinginkan oleh masyarakat, mampu

mengidentifikasi faktor pendukung maupun faktor penghambat terbentuknya suatu

kelompok. Dengan memperoleh informasi tentang apa yang menjadi kebutuhan masyarakat,

maka akan diketahui apakah masyarakat merasa butuh atau tidak akan adanya kelompok.

Apabila masyarakat belum merasa butuh maka perlu dilakukan kembali penggugahan

kesadaran atau kembali ke tahap awal (Initiating). Yang harus diperhatikan dan

diusahakan oleh para penyuluh kehutanan bahwa keberadaan kelompok harus merupakan

keinginan dan kebutuhan yang datangnya dari masyarakat, untuk masyarakat, dan akan

dikelola oleh masyarakat tani itu sendiri, jadi bukan merupakan paksaan atau pesanan

pemerintah (top down). Pada tahap ini diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang

sistem sosial masyarakat, termasuk untuk memperkirakan akibat-akibat yang mungkin akan

timbul dari terbentuknya kelompok.

Tahap Penggiatan (Intensifying), ditandai dengan adanya kecenderungan perubahan

sikap. Artinya sebagian besar masyarakat tani merasakan sangat perlu dan setuju adanya

wadah dalam mencapai tujuan mereka, maka penyuluh kehutanan perlu secara terus menerus

melaksanakan pendekatan kepada mereka melalui pertemuan-pertemuan baik yang dilakukan

secara formal maupun informal, seperti berkunjung dari rumah ke rumah, mengadakan

pertemuan di Balai Pertemuan Desa, ataupun kegiatan lainnya yang dapat memperkokoh

minat serta keinginan masyarakat tani dalam membentuk wadah kelompok. Pada tahap ini,

informasi-informasi yang penting yang dibutuhkan para petani diusahakan harus selalu

tersedia. Dapat juga dengan melakukan kegiatan studi banding yaitu dengan mengajak
beberapa petani yang menjadi tokoh masyarakat mengadakan kunjungan ke tempat yang

memiliki kelompok tani maju yang dapat dijadikan contoh.

Tahap Pengintegrasian (Integrating), setelah semakin terlihat adanya perubahan

yang kuat pada sikap dan perilaku petani, penyuluh kehutanan kiranya perlu memfasilitasi

masyarakat tani untuk mengadakan pertemuan-pertemuan formal. Pertemuan-pertemuan ini

penting dalam rangka membangun kesepahaman dan kesepakatan tentang pentingnya

kelompok tani sebagai kelas belajar, wahana bekerjasama, dan unit produksi. Diharapkan

elemen-elemen yang terlibat dalam pertemuan ini adalah tokoh-tokoh masyarakat desa,

Penyuluh kehutanan, Pemerintah Desa, Badan Perwakilan Desa, dan bila perlu melibatkan

pula LSM-LSM, dunia usaha dan pihak lainnya yang terkait. Dengan banyaknya pihak yang

terlibat dalam dialog tersebut maka akan semakin banyak masukan dari berbagai sudut

pandang yang dapat memperkaya dan memperkokoh kelancaran dan kesuksesan program

kelompok apabila nantinya terbentuk, serta mempermudah pembinaan kelompok di masa

mendatang.

Tahap Pengikatan (Bonding). Dari pertemuan-pertemuan formal tadi maka

dihasilkan suatu kesepakatan untuk membentuk suatu kelompok tani. Pada tahap ini, para

petani mengikrarkan kesepakatan dalam sebuah kebersamaan atau kelompok kerja. Setelah

kelompok terbentuk, maka dapat dilanjutkan dengan penyusunan struktur organisasi

kelompok, program kerja, penentuan sekretariat kelompok, sumber dana kegiatan dan lain

sebagainya demi kelancaran aktivitas kelompok dan kelangsungan hidup kelompok.


PEMBENTUKAN KELOMPOK DAN PENDAMPINGAN
USAHA HTR DAN DAS

PENDAHULUAN
        Dewasa ini pelaksanaan pembangunan mensyaratkan adanya pelibatan dan keterlibatan masyarakat melalui
suatu kelompok baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun yang dibentuk atas kesadaran masyarakat sendiri.
Untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang melibatkan suatu kelompok dibutuhkan pendamping
melalui kegiatan pendampingan. Pendamping adalah sesorang atau kelompok/lembaga yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh pejabat atau instansi yang berwenang, sedangkan pendampingan lebih diarahkan pada
pelaksanaan teknis, penguatan kelembagaan dan serta pengembangan usaha melalui kemitraan dengan
pemerintah, dunia usaha dan stakeholder lainnya.

PENGERTIAN
Pengertian Kelompok

1. Kelompok adalah dua atau lebih orang yang berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk mencapai
suatu tujuan bersama (Stoner & Wankel, 1986 : 81).
2. Mengutip pernyataan Duncan, (1981) dalam Indrawijaya, (1983:90) :
          a group is defined as two or more people who interact to accomplish a common goal(s); the interaction is lasting
and displays at least some structure (Duncan, 1981)

diterjemahkan :

Suatu kelompok terdiri dari dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama, interaksi
tersebut bersifat tetap dan mempunyai struktur tertentu.

3. Menurut Slamet (2008), kelompok adalah dua atau lebih orang yang terhimpun atas dasar adanya
kesamaan tertentu, berinteraksi melalui pola/struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama, dalam kurun
waktu yang relatif panjang.
4.    Kelompok Tani Hutan (KTH) adalah :
a. Kumpulan petani dalam suatu wadah organisasi yang tumbuh berdasarkan kebersamaan, keserasian, kesamaan
profesi dan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang mereka kuasai dan berkeinginan untuk
bekerja sama dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha tani dan kesejahteraan anggota dan masyarakat
(Permenhut Nomor: P03/Menhut-V/2004).

b.   Kumpulan individu petani/masyarakat setempat dalam suatu wadah yang tumbuh berdasarkan kebersamaan,


kesamaan profesi dan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya alam dan berkeinginan untuk bekerja
sama dalam pengembangan usaha hutan tanaman untuk kesejahteraan anggotanya.

Individu petani/masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan
sebagai kesatuan komunitas sosial berdasarkan mata pencaharian utamanya bergantung pada hutan dan hasil
hutan dengan dibuktikan dengan surat keterangan domisili dari Kepala Desa setempat (Permenhut Nomor:
P.9/Menhut-II/2008 tentang Persyaratan Kelompok Tani Hutan Untuk Mendapatkan Pinjaman Dana Bergulir
Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat)

PENGERTIAN PENDAMPINGAN
          Beberapa pengertian yang berhubungan dengan kegiatan Pendampingan Kelompok Tani Hutan (KTH)
adalah:

1.         Pendamping adalah :

a.    Orang yang mendampingi (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005:234)

b.    Seseorang atau sekelompok orang dalam wadah organisasi atau instansi yang terkait dengan pendampingan serta
bergerak dibidang kehutanan dan melakukan pendampingan di tengah-tengah masyarakat (Permenhut Nomor:
P.03/Menhut-V/2004)

c.    Penyuluh Lapangan Kehutanan, koperasi/lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Tenaga Kerja Sarjana Terdidik
(TKST)/Tenaga Kerja Sosial yang bertugas sebagai pendamping yang bersifat teknis, penguatan kelembagaan
dan usaha, yang ditunjuk oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk, yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pembangunan usaha Hutan Tanaman Rakyat (Permenhut
Nomor: P.9/Menhut-II/2008)

2.        Pendampingan adalah :

a.    Proses, cara, perbuatan mendampingi atau mendampingkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005:234)

b.    Kegiatan yang dilakukan bersama-sama masyarakat dalam mencermati persoalan nyata yang dihadapi di
lapangan selanjutnya didiskusikan bersama untuk mencari alternatif pemecahan ke arah peningkatan kapasitas
dan produktivitas masyarakat (Kepmenhut 132/Menhut-II/2004)

c.    Proses belajar bersama dalam mengembangkan hubungan kesejajaran, hubungan pertemanan atau persahabatan,
antara dua subyek yang dialogis untuk menempuh jalan musyawarah dalam memahami dan memecahkan
masalah, sebagai suatu strategi mengembangkan partisipasi masyarakat menuju kemandirian (Permenhut
Nomor: P.03/Menhut-V/2004)

d.    Kegiatan yang dilakukan oleh agen pembangunan (Pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi, Swasta) bersama-sama
masyarakat dalam mencermati persoalan nyata yang dihadapi persoalan nyata yang dihadapi di lapangan
selanjutnya didiskusikan bersama untuk mencari alternatif pemecahan ke arah peningkatan kapasitas dan
produktivitas masyarakat (Perdirjen BPK P.01/VI-B)

PEMBENTUKAN KELOMPOK

Teori Pembentukan Kelompok

        Menurut Margono Slamet, proses terbentuknya kelompok diawali :


1.         Adanya kesadaran individu akan keterbatasan kemampuan diri untuk memenuhi segala kebutuhannya dan untuk
mencapai segala yang diinginkan

2.        Adanya kesadaran individu tentang adanya kesamaan antara kebutuhan dan keinginan dengan kebutuhan dan
keinginan individu lain

3.        Adanya kebutuhan individu untuk berbagi rasa, pengetahuan dan pengalaman dengan individu lain

4.        Adanya dorongan individu untuk bersama dengan individu lain karena mereka adalah makhluk sosial

          SYARAT-SYARAT DAN DASAR-DASAR PEMBENTUKAN KELOMPOK.


Menurut Soekanto (Sosiologi Umum, 1990),pembentukan sebuah kelompok harus memenuhi syarat-syarat
tertentu agar kelompok tersebut dapat hidup (eksis). Adapun syarat-syarat tersebut antara lain :
a. Ada kesadaran dari setiap anggota sebagai bagian dari kelompok.
b. Ada hubungan timbal-balik antar anggota yang satu dengan yang lain.
c. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat (nasib,
kepentinggan, tujuan, ideologi, musuh bersama).
d. Kelompok tersebut berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku.
e. Kelompok tersebut bersistem dan berproses.

• Dasar-dasar Pembentukan Kelompok


Menurut Koentjaraningrat (Sosiologi Umum, 1979),ada empat dasar yang melandasi pembentuka kelompok
sekaligus menjadi prinsip-prinsip hubungan yang mengikat anggota kelompok sosial, yaitu :
a. Dasar keturunan satu nenek moyang (genelogis/kekerabatan, misalnya grup kerabat semarga dalam Batak).
b. Dasar tempat tinggal bersama/berdekatan (unsur teritorial, misalnya grup arisan ibu-ibu RT).
c. Dasar kepentingan bersama (tujuan-tujuan yang bersifat khusus).
d. Dasar program pihak ‘atas-desa’

Bruce W. Tuckman (1965) dalam Indrawijaya


          

(1989:94-95), mengidentifikasi ada lima tahap dalam


terbentuknya suatu kelompok, yaitu :

Tahap 1 – Forming
Pada tahap ini, kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok cenderung untuk bekerja
sendiri dan walaupun memiliki itikad baik namun mereka belum saling mengenal dan belum bisa saling
percaya. Waktu banyak dihabiskan untuk merencanakan, mengumpulkan infomasi dan mendekatkan diri satu
sama lain.

Tahap 2 – Storming
Pada tahap ini kelompok mulai mengembangkan ide-ide berhubungan dengan tugas yang mereka hadapi.
Mereka membahas isu-isu semacam masalah apa yang harus mereka selesaikan, bagaimana fungsi mereka
masing-masing dan model kepemimpinan seperti apa yang dapat mereka terima. Anggota kelompok saling
terbuka dan mengkonfrontasikan ide-ide dan perspektif mereka masing-masing.

Pada beberapa kasus, tahap storming cepat selesai. Namun ada pula beberapa

kelompok yang mandek pada tahap ini.

Tahap storming sangatlah penting untuk perkembangan suatu kelompok. Tahap ini bisa saja menyakitkan bagi
anggota kelompok yang menghindari konflik. Anggota kelompok harus memiliki toleransi terhadap perbedaan
yang ada.

Tahap 3 – Norming
Terdapat kesepakatan dan konsensus antara anggota kelompok. Peranan dan tanggungjawab telah
jelas. Kelompok mulai menemukan haromoni seiring dengan kesepakatan yang mereka buat mengenai aturan-
aturan dan nilai-nilai yang digunakan.

Pada tahap ini, anggota kelompok mulai dapat mempercayai satu sama lain seiring dengan mereka melihat
kontribusi penting masing-masing anggota untuk kelmpok.

Tahap 4 – Performing
Kelompok pada tahap ini dapat berfungsi dalam menyelesaikan pekerjaan dengan lancar dan efektif tanpa ada
konflik yang tidak perlu dan supervisi eksternal. Anggota kelompok saling tergantung satu sama lainnya dan
mereka saling respek dalam

berkomunikasi. Supervisor dari kelompok ini bersifat partisipatif. Keputusan penting justru banyak diambil oleh
kelompok.

Tahap 5 – Adjourning dan Transforming


Ini adalah tahap yang terakhir dimana proyek berakhir dan kelompok membubarkan diri. Kelompok bisa saja
kembali pada tahap manapun ketika mereka mengalami perubahan (transforming). Misalnya jika ada review
mengenai goal ataupun ada perubahan anggota kelompok.

Langkah-langkah Pembentukan Organisasi


Kelompok/Lembaga
Langkah 1:
M engadakan rapat atau pertemuan pendahuluan para pemrakarsa yang terpilih.

1.     Penyuluh menetapkan para pemrakarsa yang terpilih dari hasil kelompok diskusi.
2.    Penyuluh memfasilitasi para pemrakarsa untuk mengadakan rapat pendahuluan dalam menentukan jenis dan
nama kelompok/lembaga, serta menunjuk dan mengangkat suatu komisi untuk merancang AD dan ART
Kelompok Tani.

3.    Penyuluh memberikan bimbingan cara menyusun AD dan ART.

AD paling sedikit terdiri dari tujuh ketetapan dasar yaitu:

1. Nama organisasi
2. Tujuan dan kekuasaan organisasi
3. Kualifikasi keanggotaan
4. Pengurus organisasi beserta tugas-tugasnya dan jangka waktu kepengurusannya
5. Dewan pengawas dan cara pemilihannya
6. Waktu bagi pertemuan-pertemuan biasa tata cara mengadakan pertemuan khusus dan rapat luar biasa
7. Cara mengubah atau menetapkan AD.

ART terdiri dari hal-hal yang menjadi inti rumah tangga kelompok/lembaga, yaitu:

1. Jenis-jenis keanggotaan
2. Syarat-syarat keanggotaan
3. Cara-cara penerimaan keanggotaan
4. Iuran-iuran
5. Hak dan kewajiban pengurus
6. Hak dan kewajiban dewan pengawas
7. Ketentuan-ketentuan mangadakan dan memimpin rapat
8. Wewenang anggota
9. Jumlah yang menentukan tercapainya forum
10. Prosedur untuk menetapkan dan merubah ART.

Hasil dari langkah ini adalah tersusunnya konsep AD dan ART kelompok/lembaga. Contoh AD dan ART
kelompok/lembaga dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2.

Langkah 2 :

Mengadakan rapat lanjutan

1. Penyuluh memfasilitasi para pemrakarsa untuk mengadakan rapat lanjutan. Sasaran utama ini adalah :

 Membahas serta menetapkan AD dan ART


 Memilih ketua (sementara).
2. Penyuluh memotivasi peserta rapat agar AD dan ART dapat tersusun dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hasil
dari langkah ini adalah disyahkannya AD dan ART kelompok tani serta terpilihnya ketua kelompok tani
(sementara). AD dan ART kelompok tani disahkan oleh ketua kelompok sementara (ketua sidang).
Langkah 3 :

Pemilihan pengurus dan pengesahan kelompok tani.

1.     Melalui rapat anggota, Penyuluh memfasilitasi rapat pemilihan pengurus sesuai cara-cara yang telah disepakati.

     Biasanya para pemrakarsa terpilih juga sebagai pengurus kelompok/lembaga. Rapat anggota dipimpin oleh ketua
(sementara), yang biasanya terpilih sebagai ketua kelompok tani sementara.

2.    Penyuluh memotivasi pengurus yang telah dibentuk tersebut untuk bertanggungjawab memimpin dan
mengendalikan segala urusan kelompok dengan cara yang adil, jujur, dan obyektif.

3.    Dengan dampingan Penyuluh, pengurus yang telah dibentuk menyusun Berita Acara pembentukan
kelompok. Contoh format Berita Acara disajikan dalam lampiran 3.

4.    Dengan dampingan Penyuluh,  pengurus menyampaikan Berita Acara hasil musyawarah awal tentang
pembentukan kelompok/lembaga kepada Kepala Desa dengan dilampiri :

               Susunan/struktur pengurus

               Daftar Anggota

               Salinan AD dan ART yang telah disyahkan.

     Contoh format surat pengesahan kelompok tani dari Kepala Desadianjurkan seperti pada Lampiran 4.

5.    Pengesahan kelompok tani sebagai organisasi, disahkan.

TUJUAN DAN FUNGSI


PENDAMPINGAN
Tujuan Pendampingan

    Tujuan pendampingan dalam pemberdayaan masyarakat adalah:

1.         Pembentukan dan penataan organisasi secara demokratis

2.        Mensosialisasikan program pembangunan kehutanan yang ada di wilayah kerjanya

3.        Membangun jaringan usaha maupun hubungan kemitraan dengan pemerintah dan stakehorder lainnya.

          Tujuan pendampingan dalam pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah:

1.         Pendampingan teknis kegiatan pembangunan HTR,

2.        Penguatan kelembagaan KTH,

3.        Membangun jaringan usaha maupun hubungan kemitraan dengan pemerintah dan stakeholder lainnya.

4.        Keberhasilan pelaksanaan pembangunan HTR dan pengembalian dana pinjaman.


Fungsi Pendampingan

Pendampingan mempunyai 3 fungsi utama (Rahardjo 1998 dalam Effendie 2008), yaitu:

1.     Motivator, pendampingan menumbuhkan motivasi para anggota untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
kelompok. Pendamping berperan aktif bersama anggota untuk menggali motivasi akan arti pentingnya
membentuk kelompok untuk bersama-sama mengatasi persoalan kehidupan terutama masalah-msalah ekonomi.

2.    Fasilitator, pendamping memfasilitasi anggota kelompok agar memiliki keterampilan yang dipandang perlu
untuk pengembangan kelompok. Pendamping membantu penyusunan sistem administrasi dan manajerial
kelompok dan kelembagaan dengan simple administration system (sistem administrasi sederhana) dan juga
dapat menghubungi lembaga yang kompeten untuk memberikan wawasan bagi peningkatan ketrampilan teknik
berusaha

3.    Komunikator, pendamping mencari informasi tentang jenis usaha apa yang dipandang memiliki prospek yang
baik di masa kini dan akan datang. Selanjutnya pendamping mengusahakan net working dengan lembaga-
lembaga perekonomian maupun pemerintah yang dapat membantu keberlangsungan program yang diagendakan.

PRINSIP-PRINSIP PENDAMPINGAN
Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diwujudkan dengan menerapkan
prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat, yaitu :

1.   Belajar dari masyarakat

         Prinsip yang paling mendasar adalah pemberdayaan masyarakat merupakan proses yang berasal dari oleh dan
untuk masyarakat

         Pemberdayaan dibangun atas pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi (hubungan/kaitan)
pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuannya untuk memecahkan masalahnya sendiri.

2.  Pendamping sebagai fasilitator

         Masyarakat sebagai pelaku utama

         Peran para penyuluh sebagai pendamping atau fasilitator, bukan sebagai pelaku atau guru

         Para penyuluh atau fasilitator harus bersikap rendah hati serta belajar dari masyarakat dan menempatkan
masyarakat sebagai nara sumber utama dan memahami kondisi masyarakat

         Dalam pelaksanaan suatu program, masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan, walaupun pada awalnya peran
pendamping lebih besar, namun harus diusahakan agar secara bertahap peran tersebut dapat berkurang dengan
mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan kepada warga masyarakat

3.  Belajar bersama dengan tukar pengalaman

         Salah satu prinsip dasar pengakuan serta kepercayaan nilai dan relevansi (hubungan/kaitan) pengetahuan
tradisional masyarakat

         Pengalaman masyarakat dan pengetahuan dari luar atau inovasi baru


4.  Mendahulukan kepentingan masyarakat setempat

         Masyarakat tradisional pada umumya kurang memahami secara mendalam apa yang dibutuhkan dalam
kehidupannya, oleh karena itu untuk memberdayakan masyarakat tersebut para fasilitator perlu berdialog untuk
membesarkan harapannya, sehingga timbul kepercayaan diri dalam melaksanakan kegiatan

         Materi pokok dialog antara lain, memfasilitasi dalam menentukan kegiatan yang paling mendasar dan menjadi
prioritas, serta mendorong dalam memenuhi kebutuhannya, untuk menyelesaikan permasalahan sesuai dengan
kondisi, cara dan kemampuan yang mereka miliki

         Memberikan informasi tentang usaha penyelesaian masalah yang dihadapi misalnya data teknis pendukung
aturan, kelembagaan, pengetahuan umum, dan lain-lain

5.  Membangkitkan kepercayaan diri

         Masyarakat tradisional umumnya kurang percaya/tidak percaya diri dalam menghadapi suatu situasi dan kondisi
yang tidak merupakan  tradisi mereka, misalnya melibatkan diri dalam program pembangunan. Hal ini
merupakan akibat dari proses penekanan psikologis yang sangat panjang bersifat ekonomi dan gaya hidup
tradisional yang sangat berbeda dengan masyarakat perkotaan

         Para fasilitator harus mampu membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang
diinginkan hingga berhasil yang diinginkan oleh masyarakat itu sendiri

         Para fasilitator membantu mengidentifikasi nilai-nilai positif dari kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
masyarakat, mengikutsertakan sebanyak mungkin aspek-aspek lokal dan tradisional dalam program yang
dikembangkan

         Secara rutinitas melakukan pertemuan baik formal maupun informal sebagai media komunikasi dan
memberikan kesempatan  untuk menyampaikan apresiasinya, menjalin kontak yang intensif dengan masyarakat
yang akan dijadikan subyek dan obyek pelaksanaan program, mendukung dan mempromosikan produk-produk
budaya lokal.

6.  Berorientasi pada proses

         Untuk memberdayakan masyarakat pada setiap program pembangunan, para pendamping atau fasilitator tidak
berorientasi pada target (target oriented) karena apabila suatu program yang berorientasi pada target,
penerimaan masyarakat dianggap suatu program dari pemerintah yang mempunyai target tertentu, yang
mengakibatkan program tersebut dapat ditinggalkan oleh masyarakat setempat

         Para fasilitator/pendamping dalam memberdayakan masyarakat terhadap suatu program berorientasi pada
proses, walaupun membutuhkan waktu yang lama, karena masyarakat diharapkan berpartisipasi dalam
perencanaan, implementasi dan pemantauan serta evaluasi program. Untuk mengaplikasikan kegiatan tersebut
dibutuhkan suatu kelembagaan petani yang kuat dan mampu sebagai wadah, sekaligus sebagai subyek terhadap
suatu program yang ada diwilayah kerjanya.

METODE DAN TEKNIK PENDAMPING


Metode pendampingan dalam pemberdayaan masyarakat (Dephut, 2004) adalah:
1.     Dialogis dengan pendekatan pendidikan orang dewasa

2.    Partisipastif melalui model diskusi kelompok

3.    Demokratis melalui pendapat mayoritas

Metode sederhana seperti Analisi SWOT kelembagaan bisa mengurai sedikit persoalan yang terjadi

pada kondisi Kelompok Tani sekarang ini.

- Streangth (Kekuatan) pada umumnya masyarakat memiliki kemampuan bertani, ketergantungan

terhadap lahanpun menjadi usaha unggulan

- Weakness (kelemahan) rendahnya nilai kelembagaan untuk membangun kebersamaan secara

terorganisis

- Opportunities (peluang) perhatian pemerintah dalam menggulirkan program kegiatan

kemasyarakatan masih terus berlanjut

- Treaths (ancaman) dengan kelemahan dari segi kelembagaan maka muncullah beberapa masalah

yang mengarah kepada, berubahnya fungsi lahan yang dikonversi kepada tanaman lain seperti sawit,

palawija walaupun tidak mengurangi kegiatan usaha taninya tapi yang paling miris lepasnya lahan

kepada para pengembang yang secara kepemilikan sudah bukan haknya lag

Anda mungkin juga menyukai