Biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan atau dibayarkan untuk mendapatkan
modal, baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa maupun laba ditahan untuk
biaya investasi perusahaan.
Dalam hal ini yang akan dibahas hanya modal (dana) jangka panjang saja. Hal ini
disebabkan karena konsep baiay modal hanya relevan untuk keputusan jangka panjang
(menyangkut Capital Budgeting).
Dimana :
C = bunga obligasi tahunan dalam rupiah
f = M = harga nominal dari obligasi atau jumlah yang akan diterima pada akhir umurnya
p = Vb = harga pasar
n = obligasi
∞
I M
P0=∑ +
t =1 (1+ K d ) (1+ K d )
Jika obligasi baru dijual sama dengan nilai nominalnya dan tidak ada flotation cost
(biaya emisi), maka biaya utang = tingkat bunga yang menyamakan PV penerimaan
bunga dan pelunasan pokok pinjaman (Kd = tingkat bunga). Karena pembayaran bunga
merupakan pengurangan pajak, maka biaya hutang setelah pajak (k1) harus disesuaikan
dengan cara mengalikan dengan (1 – pajak) sehingga menjadi :
k1 = kd (1 – pajak)
Contoh :
PT. ABC menjual 1.000.000 obligasi 8,5% dengan nilai nominal Rp. 10.000,- dengan
harga sama dengan nilai nominalnya. Obligasi tersebut akan jatuh tempo 5 tahun.
Apabila tarif pajak sebesar 40%, maka biaya hutang setelah pajak :
850 850 850 850 850+10.000
10.000= 1
+ 2
+ 3
+ 4
+ 5
(1+ K d ) (1+ K d ) (1+ K d ) (1+ K d ) (1+ K d )
k d=IRR → K d =8,5 %
k1 = kd (1 – pajak)
= 8,5 % (1 – 0,40)
= 5,1 %
Atau
f −p
C+
n
Kd=
p +f
2
10.000−10.000
850+
5
¿
10.000+10.000
2
850
¿ =8,5 %
10.000
k 1=8,5 % ( 1−0,40 )=5,1 %
Bila obligasi tersebut dijual atas nominalnya, maka biaya hutang akan lebih rendah dari
pada bunga yang dibayarkan.
Misal : Untuk obligasi PT ABC tersebut laku dijual dengan harga Rp. 11.000,- maka
tingkat bunga yang menyamakan PV, penerimaan bunga Rp. 850,- tiap tahun selama 5
tahun, serta pelunasannya Rp. 10.000,- pada akhir tahun ke 5 adalah sebesar :
kd = 6,19 %
515
IRR=kd=5 % + x 3,5 % = 6,12 %
1.515
k 1=6,12 ( 1−0,4 ) =3,67 %=3,7 %
Bila ada flotation cost, maka biaya modal saham preferen diperhitungkan atas dasar kas
bersih yang diterima (p.net)
dp
Kp=
p . net
Contoh :
Misal PT. ABC menjual saham preferen kumulatif nominal Rp. 10.000,- dengan harga Rp.
12.600,- Dividen saham preferen setiap tahun diperkirakan sebesar Rp. 1.000,-. Flotation
cost setiap lembar saham = Rp. 100,- maka biaya modal saham preferen adalah
1.000
K p= =8,08 %
12.600−100
Karena pembayaran dividen saham preferen dilakukan setelah pendapatan dikurangi pajak,
maka biaya modal saham preferen tidak perlu lagi disesuaikan dengan pajak.
Biaya modal sendiri adalah sebesar required rate of return investor saham biasa.
Perusahaan dapat memperoleh modal sendiri dengan 2 cara ;
1. Laba ditahan
Biaya laba ditahan pada prinsipnya akan lebih rendah dari pada biaya modal saham baru,
karena penjualan saham baru biasanya ada flotation cost (biaya emisi saham)
Dalam kenyataannya modal yang mengalami pertumbuhan dirasa lebih realistis, karena
bukankah investor akan mengharapkan bahwa dividen akan terus meningkat dari tahun ke
tahun, maka :
d1
K e= +g
P0
D P E
K0=
E+ D+ P
( K i )+
E+ D+ P
( K p )+ (K )
E+ D+ P e
Contoh :
= 30 % (3 %) + 5 % (7 %) + 65 % (10 %) = 7,75 %
WACOC tersebut akan berubah kalau akan ada perubahan struktur modal atau perubahan biaya
maisng-masing komponen modal tersebut. Selama struktur modal dan biaya modal masing-
masing komponen modal tersebut masih dapat dipertahankan, WACOC tidak akan berubah
meskipun ada tambahan modal yang digunakan.
Contoh : Struktur modal perusahaan ABC 31 – 12 – 1984 :
Hutang Jangka Panjang = Rp. 32.000,- 22 %
Saham Preferen = Rp. 14.000,- 1%
Saham Biasa = Rp. 1.120.000,- 77 %
= Rp. 1.454.000,- 100 %
Biaya penggunaan dana dari masing-masing komponen modal adalah sebagai berikut :
Hutang jangka panjang 6 % (sebelum pajak)
Saham preferen 6%
Saham biasa 10 %
Tingkat pajak penghasilan 50 %
ki = 6 % ( 1 – 50 %) = 3 %
k0 = 22 % (3 %) + 1 % (6 %) + 77 % (10 % ) = 0,0066 + 0,006 + 0,0770
= 0,0842 = 8,42 %
Pada tahun 1985 perusahaan memperoleh labar Rp. 600.000,- dan dibayarkan sebagai dividen
sebesar Rp. 200.000,- dan ditahan sebesar Rp. 400.000,- Untuk dapat mempertahankan WACOC
= 8,42 %, kita harus mempertahankan pula perimbangan modalnya. Ini berarti laba ditahan yang
Rp. 400.000,- tersebut harus = 77 % dari keseluruhan tambahan dana yang akan ditarik. Maka
keseluruhan dana yang ditarik/diperlukan :
Jadi kebutuhan tambahan dana maksimum untuk dapat mempertahankan WACOC = 8,42 %
adalah sejumlah Rp. 519.000,- dengan komposisi laba ditahan = Rp. 400.000,- Saham preferen
= Rp. 5.000,- dan hutang jangka panjang = Rp. 114.000,-
Apabila kebutuhan dana lebih besar dari batas maksimum tersebut ( Rp. 519.000,- ) maka
WACOC akan lebih besar dari 8,42 %
Misal :
Perusahaan membutuhkan lagi tambahan dana Rp. 100.000,- untuk mempertahankan struktur
modal optimum maka harus dipenuhi dengan modal sendiri ( 77 % )= Rp. 77.000,- saham
preferen ( 1 % ) = Rp. 1.000,- dan hutang jangka panjang ( 22 % ) = Rp. 22.000,-
Biaya emisi = 10 %
10 %
Biaya saham baru= =11,11 %
1−0,10 %
= 9,3 %