Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai Kurikulum 2013 yang berlaku sekarang ini, memerlukan strategi baru

terutama dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang sebelumnya

lebih banyak didominasi oleh peran guru (teacher centered) diperbaharui dengan

sistem pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Dalam

implementasinya guru harus mampu memilih dan menerapkan model, motode atau

setrategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi sehingga mampu

mengembangkan daya nalar siswa secara optimal. Dalam rangka mendukung

pelaksanaan Kurikulum 2013 yang sarat dengan penguatan karakter siswa di sekolah,

seluruh guru memerlukan penyesuaian-penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan

dalam pelaksanaan proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai,

dan diawasi secara berkesinambungan agar terlaksana secara efektif dan efisien.

Dengan demikian dalam pembelajaran guru tidak hanya terpaku dengan

pembelajaran di dalam kelas, melainkan guru harus mampu melaksanakan

pembelajaran dengan metode yang variatif. Guru bertindak sebagai pelatih

matekognitif dalam pembelajaran ini, guru akan membantu menemukan materi

belajar, kemudian siswa membuat laporan dan menampikan hasil laporan dalam

bentuk presentasi.

1
Guru sebagai pihak yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran di

kelas menjadi faktor yang penting dalam memajukan mutu pendidikan. Tuntutan

sumber daya pendidikan yang berkualitas dan profesional, menjadi suatu keharusan

pada era global, informasi dan reformasi pendidikan. Guna mencapai tujuan dan

mutu pendidikan yang berkualitas sudah selayaknya seorang guru meningkatkan

kemampuan profesionalismenya di dalam menjalankan tugas dan kewajiban (Daiwi

Widya, 2021). Seperti disampaikan Sanjaya (2013: 14) bahwa tanpa diimbangi

dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikan kurikulum, semua akan

menjadi kurang bermakna. Mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan materi

pelajaran yang terdapat di kurikulum, akan tetapi suatu proses mengubah tingkah

laku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dalam proses

mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar siswa berkembang sesuai dengan

tugas-tugas perkembangannya, melatih keterampilan baik keterampilan intelektual

maupun keterampilan motorik sehingga siswa dapat dan berani hidup di masyarakat

yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar mereka dapat

memecahkan berbagai persoalan hidup dalam masyarakat yang penuh tantangan dan

rintangan membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif dan kreatif, dan lain

sebagainya.

Pada kenyataannya, selama ini masih banyak guru yang kurang memberikan

pembelajaran yang menyenangkan sehingga kurangnya motivasi dan berdampak

terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil observasi, guru di MTs Al – Anshor

2
Namatimur belum memanfaatkan FGD di sekolah. Guru lebih sering melakukan

pembelajaran yang dianggap monoton dan kurang memberikan keaktifan kepada

siswa sehingga kurangnya motivasi belajar siswa terhadap materi IPS Terpadu. Hal

ini ditandai dengan nilai hasil belajar siswa yang masih dibawah KKM.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu solusi yang dapat

diberikan yaitu dengan melakukan focus group discussion (FGD). Bungin (2012)

menyatakan bahwa focus group discussion (FGD) adalah suatu proses pengumpulan

data yang dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi dari suatu kelompok

berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. Diskusi

kelompok terpusat merupakan pengumpulan berbagai informasi dan pemecahan

masalah melalui beberapa pendapat peserta diskusi dari berbagai pengalaman sosial

dan interaksi antar peserta diskusi yang diatur dan diarahkan oleh moderator. Setiap

peserta diskusi mengemukakan pendapatnya sesuai dengan pengetahuan dan

pengalaman masing-masing peserta diskusi yang ada kaitannya dengan topik yang

dibahas. Melalui FGD inilah dapat mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman dan

penguasaan peserta diskusi terhadap materi yang dibahas. Bisjoe (2018:18)

menyatakan bahwa “FGD sebagai suatu proses pengumpulan data dan informasi

kualitatif dengan cara sistematis mengenai suatu masalah yang dilakukan melalui

diskusi kelompok”. FGD mengandung tiga kata kunci yaitu diskusi, kelompok, dan

terfokus/terarah/terpusat (Siregar, 2018). Saat diskusi, materi yang akan didiskusikan

yaitu permasalahan yang sedang dihadapi, akan difokuskan dalam bentuk pertanyaan,

3
tugas, dan pendapat yang harus disampaikan oleh peserta (Elfi, 2017). Dalam

kegiatan diskusi tersebut para guru bisa membagi pengalaman dalam

mengimplementasikan FGD untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Bagi guru

yang tingkat pengalamannya tinggi akan menjadi lebih matang dan bagi guru yang

tingkat pengalamannya rendah akan menambah pengetahuan. Carey (1994)

menjelaskan bahwa informasi atau data yang diperoleh melalui FGD lebih kaya atau

lebih informatif dibanding dengan data yang diperoleh dengan metode-metode

pengumpulan data lainnya. Hal ini dimungkinkan karena partisipasi individu dalam

memberikan data dapat meningkat jika mereka berada dalam suatu kelompok diskusi.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis akan melaksanakan

suatu penelitian dengan judul: Pengaruh Fokus Group Disscusion (Fgd) Terhadap

Motivasi Tehadap Moiasi dan Hasil Belajar Siswa Pada Kelas VIII MTs Al-Anshor

Namatimur.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah adanya pengaruh FGD terhadap motivasi dan hasil belajar siswa kelas

VIII MTs Al-Anshor Namatimur?

2. Berapa besar pengaruh FGD terhadap motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIII

MTs Al-Anshor Namatimur?

4
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan utama dalam

penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh Focus Group Disscusion (FGD) Pada

Mata Pelajaran Ips Terpadu terhadap Motivasi dan Mengukur Hasil Belajar Siswa.

Adapun tujuan khusus dari penelitian adalah untuk:

1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh FGD terhadap motivasi dan hasil

belajar siswa kelas VIII MTs Al-Anshor Namatimur?

2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh FGD terhadap motivasi dan hasil

belajar siswa kelas VIII MTs Al-Anshor Namatimur?

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang diharapkan dari

hasil penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi guru ekonomi agar terampil

dalam menciptakan pembelajaran inovatif dan bermakna sehingga siswa

termotivasi dalam belajar, dan hal tersebut akan berdampak pada tercapainya

tujuan pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

Memberikan sumbangan pemikiran kepada sekolah terkait penggunaan FGD

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya pembelajaran ekonomi.

5
E. Defenisi Penelitian

1. Focus Group Disscusion (FGD) adalah suatu proses pengumpulan data yang

dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi dari suatu kelompok

berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. Diskusi

kelompok terpusat merupakan pengumpulan berbagai informasi dan pemecahan

masalah melalui beberapa pendapat peserta diskusi dari berbagai pengalaman

sosial dan interaksi antar peserta diskusi yang diatur dan diarahkan oleh

moderator. Setiap peserta diskusi mengemukakan pendapatnya sesuai dengan

pengetahuan dan pengalaman masing-masing peserta diskusi yang ada kaitannya

dengan topik yang dibahas. Melalui FGD inilah dapat mengetahui sejau hmana

tingkat pemahaman dan penguasaan peserta diskusi terhadap materi yang dibahas

(Bugin, 2012).

2. Motivasi belajar merupakan kondisi psikologis yang akan mendorong seseorang

untuk melakukan sesuatu dan motivasi juga sebagai daya penggerak yang

menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar yang diharapkan akan

tercapai (Sugeng, 2016).

3. Hasil Belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak

mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil

belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari

puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 3-4).

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Focus Group Disscusion (FGD)

a. Pengertian Focus Group Disscusion (FGD)

Definisi awal tentang FGD menurut Kitzinger dan Barbour (1999) adalah

melakukan eksplorasi suatu isu/fenomena khusus dari diskusi suatu kelompok

individu yang berfokus pada aktivitas bersama diantara para individu yang terlibat

didalamnya untuk menghasilkan suatu kesepakatan bersama. Aktivitas para individu/

partisipan yang terlibat dalam kelompok diskusi tersebut antara lain saling berbicara

dan berinteraksi dalam memberikan pertanyaan, dan memberikan komentar satu

dengan lainnya tentang pengalaman atau pendapat diantara mereka terhadap suatu

permasalahan/isu sosial untuk didefinisikan atau diselesaikan dalam kelompok

diskusi tersebut. Hal senada tentang metode FGD, Hollander (2004), Duggleby

(2005), dan Lehoux et al. (2006) mendefinisikan metode FGD sebagai suatu metode

untuk memperoleh produk data/informasi melalui interaksi sosial sekelompok

individu yang dalam interaksi tersebut, sesama individu saling mempengaruhi satu

dengan lainnya. Lebih rinci, Hollander (2004) menjelaskan bahwa interaksi sosial

sekelompok individu tersebut dapat saling mempengaruhi dan menghasilkan

data/informasi jika memiliki kesamaan dalam hal, antara lain memiliki kesamaan

7
karakteristik individu secara umum, kesamaan status sosial, kesamaan isu/

permasalahan, dan kesamaan relasi/hubungan secara sosial.

Bugin (2012) menyatakan bahwa focus group discussion (FGD) adalah suatu

proses pengumpulan data yang dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi

dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan

tertentu. Diskusi kelompok terpusat merupakan pengumpulan berbagai informasi dan

pemecahan masalah melalui beberapa pendapat peserta diskusi dari berbagai

pengalaman sosial dan interaksi antar peserta diskusi yang diatur dan diarahkan oleh

moderator. Setiap peserta diskusi mengemukakan pendapatnya sesuai dengan

pengetahuan dan pengalaman masing-masing peserta diskusi yang ada kaitannya

dengan topik yang dibahas. Melalui FGD inilah dapat mengetahui sejauhmana

tingkat pemahaman dan penguasaan peserta diskusi terhadap materi yang dibahas.

Bisjoe (2018) menyatakan bahwa metode FGD dapat memberikan data yang

lebih mendalam, informati, dan bernilai, kemudian dari segi kepraktisan model ini

hemat biaya, dan dapat mengumpulkan data lebih banyak dengan waktu yang

singkat. Penelitian yang dilakukan oleh Aswat (2019:20) juga menyatakan bahwa

“metode FGD dapat meningkatkan mengalami peningkatan kegiatan guru yang baik

hingga berada pada kategori yang sangat baik”. Widiyati (2019) dalam penelitiannya

juga menyatakan bahwa penerapan FGD dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar secara signifikan. Situmorang (2019:226) menyatakan bahwa “FGD

berpengaruh terhadap uji kompetensi terhadap tingkat kecemasan mahasiswa yang

8
menjadi rendah”. FGD merupakan metode pemecahan masalah dengan menciptakan

suasana kekeluargaan. Bisjoe (2018:18) menyatakan bahwa “FGD sebagai suatu

proses pengumpulan data dan informasi kualitatif dengan cara sistematis mengenai

suatu masalah yang dilakukan melalui diskusi kelompok”. FGD mengandung tiga

kata kunci yaitu diskusi, kelompok, dan terfokus/terarah (Siregar, 2019). Saat diskusi,

materi yang akan didiskusikan yaitu permasalahan yang sedang dihadapi, akan

difokuskan dalam bentuk pertanyaan, tugas, dan pendapat yang harus disampaikan

oleh peserta (Elfi, 2017). Dalam kegiatan diskusi tersebut para guru bisa membagi

pengalaman dalam pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar untuk

mencapai hasil belajar yang optimal. Bagi guru yang tingkat pengalamannya tinggi

akan menjadi lebih matang dan bagi guru yang tingkat pengalamannya rendah akan

menambah pengetahuan. Keunggulan FGD adalah keterlibatan guru bersifat holistik

dan konprehensip dalam semua kegiatan. Afiyanti (2008) juga menyatakan

keunggulan penggunaan FGD lainnya yaitu memberikan data yang lebih banyak dan

memberikan nilai tambah. Keunggulan lainnya yaitu guru dapat menukar pendapat,

memberi saran, tanggapan dan berbagai reaksi sosial dengan teman seprofesi sebagai

peluang bagi mereka untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman.

Karakteristik pelaksanaan kegiatan FGD dilakukan secara obyektif dan

bersifat eksternal. FGD membutuhkan fasilitator/moderator terlatih dan terandalkan

untuk memfasilitasi diskusi agar interaksi yang terjadi diantara partisipan terfokus

pada penyelesaian masalah. Carey (1994) menjelaskan karakteristik pelaksanaan

9
metode FGD yaitu menggunakan wawancara semi struktur kepada suatu kelompok

individu dengan seorang moderator yang memimpin diskusi dengan tatanan informal

dan bertujuan mengumpulkan data atau informasi tentang topik isu tertentu. Metode

FGD memiliki karakteristik jumlah individu yang cukup bervariasi untuk satu

kelompok diskusi. Satu kelompok diskusi dapat terdiri dari 4 sampai 8 individu

(Kitzinger, 1996; Twin, 1998) atau 6 sampai 10 individu (Howard, Hubelbank &

Moore,1999).

Peserta dalam FGD biasanya terdiri dari 6-8 orang dan paling banyak 12

orang. Banyak sedikitnya jumlah dalam kelompok dapat mempengaruhi keaktifan

dan tanggung jawabnya untuk turut serta mencapai hasil yang diharapkan. FGD

biasanya dilakukan selama 45-60 menit, namun ada yang lebih lama yaitu mencapai

120 menit tergantung bahan pembicaraannya (Aprilia et al., 2016).

b. Tahapan FGD

Karakteristik FGD yaitu adanya stimulus yang diberikan oleh moderator

ataupun rekan dalam diskusi, moderator sebagai pemimpin jalannya intervensi dan

pemberi topik permasalahan, adanya interaksi dalam kelompok yang diharapkan

dapat membantu penyelesaian masalah (Dilshad & Latif, 2013). Tahapan-tahapan

dalam FGD (Paramita & Kritiana,2013) yaitu:

1. Tahap orientasi dan eksplorasi

Dalam tahap ini anggota kelompok dan fasilitaror akan membangun rapport

seperti perkenalan, menyampaikan aturan dan kesepakatan selama kegiatan


10
intervensi berlangsung. Kemudian melakukan ice breaking dan dilanjutkan

dengan memaparkan Tujuan Kegiatan. Selanjutnya peserta akan mengisi

Pretest dan peserta memaparkan masalah yang dihadapinya. Penutup

(penyampaian untuk pertemuan selanjutnya).

2. Transisi

Dalam tahap ini peserta akan mereview terkait permasalahan yang sudah

didapatkan dalam pertemuan sebelumnya dan diharapkan peserta dapat saling

bertukar pikiran dalam diskusi.

3. Tahap Kerja dan Produktivitas (FGD)

Fasilitator akan mereview terkait diskusi yang sudah dilakukan pada

pertemuan sebelumnya. Kemudian fasilitator menjelaskan rangkuman inti

permasalahan yang dialami peserta.

c. Kelebihan dan Kelemahan FGD

Kelebihan utama metode FGD adalah kemampuan menggunakan interaksi

antar partisipan untuk memperoleh kedalaman dan kekayaan data yang lebih padat

yang tidak diperoleh dari hasil wawancara mendalam. Hal ini dimungkinkan karena

partisipasi individu dalam memberikan data dapat meningkat jika mereka berada

dalam suatu kelompok diskusi. Namun, metode ini tidak terlepas dari berbagai

tantangan dan kesulitan dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan yang optimal dari

metode FGD masih seringkali menjadi bahan perdebatan para ahli penelitian dan

11
konsensus untuk menyepakati metode FGD sebagai metodologi yang ideal dalam

penelitian kualitatif masih belum dicapai (McLafferty, 2004). Metode FGD

berdasarkan segi kepraktisan dan biaya merupakan metode pengumpulan data yang

hemat biaya/tidak mahal, fleksibel, praktis, elaborasif serta dapat mengumpulkan data

yang lebih banyak dari responden dalam waktu yang singkat (Streubert & Carpenter,

2003). Selain itu, metode FGD memfasilitasi kebebasan berpendapat para individu

yang terlibat dan memungkinkan para peneliti meningkatkan jumlah sampel

penelitian mereka. Dari segi validitas, metode FGD merupakan metode yang

memiliki tingkat high face validity dan secara umum berorientasi pada prosedur

penelitian (Lehoux, Poland, & Daudelin, 2006). Metode FGD juga memiliki

beberapa kelemahan sebagai alat pengumpulan data. Dari segi analisis, data yang

diperoleh melalui FGD memiliki tingkat kesulitan yang tinggi untuk dianalisis dan

banyak membutuhkan waktu. Selain itu, kelompok diskusi yang bervariasi dapat

menambah kesulitan ketika dilakukan analisis dari data yang sudah terkumpul.

Pengaruh seorang moderator atau pewawancara juga sangat menentukan hasil akhir

pengumpulan data (Leung et al., 2005). Selanjutnya, dari segi pelaksanaan, metode

FGD membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk keberlangsungan interaksi yang

optimal dari para peserta diskusi (Lambert & Loiselle, 2008). Keterbatasan lainnya

dari penggunaan metode FGD dapat terjadi pada umumnya karena peneliti seringkali

kurang dapat mengontrol jalannya diskusi dengan tepat. Aktivitas para individu

dalam bertanya dan mengemukakan pendapat cukup bervariasi, terutama jika terdapat

12
individu yang mendominasi diskusi kelompok tersebut sehingga dapat

mempengaruhi pendapat individu yang lain dalam kelompok. Disinilah pentingnya

peran peneliti sebagai fasilitator yang terlatih dan terandalkan dalam kelompok untuk

mencegah terjadinya hal tersebut di atas (Steubert & Carpenter, 2003). Selain itu,

Lambert dan Loiselle (2008) menyatakan bahwa penggunaan metode FGD

membutuhkan kombinasi dengan alat pengumpulan data lainnya untuk meningkatkan

kekayaan data dan menjadikan data yang dihasilkan menjadi lebih bernilai dan lebih

informatif untuk menjawab permasalahan suatu penelitian.

2. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri untuk melakukan suatu hal

agar tercapainya tujuan yang diinginkan. Motivasi menjadi peran yang sangat penting

dalam proses pembelajaran, karena motivasi dapat menumbuhkan semangat dalam

diri, tumbuhnya rasa ingin tahu dan aktif dalam pembelajaran, sehingga dengan

adanya motivasi maka peserta didik dapat terdorong untuk belajar lebih serius.

Menurut Sugeng (2016) motivasi belajar merupakan kondisi psikologis yang akan

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dan motivasi juga sebagai daya

penggerak yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar yang

diharapkan akan tercapai. Ernata (2017) menyatakan bahwa motivasi merupakan

suatu pendorong yang dapat mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk

aktivitas nyata dan dorongan untuk berusaha melakukan perubahan terhadap tingkah

laku untuk menjadi yang lebih baik. Pendapat lain Brophy (dalam Koca, 2016)
13
menyatakan bahwa motivasi belajar adalah kompetensi diperoleh melalui pemodelan,

komunikasi harapan dan instruksi langsung atau sosialisasi oleh orang lain yang

signifikan. Sedangkan Warti (2016) menyatakan bahwa motivasi merupakan

kemauan, keinginan, kehendak yang muncul dari dalam masing-masing individu

yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan. Jadi, motivasi

merupakan energi berupa dorongan dalam diri seseorang yang dapat mengubah

tingkah laku seseorang menjadi lebih baik sehingga adanya dorongan untuk

melakukan kegiatan atau aktivitas nyata. Dalam kegiatan belajar motivasi sangat

diperlukan oleh peserta didik, sebab peserta didik yang tidak memiliki motivasi

dalam belajar tentu tidak akan melakukan aktivitas belajar Masni (2017).

Menurut Dimyati dan Mujiyono (dalam Nurmala dkk., 2014), motivasi sangat

bermanfaat bagi siswa dan guru dalam proses pembelajaran, yaitu dengan adanya

motivasi siswa akan bersemangat dan dapat belajar secara terarah, sedangkan guru

memiliki peran untuk menumbuhkan serta menjaga motivasi siswa untuk terus

belajar. Selanjutnya Suprihatin (2015) menyatakan keberhasilan dalam pembelajaran

sangat dipengaruhi oleh motivasi siswa dalam belajar. Lebih lanjut, hasil penelitian

Sunadi (2013) menyatakan peningkatan motivasi belajar siswa berbanding lurus

dengan peningkatan hasil belajarnya. Hasil penelitian Ulfah dkk (2016) juga

menyatakan, adanya hubungan yang erat antara motivasi peserta didik dengan hasil

belajar peserta didik. Oleh karena itu, setiap guru harus dapat memahami perbedaan

motivasi yang dimiliki pada masing-masing siswa.

14
Pada dasarnya motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk

menggerakkan, menggarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong

untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Menurut Clayton Alderfer (dalam Nashar, 2004:42) Motivasi belajar adalah

kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat

untuk mencapai prestasi atau hasil belajar sebaik mungkin. Motivasi dipandang

sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia,

termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang

mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap serta perilaku

pada individu belajar (Koeswara, 1989 ; Siagia, 1989 ; Sehein, 1991 ; Biggs dan

Tefler, 1987 dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006) Untuk peningkatan motivasi

belajar menurut Abin Syamsudin M (1996) yang dapat kita lakukan adalah

mengidentifikasi beberapa indikatoryna dalam tahap-tahap tertentu. Indikator

motivasi antara lain: 1) Durasi kegiatan, 2) Frekuensi kegiatan, 3) Presistensinya

pada tujuan kegiatan, 4) Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi

kegiatan dan kesulitan untuk mencapai tujuan, 5) Pengabdian dan pengorbanan untuk

mencapai tujuan, 6) Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang

dilakukan, 7) Tingkat kualifikasi prestasi, 8) Arah sikapnya terhadap sasaran

kegiatan.

Winkel, 2003 dalam Puspitasari, (2012) definisi atas motivasi belajar adalah

segala usaha di dalam diri sendiri yang menimbulkan kegiatan belajar, dan menjamin

15
kelangsungan dari kegiatan belajar serta memberi arah pada kegiatan kegiatan belajar

sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis

yang bersifat non intelektual dan berperan dalam hal menumbuhkan semangat belajar

untuk individu.

Motivasi belajar adalah dorongan dari proses belajar dan tujuan dari belajar

adalah mendapatkan manfaat dari proses belajar. Beberapa siswa mengalami

masalah dalam belajar yang berakibat prestasi belajar tidak sesuai dengan ang

diharapkan. Untuk mengatasi masalah yang dialami tersebut perlu ditelusuri faktor

yang mempengaruhi hasil belajar di antaranya adalah motivasi belajar siswa, dimana

motivasi belajar merupakan syarat mutlak untuk belajar, serta sangat memberikan

pengaruh besar dalam memberikan gairah atau semangat dalam belajar (Puspitasari,

2012).

Menurut Clayton Alderfer dalam Hamdhu, 2011 Motivasi belajar adalah

kecenderungan siswa dalam melakukan segala kegiatan belajar yang didorong oleh

hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil belajar sebaik mungkin. Motivasi belajar

merupakan peranan yang khas adalah sebagai penumbuhan gairah dalam diri setiap

individu, serta memunculkan perasaan penggerak semangat untuk belajar. Siswa

yang memilki motivasi tinggi akan memiliki semangat dan banyak energi untuk

melakukan kegiatan belajar sehari- harinya. Sardiman (2011) dalam Puspitasari

(2012).

16
Menurut Djamarah, (2002) motivasi belajar pada setiap individu dapat

berbeda, sehingga ada siswa yang sekedar ingin menghindari nilai yang jelek bahkan

untuk menghindari hukuman dari guru, dan orientasinya hanya untuk memperoleh

nilai yang tinggi, namun ada pula siswa yang benar-benar ingin mengembangkan

wawasan dan pengetahuan.

Motivasi dan belajar adalah dua hal yang saling berkaitan. Motivasi belajar

merupakan hal yang pokok dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga tanpa

motivasi seseorang tidak akan melakukan kegiatan pembelajaran. Motivasi sebagai

penggerak seseorang untuk melakukan suatu hal untuk tujuan yang dikehendaki

oleh para siswa. Bermula dari motivasi belajar seseorang memiliki semangat untuk

menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

1. Teori Motivasi Belajar

(Purwa, 2012) Teori motivasi belajar tidak dapat dilepaskan dengan

pembahasan tentang teori belajar Koneksionisme S-R dan teori Belajar Kognitif

(Teori Gestalt). Dalam membicarakan soal motivasi belajar, hanya akan dibahas dari

dua sudut pandang, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang

yang disebut “motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang

yang disebut “motivasi ekstrinsik” menurut W.S Winkel, 1997 dalam Sardiman

2012 yaitu:

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri

17
yang dapat mendorong melakukan tindakan belajar. Motivasi intrinsik adalah

motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang atau motivasi yang erat dengan tujuan

belajar.

1. Keinginan untuk menjadi orang ahli dan terdidik

2. Belajar yang disertai dengan minat

3. Belajar yang disertai dengan perasaan senang

b) Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya

perangsang dari luar. Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik bila anak didik

menempatkan tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar (resides in some

factors outside the learning situation). Anak didik belajar karena hendak mencapai

tujuan yang terletak di luar hal yang dipelajarinya (Sardiman, 2012).

1. Belajar demi memenuhi kewajiban

2. Belajar demi memenuhi kebutuhan

3. Belajar demi memperoleh hadiah

4. Belajar demi meningkatkan gengsi

5. Belajar demi memperoleh pujian dari guru, orang tua, dan teman

6. Adanya ganjaran dan hukuman

18
3. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana

(2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan

tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono,

2006: 26-27) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari

dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta,

peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal

yang dipelajari.

c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk

menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.

d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-

bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya

mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.

e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya

kemampuan menyusun suatu program.

f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal

berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.

19
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan

untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan

siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam

penelitian ini adalah hasil belajar kognitif IPS yang mencakup tiga tingkatan yaitu

pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Instrumen yang digunakan

untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah tes.

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di

kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri.

Sugihartono, dkk. (2007: 76- 77), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar, sebagai berikut:

 Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.

 Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal

meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

B. Penelitian Terdahulu

1. Septi Hidayani (2016), PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FOCUS

GROUP DISCUSSION DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN

20
BERPIKIR KREATIF DAN HASIL BELAJAR PAI SISWA SD NEGERI 05

KEPAHIANG.

2. Widiyati (2019), Focus Group Discussion (FGD) untuk Meningkatkan Aktivitas

dan Hasil Belajar Kompetensi Ketenagakerjaan Peserta Didik di SMP N 7

Purworejo.

3. Made Waluyati (2020), Penerapan Focus Group Discussian (FGD) Untuk

Meningkatkan Kemampuan Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar.

4. Daiwi Widya (2021), PENERAPAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU

MENGIMPLEMENTASIKAN PENDEKATAN SAINTIFIK.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diatas, maka penelitian yang akan

dilakukan penulis berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu tersebut

dikarenakan menerapkan Focus Group Discussion (FGD) untuk mengetahui

apakah adanya pengaruh FGD terhadap motivasi dan hasil belakar serta seberapa

besar pengaruhnya pada siswa kelas VIII MTs Al-Anshor Namatimur.

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori pembelajaran dan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada

latar belakang penelitian sebelumnya, peneliti dapat menyusun hipotesis tindakan

sebagai berikut:

21
Ada Pengaruh Focus Group Disscusion (FGD) Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar
Ha
Siswa Pada Kelas VIII MTs Al-Anshor Namatimur.
Tidak Ada Pengaruh Focus Group Disscusion (FGD) Terhadap Motivasi dan Hasil
Ho
Belajar Siswa Pada Kelas VIII MTs Al-Anshor Namatimur.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang akan dicapai, maka tipe

penilitian adalah tipe kuantitatif deskriptif (penjelasan) yang bertujuan

mendeskripsikan suatu gejala,peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang

(Sudjana, 2001: 69). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest and

posttest group experiment. Penelitian ini tidak ada variabel kontrol sehingga tidak ada

kelas kontrol. Menurut Bambang P&Lina Miftahul Jannah (2011: 161), pretest and

posttest group yaitu suatu kelompok eksperimen diukur variabel dependennya

(pretest) kemudian diberi stimulus, dan diukur kembali variabel dependennya

(posttest) tanpa ada kelompok pembanding. Hal senada juga diungkapkan oleh

Christensen (2001) sebagaimana dikutip oleh Liche 58 Seniati, dkk (2008: 118),

bahwa desain pretest-posttest disebut juga beforeafter desain. Pada desain ini, diawal

penelitian dilakukan pengukuran terhadap variabel terikat yang telah dimiliki subjek.

Setelah diberikan manipulasi, dilakukan pengukuran kembali terhadap variabel

terikat dengan alat ukur yang sama.

Rancangan one group pretest-posttest design ini terdiri atas satu kelompok

yang telah ditentukan. Di dalam rancangan ini dilakukan tes sebanyak dua kali, yaitu

sebelum diberi perlakuan disebut prates dan sesudah perlakuan disebut pascates.

23
Adapun pola penelitian metode one group pretest-posttest design menurut Sugiyono

(2013:75) sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian


Kelompok Pretest Variabel Postest
Kelas intrument O1 X O2

O1 X O2

O1 = nilai prates (sebelum perlakuan)


X = model pembelajaran inkuiri terbimbing
O2 = nilai pascates (setelah diberi perlakuan)

Pada desain ini tes yang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan eksperimen. Tes yang dilakukan sebelum mendapatkan

perlakuan disebut prates. Prates diberikan pada kelas eksperimen (O1). Setelah

dilakukan prates, penulis memberikan perlakuan berupa pembelajaran

mengidentifikasi unsur kalimat efektif dalam teks eksposisi dengan menggunakan

model talking stick (X), pada tahap akhir penulis memberikan pascates (O2).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada MTS Al-Anshor Namatimur.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di MTS Al-Anshor Namatimur pada saat jam sekolah.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

24
Pada penelitian ini, peneliti memilih sampel satu kelas untuk dijadikan

sebagai kelas ekperimen. Di dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak 2 kali

yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. observasi yang dilakukan

sebelum eksperimen disebut pretest, dan observasi setelah eksperimen disebut

posttest (Suharsimi Arikunto, 2006: 85).

1. Populasi dalam penilitian ini adalah semua peserta didik kelas VIII MTS Al-

Anshor Namatimur.

2. Sampel dalam penilitian ini adalah peserta didik kelas VIII berjumlah 20 orang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai

berikut : untuk hasil penilaian proses, dilakukan pengamatan pada aspek oleh guru

mata pelajaran ekonomi yang difasilitasi oleh penilitian. Skornya diperoleh sesuai

dengan kenyataan-kenyataan yang dilihat selama melakukan pengamatan. Ditambah

dengan skor yang diperoleh lewat LKPD yang merupakan hasil kognitif peserta didik.

Selain LKPD, dilakukan pengukuran untuk menilai kemampuan kognitif peserta

didik juga dengan menggunakan objektif dalam bentuk essaynya, kegiatan ini

dilakukan setelah selesai kegiatan belajar mengajar, hasil tes peserta didik selanjutnya

diberikan skor.

25
E. Instrumen Penilaian

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penilitian ini adalah

: 1) instrumen tes (pretest dan pro test), 2) Lembar pengamatan data aspek efektif dan

psikomotor dengan menggunakan skala penilaian untuk mengukur kemampuan

peserta didik selama proses pembelajaran. 3) Instrumen tes berupa tes objektif dalam

bentuk essay untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik, dan LKPD (Lembar

Kerja Peserta Didik). 4) Angket untuk mengetahui peningkatan motivasi.

F. Teknik Analisis Data

Hasil pengukuran berupa skor-skor yang dimiliki setiap peserta didik

selanjutnya akan diubah dalam bentuk nilai. Proses perubahan skor menjadi nilai

(penilaian) adalah sebagai eberikut:

Langkah I :

Mengubah skor yang diperoleh peserta didik ke dalam bentuk presentasi pencapaian

(X), sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh Sudijono (2005:318).

Jumlah skor yang diperoleh


Skor siswa= x 100%
Jumlah skor tetap

Untuk skor yang diperoleh peserta didik lewat hasil tes akhir, hasil olahannya dalam

bentuk persentase pencapaian disebut X1. Sedangkan hasil olahan data skor

perolehan penilaian afektif dan penilaian psikomotor menjadi persentase pencapaian

26
ditambah dengan skor perolehan LKPD disebut X2 skor perolehan afektif dan

psikomotor dikonversikan dengan data sebagai berikut :

Tabel 3.1 Konversi Nilai Afektif dan Psikomotor

Interval Kualifikasi
81-100 Sangat baik
61-80 Baik
41-60 Cukup
21-40 Kurang/gagal
(Ratumanan,2003:106)

Langkah II :

Akan dicari nilai (NA) sesuai dengan rumus sebagai berikut :

75 ( X 2 ) +25( X 1)
NA = (Arikunto, dalam Esomar 2004:46)
100 %

Keterangan :

X1 = Nilai tes peserta didik setelah kegiatan pembelajaran

X2 = Penilaian aproses didapat dari skor perolehan penilaian aspek kognitif

50% + skor perolehan aspek afektif x 20% skor perolehan aspek

psikomotorx30%

NA = Nilai akhir.

Kemudian dikonversikan nilai NA dengan menggunakan tabel sebagai berikut :

Tabel 3.1 Konversi Nilai Akhir (NA)


Tingkat Penguasan
Nilai Huruf Klasifikasi
Kompetensi (%)
27
86-100 A Sangat baik

76-85 B Baik

60-75 C Cukup

60 D Kurang/gagal

Selanjutnya pengujian validitas dan dan realibilitas. Uji validitas digunakan

untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan

valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan

diukur oleh kuesioner tersebut. Validitas data diukur dengan rnenggunakan r hitung

dengan r table (r product moment). Jika r hitung > r tabel, dan nilai positif maka butir

atau pertanyaan atau indikator terdebut dinyatakan valid. Sedangkan Uji reliabilitas

adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel

atau konstruk. Suatu koesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang

terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.69 Pengukuran

reliabilitas dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja. Di sini pengukuran

hasil hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pernyataan lain atau

mengukur korelasi antar jawaban peryataan. Pengujian reliabilitas ini dilakukan

dengan menggunakan formula Cronbach alpha (·) > 0, 60.

28

Anda mungkin juga menyukai