Anda di halaman 1dari 8

BAB II

COST OF CAPITAL (BIAYA MODAL)

BIAYA MODAL (Cost of Capital)

Biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan atau dibayarkan untuk mendapatkan
modal, baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa maupun laba ditahan untuk
biaya investasi perusahaan.

Dalam hal ini yang akan dibahas hanya modal (dana) jangka panjang saja. Hal ini
disebabkan karena konsep baiay modal hanya relevan untuk keputusan jangka panjang
(menyangkut Capital Budgeting).

Biaya Modal dapat dilihat dai 2 sisi :


1. Dari pihak investor, biaya modal merupakan tingkat keuntungan yang disyaratkan yang
merupakan pencerminan (dipengaruhi) oleh tingkat resiko, aktiva yang dimiliki dan struktur
modal serta faktor lain seperti manajemen.
2. Dari pihak perusahaan, biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk
mendapatkan modal dari investor.
Jadi secara umum bahwa resiko perusahaan yang tinggi berakibat bahwa tingkat
keuntungan yang diminta oleh investor juga tinggi dan itu berarti biaya modal juga tinggi.
Karena struktur modal terdiri dari berbagai macam sumber, maka biaya modalnya harus
tertimbang.

PENGHITUNGAN BIAYA MODAL


1. Biaya Hutang Jangka Panjang (Obligasi)
Obligasi (cost of bond = kd) dapat dihitung dengan 2 cara :

a. Dengan short cut formula


f −p
C+
n
Kd=
p +f
2

Dimana :
C = bunga obligasi tahunan dalam rupiah
f = M = harga nominal dari obligasi atau jumlah yang akan diterima pada akhir umurnya
p = Vb = harga pasar
n = obligasi

b. Dengan menggunakan tabel PV


I M
P0=∑ +
t =1 (1+ K d ) (1+ K d )

I = C = bunga obligasi tahunan dalam rupiah


P0 = harga pasar obligasi
M = harga nominal obligasi atau harga yang akan diterima pada akhir umurnya = nilai
jatuh tempo

Jika obligasi baru dijual sama dengan nilai nominalnya dan tidak ada flotation cost
(biaya emisi), maka biaya utang = tingkat bunga yang menyamakan PV penerimaan
bunga dan pelunasan pokok pinjaman (Kd = tingkat bunga). Karena pembayaran bunga
merupakan pengurangan pajak, maka biaya hutang setelah pajak (k1) harus disesuaikan
dengan cara mengalikan dengan (1 – pajak) sehingga menjadi :

k1 = kd (1 – pajak)

Contoh :
PT. ABC menjual 1.000.000 obligasi 8,5% dengan nilai nominal Rp. 10.000,- dengan
harga sama dengan nilai nominalnya. Obligasi tersebut akan jatuh tempo 5 tahun.
Apabila tarif pajak sebesar 40%, maka biaya hutang setelah pajak :
850 850 850 850 850+10.000
10.000= 1
+ 2
+ 3
+ 4
+ 5
(1+ K d ) (1+ K d ) (1+ K d ) (1+ K d ) (1+ K d )
k d=IRR → K d =8,5 %
k1 = kd (1 – pajak)
= 8,5 % (1 – 0,40)
= 5,1 %
Atau
f −p
C+
n
Kd=
p +f
2
10.000−10.000
850+
5
¿
10.000+10.000
2
850
¿ =8,5 %
10.000
k 1=8,5 % ( 1−0,40 )=5,1 %

Bila obligasi tersebut dijual atas nominalnya, maka biaya hutang akan lebih rendah dari
pada bunga yang dibayarkan.

Misal : Untuk obligasi PT ABC tersebut laku dijual dengan harga Rp. 11.000,- maka
tingkat bunga yang menyamakan PV, penerimaan bunga Rp. 850,- tiap tahun selama 5
tahun, serta pelunasannya Rp. 10.000,- pada akhir tahun ke 5 adalah sebesar :

kd = 6,19 %

Perhitungannya sebagai berikut :


10.000−11.000
850+
5 650
Kd= = =0,0619=6,19 %
11.000+10.000 10.500
2
k1 = 6,19 (1 – 0,4) = 3,71 %
850 850 850 850 850+10.000
11.000= 1
+ 2
+ 3
+ 4
+ 5
(1+ K d ) (1+ K d ) (1+ K d ) (1+ K d ) (1+ K d )

Selisih PV of precede dengan


Selisih tk. bunga Selisih PV
PV of capital outlays
kd = 5,0 % 11.515 11.515
kd = 8,5 % 10.000 11.000
3,5 % 1.515 515

515
IRR=kd=5 % + x 3,5 % = 6,12 %
1.515
k 1=6,12 ( 1−0,4 ) =3,67 %=3,7 %

2. Biaya Modal Saham Preferen


dp s
P 0=
Kp

P0 = harga saham preferen

dps = dividen saham preferen

kp = tingkat keuntungna yang disyaratkan oleh pemegang saham preferen

Bila ada flotation cost, maka biaya modal saham preferen diperhitungkan atas dasar kas
bersih yang diterima (p.net)
dp
Kp=
p . net

Contoh :

Misal PT. ABC menjual saham preferen kumulatif nominal Rp. 10.000,- dengan harga Rp.
12.600,- Dividen saham preferen setiap tahun diperkirakan sebesar Rp. 1.000,-. Flotation
cost setiap lembar saham = Rp. 100,- maka biaya modal saham preferen adalah
1.000
K p= =8,08 %
12.600−100
Karena pembayaran dividen saham preferen dilakukan setelah pendapatan dikurangi pajak,
maka biaya modal saham preferen tidak perlu lagi disesuaikan dengan pajak.

3. a. Biaya Modal Sendiri (Ke)

Biaya modal sendiri adalah sebesar required rate of return investor saham biasa.
Perusahaan dapat memperoleh modal sendiri dengan 2 cara ;

1. Laba ditahan

2. Mengeluarkan saham baru

Biaya laba ditahan pada prinsipnya akan lebih rendah dari pada biaya modal saham baru,
karena penjualan saham baru biasanya ada flotation cost (biaya emisi saham)

3. b. Biaya Modal Laba Ditahan (Ke)


d
P0=
ke
d
K e=
P0

Dalam kenyataannya modal yang mengalami pertumbuhan dirasa lebih realistis, karena
bukankah investor akan mengharapkan bahwa dividen akan terus meningkat dari tahun ke
tahun, maka :
d1
K e= +g
P0

3. b. Biaya Modal Laba Ditahan (Ke)


d1
K e= +g
P0 (1−e)
BIAYA PENGGUNAAN MODAL SECARA KESELURUHAN (OVER – ALL COST OF
CAPITAL)

D P E
K0=
E+ D+ P
( K i )+
E+ D+ P
( K p )+ (K )
E+ D+ P e

Contoh :

Suatu perusahaan mempunyai struktur modal sebagai berikut :

Hutang (jangka panjang) = Rp. 60 juta ( D )

Saham Preferen = Rp. 10 juta ( P )

Modal sendiri = Rp. 130 juta ( E )

= Rp. 200 juta

Biaya penggunaan dana dari masing-masing sumber dana tersebut adalah :


Hutang = 6 % (Kd) == sebelum pajak
Saham preferen = 7%
Modal sendiri = 10 %
Tingkat pajak = 50 %
ki = kd ( 1 – 0,05 )
= 6 % ( 1 – 0,05 % ) = 3 %

k0 = Weigthed cost of capital = WACOC


D P E
K0=
E+ D+ P
( K i )+
E+ D+ P
( K p )+ (K )
E+ D+ P e

= 30 % (3 %) + 5 % (7 %) + 65 % (10 %) = 7,75 %
WACOC tersebut akan berubah kalau akan ada perubahan struktur modal atau perubahan biaya
maisng-masing komponen modal tersebut. Selama struktur modal dan biaya modal masing-
masing komponen modal tersebut masih dapat dipertahankan, WACOC tidak akan berubah
meskipun ada tambahan modal yang digunakan.
Contoh : Struktur modal perusahaan ABC 31 – 12 – 1984 :
Hutang Jangka Panjang = Rp. 32.000,- 22 %
Saham Preferen = Rp. 14.000,- 1%
Saham Biasa = Rp. 1.120.000,- 77 %
= Rp. 1.454.000,- 100 %

Biaya penggunaan dana dari masing-masing komponen modal adalah sebagai berikut :
Hutang jangka panjang 6 % (sebelum pajak)
Saham preferen 6%
Saham biasa 10 %
Tingkat pajak penghasilan 50 %
ki = 6 % ( 1 – 50 %) = 3 %
k0 = 22 % (3 %) + 1 % (6 %) + 77 % (10 % ) = 0,0066 + 0,006 + 0,0770
= 0,0842 = 8,42 %

Pada tahun 1985 perusahaan memperoleh labar Rp. 600.000,- dan dibayarkan sebagai dividen
sebesar Rp. 200.000,- dan ditahan sebesar Rp. 400.000,- Untuk dapat mempertahankan WACOC
= 8,42 %, kita harus mempertahankan pula perimbangan modalnya. Ini berarti laba ditahan yang
Rp. 400.000,- tersebut harus = 77 % dari keseluruhan tambahan dana yang akan ditarik. Maka
keseluruhan dana yang ditarik/diperlukan :

Rp . 400.000 ,− ¿ =Rp .519.480 ,−dibulatkan menjadi Rp . 519.000 ,−¿ ¿


0,77

Dengan proporsi sebagai berikut :


Hutang (22 %) = Rp. 114.000,-
Saham preferen (1 %) = Rp. 5.000,-
Modal sendiri (7 %) = Rp. 400.000,- +
Rp. 519.000,-

114.000 5.000 400.000


WACOC= ( 3 % )+ ( 6 %) + (10 %)
519.000 519.000 519.000
= 0,00659 + 0,000578 + 0,07707129
= 0,0842
= 8,42 %

Jadi kebutuhan tambahan dana maksimum untuk dapat mempertahankan WACOC = 8,42 %
adalah sejumlah Rp. 519.000,- dengan komposisi laba ditahan = Rp. 400.000,- Saham preferen
= Rp. 5.000,- dan hutang jangka panjang = Rp. 114.000,-
Apabila kebutuhan dana lebih besar dari batas maksimum tersebut ( Rp. 519.000,- ) maka
WACOC akan lebih besar dari 8,42 %
Misal :
Perusahaan membutuhkan lagi tambahan dana Rp. 100.000,- untuk mempertahankan struktur
modal optimum maka harus dipenuhi dengan modal sendiri ( 77 % )= Rp. 77.000,- saham
preferen ( 1 % ) = Rp. 1.000,- dan hutang jangka panjang ( 22 % ) = Rp. 22.000,-
Biaya emisi = 10 %
10 %
Biaya saham baru= =11,11 %
1−0,10 %

22.000 1.000 77.000


WACOC= ( 3 % )+ ( 6 %) + (11,11 %)
100.000 100.000 100.000

= 9,3 %

Anda mungkin juga menyukai