Anda di halaman 1dari 13

WASATHIYYAH DALAM TAUHID

“Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Moderasi Beragama”
Dosen Pengampu :
Dr. H. Ali Masrur Tjondro, M.Ag.

Disusun oleh kelompok 7 :

Luthfi Miftahul Anwar (1211030094)


Wahyu Firmansyah (1201030204)

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDIN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022/2023

i
Kata Pengantar

Dengan mengucap hamdallah, tugas dan kewajiban kami akhirnya terselesaikan sebagai
manusia yang haus akan ilmu dan ini tidak lepas dari nikmat Allah SWT yang paripurna selalu
mengalir tiada henti, maka oleh sebab itu, dengan secara utuh bersama kita memanjatkan puji
syukur kepada Allah SWT atas kehadiratnya. Selanjutnya shalawat beriring salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar, Al-Amin, Nabi Muhammad ‫ﷺ‬ sebab berkat
perjuangan beliau dan para sahabat agama Islam bisa tersebar hingga ke penjuru dunia sampai

Ucapan terimakasih juga tak lupa dihaturkan penulis kepada dosen pengajar yang tak
pernah bosan memandu kami dalam mata kuliah Moderasi Beragama serta saudara sejawat
sekalian yang tak hentinya melantunkan semangat dan do’a supaya cepat rampung tepat pada
waktunya makalah kamu.

Kesadaran adanya kekurangan pada makalah yang disusun ini membuat penulis berharap
saudara sejawat dan pengajar berkenan memberikan saran membangun supaya dimasa hadapan
penulis dapat membuat tulisannya menjadi lebih apik dengan terus belajar dari kesalahan sebab
sejatinya kekurangan itu ada pada tiap-tiap manusia,

Bandung, 10 November 2022

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................2
1. Sikap Kaum
Yahudi………………………………………………………………………………………
…2
2. Sikap Kaum
Nasrani……………………………………………………………………………………
……2
3. Sikap Kaum
Muslimin……………………………………………………………………………………
…3
4. Konsep Iman dalam Al-
Qur’an…………………………………………………………………………..…4

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................7


Kesimpulan....................................................................................................................................7

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang yang mencermati Kitabullah Tabaraka wa Ta’ala, dakwah para Rasul,
beserta apa yang diturunkan kepada mereka dalam bentuk Kitab-kitab akan mendapat
suatu hakikat, hakikat itu diterapkan oleh Rasul dan semua kitab Samawi menurunkan hal
itu. Hakikat yang dimaksud adalah dakwah yang mentauhidkan Allah dan beribadah
kepada-Nya semata. Inilah pondasi risalah dan tiang pancangnya, dan ini pula sisi
persamaan antara semua risalah tersebut meski dalam syariat dan manhaj terjadi
perbedaan. Sebab tidaklah seorang Nabi diutus dan tidaklah sebuah Kitab diturunkan
kecuali seruan pertama yang dibawa adalah mentauhidkan Allah ‫ﷻ‬.
Setiap Nabi alaihi salam mengabarkan bahwa mereka adalah muslim yang
menyeru kaumnya kepada Islam, karena itu adalah agama yang haq dan yang diterima
oleh Allah SWT. Dakwah mereka satu, yakni dakwah kepada tauhid dan mengesakan
peribadatan hanya kepada-Nya. Atas dasar inilah para Rasul dan kaum muslimin dari
umat mereka berjalan, namun kaumnya setelah itu mengubah dan mengganti ajaran
tauhid, mendistorsi, dan memasukkan ke dalam agama Allah apa-apa yang tidak
diizinkan-Nya.
Diantara umat yang paling banyak menyimpang dan sesat adalah umat Yahudi
dan Nashrani. Dua umat itu didominasi dengan sikap abai, tak peduli, acuh, berlebih-
lebihan, dan ekstrem. Adapun kaum muslimin, mereka mengikuti para Rasul sehingga
mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus.

B. Rumusan Masalah
1. Sikap Kaum Yahudi
2. Sikap Kaum Nashrani
3. Sikap Kaum Muslimin
4. Konsep Iman dalam Al-Qur’an

C. Tujuan
1. Mengetahui sikap kaum Yahudi
2. Mengetahui sikap kaum Nashrani
3. Mengetahui sikap kaum Muslimin
4. Mengetahui konsep iman dalam Al-Qur’an

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sikap Kaum Yahudi
Kaum Yahudi sangat dominan dengan sikap abai, memiliki sisi ekstrem, tak
peduli, namun kemungkinan yang paling menonjol adalah sikap acuh (tafrith) dan
lalainya yang dibagi dalam dua perkara. Pertama, sikap mereka mengambil sekutu-
sekutu bagi Allah SWT dan penyembahan berhala-berhala. Kaum Yahudi sesungguhnya
telah diselamatkan oleh Allah dari Fir’aun dan bala tentaranya dengan menyebrangi
lautan luas bersama Nabi Musa AS.
Namun dalam perjalan berikutnya mereka bertemu kaum yang menyembah
berhala dan kemudian tertarik terhadap animisme dan menuntut Nabi Musa untuk
membuat mereka semisal dengannya. Dan yang terjadi adalah Nabi Musa justru menolak
mereka dan menjelaskan kepada mereka bahwa itu adalah sebuah kesesatan dan
kebathilan, dan yang satu-satunya ilah yang haq adalah Allah yang telah memuliakan
mereka atas hamba-hamba-Nya di alam semesta.
Sikap mereka mengambil anak lembu (sebagai tuhan) pada zaman Nabi Musa.
Nasehat Musa, peringatannya dan wejangannya belum menyentuh hati kaum tersebut dan
telinga mereka pun menangkapnya. Maka setelah Nabi Musa meninggalkan mereka dan
pergi bermunajat kepada Tuhannya, mereka pun mengambil Anak Lembu sebagai tuhan
selain Allah, setelah kepergian Nabi Musa.
Allah berfirman
ۘ ‫َواتَّ َخ َذ قَوْ ُم ُموْ ٰسى ِم ۢ ْن بَ ْع ِد ٖه ِم ْن ُحلِيِّ ِه ْم ِعجْ اًل َج َسدًا لَّهٗ ُخ َوا ۗ ٌر اَلَ ْم يَ َروْ ا اَنَّهٗ اَل يُ َكلِّ ُمهُ ْم َواَل يَ ْه ِد ْي ِه ْم َسبِ ْياًل‬

َ‫اِتَّخَ ُذوْ هُ َو َكانُوْ ا ٰظلِ ِم ْين‬


Artinya: Kaum Musa, setelah kepergian (Musa ke Gunung Sinai), membuat
(sembahan berupa) patung anak sapi yang bertubuh dan dapat melenguh (bersuara) dari
perhiasan emas mereka. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa (patung) anak sapi itu
tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan
(kebaikan) kepada mereka? (Bahkan,) mereka menjadikannya (sebagai sembahan).
Mereka adalah orang-orang zalim.
Kemudian Allah SWT menjelaskan lanjutan mengenai siapa yang bertanggung
jawab atas tersesatnya mereka, yang menjadikan anak lembu sebagai Tuhan dalam Q.S
Thaha ayat 85-88. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa yang membuat patung anak
lembu bagi mereka adalah Samiri. Dalam Perjanjian Lama, terdapat isyarat-isyarat yang
banyak sekali tentang penghambaan mereka terhadap berhala-berhala dan patung-patung
di antaranya:
1. Apa yang tercantum dalam kitab raja-raja dua, tentang orang-orang yang kembali
menyembah lembu pada masa Rehabeam," raja Yehuda maka raja membuat dua anak
lembu jantan dari emas dan ia berkata kepada mereka, "Sudah cukup lamanya kamu
pergi ke Yerusalem. Hai Israel, lihatlah sekarang allah-allahmu, yang

5
telah  menuntun  engkau keluar dari tanah Mesir." Lalu ia menaruh lembu yang satu
di Betel dan yang lain di tempatkannya di Dan"
2. Mereka menyembah ular dan beberapa patung lainnya; dalam Kitab Raja-raja dua
tentang raja Israel, Hizkia, yang disebutkan telah, "Dialah yang menjauhkan bukit-
bukit pengorbanan dan yang meremukkan ng-tugu berhala dan yang menebang
tiang-tiang berhala dan yang menghancurkan ular tembaga yang dibuat Musa, sebab
sampai pada masa itu orang Israel memang masih membakar korban bagi ular itu
yang namanya disebut  Nehustan..."

Kemudian, perkara Kedua yaitu pernyataan mereka tentang at-tasybih (penyerupaan)


dan pensifatan Khaliq yang menyerupai dengan sifat-sifat makhluk, maka hal ini sangat
masyhur terjadi pada mereka sehingga Syahrastani menganggapnya sebagai tabiat yang
lazim bagi mereka. Mereka sangat berlebihan dalam menyerupakan Allah dengan
makhluk dan mensifatkan kepada Allah sifat-sifat kekurangan yang tidak pantas kecuali
hanya untuk makhluk dan merupakan kekhususan yang menjadi cirri khas untuk
makhluk.
Al-Qur'an yang mulia telah merekam sebagian dari gambaran tersebut atas
mereka dan kitab yang ada di tangan mereka telah mengeluarkan banyak dari fakta
tersebut. Kami akan menyebutkan berikut ini beberapa contoh dari pernyataan mereka
yang menyerupakan Khaliq Allah dengan makhluk-Nya:
1. Mereka mensifati Allah dengan kefakiran. (QS. Ali Imran: 181)
2. Mereka mensifati Allah SWT bahwa kedua tangan-Nya terbelenggu (QS. Al-Maidah:
64)
3. Mereka mensifati Allah SWT dengan bersedih dan menyesali perbuatan-perbuatan-
Nya Maha Tinggi Allah dari sifat tersebut setinggi-tingginya.
4. Mereka mensifati Allah SWT dengan kepayahan dan istirahat.
5. Mereka mengatakan “bahwa Dia adalah manusia dan berduel dengan Ya’qub AS
hingga terbit fajar”
6. Mereka mensifati Tuhan bahwa dia tidah tahu perkara ghaib, membutuhkan tanda-
tanda untuk membedakan Bani Israel dengan orang-orang yang selain mereka,
sehingga darah diletakkan di rumah-rumah Bani Israel sebagai tanda, untuk
membedakannya dengan rumah-rumah orang Mesir, agar Dia tidak
menghancurkan mereka.
7. Mereka menisbatkan kepada Tuhan memiliki banyak anak sebagaimana makhluk
yang memiliki banyak anak

B. Sikap Kaum Nasrani


Kaum Nasrani dalam bab ini telah tersesat dengan kesesatan yang jauh
Kemungkinan tidak ada umat lain yang lebih sesat dalam agamanya, tuhannya dan
sembahannya, dibanding sesatnya orang-orang yang menyatakan. "Sesungguhnya kami
adalah Nasrani." Tidak aneh memang, karena sifat yang paling menonjol dari mereka
adalah kesesatan, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah tentang hal itu dalam
sabdanya, "Sesungguhnya Yahudi dimurkai dan sesungguhnya Nasrani sesat."
Hal itu disabdakan oleh beliau untuk menafsirkan firman Allah 5. "Bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (Al-Fatihah:7)

6
Bisa jadi yang paling besar kesesatan mereka dalam bab tentang tauhid
(pengesaan) Allah dan sifat-sifat-Nya, disebabkan oleh fakta bahwa sesungguhnya
mereka:
1. Telah menyerupakan makhluk dengan Khaliq (pencipta) dan menyematkan
kepadanya sifat-sifat dan karakter-karakter yang tidak pantas dimiliki kecuali oleh
Allah semata-mata dan tidak akan benar penisbatannya kecuali hanya untuk Allah.
Mereka mensifati makhluk dengan sifat-sifat Khaliq yang khusus untuk-Nya sehingga
mereka berkata, "Sesungguhnya dia (Al-Masih) menciptakan, memberi rezeki,
mengampuni, menyayangi dengan rahmat, memberikan taubat atas Khaliq,
memberikan pahala dan menghukum dengan hukuman." Sesungguhnya semua sifat-
sifat tersebut adalah sifat-sifat khusus dalam Rububiyah dan sifat-sifat uluhiyyah yang
tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah.
Hal itu terjadi karena umat yang sesat ini menjadikan Isa Al-Masih
Alaihissalam sebagai Allah. Sebagaimana Allah menyebutkan pernyataan mereka ini
dan kekufuran mereka karenanya, "Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang
berkata, "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam." (Al-Maa'idah: 17)
Namun terkadang mereka menjadikannya sebagai anak Allah. Mahasuci dan
Tinggi Dia dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang batil. Dan Namun
terkadang mereka menjadikannya sebagai sekutu Allah dan salah satu bagian dari tiga
oknum yang Tuhan terbentuk darinya, sebagaimana Allah menyebutkan pernyataan
mereka ini dan kekufuran mereka karenanya juga, "Sesungguhnya kafirlah orang-
orang yang mengatakan, 'Bahwa Allah salah seorang dari yang tiga, padahal sekali-
kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari
apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan
ditimpa siksaan yang pedih." (Al-Maa'idah: 73)
Maka mereka pun menuhankan Isa dan menjadikannya sekutu bagi Allah,
mereka menyembahnya selain-Nya. Bahkan mereka mensifatkannya dengan sifat-
sifat khusus uluhiyyah dan Rububiyyah, seperti: penciptaan, memberi rezeki,
menghidupkan dan mematikan. Dengan demikian mereka lebih jauh kesesatannya
dibandingkan para penyembah berhala yang berkata tentang sembahan-sembahan
mereka
Mereka juga tidak mensifatkan-Nya dengan sifat-sifat khusus Rububiyyah,
seperti; Penciptaan, dan memberi rezeki, dan lain-lain. Bahkan mereka telah berikrar
dan menetapkan bahwa sifat-sifat tersebut semua hanya milik Allah semata-mata.
Jika orang-orang Nasrani ditanya tentang sesuatu dari perkara tersebut, mereka akan
menjawab, "Al-Masih". Dengan demikian menurut mereka Al-Masih adalah tuhan
yang menciptakan, menghidupkan dan mematikan, pengutus para Rasul, dan penurun
Kitab.
Imam Ibnul Qayyim mengkisahkan tentang mereka bahwa mereka berkata,
"bukanlah Al-Masih menurut tiga sekte kami seperti itu, dia bukan Nabi dan bukan
hamba saleh. Namun dia adalah tuhan para nabi, yang menciptakan mereka,
membangkitkan mereka, mengutus mereka, menolong mereka, mendukung mereka,
dan Tuhan para malaikat."
Seorang uskup mereka telah mengirim surat kepada Abu Ubaidah A Khazraji
yang terang-terangan mencantumkan ketuhanan Isa Al-Masih dan bahwa dia yang
menciptakan langit-langit dan bumi, "Amma badu. Segala puji bagi Allah yang telah

7
menunjukkan kami hidayah kepada agama Nys, mendukung kami dengan tangan
kanan-Nya, telah memuliakan kan secara khusus dengan anak-Nya dan buah hati-
Nya, menjulurkan kepada kami rahmat-Nya dengan penyaliban Al-Masih tuhan kami,
yang telah menciptakan langit-langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya
dan yang telah membekali kami dengan darahnya yang suci dan telah melindungi
kami dari azab jahannam..."
Kemudian dia menyatakan kepada Abu Ubaidah Al-Khazraji, sera
mengajaknya untuk mengimani ketuhanan Isa Al-Masih sebagai pencipta
"Sesungguhnya akidah-akidah kalian sangat indah, pada kalian ada sikap adil yang
sangat banyak pada pokok agama kalian dan ada kebaikan yang komprehensif.
Seandainya kalian beriman kepada Al-Masih dan kalian katakan, sesungguhnya dia
adalah Allah yang menciptakan langit-langt dan bumi, maka iman kalian pasti
sempurna."
Demikianlah kita menyaksikan kaum Nasrani menggambarkan Al Masih
Alaihissalam dengan sifat-sifat yang khusus bagi Tuhan semesta alam Allah. Perkara
tersebut merupakan sikap unik tersendiri kaum Nasranidi antara penghuni alam
semesta. Bahkan mereka tidak berhenti hanya pada Al-Masih semata, mereka juga
mensifatkan kepada sebagian makhluk dengan sifat-sifat Allah. Mereka menjadikan
Maryam sebagai tuhan, karena dia adalah ibu tuhan menurut asumsi mereka. Mereka
mensifatinya sedang duduk di atas Arsy bersama Allah. Mereka berdoa
memohon kepadanya permohonan yang sebetulnya tidak diminta kecuali kepada-Nya
semata.

2. Di antara kesesatan mereka dalam pembahasan ini adalah, mereka mencaci Pencipta -
(Allah) -dan mencap-Nya dengan kekurangan. Hal itu terjadi dari dua sisi:
Pertama: Pernyataan mereka bahwa Allah mengambil seorang anak, dimana
mereka berkata, "Al-Masih adalah anak Allah, sebagaimana Allah berfirman, "Dan
orang-orang Nasrani berkata, Al Masih itu putera Allah". (At-Taubah: 30).
Sementara Allah mensucikan Diri-Nya dari sikap mengambil pendamping dan
anak. Allah berfirman, "Mereka (orang-orang kafir) berkata, Allah mempunyai anak.
Mahasuci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan
Allah; Semua tunduk kepada-Nya." (Al-Baqarah: 116)
Dan Allah berfirman, "Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah
mengambil (mempunyai) anak. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu
perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan
bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang
Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah
mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali
akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba." (Maryam:
88-93)
Dengan demikian Allah mengingkari pernyataan mereka dan mensucikan Diri-
Nya dari memiliki anak. Kemudian dalam ayat lain, Allah menjelaskan bahwa anak
biologis itu tidak mungkin ada tanpa ada pasangan, sementara Allah tidak memiliki
pasangan, Allah berfirman, "Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia
mempunyai anak padahal Dids tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala
sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu." (Al-An'am: 101).

8
Ibnu Katsir dalam penafsiran ayat tersebut berkata, "Bagaimana mangkin Dia
memiliki anak, sementara Dia tidak memiliki pasangan? The anak itu ada karena
terlahir dari dua jenis yang sepadan, sementara Allah tidak ada padanan-Nya dan
tidak ada yang serupa dengan-Nya dari makhluk-Nya; karena Dia adalah Pencipta
segala sesuatu, maka Dia tidak nemiliki pasangan dan anak..."
Dalam hadits Qudsi Allah telah menjelaskan bahwa siapa yang menisbatkan
kepada-Nya kebijakan mengambil anak, maka dia telah mencaci-Nya dan mencela-
Nya dengan pernyataan seperti itu. Dalam hadis shahih disebutkan, "Dari Ibnu Abbas
dari Nabi bersabda, 'Allah berfirman, 'anak Adam telah mendustai-Ku, padahal sikap
itu tidak boleh terjadi padanya, dan dia juga mencaci-Ku padahal sikap itu tidak boleh
terjadi padanya. Adapun pendustaan terhadap-Ku, adalah persangkaannya bahwa Aku
tidak mampu mengembalikan mereka sebagaimana adanya. sebelumnya. Sementara
caciannya terhadap Diri-Ku, adalah pernyataannya bahwa Aku memiliki anak,
Mahasuci Diri-Ku dari mengambil pasangan (istri) atau anak."
Kedua: Persangkaan mereka bahwa sesungguhnya Allah -Mahatinggi Allah
setinggi-tingginya dari pernyataan mereka- turun dari langit, berinkarnasi pada Ruh
Qudus, kemudian menjadi manusia, dikandung dan dilahirkan dari Maryam Perawan,
kemudian dibunuh dan disalib."
Pastor Gothi dalam suratnya kepada Abu Ubaidah Al-Khazraji menjelaskan di
dalamnya tentang madzhabnya, "Kemudian Dia turun dengan Zat-Nya dari langit,
dan melekat pada rahim Maryam Perawan Suci, Ibu Cahaya. Kemudian dia
mengambil tirai untuk Diri-Nya darinya, sebagaimana telah ada sebelumnya dalam
hikmah-Nya..."
Imam Ibnul Qayyim berkata,"Sesungguhnya umat ini yaitu kaum Nasrani- telah
melanggar dua pelanggaran besar yang tidak mungkin disepakati dan diridhai oleh
orang yang memiliki akal dan pengetahuan:
a. Pertama: Mereka bertindak ekstrem dalam perihal makhluk, sehingga mereka
menjadikannya sekutu bagi Pencipta dan bagian dari-Nya, tuhan lain bersama-
Nya dan telah menegasikan status makhluk sebagai hamba bagi-Nya
b. Kedua: Tuduhan kekurangan terhadap Khaliq (Pencipta), mencaci-Nya dan
menuduh-Nya dengan kekejian-kekejian yang dahsyat; dimana mereka
menganggap-Mahatinggi Allah setinggi-tingginya dari pernyataan mereka.
bahwa Allah turun dari Arsy tempat keagungan-Nya, dan Dia masuk ke dalam
kemaluan wanita, dan berdiam dalam rahimnya selama sembilan bulan,
kelimpungan antara air kencing, darah dan an-najw (kotoran) dibungkus oleh
placenta, rahim dan perut besar, kemudian dia keluar dari tempat dia masuk,
menyusui ketika bayi dan menghisap payudara...kemudian dia ditempeleng
kedua pipinya oleh kaum Yahudi, mereka mengikat kedua tangannya,
meludahi wajahnya dan memukul jidatnya, menyalibnya terang. terangan
bersama dua pencuri, mengalungkannya karangan bunga yang penuh dengan
duri, merantai kedua tangan dan kedua kakinya, meracuninya dengan racun
yang menyebar ke seluruh tubuh sepedih-pedihnya. Itulah tuhan haq yang di
tangannya tunduk seluruh alam, dan dialah yang disembah dan kepadanya
sujud seluruh makhluk. Demi Allah sesungguhnya ini adalah bentuk cacian
kepada Allah yang tidak pernah dituduhkan oleh seorang pun dari manusia
sebelum mereka dan sesudah mereka...."

9
Dan disebutkan dari Umar bin Khaththab a bahwa dia berkata tentang mereka,
"hinakanlah mereka, namun janganlah menzalimi mereka. Sesungguhnya
mereka telah mencaci Allah dengan cacian yang tidak pernah dituduhkan oleh
seorang pun dari manusia."

C. Sikap Kaum Muslimin


Adapun umat Islam, maka pendapat mereka dalam bab ini adalah apa yang
disampaikan oleh para Rasul seperti tauhid mengesakan Allah, dan mengesakan-Nya
dalam ibadah. Umat Islam beriman bahwa tidak ada ilah selain Allah semata-mata dan
tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada sembahan selain-Nya dan tidak ada tuhan
selain-Nya. Dia adalah Tuhan semesta alam dan Pencipta alam dan mengaturnya,
"Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan
semesta alam." (Al-A'raf: 54)
Mereka mensucikan Allah dari segala macam sekutu, dari mengambil ami dan
anak-anak, sebagai pembenaran terhadap firman Allah tentang dri-Nya sendiri,
‫ْض ُسب ْٰحنَ هّٰللا ِ َع َّما‬ ٰ َ َ‫َب ُكلُّ اِ ٰل ۢ ٍه بِ َما َخل‬
ُ ‫ق َولَ َعاَل بَ ْع‬
ٍ ۗ ‫ضهُ ْم عَلى بَع‬
‫هّٰللا‬
َ ‫َما اتَّخَ َذ ُ ِم ْن َّولَ ٍد َّو َما َكانَ َم َعهٗ ِم ْن اِ ٰل ٍه اِ ًذا لَّ َذه‬
ۙ َ‫صفُوْ ن‬
ِ َ‫ي‬
Artinya: Allah tidak mengangkat anak dan tidak ada tuhan (yang lain) bersama-
Nya. Jika demikian, niscaya setiap tuhan itu akan membawa apa (makhluk) yang
diciptakannya dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain.
Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,
Dan firman-Nya, "Katakanlah, 'Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia." (Al-Ikhlas: 1-4)
Umat Islam mensifati Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan dan ketinggian, dan
mensucikan-Nya dari segala sifat kekurangan, sebagaimana mereka juga mensucikan-
Nya dari sesuatu yang menyamai-Nya dengan makhluk-makhluk-Nya dalam salah satu
sifat dari sifat-sifat-Nya. Mereka tidak memberikan sifat apapun kepada Allah kecuali
sifat yang disifatkan oleh Allah sendiri kepada diri-Nya atau disifatkan oleh para Rasul-
Nya
Shalawatullah wa salamuhu Alaihim ajma'in tanpa penonaktifan da penyerupaan
bagi-Nya. Mereka tidak menyerupakan Allah dengan sesuat pun dari makhluk-Nya baik
dalam Zat-Nya dan tidak pula sifat-Nya. sebagaimana dilakukan oleh kaum Yahudi,
bahkan mereka menyataka "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah
yang Mah Mendengar dan Melihat." (Asy-Syura: 11)
Mereka pun tidak menyerupakan sesuatu pun dari makhluk-N dengan-Nya baik
dalam Dzat-Nya dan tidak pula sifat-Nya. Mereka tidak membuat bagi-Nya penyaing,
sekutu, penyerupa, partner dalam s dari karakter-karakter uluhiyyah dan Rububiyyah-
sebagaimana dilakukan oleh kaum Nasrani. Bahkan mereka mensucikan Allah dari
penyerupa penanding, penyaing, dan sekutu." Sesuatupun
Bila Anda mengamati surah Al-Ikhlas, Anda akan menemukan di dalamnya ada
sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah, yaitu bahwa Dia Sendin semata-mata yang
memilikinya tanpa lain-Nya.

10
Dalam surah ini, Allah mensifati Diri-Nya bahwa Dia Esa dan Tempa Bergantung
semata-mata. Dua sifat ini menunjukkan atas sifat-sifat yang dimiliki Allah dalam
kesempurnaan yang mutlak.Abu Hurairah menyebutkan tentang makna Ash-Shamad,
"Bahwa sesungguhnya Allah Mahakaya dan tidak membutuhkan seorang pun dan setiap
orang membutuhkan-Nya."
Lewat pernyataan Abu Hurairah tentang makna Ash-Shamad ini, ada dalil yang
menunjukkan atas penetapan dan pensucian. Penetapan terjadi dengan pensifatan Allah
bahwa Dia adalah tempat bergantung kepada-Nya segala sesuatu, yaitu; kembali kepada-
Nya dalam segala urusan. Hal itu dikarenakan Dialah sesungguhnya yang bersifat dengan
segala sifat-sifat kesempurnaan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, Maha Melaksanakan
apa yang dikehendaki-Nya, di Tangan-Nya lah segala penciptaan, urusan dan balasan.
Tidak ada kekuatan lain selain Allah, kecuali dengan penguasaan dari-Nya, bila Dia
berkehendak, Dia akan melestarikannya, dan kapanpun Dia berkehendak, Dia pasti dapat
merampasnya. Dengan demikian tempat merujuk dan kembali adalah kepada Allah.
Adapun dalam pensucian, yaitu dengan mensifati Allah bahwa Dia Mahakaya dan
tidak butuh kepada segala sesuatu. Dengan demikian, Allah tidak membutuhkan bentuk
apapu dari bantuan, tidak pada wujud-Nya karena Dia Maha Awal tidak ada sebelum-
Nya sesuatu pun, Dia yang tidak pernah melahirkan dan tidak pula dilahirkan, dan tidak
pula bantuan pada kekekalan-Nya, karena Dia yang Maha Memberi makanan, dan tidak
pula pada perbuatan-perbuatan-Nya sehingga tidak butuh kepada sekutu dan pendukung.
Allah berfirman, "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedik pun dari mereka dan
Aku tidak menghendaki supaya mereka memberika makan. Sesungguhnya Allah Dialah
Maha Pemberi rezeki, Yang mempuny Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (Adz-Dzariyat: 56-
58)
Sesungguhnya Yang Maha Esa, Dia yang tidak memiliki pesaing yang menyamai-
Nya dan tidak pula memiliki rival dan penyerupa, sehingga Du tidak mungkin memiliki
istri, karena berkembang biak terjadi dari dua pihak Allah berfirman, "Dia Pencipta
langit dan bumi. Bagaimana Dia mempuny anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia
menciptakan segala sesuat dan Dia mengetahui segala sesuatu." (Al-An'am: 101)
Dan dalam firman-Nya, "Katakanlah, 'Dialah Allah, Yang Maha Esa Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (Al-Ikhlash: 1-
4)
Dalam firman tersebut terdapat kebijakan perampasan dari makhluk segala
kesetaraan dan persamaannya dengan Al-Khaliq. Dan, seperti itu pula firman Allah,
"Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap
dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan
mereka." (Al-An'am: 1), yaitu mereka menyamakan selain-Nya dengan-Nya sehingga
mereka mebuat bag Allah sekutu yang setara dengan-Nya dari makhluk-Nya.
Allah berfirman, "Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa apa yang
ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Día (yang patut
disembah)?" (Maryam: 65)
Yaitu tidak ada sesuatu yang menandingi-Nya dalam kemuliaan, dan tidak ada
pula sekutu, pesaing, rival, dan penyerupa yang menyamai-Nya Maka Allah mengingkari

11
penyamaan dan penyerupaan. Dengan demikian jelaslah bahwa pensucian Allah dari
segala cacat dan kekurangan adalah wajib untuk dzat-Nya yang ditunjukkan dalam surah
Al-Ikhlas.

D. Konsep Iman dalam Al-Qur’an


Adapun definifi iman dan interoretasinya adalah; pembenaran tegas, pengakuan
yang sempurna terhadap segala yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya untuk
mengimaninya, dan ketundukan lahir batin. Dengan demikian iman adalah pembenaran
hati dan keyakinannya yang mencakup amal-amal hati dan amal-amal jasmani dan hal itu
meliputi penegakkan agama secara keseluruhannya.
Oleh karena itu para imam salaf berkata,’’iman adalah pernyataan hati dan lisan,
dan amal hati dan lisan, serta anggota-anggota badan yang lain, dan iman adalah
pernyataan , perbuatan, keyakinan, ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan
kemaksiatan. Pernyataan terhadap apa yang milik Allah baik berupa nama-nama, sifat-
sifat berupa hak-hak khusus -penyembahan dan peribatan hanya untuk Allah secara
dzahir dan batin.
Demikian pula beriman kepada semua Rasul dan segala sifat yang disifatkan
kepada mereka dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyyah. Semua itu adalah termasuk
pokok-pokokdari iman. Sebagaimana pokok -pokok iman yang paling agung adalah
pengakuan terhadap kesendirian Allah dan keesaannya dan Uluhiyyahnya, beribadah
kepadanya semata-mata tidak ada sekutu baginya, mengiklaskan agama hanya untuk
Allah, menegakkan syariat islam yang lahiriah dan hakikat-hakikatnya yang batiniyah,
semua itu adalah pokok-pokok dari iman.
Oleh karena itu, Allah telah menetapkan atas iman, perkara masuk surga dan
selamat dari neraka. Dia juga memberi penghargaan atasnya dengan ridlanya,
kemenangan dan kebahagiaan.
Sebagimana Dia memuji orang-orang yang beriman, Allah berfirman,

‫ٰا َم َن الرَّ س ُْو ُل ِب َمٓا ا ُ ْن ِز َل ِا َل ْي ِه ِمنْ رَّ بِّهٖ َو ْالمُْؤ ِم ُن ْو ۗ َن ُك ٌّل ٰا َم َن ِباهّٰلل ِ َو َم ٰۤل ِٕى َكتِهٖ َو ُك ُت ِبهٖ َو ُر ُسل ۗ ِٖه اَل‬
‫ك ْالمَصِ ْي ُر‬ َ ‫ك َر َّب َنا َو ِا َل ْي‬ َ ‫ُن َفرِّ ُق َبي َْن اَ َح ٍد مِّنْ رُّ ُسلِهٖ ۗ َو َقالُ ْوا َس ِمعْ َنا َواَ َطعْ َنا ُغ ْف َرا َن‬
’’Rasul (Muhammad) beriman pada apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadanya
dari Tuhannya, demikian pula orang-orang mukmin. Masing-masing beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.
(Mereka berkata,) “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-
Nya.” Mereka juga berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, wahai
Tuhan kami. Hanya kepada-Mu tempat (kami) kembali.”(Al-Baqarah:285)

Allah mengabarkan bahwa rasul dan orang-orang yang bersamanya dari kaum
mukminin beriman kepada pokok-pokok tersebut dan mereka tidak mebeda-bedakan
antara para Nabi; bahkan mereka beriman kepada semua Nabi dan apa yang
dianugerahkan kepada mereka dari sisinya. Dan mereka semua berkomitmen untuk taan
kepada Allah. Mereka berkata, ‘’kami dengar dengan hati kami. Mereka memohon
kepada tuhan mereka agar mewujudkan hal itu, agar mengampuni kelalaian mereka
dalam Sebagian kewajiban-kewajiban iman, dan apa yang mereka sia-siakan darinya,
sebagaimana Allah berfirman tentang para pengikut Nabi Isa Alaihissalam dan Nabi

12
lainnya, bahwa mereka berdo’a, ‘’ Wahai Tuhan kami, kami telah beriman pada apa
yang Engkau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul. Oleh karena itu, tetapkanlah
kami bersama orang-orang yang memberikan kesaksian.”(Ali Imran:53)
Mereka beriman dengan hati mereka, berkomitmen dengan hati mereka, dan
tunduk pasrah dengan dengan anggota-anggota tubuh lainnya. Mereka memohon kepada
Allah agar dimasukan Bersama orang-orang yang bersaksi dengan tauhid kepadanya dan
agar dia merealisasikan bagi mereka kemampuan untuk melaksankannya.
Dalam Shahih Muslim disebutkan; dari abu amra da juga yang mengatakan Abu
Amrah, Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqofi dia berkata, aku berkata ‘’ wahai Rasulullah ,
katakana kepadaku tentang islam sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan kepada
seorang selain pun selainmu.’’ Beliau menjawab,’’ katakanlah, beliau menjawab,
‘’katakanlah, aku beriman kepada Allah, kemudian berpegang teguhlah.’’

E. Kesimpulan
Diantara umat yang paling banyak menyimpang dan sesat adalah umat Yahudi
dan Nashrani. Bagaimana kedua umat itu didominasi dengan sikap abai, tak peduli, acuh,
berlebih-lebihan, dan ekstrem. mereka menyerupai Khaliq dengam makhluk dan
mensifatkan kepada Allah SWT, sifat-sifat yang tidak pantas kecuali hanya untuk
makhluk. Mereka sangat berlebihan dalam menyerupakan Allah dengan makhluk dan
mensifatkan kepada Allah sifat-sifat kekurangan yang tidak pantas kecuali hanya untuk
makhluk dan merupakan kekhususan yang menjadi ciri khas untuk makhluk. Jauh dengan
sikap kaum muslimin.

Syekh Al-Khatib al-Baghdady meriwayatkan bahwa Imam Junaid al-Baghdady


berkata: ‫ال َّت ْوحِيد إ ْف َرا ُد ال َق ِدي ِْم مِن المحدث‬
“Tauhid adalah pengesaan Allah Yang Qadim dari menyerupai makhluk-Nya.”

13

Anda mungkin juga menyukai