Anda di halaman 1dari 20

Penyimpangan Seksual Dalam Perspektif Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i

Abdul Hay Al-Farmawi

Wahyu Firmansyah
Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
whyfirmanz@gmail.com

Abstract
This study discusses the problem of sexual deviance such as homosexuals, lesbians and
the rampant practice of abuse. Such actions are considered deviant and contrary to the
values of religion and society. This is also a sign of the incompatibility of the human
condition now seen from the point of view of the conception of the Qur'an. To re-
examine the problem, this study refers to verses on sexual deviance and hadiths that
refer to sexual deviance presented using thematic methods. that is, an attempt to
describe or explain the content of the Qur'an by collecting all the verses of the Qur'an
that talk about one particular theme. Furthermore, the researcher analyzes this
problem with the adabi al-Ijtima'i approach or social society.
Keywords: Sexual deviance, Islamic, thematic
Abstract
Penelitian ini membahas terkait persoalan penyimpangan seksual seperti homoseksual,
lesbian dan praktik perlacuran yang marak terjadi. Tindakan tersebut dianggap
menyimpang dan bertentangan dengan tata nilai agama dan masyarakat. Hal ini juga
menjadi suatu pertanda ketidaksesuaian kondisi manusia sekarang dilihat dari sudut
konsepsi Al-Qur’an. Untuk menelaah kembali persoalan tersebut, penelitian ini
merujuk pada ayat-ayat mengenai penyimpangan seksual dan hadits-hadits yang
merujuk pada penyimpangan seksual yang disajikan dengan menggunakan metode
tematik. yaitu upaya mendeskripsikan atau menerangkan kandungan Al-Qur’an dengan
jalan menghimpun semua ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan satu tema tertentu.
Selanjutnya peneliti menganalisis persoalan ini dengan pendekatan Adabi al-Ijtima’i
atau sosial kemasyrakatan.
Kata Kunci: Penyimpangan Seksual, Islam, tematik

Pendahuluan
Pada dasarnya, manusia memerlukan adanya suatu aturan yang berupa perintah
dan larangan yang mana hal tersebut dapat mendatangkan kemaslahatan dan menolak
kemudharatan sehingga dapat merealisasikan kehidupan di dunia maupun di akhirat
dengan bahagia. Tanpa adanya perintah dan larangan, maka akan menimbulkan suatu
kericuhan dalam masyarakat, tindakan sewenang-wenang atas yang berkuasa, terlebih
untuk jiwa-jiwa manusia yang tunduk pada hawa nafsu (Lutfiyah, 2021). Potensi
terbesar yang diberikan Allah SWT kepada manusia adalah seks, karena dengan itulah
manusia dapat berhubungan seks dan menghasilkan keturunan juga menjaga
kelestarian hidup manusia (Siti Maimunah, 2018). Islam sama sekali tidak mengekang
manusia mengenai seks ini, akan tetapi Islam memberi aturan yang mengatur hal
tersebut yakni dianjurkan bagi setiap manusia untuk menikah agar seks dapat
disalurkan secara benar dan sah (Lutfiyah, 2021). Islam sangat memperhatikan
kesucian dan kehalalan. Agar manusia sehat dan cerdas secara emosional, intelektual
dan spiritual maka semua yang dikonsumsi haruslah memenuhi kriteria suci dan halal.
(Huzaemah, 2018)
Begitupun sebaliknya, Islam melarang apabila menyalurkan hasrat seks
tersebut dengan cara yang salah, melanggar fitrah dan kodrat insaniyah manusia seperti
melakukan homoseksual, perzinaan, dan lainnya. Kasus penyimpangan terhadap
perintah Allah dalam menyalurkan hasrat seksual manusia salah satunya adalah
homoseksual. Pada masa sekarang perbuatan tersebut, lebih dikenal dengan istilah
LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Kasus homoseksual maupun LGBT
ini merupakan isu yang tidak ada habisnya untuk diperbincangkan (Lutfiyah, 2021). Di
era sekarang pun sedang marak-maraknya kaum-kaum ‘pelangi’ baik itu di dalam
negeri maupun mancanegara dan mereka-mereka yang menganut itupun sudah tidak
sembunyi-sembunyi dan malu-malu menunjukkannya (Siti Maimunah, 2018).
Sejarah mengatakan bahwa seks sesama jenis pada zaman dahulu memang ada
dan menjadi salah satu bagian dari pola seks manusia. Berbagai kitab suci seperti Al-
Qur’an, Injil, Zabur, Taurat telah menjelaskan tentang kaum Nabi Luth AS (Abuddin
Nata. 2004). Abu Abdillah Adz-Dzahābi Rahimahullah dalam kitabnya “Al-Kabāir”
telah memasukkan homoseks sebagai dosa yang besar dan beliau berkata: “Sungguh
Allah telah menyebutkan kepada kita kisah kaum Luth dalam beberapa tempat dalam
al-Qurán Al-‘Azīz, Allah telah membinasakan mereka akibat perbuatan keji mereka.
Kaum muslimin dan selain mereka dari kalanganpemeluk agama yang ada, bersepakat
bahwa homoseks termasuk dosa besar. Hal ini ditunjukkan bagaimana Allah
menghukum kaum Nabi Luth yang melakukan penyimpangan dengan azab yang sangat
besar dan dahsyat, membalikkan tanah tempat tinggal mereka, dan di akhiri hujanan
batu yang membungihanguskan mereka (Abu Zufar, 2007).
Terdapat sejumlah peneliti yang telah melakukan penelitian tentang
penyimpangan seksual sebagaimana tertera pada tinjauan pustaka berikut, diantaranya:
Lutfiyah (2021), “Penyimpangan Seksual Menurut Pandangan Sayyid Qutb Dalam
Tafsir Fi Zilal Al – Qur’an”, Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, UIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini menggunakan
kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Hasil dan pembahasan penelitian ini adalah
kasus penyimpangan seksual yang ditemukan didalam Al-Qur’an menurut pandangan
Sayyid Quth dalam Tafsir Fi Zhilal Al-Qur’an, kontekstualisasinya di kehidupan
masyarakat juga konsekuensi sosialnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
penyimpangan seksual yang kian marak di masyarakat menurut pandangan Sayyid
Qutb adalah suatu tindakan yang berbenturan dengan fitrah kehidupan dan melanggar
hak manusia lainnya. Penyimpangan seksual di masa sekarang justru mendapatkan
dukungan dari berbagai pihak, hal ini mencerminkan suatu kondisi jahiliyah modern.
Menurut Sayyid Qut}b hal ini seharusnya dijauhkan, dan dibersihkan dari lingkungan
masyarakat Islam. (Lutfiyah, 2021).
Abdul Rahman (2020), “Penyimpangan Seksual Pada Kisah Nabi Luth As
Dalam Al-Qur’an (Dalam Tafsir Ruhul Ma’ani)”, Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan
Tafsir, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Penelitian ini
menggunakan jenis kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Hasil dan pembahasan
penelitian ini adalah Al Alusi menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah Nabi
Luth As dengan terperinci dan perkata. Adapun hakikat homoseksual menurut Al Alusi
merupakan pengaruh sosiologis yang mana ketika kaum Nabi Luth AS di datangi orang
asing ke negerinya dan penyebabnya karena rayuan setan untuk mengusik sebab pada
masa itu sedang masa panceklik serta hukuman bagi umat Nabi Luth AS yakni dijatuhi
hujan batu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa homoseksual merupakan sebuah
penyakit yang dapat disembuhkan dan penyebabnya karena pengaruh sosiologis.
Gufron Fatoni (2017), “Penyimpangan Seksual Dalam Pandangan Al-Qur’an
(Studi Analisis Tafsir Al-Munir)”, Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas
Ushuluddin, UIN Raden Intan Lampung. Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif
dengan pendekatan studi pustaka. Hasil dan pembahasan penelitian ini adalah Wahbah
Al-Zuhaili menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah homoseksual dan
lesbian, hukum melakukannya dan hukumannya dalam tafsirnya yakni Tafsir Al-Munir.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Penyimpangan seksual (homoseks dan lesbi)
membahayakan eksstensi kehidupan manusia, serta menjadi penyebab penyakit yang
berbahaya AIDS, hukum melakukannya adalah haram dan hukuman bagi yang
melakukan adalah dirajam jika sudah menikah kemudian dicambuk dan diasingkan jika
belum menikah.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menyusun formula penelitian sebagai
berikut: rumusan masalah penelitian, pertanyaan utama penelitian, dan tujuan
penelitian. Rumusan masalah penelitian ini adalah terdapat ayat tentang penyimpangan
seksual dalam Al-Qur’an. Pertanyaan umum penelitian ini ialah bagaimana
penyimpangan seksual dalam Al-Qur’an. Sedangkan pertanyaan penelitian secara
terperinci yakni bagaimana pengertian penyimpangan seksual, bagaimana
penyimpangan seksual dalam Al-Qur’an, dan bagaimana pencegahannya untuk
meminimalisir tindakan penyimpangan seksual dalam Al-Qur’an. Tujuan penelitian ini
yaitu membahas penyimpangan seksual dalam al-Qur’an. Dan penulis berharap
semoga informasi yang dihasilkan dari penelitian ini bisa menjadi suatu nilai manfaat
bagi para pembaca serta diharapkan juga dengan penelitian ini dapat memperkaya
khazanah pengetahuan Islam.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif melalui pendekatan studi
pustaka serta menerapkan formula tafsir tematik yang digagas oleh Abdul Hay al-
Farmawi. Penelitian ini merujuk pada sebuah metode tafsir tematik atau tafsir
maudhu’i yang digagas oleh Abdul Hay al-Farmawi. Berdasarkan pendapat beliau
dijelaskan bahwa terdapat tujuh langkah yang harus ditempuh oleh seorang mufasir
untuk menyusun suatu karya tafsir tematik atau tafsir maudhu’i. Adapun tujuh langkah
tersebut sebagai berikut:
a. Menentukan suatu tema atau topik yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an,
yaitu pada tahap ini seorang mufasir berupaya mencari suatu topik yang ada
dalam Al-Qur’an untuk diteliti dengan lebih mendalam sampai menemukan
suatu formula yang dihasilkan dari penelitian tersebut.
b. Mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan tema atau topik,
yaitu setelah menemukan topik atau tema yang akan dikaji, langkah selanjutnya
mencari dan mengumpulkan ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang topik
yang akan diteliti. Hal ini bertujuan untuk membatasi ayat-ayat Al-Qur’an yang
akan ambil karena tidak semua ayat al-Qur’an berbicara tentang topik yang akan
diteliti.
c. Mengurutkan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dikumpulkan berdasarkan
kronologi diturunkannya ayat tersebut disertai dengan asbabul nuzulnya, yaitu
menyusun ayat-ayat yang telah dikumpulkan berdasarkan konteks makiyah dan
madaniyah kemudian apabila terdapat asbabun nuzulnya harap dicantumkan,
langkah ini bertujuan untuk mengetahui proses penyampaian pesan yang utuh
dalam suatu tema atau topik yang akan dikaji yang tersebar dalam ayat-ayat yang
dikumpulkan.
d. Memahami munasabah atau hubungan dari ayat-ayat Al-Qur’an yang telah
ditemukan serta diurutkan pada masing-masing surahnya, yaitu mencari
munasabah dari ayat-ayat yang telah dikumpulkan dalam surahnya masing-
masing sehingga nantinya dapat diketahui isi konteks suatu ayat dan
hubungannya dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
e. Membuat kerangka pembahasan yang sistematis, yaitu membuat suatu alur
pembahasan mengenai topik yang akan dikaji guna mencapai kesimpulan atau
penjelasan yang komprehensif mengenai topik yang akan dikaji.
f. Menambahkan hadis-hadis yang mempunyai hubungan dengan tema atau topik,
yaitu menguatkan point-point yang sudah disusun pada kerangka pembahasan
ataupun menjelaskan lebih rinci point-point kerangka pembahasan sebab
terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang baru bisa difahami secara komprehensif
ketika ditambahkan penjelasan yang terdapat dalam hadis.
g. Mempelajari keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dikumpulkan dengan
tujuan menemukan titik temu mengenai kesatuan dari ayat-ayat yang
dikumpulkan sampai melahirkan suatu kesimpulan mengenai topik atau tema
yang diteliti dengan memaparkan hasil penelitian yang telah ditemukan
jawabanya sehingga dapat diketahui penjelasan mengenai suatu tema atau topik
yang terdapat dalam Al-Qur’an secara komprehensif serta detail sesuai dengan
data yang di telah ditemukan pada penelitian (Syukkur, 2020).

Hasil dan Pembahasan


1. Teori Dasar
Penyimpangan seksual terdiri atas dua suku kata yaitu penyimpangan
dan seksual. Penyimpangan berasal dari kata dasar “simpang” yang memiliki
empat pengertian. Pertama, berarti proses, cara perbuatan yang menyimpang
atau menyimpangkan. Kedua, membelok menempuh jalan yang lain. Ketiga,
tidak menurut apa yang sudah ditentukan, tidak sesuai dengan rencana.
Keempat, menyalahi kebiasaan, menyeleweng dari hukum, kebenaran, dan
agama (KBBI, 1995). Kata “seksual” mempunyai dua pengertian. Pertama,
berarti menyinggung hal reproduksi atau perkembangan lewat penyatuan dua
individu yang berbeda yang masing-masing menghasilkan sel telur dan sperma.
Kedua, secara umum berarti menyinggung tingkah laku, perasaan, atau emosi
yang berasosiasi dengan perangsangan alat kelamin, daerah-daerah erogenous,
atau dengan proses perkembangbiakan (Chaplin, 2004).
Dalam pengertian lain, penyimpangan seksual adalah segala bentuk
penyimpangan seksual, baik arah, minat, maupun orientasi seksual.
Penyimpangan adalah gangguan atau kelainan. Sementara perilaku seksual
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa
bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,
bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya juga bisa berupa orang lain, diri
sendiri, maupun objek dalam khayalan. Penyimpangan seksual merupakan
salah satu bentuk perilaku yang menyimpang karena melanggar norma-norma
yang berlaku. Penyimpangan seksual dapat juga diartikan sebagai bentuk
perbuatan yang mengabaikan nilai dan norma yang melanggar, bertentangan
atau menyimpang dari aturan-aturan hukum (Siska, 2016)
Jadi, penyimpangan seksual adalah segala bentuk tingkah laku seksual
yang tidak sesuai dengan norma, aturan dan ketentuan yang ada. Dan bentuk-
bentuk penyimpangan seksualidapat diartikan segala aktivitas pelampiasan
naluri seksual yang dilakukan dengan jalan yang tidakisewajarnya. Sehingga
pada umumnya, orang-orang yang melakukan penyimpangan seksualiakan
menutupi perilaku tersebut danitidak mau mengakuinya, karena adanya
kekhawatiran akan mendapat penolakan dan diskriminasiidari lingkungan.
Perbuatan tersebut sangat berpengaruh terhadap lingkungan sosial masyarakat,
sehingga perilaku penyimpangan seksual ini dapat dikategorikan sebagai
penyimpangan sosial (Kartini, 2009).

2. Penyimpangan Seksual dalam Perspektif Al-Qur’an Menggunakan


Metode Tafsir Maudhu’i Abdul Hay Al-Farmawi
a. Topik yang akan diteliti
Pada penelitian ini tema atau topik yang akan diteliti adalah tentang
penyimpangan seksual dalam al-Qur’an.

b. Mengumpulkan ayat-ayat yang berhubungan dengan topik


Pada penelitian ini dalam mencari ayat-ayat al-Qur‟an yang
menyebutkan penyimpangan seksual. Didalam Al-Qur’an ditemukan
beberapa kata yang artinya merujuk pada penyimpangan seksual. Pertama,
kata al-fahisyah sebanyak empat kali, kata dzikraani sebanyak satu kali, as-
sayyiaat sebanyak satu kali.

 QS. Al-A’raf (7) ayat 80-81


َ‫سبَقَكُ ْم ِب َها م ِْن ا َ َح ٍد مِنَ ْال ٰعلَمِ يْنَ اِنَّكُ ْم لَت َأْت ُ ْون‬
َ ‫شةَ َما‬ َ ِ‫طا اِذْ قَا َل ِلقَ ْو ِم ٖٓه اَت َأْت ُ ْونَ ْالفَاح‬
ً ‫َولُ ْو‬
ُ َ ُ ْ َ ْ
َ‫سا ِۗ ِء بَل انت ْم ق ْو ٌم ُّمس ِْرف ْون‬ۤ ْ
َ ِ‫ش ْه َوة مِن د ُْو ِن الن‬ ً َ ‫الر َجا َل‬ِ
Artinya: (Kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya).
(Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya, “Apakah kamu
mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang
pun sebelum kamu di dunia ini?. Sesungguhnya kamu benar-benar
mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwat, bukan kepada
perempuan, bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas.”

Isi Kandungan: Kaum Nabi Luth AS melakukan suatu perbuatan keji,


yang mana dahulu sebelum zaman Nabi Luth AS belum dikerjakan oleh
satu orang pun, perbuatan tersebut adalah homoseksual.

 An-Naml (27): 54-55


‫ش ْه َوة ً م ِْن‬ ِ َ‫ ا َ ِٕىنَّكُ ْم لَت َأْت ُ ْون‬. َ‫ْص ُر ْون‬
َ ‫الر َجا َل‬ َ ِ‫طا اِذْ قَا َل ِلقَ ْو ِم ٖٓه اَت َأْت ُ ْونَ ْالفَاح‬
ِ ‫شةَ َوا َ ْنت ُ ْم تُب‬ ً ‫َولُ ْو‬

‫س ۤاءِ ِۗبَ ْل ا َ ْنت ُ ْم قَ ْو ٌم ت َ ْج َهلُ ْو َن‬


َ ِ‫د ُْو ِن الن‬
Artinya: (Ingatlah kisah) Lut ketika dia berkata kepada kaumnya,
“Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji, padahal kamu
mengetahui (kekejiannya)?”. Mengapa kamu mendatangi laki-laki,
bukan perempuan, untuk (memenuhi) syahwat(-mu)? Sungguh, kamu
adalah kaum yang melakukan (perbuatan) bodoh.”
Isi Kandungan: Nabi Luth AS menyebut kaumnya melakukan tindakan
yang bodoh karena lelaki mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu
syahwatnya.

 QS. Asy-Syu’ara (26): 165-166


ِ ‫اَت َأْت ُ ْونَ الذُّ ْك َرانَ مِنَ ْال ٰعلَمِ يْنَ ۙ َوتَذَ ُر ْونَ َما َخلَقَ لَكُ ْم َربُّكُ ْم م ِْن ا َ ْز َو‬
‫اجكُ ِۗ ْم َب ْل ا َ ْنت ُ ْم قَ ْو ٌم‬
َ‫عاد ُْون‬ َ
Artinya: Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara
manusia (berbuat homoseks)?. Sementara itu, kamu tinggalkan
(perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istrimu? Kamu
(memang) kaum yang melampaui batas.”

Isi Kandungan: Kaum Nabi Luth AS lebih memilih laki-laki


dibanding perempuan yaitu istri-istri mereka

 QS. Al-Ankabut (29): 28-29


‫ت قَا َل ٰيقَ ْو ِم ٰ ٖٓهؤ َ َُۤل ِء بَنَاتِ ْي ه َُّن‬
ِ ِۗ ‫َو َج ۤا َء ٗه قَ ْو ُمهٗ يُ ْه َرعُ ْونَ اِلَ ْي ِۗ ِه َوم ِْن قَ ْب ُل كَانُ ْوا يَ ْع َملُ ْونَ السَّيِ ٰا‬
َ ‫ض ْيف ِۗ ِْي اَلَي‬
ٌ ‫ْس ِم ْنكُ ْم َر ُج ٌل َّر ِش ْيد‬ ْ َ‫ا‬
َ ‫ط َه ُر لَكُ ْم فَاتَّقُوا ه‬
َ ‫ّٰللا َو ََل ت ُ ْخ ُز ْو ِن فِ ْي‬
Artinya: Kaumnya bergegas datang menemuinya. Sejak dahulu
mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan keji. Luth berkata,
“Wahai kaumku, inilah putri-putri (negeri)-ku. Mereka lebih suci
bagimu (untuk dinikahi). Maka, bertakwalah kepada Allah dan
janganlah kamu mencemarkan (nama)-ku di hadapan tamuku ini. Tidak
adakah di antaramu orang yang berakal sehat?”
Isi Kandungan: Kaum Nabi Luth AS yang bergegas
mengunjungi rumah Nabi Luth karena kedatangan tamu seorang laki-
laki yang sangat disukai oleh kaumnya dan Nabi Luth AS menolak
mereka karena mencemarkan namanya dan menyarankan mereka putri-
putri untuk dinikahkan

 QS. Hud (11): 78


‫سبَقَكُ ْم بِ َها م ِْن ا َ َح ٍد مِنَ الْ ٰعلَ ِميْنَ ا َ ِٕىنَّكُ ْم‬
َ ‫شةَ ۖ َما‬َ ِ‫طا اِذْ قَالَ ِلقَ ْومِ ٖٓه اِنَّكُ ْم لَت َأْت ُ ْونَ ْالفَاح‬
ً ‫َولُ ْو‬

ٖٓ‫اب قَ ْومِه‬ َ ‫س ِب ْي َل ەۙ َوت َأْت ُ ْونَ فِ ْي نَا ِد ْيكُ ُم ْال ُم ْنك ََر ِۗفَ َما َكانَ َج َو‬
َّ ‫طعُ ْونَ ال‬ ِ َ‫لَت َأْت ُ ْون‬
َ ‫الر َجا َل َوت َ ْق‬

‫ّٰللا ا ِْن كُنْتَ ِم َن ال ه‬


َ‫ص ِدقِيْن‬ ِ‫ب ه‬ ِ ‫َِل ا َ ْن قَالُوا ائْتِنَا بِعَذَا‬
ٖٓ َّ ‫ا‬
Artinya: (Ingatlah) ketika Lut berkata kepada kaumnya,
“Sesungguhnya kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat
keji (homoseksual) yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun
sebelum kamu di alam semesta. Pantaskah kamu mendatangi laki-laki
(untuk melampiaskan syahwat), menyamun dan mengerjakan
kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” Maka, jawaban
kaumnya tidak lain hanyalah mengatakan, “Datangkanlah kepada kami
azab Allah jika engkau termasuk orang-orang benar!”
Isi Kandungan: Kaum Nabi Luth AS atau lebih dikenal dengan
kaum sodom menantang Nabi Luth AS untuk mendatangkan azab
kepada mereka karena mereka sudah melakukan tindakan homoseksual.
 QS. An-Nisa (4): 15-16
‫ش ِهد ُْوا فَا َ ْم ِسكُ ْوه َُّن‬ َ ‫س ۤا ِٕىكُ ْم فَا ْست َ ْش ِهد ُْوا‬
َ ‫علَ ْي ِه َّن ا َ ْر َب َعةً ِم ْنكُ ْم ۚ فَا ِْن‬ َ ِ‫َوالهت ِْي َيأ ْ ِتيْنَ ْال َفاح‬
َ ِ‫شةَ م ِْن ن‬
ۚ ‫سبِي ًًْل َوالَّ ٰذ ِن يَأْتِ ٰينِ َها ِم ْنكُ ْم فَ ٰاذ ُ ْوهُ َما‬ ‫ت َحتهى يَت ََوفهى ُه َّن ْال َم ْوتُ ا َ ْو يَ ْجعَ َل ه‬
َ ‫ّٰللاُ لَ ُه َّن‬ ِ ‫فِى ْالبُي ُْو‬
َ ‫فَا ِْن ت َابَا َواَصْ لَ َحا فَاَع ِْرض ُْوا‬
َ ‫ع ْن ُه َما ِۗ ا َِّن ه‬
‫ّٰللا َكانَ ت ََّوابًا َّرحِ ْي ًما‬
Artinya: Para wanita yang melakukan perbuatan keji di antara
wanita-wanita kamu, maka mintalah kesaksian atas (perbuatan keji)-
nya dari empat orang di antara kamu. Apabila mereka telah
memberikan kesaksian, tahanlah mereka (para wanita itu) d alam
rumah sampai mereka menemui ajal atau sampai Allah memberi jalan
(yang lain) kepadanya. (Jika ada) dua orang di antara kamu yang
melakukannya (perbuatan keji), berilah hukuman kepada keduanya.
Jika keduanya bertobat dan memperbaiki diri, biarkanlah mereka.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang.
Isi Kandungan: perbuatan keji yang dimaksud dari ayat tersebut
adalah berhubungan sesama wanita yang dikenal dengan lesbian dan
siapapun yang melakukan perbuatan itu musti ditahan dalam rumah dan
diwajibkan untuk bertaubat.

c. Konteks Historis (Makkiyah, Madaniyyah dan Asbabun Nuzul)


1. Makkiyah:
- QS. Al-A’raf (7) ayat 80-81 yang berisikan konteks tentang kaum
Nabi Luth yang melakukan perbuatan keji (homoseksual) pertama
kali
- QS. Asy-Syua’ra (26) ayat 165-166 yang berisikan konteks tentang
Kaum Sodom yang lebih memilih lelaki dibanding perempuan
- QS. An-Naml (27) ayat 54-55 yang berisikan konteks tentang
perbuatan bodoh Kaum Sodom
- QS. Al-Ankabut (29) ayat 28-29 yang berisikan konteks tentang
Kaum Sodom yang menantang untuk didatangkan azab
- QS. Hud (11) ayat 78 yang berisikan konteks tentang hilangnya
akal sehat Kaum Sodom

2. Madaniyah
- QS. An-Nisa (4) ayat 15-16 yang berisikan konteks tentang lesbian
dan hukumannya
Berdasarkan penafsiran dari surah Al-A’raf ayat 80-81 diantaranya
menurut Al-Alusi. Nabi Luth As merupakan putra dari Haran bin Tarih.
Nabi Luth As merupakan keponakan Ibrahim bin al-Khalil. Dengan
demikian, Ibrahim dan Haran adalah saudara. Nabi Luth As adalah rasul
yang tidak termasuk dalam kelompok Ulul Azmi. Beliau diutus oleh Allah
pada masa kerasulan pamannya, Nabi Ibrahim. Nabi Luth As pun pergi
meninggalkan Negeri pamannya yaitu kota al-Khalil (Hebron) berdasarkan
perintah dan izinnya. Setelah pergi meninggalkan kota pamannya, Nabi
Luth As berhijrah ke kota Sodom. Nabi Luth As merupakan putra dari
Haran bin Tarih. Luth adalah keponakan Ibrahim Al-Khalil. Dengan
demikian, Ibrahim, Haran dan Nahur adalah saudara. Menurut sumber
berbeda, Haran yang ini adalah Bani Haran. Sumber ini tidak valid karena
bertentangan dengan data yang dimiliki Ahli Kitab. Nabi Luth As
merupakan seorang Nabi yang hidup pada masa nabi Ibrahim as. Beliau
merupakan keponakan dari Nabi Ibrahim dari ayahnya yang bernama Haran.
Nabi Luth As di beri nama lengkap yaitu Luth bin Haran bin Azar. Ketika
nabi Ibrahim pindah ke Ur Kaldan yang terletak di Babilonia, Nabi Luth As
juga ikut bersama Nabi Ibrahim as.
Dalam tafsir Ruhul Ma’ani Ibnu Asakir juga berpendapat dari Sulaiman
bin Shardi, bahwasannya Ayah Luth as adalah pamannya Ibrahim as,
dikatakan: “sesungguhnya Luth adalah anak dari pamannya Ibrahim, dan
istrinya Sarah menjadi saudaranya Luth dan tinggal di tanah Babilonia Irak
bersama Ibrahim kemudian hijrah ke Syam dan kemudian turun ke Palestina,
Ibrahim kemudian mengirim Luth ke Yordan ia adalah bola/inti dari kota
Syam, dan Allah mengutusnya kepada kaum Sodom di kota Homs. Ishaq
bin Basyar, dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas berpendapat: Luth diutus ke
negeri yang telah musnah/runtuh. Negeri-negeri Luth ada empat kota:
Sodom, Amora, Gomora, dan Sabweer, disetiap desanya ada seratus ribu
pejuang, dan kota terbesarnya adalah Sodom yang ditinggali oleh Luth, Dari
Syam dan dari Palestina perjalanan sehari semalam, dan lafadz ini seperti
apa yang diucapkan oleh Az-Zujaj Nama asing non-derivatif diperlukan
karena orang asing tidak berasal dari bahasa Arab, melainkan
bermetamorfosis karena ringannya dengan sukun tengahnya, dikatakan juga:
Itu berasal darri ‫ ”الحوض لطت‬kendi lumpur” jika Anda menempelkan lumpur
di atasnya. Allah berfirman: ‫ لقومه قال إذ‬,di dharf kan ke ‫ أرسلنا‬seperti yang
disebutkan lebih dari sekali. Dia keberatan bahwa transmisi itu sebelum
waktu ucapan adalah tidak, seperti yang dipersyaratkan oleh keadaan ini,
dan berpendapat bahwa dia menganggap dharf itu diperpanjang, seperti
yang dikatakan Zaid di tanah Romawi. Dan dibolehkannya menjadi ‫”لوطا‬
berharakat nashob” karena ada yang dihapuskan, yaitu dihubungkan
sebelumnya antar kisahnya. Dan kata ‫ إذ‬sebagai bentuk badal dari Luth
berbentuk Badal sempurna karena dia tidak wajib dibentuk sebagai dharf.
Abu Al-Baqa’ berpendapat: bahwasannya ia (Luth) adalah dharf dari risalah
“utusan” yang terhapus yaitu penyebutan Risalah/Pengutusan Luth. (Al-
Alusi, 2008)
Kemudian penafsiran surah An-Naml ayat 55-56 menurut Sayyid Quthb
dalam Tafsir Fi Zhilal Al-Qur’an, Ayat ini mempertegas keanehan yang
dilakukan kaum Nabi Luth. Dalam pernyataan Luth yang pertama adalah
kaum Sadum ini melakukan perbuatan keji homoseksual, padahal mereka
menyaksikan sendiri kehidupan yang berjalan diatas jalur fitrah, dan
mereka sendirilah yang menyimpang dan berbuat aneh. Kemudian, pada
pernyataan kedua, Luth membuka sejelas-jelasnya tentang perbuatan keji
yang dilakukan laki-laki mendatangi laki-laki untuk memenuhi syahwat.
Hal tersebut sudah cukup menunjukkan perbuatan aneh dan langka dalam
kesadaran manusia dan fitrah semua makhluk.88 Nabi Luth mencapnya
dengan kebodohan, yang berarti bodoh karena tidak memiliki ilmu dan
bodoh karena dungu. Kedua makna itu terwujud dalam penyimpangan yang
terlaknat tersebut. Dan, orang yang cenderung menyimpang seperti ini,
adalah dungu dan melanggar hak orang lain.
Kaum Sadum merespon pengarahan Nabi Luth dengan pengingkaran
dan sebagai ejekan atas sikap pura-pura suci dari perbuatan yang keji itu,
karena Luth dan pengikutkan yang beriman tidak ikut serta dalam
mempraktikkan perbuatan hina itu. Seperti saat ini pelaku penyimpangan
seksual, terutama gay dan lesbian di wilayah perkotaan Indonesia sudah
mulai mengalami kemerosotan moral. Apabila diingatkan dan diarahkan
maka mereka memberikan respon yang kurang baik sebagai bentuk ejekan
dan menganggap pura-pura suci. Sehingga masyarakat semakin acuh,
dalam artian menjaga keluarga agar tidak melakukan tindakan
penyimpangan tersebut. Homoseksual merupakan tingkah laku seksual
yang menyimpang, melanggar norma, serta dikatakan oleh Sayyid Qut}b
sebagai sebuah cerminan kondisi jahiliyah modern dan suatu kebodohan
karena menyimpang dari fitrah kehidupan manusia. Homoseksual ini
tidaklah merealisasikan apapun (meneruskan keturunan), selain hanya
untuk melampiaskan syahwatnya. Apabila difikirkan secara logis tidak ada
tujuan dari seseorang menyalurkan hasratnya dengan sesama jenis,
melainkan hanya untuk melampiaskan nafsu semata. Maka, ini merupakan
suatu tindakan yang dapat dikategorikan menyimpang, melanggar hak
orang lain untuk memiliki keturunan serta melanggar norma-norma yang
ada (Quthb. S, 1993).
Berdasarkan penafsiran surah Asy-Syu’ara ayat 165-166 diantaranya
menurut Al-Alusi. Menurutnya, sebagaimana yang telah di paparkan
sebelumnya kaum Nabi Luth As telah melakukan sebuah penyimpangan
dalam hubungan seksual yang belum pernah dilakukan oleh umat sebelum
mereka yaitu kecendrungan laki-laki tertarik kepada sesama laki-laki dan
menggauli mereka melalalui (duburnya). Ayat diatas menunjukkan celaan
dan teguran, dan maksud mendatangi adalah kiasan dari bersetubuh. Lafadz
‫ ذكران‬adalah bentuk jamak dari ‫ )ذكر‬orang laki-laki) yaitu lawan jenis dari
orang perempuan. Dan secara dlohir lafadz ‫ العالمين من‬bersambung dengan
lafadz ‫ ذكران‬,sehingga maksud ayat ini adalah kenapa kalian mendatangi
jenis laki-laki dari anak turun Adam AS padahal terlampau banyaknya
jumlah mereka dan bermacam-macamnya jenis mereka dan dengan
dominannya jumlah perempuan dari pada laki-laki sehingga seakan
menutupi keberadaan lelaki. Jadi maksud dari ‫ العالمين‬adalah manusia karena
secara khusus disebutkan bahwa orang-orang yang didatangi adalah lelaki,
juga dengan qorinah berupa tindakan yang dilakukan serta penggunaan
bentuk jamak dengan huruf ‫ واو‬dan ‫ نون‬tanpa memandang pada yang lebih
dominan. Lalu pengecualian atas malaikat dan jin pada lafadz ‫ العالمين‬dalam
hal ini adalah sesuatu yang sudah jelas secara akal.
Atau bisa juga lafadz ‫ العالمين من‬bersambung dengan lafadz ‫تأتون‬
sehingga maksudnya adalah kenapa kalian mendatangi (menyetubuhi)
makhluk lelaki diantara makhluk-makhluk yang ada ini padahal tidak ada
makhluk lain yang melakukan hal itu, sehingga maksud dari ‫ العالمين‬adalah
makhluk-makhluk yang memungkinkan mereka datangi (setubuhi),
sehingga makna lafadz ‫ العالم‬disini adalah sesuatu selain Allah SWT, lalu
shighot jama' dengan penambahan huruf ‫ واو‬dan ‫ نون‬menjadi ‫العالمين‬
berfungsi untuk taglib (lebih mendominankan pada suatu makhluk),
sehingga tidak perlu dipermasalahkan mengenai keledai atau khinzir yang
mendatangi sesama dari jenisnya karena hampir tidak pernah dijumpai dan
gugurnya keduanya dalam penggambaran diatas. Boleh juga pada pendapat
kedua ini memaksudkan lafad ‫ العالمين‬dengan manusia. Secara keseluruhan
dari penjelasan tentang lafadz ‫ العالمين من‬,memberikan pemahaman bahwa
mereka adalah orang-orang yang mengawali tindakan buruk sebagaimana
dalam ayat yang artinya (sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh seorang
pun sebelum kamu). (A. Alusi, 2008)
dan lafadz ‫ من‬pada ayat ‫ أزواجكم من‬berfungsi sebagai penjelasan jika
maksud dari lafadz ‫ما‬adalah istri, sehingga memungkinkan terdapat dua
kata yang dibuang dengan perkiraan (dan kamu tinggalkan mendatangi
(jimak) farji orang yang dijadikan untukmu), atau bisa juga ‫ من‬bermakna
‫ )تبعيض‬sebagian) jika yang dimaksud adalah bagian dari istri yang
diperbolehkan. Hal ini ‫ ما اصلح لكم ربكم من ازواجكم‬ud'mas ibnu qiroah dengan
diperkuat (sesuatu yang diperbolehkan oleh Tuhanmu untukmu dari istri-
istrimu). Sehingga dalam hal ini memperkirakan hanya satu lafadz yang
dibuang dan perkiraannya adalah (dan kamu tinggalkan mendatangi sesuatu
yang dijadikan). Ada juga yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah
sindiran karena mereka mendatangi (jimak) istri mereka dengan cara yang
menyakitkan mereka dan tidak ada sebuah pernyataan larangan
sebagaimana penjelasan larangan mendatangi sesama lelaki, yang mana
dosanya pun dibawah dosa mendatangi pada sesama lelaki. Dan hal ini bagi
Ahlu sunnah hukumnya adalah haram bahkan dosa besar, ada juga bahwa
hal tersebut adalah mubah, adapun pembahasan secara penjang lebar telah
dijelaskan pada pembahasan ayat ‫ لكم حرث نساءكم‬.Ada juga yang berpendapat
bahwa tidak satupun lafadz yang dibuang, dan maksud ayat itu adalah
celaan terhadap mereka karena mereka tidak mau menemui apalagi
mendatangi (jimak) pada orang yang dijadikan bagi mereka, dan secara
dhohir maknanya memang sudah jelas. Lalu firman Allah ‫)عادون قوم انتم بل‬
bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas) firman ini beralih
dari kalam sebelumnya, arti lafadz ‫ العادي‬disitu adalah orang yang melewati
batas hingga berbuat dlolim adapun ta'aluqnya dibuang yangmana
perkiraannya bisa umum atau khusus, jika umum maknanya adalah bahkan
kamu adalah orang-orang yang melampaui batas dalam semua kemaksiatan,
dan jika khusus bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas
kewajaran manusia bahkan lebih buruk dari hewan.
Penafsiran Al-Ankabut 28-29 menurut Al-Maraghi dalam Tafsir Al-
Maraghi yang menjelaskan bahwa pada ayat-ayat terdahulu Allah telah
menyajikan kisah Ibrāhīm dan kesombongan yang diterimanya dari
kaumnya serta kemenangan diberikan- Nya kepadanya. Selanjutnya pada
ayat-ayat ini Allah menyajikan kisah Lūth yang hidup semasa dengannya,
tetapi lebih dahulu dari padanya dalam menyeru kepada Allah. Kaum Lūth
telah dicoba dalam suatu perbuatan yang belum pernah dilakukan oleh
seorang pun sebelum mereka, dan para malaikat yang menimpakan adzab
kepada negeri Sodom datang bertamu kepada Ibrāhīm AS (Al-Maraghi,
1986).
Penafsiran Surah Hud ayat 78 diantaranya menurut Sayyid Quthb,
Kisah Nabi Luth dengan kaumnya yang telah dipaparkan olehnya dalam
surat Hud ayat 77. Luth sudah mengenal dan mengetahui tingkah laku
kaumnya yang melakukan penyimpangan seksual. Penyimpangan seksual
adalah berbenturan dengan kehidupan dan mengabaikannya. Karena, cara
itu (penyimpangan seksual atau homoseks) berarti menebar benih
kehidupan di tanah gersang. Fenomena homoseksual yang dilakukan oleh
kaum Luth ini adalah tindakan yang mengisyaratkan penyakit rohani (jiwa).
Maraknya penyimpangan seksual tersebut dapat menular dan dapat
berkembang karena telah kacaunya norma dan aturan dalam lingkungan
sekitar di masyarakat, mereka melakukan perbuatan yang amat ganjil dan
mengabaikan kehidupan yang semestinya.
Penafsiran An-Nisa (4): 15-16 menurut tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid
Qutb tidak menafsirkan secara eksplisit dalam ayat ini tentang perilaku
lesbian. Akan tetapi, pada ayat 16 Sayyid Qutb menjelaskan bahwa sangat
jelas yang dimaksud firman Allah, ”Dua orang yang melakukan perbuatan
keji di antara kamu” ialah dua orang laki-laki yang melakukan perbuatan
keji yang ganjil (homoseksual). Lesbian sendiri adalah relasi seksual
dengan sesama jenis (homoseksual) yang dilakukan oleh kalangan
perempuan. Kemudian Quthb memaparkan mengenai jalan yang dilakukan
dalam Islam untuk mensucikan dan membersihkan masyarakat dari
perbuatan keji, yakni dengan mengucilkanidan menjauhkan wanita-wanita
kejiidari masyarakat, apabilai telah terbukti bahwa merekaimelakukan
perbuatan keji itu. Juga menghukum laki-laki yang melakukan perbuatan
keji dan menyimpang dan yang melakukan homoseksual. Ketentuan ini
ditempuh oleh Islam sebelum menjatuhkan hukuman bagi pezina dalam
surat an-Nur ayat 2. Quthb uga memnyampaikan pendapat Mujahid r.a.
Ibnu Abbas, Sa’id bin Jubair dan lainnya berkata, “Maka, berilah hukuman
kepada keduanya yang melakukan perbuatan keji itu dengan caci maki,
celaan dan dipukul dengan alas kaki”

d. Munasabah (Hubungan dengan ayat sebelum dan sesudahnya)


1) QS. Al-A’raf (7) ayat 80-81 (Makkiyah)
Hubungan dengan ayat sebelumnya, yaitu Allah SWT menjelaskan
tentang kisah Nabi Saleh AS dan azabnya yang didatangkan gempa.
Kemudian di ayat 80 dan 81 Allah SWT menyebutkan kisah Nabi Luth
AS dan kaumnya yang melampaui batas karena perbuat keji mereka
yakni homoseksual. Dan hubungannya dengan ayat sesudahnya, yaitu
Allah SWT melanjutkan dengan menyebut jawaban dari kaumnya
Sodom yaitu mengusir Nabi Luth AS dan pengikutnya.

2) QS. An-Naml (27) ayat 54-55


Hubungan dengan ayat sebelumnya, yaitu Allah SWT menjelaskan
tentang keselamatan orang-orang shalih dan beriman dari azab Allah
SWT kepada kaum Nabi Saleh AS. Kemudian pada ayat 54 dan 55
Allah SWT menjelaskan tentang Nabi Luth AS bertanya kepada
kaumnya mengapa lebih menyukai mendatangi laki-laki ketimbang
perempuan untuk melepaskan syahwat. Dan hubungan dengan ayat
sesudahnya yaitu Allah SWT menjelaskan jawaban kaum Nabi Luth AS
yang tak lain adalah mengusir Nabi Luth dari negeri mereka karena
dianggap sok suci.

3) QS. Asy-Syua’ra (26) ayat 165-166


Hubungan dengan ayat sebelumnya, yaitu Allah SWT menjelaskan
tentang Nabi Luth AS tidak meminta imbalan sepeserpun dari kaumnya
jika kaumnya memilih untuk bertakwa, imbalan beliau adalah
pemberian dari Allah SWT. Kemudian di ayat 165 dan 166 Allah SWT
menceritakan Kisah Nabi Luth AS dan kaumnya yang hanya
menginginkan lelaki dan memilih untuk meniggalkan istri-istrinya. Dan
hubungannya dengan ayat sesudahnya, yaitu Allah SWT melanjutkan
dengan menyebut jawaban dari kaumnya Sodom yaitu mengancam
untuk mengusir Nabi Luth AS dan pengikutnya jika tidak berhenti untuk
berdakwah

4) QS. Al-Ankabut (29) ayat 28-29


Hubungan dengan ayat sebelumnya, yaitu Allah SWT menjelaskan
tentang Nabi Ibrahim AS, Ishaq AS, dan Ya’qub AS yang dijamin
kenikmatannya di akhirat kelak karena mendapatkan anugerah langsung
dari Tuhan. Kemudian pada ayat 28-29 Allah SWT menjelaskan tentang
Nabi Luth AS yang menyesal atas perbuatan kaumnya yang belum
pernah dilakukan oleh umat manapun sebelumnya yang melakukan
perbuatan homoseksual dimanapun bahkan ditempat pertemuan. Dan
hubungan dengan ayat sesudahnya yaitu Allah SWT menjelaskan Nabi
Luth AS yang meminta tolong kepada Allah SWT untuk menimpakakan
azab kepada kaumnya.

5) QS. Hud (11) ayat 78


Hubungan dengan ayat sebelumnya, yaitu Allah SWT menjelaskan
tentang Nabi Luth AS yang kedatangan tamu utusan Allah dan
merasakan dadanya sesak. Kemudian pada ayat 78 Allah SWT
menjelaskan kedatangan kaumnya karena mengetahui Nabi Luth AS
memiliki tamu dan menyeru untuk tidak mencemarkan nama beliau
didepan tamunya dengan menawarkan putri-putri negeri. Dan hubungan
dengan ayat sesudahnya yaitu Allah SWT menjelaskan keinginan kaum
Sodom hanyalah kepada laki-laki bukan kepada perempuan.

6) QS. An-Nisa (4) ayat 15-16


Hubungan dengan ayat sebelumnya, yaitu Allah SWT menjelaskan
tentang ancaman untuk orang yang durhaka kepada-Nya dan Rasul-Nya
serta melampaui batas akan dimasukkan kedalam neraka. Kemudian
pada ayat 15 dan 16 Allah SWT menjelaskan tentang perempuan yang
melakukan perbuatan keji yakni suka sesama jenis dan hukumannya.
Dan hubungan dengan ayat sesudahnya yaitu Allah SWT menjelaskan
untuk bertaubat bagi yang melakukan perbuatan keji.

e. Hadits tentang Penyimpangan Seksual


1. ( ‫ ) وروى‬: ‫ عن أبي موسى قال‬، ‫ عن ابن سيرين‬،‫ عن خالد الحذاء‬، ‫محمد بن عبد الرحمن‬
‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ قال رسول هللا‬- : " ‫ وإذا أتت المرأة‬، ‫إذا أتى الرجل الرجل فهما زانيان‬
‫ "المرأة فهما زانيتان‬.
Artinya: “(Dan dia meriwayatkan) Muhammad ibn Abd al-
Rahman, dari Khalid al-Zahta', dari Ibn Sirin, dari Abu Musa, :
Rasulullah SAW bersabda: “Jika seorang laki-laki mendatangi seorang
laki-laki maka mereka berzina, dan jika seorang perempuan mendatangi
seorang perempuan, maka keduanya berzina.”.” (HR. Al-Baihaqi)

2. ‫ع ْن ِع ْك ِر َم َة‬ َ ‫ع ْم ٍرو‬ َ ‫ع ْم ِرو ب ِْن أَبِي‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫يز ْب ُن ُم َح َّم ٍد‬ ِ ‫ع ْبد ُ ْالعَ ِز‬ َ ‫ع ْم ٍرو الس ََّّواقُ َحدَّثَنَا‬ َ ‫َحدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ ْب ُن‬
‫ع َم َل قَ ْو ِم لُو ٍط فَا ْقتُلُوا‬ ‫ل‬ُ ‫م‬ ‫ع‬
َ ََْ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ ‫ي‬ ‫ه‬ ‫و‬ ‫م‬ ُ ‫ت‬ ْ ‫د‬ ‫ج‬ ‫و‬ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ‫م‬ َّ ‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬ِ ‫ي‬ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬ َّ
‫ّٰللا‬ ‫ى‬ َّ ‫ل‬ ‫ص‬
َ ِ َّ
‫ّٰللا‬ ‫ل‬ُ ‫و‬ ‫س‬
ُ َ ‫ر‬ ‫ل‬
َ ‫ا‬ َ ‫ق‬ ‫ل‬َ ‫َّاس َقا‬
ٍ ‫عب‬ َ ‫ع ْن اب ِْن‬ َ
‫ف َهذَا‬ ُ ‫سى َوإِنَّ َما يُ ْع َر‬ َ
َ ‫ع ْن َجابِ ٍر َوأ ِبي ه َُري َْرة َ َقا َل أبُو عِي‬ َ َ ‫ْالفَا ِع َل َوال َمفعُو َل بِ ِه قَا َل َوفِي البَاب‬
ْ ْ ْ
َ‫سلَّ َم م ِْن َهذَا ْال َو ْج ِه َو َر َوى ُم َح َّمد ُ بْنُ إِ ْس َحق‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ُ‫ّٰللا‬ َّ ‫ص َّلى‬ َ ِ ‫ع ْن النَّ ِبي‬ َ ‫َّاس‬ ٍ ‫عب‬ َ ‫ع ْن اب ِْن‬ َ ‫ِيث‬ ُ ‫ْال َحد‬
َْ‫ع َملَ َق ْو ِم لُوطٍ َولَ ْم يَذْكُ ْر فِي ِه ْالقَتل‬ َ ‫ع ِم َل‬ ْ
َ ‫ع ْم ٍرو فَقَا َل َملعُو ٌن َمن‬ ْ َ ‫ع ْم ِرو ب ِْن أ ِبي‬ َ َ ‫عن‬ ْ َ َ‫َهذَا ْال َح ِديث‬
‫ع ْن سُ َهي ِْل ب ِْن أ َ ِبي‬ َ ‫اص ِم ب ِْن عُ َم َر‬ ِ ‫ع‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ِيث‬ ُ ‫ي َهذَا ْال َحد‬ َ ‫َوذَك ََر فِي ِه َم ْلعُو ٌن َم ْن أَت َى بَ ِهي َمةً َوقَدْ ُر ِو‬
ْ ْ
‫سل َم قا َل اقتلوا الفَاعِلَ َوال َمفعُو َل بِ ِه‬ ْ ُ ُ ْ َ َّ َ ‫عل ْي ِه َو‬ َ َ ُ‫ّٰللا‬ َّ ‫صلى‬ َّ َ ِ ‫ع ْن النَّبِي‬ َ َ ‫ع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة‬ َ ‫صالِحٍ َع ْن أَبِي ِه‬ َ
‫غ ْي َر‬ َ ‫ِح‬ ٍ ‫ل‬‫ا‬ ‫ص‬
َ ‫ي‬ ‫ب‬
ِ َ ‫أ‬ ‫ْن‬ِ ‫ب‬ ‫ْل‬
ِ ‫ي‬ ‫ه‬
َ ‫س‬
ُ ‫ن‬ْ ‫ع‬
َ ُ ‫ه‬ ‫ا‬ ‫و‬ َ َ ‫ر‬ ‫ًا‬ ‫د‬ ‫ح‬
َ َ ‫أ‬ ‫ف‬ ُ ‫ر‬ ِ ‫ع‬
ْ ‫ن‬
َ ‫َل‬ َ ‫و‬ َ ٌ
‫ل‬ ‫ا‬َ ‫ق‬‫م‬ َ ‫ه‬ِ ‫د‬ِ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫س‬ ْ ‫إ‬
ِ ‫ِي‬ ‫ف‬ ٌ
‫ِيث‬ ‫د‬ ‫ح‬
َ ‫ا‬ َ ‫ذ‬ ‫ه‬
َ ‫ى‬ ‫س‬
َ ‫ِي‬ ‫ع‬ ‫ُو‬ ‫ب‬َ ‫أ‬ َ‫ال‬ َ‫ق‬
‫ف أ َ ْه ُل ْالع ِْل ِم‬ َ َ ‫ل‬َ ‫ت‬ ‫خ‬ ْ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ه‬
َ ِ ِ‫ِ َ ِ حِ ظ‬ ْ
‫ف‬ ‫ل‬ ‫ب‬ ‫ق‬ ‫ِن‬ ْ ‫م‬ ‫ث‬ ِ َ ‫ِي‬ ‫د‬ ‫ح‬ ‫ال‬ْ ‫ِي‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ع‬
ُ َّ َ ُ َ َ ُ ‫ض‬ ‫ي‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ع‬ ُ‫ْن‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫اص‬ ‫ع‬ ‫و‬ ‫ي‬
ُ ِ َ َ ِ َُِ َ َُ ِ ِ ِ َ‫ر‬ ‫م‬ ‫ع‬ ْ
‫ال‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫ْن‬‫ب‬ ‫م‬ ‫اص‬ ‫ع‬
ِ ‫ِي‬ ‫ع‬ ‫ف‬
ِ ‫ا‬‫ش‬َّ ‫ال‬ ‫و‬ َ ‫ل‬
ٍ‫ِك‬ ‫ا‬‫م‬ َ ‫ل‬ُ ‫و‬
ْ َ ‫ق‬ ‫ا‬ َ ‫ذ‬ ‫ه‬
َ ‫و‬ َ ‫ن‬ْ ‫ْص‬ِ ‫ح‬ ‫ي‬
ُ ‫م‬ْ َ ‫ل‬ ‫و‬ ْ َ ‫أ‬ َ‫ن‬ ‫ص‬
َ ْ‫ح‬ َ ‫أ‬ ‫م‬
َ ‫ج‬
ْ ‫الر‬ َّ ‫ه‬ِ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ‫ن‬َّ َ ‫ض ُه ْم أ‬ ُ ‫فِي َح ِد اللُّوطِ ي ِ َف َرأَى بَ ْع‬
‫ِي‬ُّ ‫ي َو ِإب َْراهِي ُم ال َّن َخع‬ ُّ ‫سنُ ْال َبص ِْر‬ َ ‫ض أ َ ْه ِل ْالع ِْل ِم م ِْن فُقَ َهاءِ التَّا ِبعِينَ ِم ْن ُه ْم ْال َح‬ ُ ‫َوأَحْ َمدَ َو ِإ ْس َحقَ و قَا َل َب ْع‬
‫وف‬ ْ َ
َ ُ‫الزانِي َوه َُو قَ ْو ُل الث ْو ِري ِ َوأ ْه ِل الك‬ َّ َّ ُّ‫غي ُْرهُ ْم قَالوا َحدُّ اللوطِ ي ِ َحد‬ ُّ ُ َ ‫اح َو‬ ٍ َ‫طا ُء ْب ُن أَبِي َرب‬ َ ‫ع‬َ ‫َو‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Amr
As Sawwaq, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin
Muhammad dari Amru bin Abu Amr dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (yakni
melakukan homoseksual), maka bunuhlah pelaku dan korbannya." Ia
mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Jabir dan Abu
Hurairah. Abu Isa berkata; Sesungguhnya hadits ini hanya diketahui
dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari jalur ini,
namun Muhammad bin Ishaq meriwayatkan hadits ini dari Amr bin Abu
Amr, beliau bersabda: "Terlaknat orang yang melakukan perbuatan
kaum Nabi Luth." Dan ia tidak menyebutkan pembunuhan, ia
menyebutkan dalam hadits itu: "Terlaknat orang yang menggauli
binatang." Hadits ini juga telah diriwayatkan dari 'Ashim bin Umar dari
Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Bunuhlah orang yang
melakukan dan yang menjadi korbannya." Abu Isa berkata; Hadits ini
dalam isnadnya terdapat komentar dan kami tidak mengetahui
seseorang pun meriwayatkannya dari Suhail bin Abu Shalih selain
'Ashim bin Umar Al Umari sedangkan 'Ashim bin Umar didla'ifkan
dalam periwayatan hadits dari sisi hafalannya. Para ulama berselisih
tentang hukuman liwath (homoseksual), sebagian mereka berpendapat;
Bahwa ia harus dirajam baik sudah atau belum menikah, ini menjadi
pendapat Malik, Asy Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Sedangkan sebagian
ulama dari fuqaha tabi'in berpendapat di antaranya Al Hasan Al Bashri,
Ibrahim An Nakha'i, 'Atha` bin Abu Rabah dan selain mereka
berpendapat; Hukuman liwath seperti hukuman zina, ini menjadi
pendapat Ats Tsauri dan ulama Kufah. (HR. Tirmidzi)
3. ‫ع ْن‬ َ ‫ب‬ َّ ‫ع ْم ٍرو َم ْولَى ْال ُم‬
ِ ‫ط ِل‬ َ ‫ع ْم ُرو ْب ُن أ َ ِبي‬ َ ‫ع ِن اب ِْن ِإ ْس َحاقَ َقالَ َحدَّثَنَا‬ َ ‫وب َحدَّثَنَا أ َ ِبي‬ ُ ُ‫َحدَّثَنَا يَ ْعق‬
ْ‫سبَّ أَبَاهُ َم ْلعُو ٌن َمن‬ ْ ٌ
َ ‫سل َم َملعُون َمن‬ ْ َّ َ
َ ‫عل ْي ِه َو‬ َّ‫ّٰللا‬
َ ُ ‫صلى‬ َّ َّ‫ّٰللا‬ ُ
َ ِ ‫َّاس قا َل قا َل َرسُول‬ َ َ ٍ ‫عب‬ َ ‫ع ِن ا ْب ِن‬ َ َ‫ِع ْك ِر َمة‬
‫ع ْن‬ َ
َ ‫ون َم ْن كَ َّمهَ أ ْع َمى‬ ٌ ُ‫ض َملع‬ ْ ِ ‫وم اْل ْر‬َ ْ َ ‫غي ََّر ت ُ ُخ‬ َ ‫ون َم ْن‬ ٌ ُ‫ّٰللا َملع‬ ْ ِ َّ ‫سبَّ أ ُ َّمه ُ َملعُو ٌن َم ْن ذَبَ َح ِلغَي ِْر‬
ْ َ
َُّ ‫صلَّى‬
‫ّٰللا‬ َ ِ َّ
‫ّٰللا‬ ُ
‫ل‬ ‫و‬ ‫س‬ ‫ر‬
ُ َ َ ‫ا‬‫ه‬ َ ‫ل‬‫ا‬ َ ‫ق‬ ٍ‫وط‬ ُ ‫ل‬ ‫م‬ ‫و‬ َ ‫ق‬ ‫ل‬
ِْ َ ََ َ َِ َ ‫م‬ ‫ع‬ ‫ل‬‫م‬ ‫ع‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬ ٌ
‫ن‬ ‫و‬ ‫ع‬ ْ
‫ل‬ ‫م‬ ‫ة‬
ٍ ‫م‬
ُ َ َ َِ َ َ َ َ‫ي‬‫ه‬ ‫ب‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫ع‬ ‫ع‬ َ ‫ق‬‫و‬ ‫ن‬ْ ‫م‬ ٌ
‫ن‬ ‫و‬ ْ
ُ َ ِ ِ ‫ال‬
‫ع‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ق‬ ‫ي‬‫ر‬ َّ
‫ط‬
ُّ ً
‫ارا ث َ ًَلثا فِي اللوطِ يَّ ِة‬ ً ‫سل َم م َِر‬ َّ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ .
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ya'qub telah
menceritakan kepada kami ayahku dari Ibnu Ishaq, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami 'Amru bin Abu 'Amru mantan budak Al
Muththalib, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Terlaknatlah orang yang
mencaci ayahnya, terlaknatlah orang yang mencaci ibunya, terlaknatlah
orang yang menyembelih untuk selain Allah, terlaknatlah orang yang
merubah batas-batas tanah, terlaknatlah orang yang menyesatkan orang
buta dari jalan, terlaknatlah orang yang menyetubuhi binatang dan
terlaknatlah orang yang melakukan perbuatan kaum Luth." Beliau
mengucapkan berulang kali, tiga kali tentang liwat (perbuatan kaum
Luth (homosex). (HR. Ahmad No. 2764)

4. ‫ع ْم ٍرو‬ َ ‫ع ْم ِرو ب ِْن أَبِي‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫يز ْب ُن ُم َح َّم ٍد‬ِ ‫ع ْبد ُ ْالعَ ِز‬ َ ‫ي َحدَّثَنَا‬ ُّ ‫علِي ٍ النُّفَ ْي ِل‬
َ ‫ّٰللا ْب ُن ُم َح َّم ِد ْب ِن‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
ِ َّ ُ ‫ع ْبد‬
َ ‫سلَّ َم َم ْن َو َجدْت ُ ُموهُ َي ْع َم ُل‬
َ‫ع َمل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ِ َّ ‫َّاس َقا َل َقا َل َرسُو ُل‬
َ ‫ّٰللا‬ ٍ ‫عب‬ َ ‫ع ْن اب ِْن‬ َ َ‫ع ْن ِع ْك ِر َمة‬ َ
‫ع ْم ٍرو‬ َ
َ ‫ع ْم ِرو ب ِْن أبِي‬ َ ‫عن‬ْ َ َ
َ ‫اود َر َواهُ سُل ْي َما ُن ْب ُن بًِل ٍل‬ َ ْ ْ
ُ َ‫قَ ْو ِم لُوطٍ فَا ْقتُلُوا الفَا ِع َل َوال َمفعُو َل بِ ِه قَا َل أبُو د‬
ْ
َ ‫ع ْن ِإب َْراه‬
‫ِيم‬ َ ‫ْج‬ٍ ‫َّاس َرفَ َعهُ َو َر َواهُ ا ْب ُن ُج َري‬ ٍ ‫عب‬ َ ‫ع ْن اب ِْن‬ َ َ‫ع ْن ِع ْك ِر َمة‬ َ ‫ور‬ٍ ‫ص‬ ُ ‫عبَّاد ُ بْنُ َم ْن‬ َ ُ‫مِثْلَهُ َو َر َواه‬
ُ‫َرفَعَه‬ ‫َّاس‬
ٍ ‫عب‬َ ‫اب ِْن‬ ‫ع ْن‬َ َ‫ِع ْك ِر َمة‬ ‫ع ْن‬
َ ‫صي ِْن‬َ ‫ْال ُح‬ ‫ب ِْن‬ َ‫اود‬ ُ َ‫د‬ ‫ع ْن‬ َ .

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin


Muhammad bin Ali An Nufaili berkata, telah menceritakan kepada
kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Amru bin Abu Amru dari
Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Siapa yang kalian dapati sedang melakukan
perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah; pelaku dan objeknya”.” Abu
Dawud berkata, “Sulaiman bin Bilal meriwayatkannya dari Amru bin
Abu Amru seperti hadits tersebut. Dan Abbad bin Manshur
meriwayatkannya dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dan ia
memarfu'kannya. Ibnu Juraij meriwayatkannya dari Ibrahim, dari
Dawud Ibnul Hushain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dan ia
memarfu'kannya”.”

f. Kerangka Pembahasan
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an yang telah dikumpulkan di atas beserta
penjelasan konteks historis makiyah dan madaniyah, asbabun nuzul,
munasabah serta penafsiran para mufasir mengenai pohon zaitun, penulis
menemukan bahwa pesan Allah Swt dalam al-Qur’an tentang
penyimpangan seksual yang disampaikan secara bertahap sampai
membentuk suatu kerangka pembahasan yang sistematis. Dengan rincian
dan penjelasan sebagai berikut
1. QS. QS. Al-A’raf (7) ayat 80-81
Allah SWT mengutus Nabi Luth AS untuk kaum homoseksual

2. QS. An-Naml (27) ayat 54-55


Kaum Nabi Luth AS mengetahui bahwa yang dilakukan mereka adalah
perbuatan keji

3. QS. Asy-Syua’ra (26) ayat 165-166


kaum Nabi Luth memilih mendatangi laki-laki dibanding perempuan
terutama istri mereka

4. QS. Al-Ankabut (29) ayat 28-29


Allah mendatangkan Nabi Luth AS tamu dan kaumnya menginginkan
tamunya yang seorang lelaki
5. QS. Hud (11) ayat 78
kaum Nabi Luth membangkang dan menantang didatangkan azab Allah

6. QS. An-Nisa (4) ayat 15-16


7. Dua orang laki-laki yang melakukan perbuatan keji yang ganjil
(homoseksual)

g. Kesimpulan (titik temu penjelasan seluruh ayat Al-Qur’an tentang


Penyimpangan Seksual)
Pelaku penyimpangan seksual ini terjadi pada kaum Nabi Luth AS yang
menyukai sesama jenis. Ketika dilakukan munasabah ayat kaum Nabi Luth
AS yang diserukan untuk berhenti melakukan perbuatan penyimpangan
malah mengusir Nabi Luth AS karena dianggap sok suci dan mengganggu
kemudian Allah mengazab mereka.

3. Penyimpangan Seksual Menurut Pandangan Umum dan Al-Qur’an


Penyimpangan seksual adalah segala bentuk penyimpangan seksual,
baik arah, minat, maupun orientasi seksual. Penyimpangan adalah gangguan
atau kelainan. Sementara perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama
jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari
perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama.
Objek seksualnya juga bisa berupa orang lain, diri sendiri, maupun objek dalam
khayalan. Penyimpangan seksual merupakan salah satu bentuk perilaku yang
menyimpang karena melanggar norma-norma yang berlaku. Penyimpangan
seksual dapat juga diartikan sebagai bentuk perbuatan yang mengabaikan nilai
dan norma yang melanggar, bertentangan atau menyimpang dari aturan-aturan
hukum (Siska, 2016).
Al-Qur’an memberikan pedoman bagaimana merespons motif kepada
hubungan seks dengan cara-cara yang benar dalam bentuk-bentuk sebagai
berikut: Hubungan seks hanya dibenarkan bagi orang yang terikat oleh tali
perkawinan yang sah. Oleh karena itu, manusia yang sudah memenuhi syarat
dianjurkan untuk menikah atau diberi peluang untuk menjalani hidup dalam
ikatan pernikahan, sebagaimana yang diterangkan dalam surat An-Nur (24): 32
‫ضل ِِۗه‬ ‫صلِحِ يْنَ م ِْن ِع َبا ِدكُ ْم َواِ َم ۤا ِٕىكُ ِۗ ْم ا ِْن يَّكُ ْون ُ ْوا فُقَ َر ۤا َء يُ ْغنِ ِه ُم ه‬
ْ ُ‫ّٰللا‬
ْ َ‫مِن ف‬ ‫اَل َيامٰ ى ِم ْنكُ ْم َوال ه‬َ ْ ‫َوا َ ْن ِك ُحوا‬
‫ع ِل ْي ٌم‬
َ ‫ّٰللاُ َوا ِس ٌع‬
‫َو ه‬

Artinya: “Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara


kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Dalam keadaan tertentu, demi untuk menghindarkan diri dari tingkah
laku seks menyimpang, Al-Qur’an melarang mendekati hal-hal yang
merangsang perbuatan zina, seperti ditegaskan dalam QS. Al-Isra’(17): 32:
َ ‫س ۤا َء‬
‫سبِي ًًْل‬ َ ‫شةً َِۗو‬
َ ِ‫الز ٰن ٖٓى ِانَّهٗ َكانَ فَاح‬
ِ ‫َو ََل ت َ ْق َربُوا‬
Artinya: “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu
adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”

Al-Qur’an mengajarkan kepada kita cara menundukkan hawa nafsu. Al-


Qur’ān memerintahkan perempuan untuk menutup auratnya dan bagi laki-laki
hendaklah menunudukkan pandangannya. Mengenai perintah menutup aurat
bagi kaum perempuan ini dijelaskan dalam QS. Al-Ahzab (33): 59:
‫مِن َج ًَل ِب ْي ِب ِه ِۗ َّن ٰذلِكَ اَدْ ٰن ٖٓى ا َ ْن‬ َ َ‫س ۤاءِ ْال ُمؤْ ِم ِنيْنَ يُدْ ِنيْن‬
ْ ‫علَ ْي ِه َّن‬ َ ‫اجكَ َو َب ٰنتِكَ َو ِن‬ َ ِ ‫ي قُ ْل‬
ِ ‫َل ْز َو‬ ُّ ‫ٰ ٖٓياَيُّ َها ال َّن ِب‬
‫غفُ ْو ًرا َّرحِ ْي ًما‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ِۗ
‫يُّ ْع َر ْفنَ فَ ًَل يُؤْ ذَيْنَ َو َكانَ ه‬
Artinya: “Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar
mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Sedangkan perintah untuk menundukkan pandangan ‫ البصر غض‬ini


ditegaskan dalam QS. An-Nur (24): 30-31
َ ‫ار ِه ْم َويَ ْحفَظُ ْوا فُ ُر ْو َج ُه ِۗ ْم ٰذلِكَ ا َ ْز ٰكى لَ ُه ِۗ ْم ا َِّن ه‬
‫ّٰللا َخبِي ٌۢ ٌْر بِ َما‬ ِ ‫ص‬ َ ‫قُ ْل ل ِْل ُمؤْ ِمنِيْنَ يَغُض ُّْوا م ِْن ا َ ْب‬
‫ظ َه َر‬ ْ ‫اره َِّن َو َي ْحف‬
َ ‫َظنَ فُ ُر ْو َج ُه َّن َو ََل يُ ْب ِديْنَ ِز ْينَت َ ُه َّن ا ََِّل َما‬ ِ ‫ص‬َ ‫ضضْنَ م ِْن ا َ ْب‬ ُ ‫ت َي ْغ‬ ِ ‫صنَعُ ْونَ َوقُ ْل ل ِْل ُمؤْ مِ ٰن‬ْ ‫َي‬
... ‫مِ ْن َها‬
Artinya: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka
menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci
bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang mereka
perbuat. Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka
menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat”

Beberapa ayat yang disebutkan di atas merupakan langkah preventif


bagi manusia agar tidak terjerumus kepada perbuatan seks menyimpang.
Adapun bagi mereka yang sudah terlanjur melakukan penyimpangan seksual,
Al-Qur’an memberikan jalan keluar terakhir berupa taubat, seperti yang
dijelaskan dalm QS. At-Tahrim (66): 8
‫ص ْو ًح ِۗا‬ ِ ‫ٰيٖٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ت ُ ْوب ُْٖٓوا اِلَى ه‬
ُ َّ‫ّٰللا ت َْوبَةً ن‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah
dengan tobat yang semurni-murninya”

Bagi umat Islam, pengembalian keyakinan kepada Ilahi dengan


memperbaharui keyakinan akan adanya dosa dan kasih sayang Ilahi dalam
menerima taubat hambanya, merupakan sarana terapi yang paling baik untuk
mengembalikan kestabilan jiwanya dari goncangan kejiwaan dan krisis
spiritual yang pernah dialaminya.

Kesimpulan
Penyimpangan seksual adalah segala bentuk tingkah laku seksual yang tidak
sesuai dengan norma, aturan dan ketentuan yang ada. Dan bentuk-bentuk
penyimpangan seksualidapat diartikan segala aktivitas pelampiasan naluri seksual yang
dilakukan dengan jalan yang tidak sewajarnya. Kemudian penyimpangan seksual
disebutkan lima kali dalam tujuh ayat al-Qur’an, yaitu tiga kali disebutkan dengan kata
fahisyah, satu kali disebutkan dengan kata dzikraani dan satu kali dengan kata sayyiaat
yang tersebar ke dalam enam surah al-Qur’an. Lalu dari enam ayat al-Qur’an yang
menjelaskan tentang pohon zaitun diketahui ada lima ayat yang tergolong dalam surah
makiyyah dengan urutan sebagai berikut: surah Al-A’raf (7): 80-81, surah Asy-Syua’ra
(26): 165-166, surah Al-Naml (27): 25-55, surah Al-Ankabut (29): 28-29, dan surah
Hud (11): 78. Dan surah madaniyah yakni surah An-Nisa (4): 15-16. Pelaku
penyimpangan seksual ini terjadi pada kaum Nabi Luth AS yang menyukai sesama
jenis. Ketika dilakukan munasabah ayat kaum Nabi Luth AS yang diserukan untuk
berhenti melakukan perbuatan penyimpangan malah mengusir Nabi Luth AS karena
dianggap sok suci dan mengganggu kemudian Allah mengazab mereka. Penyimpangan
seksual dapat dicegah dengan menikah, tidak mendekati zina (pacaran), menutup aurat
dan menundukkan pandangan, dan bertaubat jika sudah terlanjur melakukan.

Daftar Pustaka
Lutfiyah. (2021). Penyimpangan Seksual Menurut Pandangan Sayyid Qutb Dalam
Tafsir Fi Zilal Al – Qur’an. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Maimunah, S. (2018). Pandangan Al-Quran Tentang Homoseksualitas (Kajian Tafsir
Tematik). Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Adz-Dzahabi, I. (2007). Maktabah Al-Malik Fahd Al-Wathaniyyah. Al-Kabāir.
Terjemahan: Abu Zufar Imtihan Asy-Syafi’i. Pustaka Arafah, Solo.
Rahman, A. (2020). Penyimpangan Seksual Pada Kisah Nabi Luth As Dalam Al-
Qur’an (Dalam Tafsir Ruhul Ma’ani). Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati Bandung
Gufron Fatoni (2017), “Penyimpangan Seksual Dalam Pandangan Al-Qur’an (Studi
Analisis Tafsir Al-Munir)”, Universitasa Islam Negeri Raden Intan Lampung
Yanggo, H.T, (2018). Penyimpangan Seksual (Lgbt) Dalam Pandangan Hukum
Islam. Jurnal Misykat, Vol. 03, No. 02.
Syukkur, A. (2020). Metode Tafsir al-Qur‟an Komprehensif Perspektif Abdul Hay
al-Farmawi. El-Furqania: Jurnal Ushuluddin Dan Ilmu-Ilmu Keislaman, 6 (1)
Alusi, Abu al Sana Shihab al Dina al Sayyid Mahmud. (2001). Al. Ruh Al Maani Fi
Tafsir Al Quran Al Azhim wa Al sab'al masani. Beirut: Dar al-kutub al-
Ilmiyah, 2001.
Quthb, S. (1993). Tafsir Fi Zhilal Al-Qur’an, jilid IV, Kairo: Dar al-Syuruq
Al-Maraghi, A.M. (1986). Tafsir al-Maraghi. (Semarang: CV. Toha Putra Semarang).
Sulistiani, S.L. (2016). Kejahatan dan Penyimpangan Seksual dalam Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia, Bandung: Penerbit Nuansa Aulia
Tim Penyusun Kamus. (1995). Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
J. P. Chaplin. (2004). Kamus Lengkap Biologi, terjemahan. Kartini Kartono, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Kartono, K. (2009). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual (Bandung: CV.
Mandarr Maju).
Siska Lis Sulistiani, (2016). Kejahatan dan Penyimpangan Seksual dalam Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia, Bandung: Penerbit Nuansa Aulia.

Anda mungkin juga menyukai