Anda di halaman 1dari 4

GABUNGAN POLITIK INDONESIA (SISTEM PENDUDUKAN JEPANG

DI INDONESIA) DAN JEPANG MASUK DIPERSERO (ORGANISASI)

DOSEN PENGAJAR : Dr. MUHAMMAD HASBY, S.S., M.Pd.


DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH : SEJARAH

DISUSUN OLEH:
ANSHAL MUHAMMAD 1801414358
JUMELINDA KELEN 1801414

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2022
A. Pengertian GAPI

GAPI atau Gabungan Partai Indonesia ialah suatu gabungan persatuan politik di Indonesia guna menyatukan
segala kekuatan atau dominasi nasional. GAPI sendiri berdiri pada tahun 1939 tanggal 21 bulan Mei di kota Jakarta atas
gagasan PARINDRA untuk memunculkan Konsentrasi Nasional, dalam konferensi pengurus atau pemimpin 18 sampai 19
bulan Maret tahun 1939. GAPI menurut umum mengangkat kesatuan nasional, tetapi tidak ikut andil di partai ke
anggotaannya.
Kepengurusan persatuan dilaksanakan dengan satu skretariat tetap terdiri dari bendahara, skretaris umum dan
sekretaris pembantu. Untuk pengisi jabatan ini di isi oleh Abikusno Tjokrosuyoso merupkan yang pertama meenjabat
sekretaris umum melalui PSII, untuk jabatan sekretaris pembantu di isi oleh Amir Sjarifudin melalui GERINDO dan untuk
jabatan bendahara di isi oleh Ahmad Husni Thamrin melalui PARINDRA.
GAPI sendiri mayoritas anggotanya dari GERINDO, PSII, PARINDRA, PPKI, PII, persatuan Pasundan dan
Minahasa. Dasar persatuan mencangkup hak memutuskan nasib atau peruntungan sendiri, demokrasi, persatuan Indonesia
dalam bidang sosial, politik dan ekonomi. Sementara tujuan melaksanakan mempersatukan dan kerjasama PPI dan
melaksanakan konferensi rakyat bangsa Indonesia.

B. Latar Belakang GAPI

Latar belakan terbentuknya Gabungan Partai Indonesia ini di dasari oleh gagasan Muhammad Husni Thamrin atas
tujuan menyelidiki penyelesaian yang menempuh melalui PPPKI, yang tak mampu membangun kekuatan aktual yang
dimana pada sebelumnya telah gagal.
Usulan Sutardjo Kartohadikusumo dan berbagai partai politik dalam pertemuan dengan pemerintah kolinial
Belanada, mengusulkan untuk membentuk kongres antara wakil-wakil Indonesia dengan pemerintah Kolonial Belanda
dimana para anggotanya dapat memiliki hak secara sama tidak ada lagi perbedaan atau diskriminatif. Kemudian maksud
dari usulan lainnya juga untuk menggapai kerjasama dengan menjadikan rakyat untuk memajukan negaranya dengan
kebijakan ekonomi, sosisal dan politik.
Sebagian besar para peserta dewan menyepakati usulan itu. Namun usulan itu di tolak oleh pemerintahan kolonial
Belanda, dikarnakan pihak dari Belanda menganggap usulan tersebut merendahkan kehormatan bangsa Belanda, sehingga
usulan itu dianggap tidak wajar dan masih dianggap terlalu otonomi dan prematur.
Atas hasil yang mengecewakan dari pertemuan itu dan tidak mendapatkan hasil, maka Muhammad Husni Thamrin
membentuk suatu organisasi yang dibangun secara bersama dengan anggota lainnya seperti dari GERINDO, PSII,
PARINDRA, PPKI, PII, persatuan Pasundan dan Minahasa, yaitu untuk membentuk GAPI (Gabungan Partai Indonesia).
Tujuan dengan membentuk gabungan ini ialah untuk membangun suatu kekuatan nasionalis yang baru, dengan lebih
efisien.
Perkembangan selanjutnya gabungan Partai Indonesia melaksanakan aksi serta menuntut pengelola negara
membentuk parlemen yang dipilih langsung oleh rakyat bangsa Indonesia. Sehingga dengan terbentuknya parlemen itu
bertujuan agar para pemerintah atau pengelolah negara dapat melakukan tanggung jawab dalam kemajuan negara Indonesia
ini melalui parlemen itu.
Perjuangan gabungan Partai Indonesia sendiri ialah agar parlemen dan pemerintah dapat menjadikan negara
indonesia ini dapat membangun negara indonesia berdiri dengan sendirinya. Hal ini dapat dilihat atas dasar:
 Kesatuan aksi semua pergerakan Indonesia
 Persatuan nasionalis dari semua bangsa dengan didasarkan kerakyatan yang memahami sosial, politik dan
ekonomi
 Hak menentukan diri sendiri

C. Tujuan GAPI

Tujuan dari Gabungan Partai Indonesia ini ialah menuntut kepada pemerintah klonial Belanda, supaya negara
indonesia mempunyai dewan perwakilan atau parlemennya sendiri dalam membangun kepemerintahan dinegaranya,
sehingga Gabungan Partai Indonesia mempunyai semboyan yang disebut dengan “Indonesia Berparlemen“.

D. Pendiri GAPI

Gabungan Partai Indonesia pertama di dirikan atau dibentuk pada tahun 21 Mei 1939 oleh Muhammad Husni
Thamrin. Dimana awal terjadinya pembentukan Gabungan Partai Indonesia ini. Di karnakan usulan dari berbagai partai
politik yang di ketuai Sutardjo Kartohadikusumo, di tahun 15 Juli 1936 agar Indonesia memiliki pemerintahan yang bisa
berdiri di negaranya sendiri, di tolak oleh pemerintahan kolonial Belanda.
Berilut ini alasan terbentuknya Gabungan Partai Indonesia yang didasari dengan:
 Sikap pemerintah Belanda yang tidak memperhatikan kepentingan bangsa Indonesia.
 Kegagalan usulan Sutarjo Kartohadikusumo. Mengenai agar Bangsa Indonesia memiliki pemerintahan yang bisa
berdiri di negaranya sendiri, namun di tolak oleh pemerintahan kolonial Belanda.
 Kepentingan internasional akibatnya timbul pemerintahan otoriter.
E. Masa Pendudukan Jepang di Indonesia

Peralihan masa kolonial Belanda ke masa pendudukan Jepang merupakan lembaran sejarah kelam bagi bangsa
Indonesia. Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia terus berlanjut. Walaupun terdapat perbedaan corak perlakuan antara
Belanda dan Jepang, tetapi keduanya meninggalkan kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Dengan
mudahnya, Jepang mampu merebut Indonesia dari kekuasaan Belanda. Satu per-satu tempat strategis yang ada di Nusantara
berhasil direbut Jepang dari tangan Belanda. Tarakan merupakan wilayah Nusantara yang pertama kali jatuh ke tangan
Jepang, yakni pada tanggal 12 Januari 1942. Akhirnya perlawanan Belanda terhadap serangan Jepang pun berakhir dengan
ditanda-tanganinya perjanjian Kalijati oleh pihak Belanda dan Jepang pada tanggal 9 Maret 1942 yang juga menandakan
dimulainya masa pendudukan Jepang.
Pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang telah resmi menduduki Indonesia yang langsung melakukan perubahan untuk
menghapus dominansi Barat. Jepang memiliki bentuk fisik yang hampir sama dengan orang Indonesia dan inilah yang
menjadi keuntungan tersendiri buat Jepang. Oleh karean itu, Jepang dapat dengan mudah menyebarkan semboyan tiga A
mereka, yaitu (1) Jepang Cahaya Asia; (2) Jepang Pemimpin Asia; dan (3) Jepang Pelindung Asia. Dari semboyan ini
berhasil mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia menganggap Jepang sebagai
pembebas mereka dari belenggu penjajahan Belanda. Selanjutnya Jepang sendiri menyadari bahwa besarnya pengaruh barat
yang masih melekat pada diri rakyat Indonesia. Seperti yang diketahui bahwa barat telah lama menjajah Indonesia.
Perubahan tersebut dilakukan Jepang secara berkala. Pertama yang mereka lakukan adalah melepaskan para pejabat
Belanda yang mereka tangkap untuk melatih orang-orang Indonesia yang nantinya dapat mengambil alih tugas
pemerintahan yang selama ini mereka kerjakan. Orang Jepang sendiri berkeinginan untuk mempekerjakan orang Indonesia
sebagai bentuk untuk merealisasikan cita-cita “Asia untuk Asia” seperti yang selama ini didengungkan (Frederick, 1989:
128).
Dengan penyerahan tanpa syarat oleh Letnan Jenderal H. Ter Poorten, Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda
atas nama Angkatan Perang Serikat di Indonesia kepada tentara ekspedisi Jepang di bawah pimpinan Letnan Jenderal
Hitoshi Imamura. Maka berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, dan dengan resmi ditegakkan kekuatan
Kemaharajaan Jepang. Indonesia memasuki suatu periode baru, yaitu periode pendudukan militer Jepang. Berbeda dengan
zaman Hindia Belanda di mana hanya terdapat satu pemerintahan sipil, maka pada zaman Jepang terdapat tiga
pemerintahan militer pendudukan, yaitu: Pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara Keduapuluh lima) untuk Sumatera
dengan pusatnya di Bukittinggi, Pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara Keenambelas) untuk Jawa-Madura dengan
pusatnya di Jakarta, Pemerintahan militer Angkatan Laut (Armada Selatan Kedua) untuk daerah yang meliputi Sulawesi,
Kalimantan dan Maluku dengan pusatnya di Makasar (Poesponegoro, M.D, dan Notosusanto, 2008: 5).
Setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia, pemerintahan melakukan berbagai persiapan-persiapan untuk
melaksanakan pemerintahan selanjutnya dibawah komando militer Jepang. Pemerintahan Jepang segera mendirikan badan-
badan dalam sistem pemerintahannya, untuk menjalankan tugasnya sebagai administrasi pemerintahan.
Masa pemerintahan Jepang selama tiga setengah tahun ini merupakan masa pemerintahan yang singkat jika
dibanding dengan pemerintahan sebelumnya (Belanda). Artinya rakyat Indonesia dulu mempunyai harapan besar terhadap
pemerintahan Jepang untuk menentukan perjuangan bangsa Indonesia, sebab rakyat Indonesia telah lama menginginkan
kemerdekaan, sehingga simpati kepada Jepang disambut dengan baik atas kedatangannya (Notosusanto, 1979: 41).
Kedatangan Jepang ke Indonesia awalnya di sambut hangat dengan baik oleh rakyat Indonesia. Pada akhirnya Sambutan
tersebut segera berubah menjadi kebencian setelah diketahui tujuan Jepang datang ke Indonesia tidak lebih baik dari
Belanda. Kenyataannya Jepang justru bertindak kejam, brutal, dan tidak segan-segan menghukum rakyat Indonesia yang
dianggapnya membangkang dan melawan (Aprilia, Sugiyanto, dan Handayani, 2017: 261). Inilah yang dimaksud penulis
bahwa Jepang selalu bersikap manis terhadap bangsa Indonesia dengan mencari simpatinya, untuk merencanakan tujuannya
menduduki Indonesia. Dengan begitu, Jepang menjalankan misinya menggunakan sistem pemerintahan militer dan
kebijakankebijakannya, serta berbagai cara untuk mendapatkan simpati kepada bangsa Indonesia.
Pada saat Jepang sudah menaklukan kolonial Belanda, Jepang melangsungkan mengambil alih pemerintahan di
Indonesia dengan sikap-sikap manis untuk mencari simpati rakyat Indonesia. Kemudian Jepang langsung membuat
kebijakan tentang pemerintahan Jepang di Indonesia. Menurut Yasmis (2007: 24) Kebijakan Jepang yang dilaksanakan di
Indonesia ternyata ada terkaitannya dengan kemenangan peperangan di Asia Pasifik. Kebijakan yang diterapkan oleh
Jepang memiliki dua misi. Pertama, misi menghapuskan pengaruh Barat. Kedua, misi memobilisasikan rakyat Indonesia
demi kemajuan perang Jepang. Dengan demikian, Jepang menerapkan pemerintahan militer Jepang di Indonesia.
Tujuannya untuk membantu Jepang dalam memenangkan dalam perang Pasifik. Kebijakan Jepang tersebut dilaksanakan
melalui tiga prinsip, diantaranya mencari dukungan rakyat, memanfaatkan struktur pemerintahan yang telah ada, dan
penerapan sistem autarki. Maksud sistem autarki Hariyono (2008: 86) untuk memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan
menunjang kegiatan perang. Tetapi penerapan sistem autarki ini memunculkan konsekuensi yang menyengsarakan rakyat
Indonesia baik dari fisik maupun material, dimana tugas rakyat Indonesia dan hasil kekayaan alamnya hanya dikorbankan
untuk kepentingan perang.
Pada tanggal 8 September 1942 Jepang telah mengluarkan UU No. 2, Jepang mengendalikan seluruh organisasi
nasional. Karena kebijakan Jepang melarang kegiatan politik dan semua bentuk perkumpulan. Keluarnya Uudang-Undang
tersebut, praktis menjadikan organisasi nasional yang pada saat itu sedang giat-giatnya memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia harus dilumpuhkan. Misalnya, perjuangan yang dilakukan oleh Parindra dan GAPI (Gabungan Politik
Indonesia). Dalam rangka menancapkan kekuasaan di Indonesia, pemerintah militer Jepang melancarkan strategi dengan
membentuk Gerakan Tiga A. Gerakan ini merupakan upaya Jepang untuk merekrut dan mengerahkan tenaga rakyat yang
akan dimanfaatkan dalam perang Asia Timur Raya. Gerakan Tiga A dalam realisasinya, tidak mampu bertahan lama,
karena rakyat Indonesia tidak sanggup menghadapi kekejaman militer Jepang dan berbagai bentuk eksploitasi yang
dilakukannya. Kemudian Jepang membentuk organisasi lain untuk menarik simpati rakyat. Upaya Jepang yaitu
menawarkan kerjasama dengan para pemimpin Indonesia untuk membentuk PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) (Insneini dan
Apid, 2008: 31-32).
F. Bagaimana Jepang Bisa Ke Persero (Organisasi)

Pada tahun 1808, William Herman Daendels, Gubernur Jenderal Belanda yang tengah berkuasa saat itu mendirikan
bengkel untuk pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan alat-alat perkakas senjata Belanda bernama Contructie Winkel (CW)
di Surabaya dan inilah awal mulanya PT. Pindad (Persero) sebagai satu-satunya industri manufaktur pertahanan di
Indonesia. Selain bengkel senjata, Daendels kala itu juga mendirikan bengkel munisi berkaliber besar bernama  Proyektiel
Fabriek (PF) dan laboratorium Kimia di Semarang. Kemudian, pemerintah kolonial Belanda pun mendirikan bengkel
pembuatan dan perbaikan munisi dan bahan peledak untuk angkatan laut mereka yang bernama Pyrotechnische
Werkplaats (PW) pada tahun 1850 di Surabaya.
Pada tanggal 1 Januari 1851, CW diubah namanya menjadi Artilerie Constructie Winkel (ACW). Kemudian pada
tahun 1961, dua bengkel persenjataan yang berada di Surabaya, ACW dan PW disatukan di bawah bendera ACW.
Kebijakan penggabungan ini, menjadikan ACW mempunyai tiga instalasi produksi yaitu; unit produksi senjata dan alat-alat
perkakasnya (Wapen Kamer), munisi dan barang-barang lain yang berhubungan dengan bahan peledak (Pyrotechnische
Werkplaats), serta laboratorium penelitian bahan-bahan maupun barang-barang hasil produksi.
Perang Dunia I pada pertengahan 1914, melibatkan banyak Negara Eropa, termasuk Belanda. Demi kepentingan
strategis, pemerintah kolonial Belanda pun mulai mempertimbangkan relokasi sejumlah instalasi penting yang dinilai lebih
aman. Bandung dinilai tepat sebagai tempat relokasi yang baik karena selain kontur daerahnya berupa perbukitan dan
pegunungan yang bisa dijadikan bentang pertahanan alami terhadap serangan musuh, posisi Bandung juga sangat strategis
karena sudah memiliki sarana transportasi darat yang memadai, dilalui oleh Jalan Raya Pos ( De Grote Postweg) dan dilalui
jalur kereta api Staats Spoorwegen kota Bandung juga berada tidak jauh dengan pusat pemerintahan Hindia Belanda,
Batavia.
ACW dipindahkan pertama kali ke Bandung, pada rentang waktu 1918-1920. Pada tahun 1932, PW dipindahkan ke
Bandung, bergabung bersama ACW dan dua instalasi persenjataan lain yaitu Proyektiel Fabriek (PF) dan laboratorium
Kimia dari Semarang, serta Institut Pendidikan Pemeliharaan dan Perbaikan Senjata dari Jatinegara yang direlokasi ke
Bandung dengan nama baru, Geweemarkerschool. Keempat instalasi tersebut dilebur di bawah benderta Artilerie
Inrichtingen (AI).
Di era pendudukan Jepang, AI tidak mengalami perubahan, penambahan instalasi, maupun proses produksinya.
Perubahan hanya berada pada segi perubahan administrasi dan organisasi sesuai dengan sistem kekuasaan militer Jepang.
Perubahan pun terjadi di segi nama menjadi Daichi Ichi Kozo untuk ACW, Dai Ni Kozo untuk Geweemarkerschool, Dai
San Kozo untuk PF, Dai Shi Kozo untuk PW, serta Dai Go Kazo untuk Monrage Artilerie, instalasi pecahan ACW.
Pada saat Jepang menyerah kepada Sekutu dan terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia, Soekarno-Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Beragam upaya terjadi guna merebut instalasi-instalasi pertahanan di
kota Bandung. Pada akhirnya, tanggal 9 Oktober 1945, Laskar Pemuda Pejuang berhasil merebut ACW dari tangan Jepang
dan menamakannya Pabrik Senjata Kiaracondong.
Pendudukan pemuda tidak berlangsung lama, karena sekutu kembali ke Indonesia dan mengambil alih kekuasaan.
Pabrik Senjata Kiaracondong dibagi menjadi dua pabrik. Pabrik pertama yang terdiri dari ACW, PF, dan PW digabungkan
menjadi Leger Produktie Bedrijven (LPB), serta satu pabrik lain yang bernama Central Reparatie Werkplaats, yang
sebelumnya bernama Geweemarkerschool.

Anda mungkin juga menyukai