Anda di halaman 1dari 11

BAB I

LATAR BELAKANG ATROFI

Patologi adalah salah satu dasar ilmu kedokteran, dan memiliki peranan yang
sangat fundamental. Sering kali diagnosis pasti suatu penyakit ditegakkan dengan
patologi (histopatologi). Sedangkan pengertian Patologi dalam arti yang luas adalah
bagian dari ilmu kedokteran yang mengamati sebab dan akibat dari terjadinya penyakit
atau kelainan pada tubuh. Namun pengertian patofisiologi sendiri adalah reaksi fungsi
tubuh terhadap suatu penyakit yang masuk ke dalam tubuh.
Mekanisme adaptasi sel terdiri dari organisasi sel yaitu unit kehidupan, kesatuan
lahiriah yang terkecil menunjukkan bermacam-macam fenomena yang berhubungan
dengan hidup.dan selalu berhubungan dengan karakteristik makhluk hidup yaitu :
bereproduksi, tumbuh, melakukan metabolisme dan beradaptasi terhadap perubahan
internal dan eksternal. Regenerasi adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel
yang bertujuan untuk mengisi ruang tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian
yang rusak.
Nekrosis adalah kematian yang utama. Sel yang mengalami kematian secara
nekrosis umumnya disebabkan oleh factor dari luar secara langsung,misalnya : kematian
sel di karenakan kecelakaan, infeksi virus, radiasi sinar radio aktif atau keracunanzat
kimia. Tanpa adanya tekanan dari luar, sel tidak akan dapat mati secara nekrosis.
Atrofi merupakan simtoma penyusutan jaringan atau organ. Atrofi kemungkinan
terjadi akibat tindak balas adaptasi terhadap tekanan sehingga isi padu sel mengerut dan
seterusnya syarat tenaga diturunkan ke tahap yang minimum. penyebab lain yang
mungkin adalah kurang digunakan seperti pada otot rangka. selain penurunan keperluan
sesuatu fungsi, kekurangan bekalan oksigen atau nutrisin , inflamasi kronis dan proses
penuaan juga mematikan pada fenomena atropi . Begitu juga dengan gangguan isyarat
dalam tindakan hormon berakibat fungsi sesuatu organ berkurang.
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi karena sel spesifik yaitu sel parenkim sel
yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil. Atrofi yang terjadi pada suatu
alat tubuh menyebabkan alat tubuh mengecil. Dengan kata lain alat tubuh tersebut
melisut. Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi karena sel sel spesifik, yaitu sel sel
parenkim yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil. Jadi, bukan mengenai
sel jaringan ikat atau stroma alat tubuh tersebut. Stroma tampaknya bertambah; yang
sebenarnya hanya relatif, karena stroma tetap. Kadang kadang dapat terjadi atrofi akibat
jumlah sel parenkim berkurang, yaitu atrofi numerik.
Meskipun atrofi biasanya merupakan proses patologik juga dikenal dengan atrofi
fisiologik. Beberapa alat tubuh dapt mengecil atu menghilang sama sekali selama masa
perkembangan/kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut setelah masa usia tertentu tidak
menghilang, malah dianggap patologik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya


ukuran sel atau mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi
numerik) sel parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008). Atropi adalah perubahan
ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat berkurangnya substansi sel sehingga
jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih kecil. Mengecilnya alat tubuh
tersebut karena sel-sel yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil. Jadi bukan
mengenai sei-sel jaringan ikat atau stroma alat tubuh tersebut. Stroma tampaknya
bertambah yang sebenarnya relative karena stroma tetap.
Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi
tersebut. Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui
terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum,
terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis.
A. Atropi Fisiologik
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa
organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan
atau pertumbuhan, dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang
ketika sudah mencapai usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik ( Saleh,
1973). Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana
glandula mammae mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan
uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi.
Penyebab proses atrofi ini bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya
stimulus endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsanrangsang tumbuh (growth
stimuli), berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan akibat
sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut terjadi karena peoses normal penuaan
(Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi yang
terjadi di luar proses normal/alami.
Vaskularisasi berkurang karena arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran
pada otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis.
Begitu pula rangsang endokrin yang berkurang pada masa menopause menyebabkan
payudara menjadi kecil, ovarium dan uterus menjadi tipis dan keriput. Starvation atropi
terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan untuk waktu yang lama misainya pada yang
tidak mendapatkan asupan makanan seperti orang terdampar dilaut, padang pasir, atau
pada orang yang mengalami gangguan saluran pencernaan seperti pada striktura
oesofagus. Karena itu alat-alat tubuh tidak mendapat makanan cukup dan mengecil.

B. Atropi Patologik
Atropi patologik dapat dibagi beberapa kelompok :
1. Atrofi senilis
Atrofi Sinilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis
termasuk dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya
merupakan atropi patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok
atrofi senilis padahal proses aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis
yang merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy
terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini
dapat terjadi pada orang yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama
(tanpa berbuka puasa), orang yang memang tidak mendapat makanan sama sekali
(karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang menderita gangguan
pada saluran pencernaan misaln ya karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada
penderita stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan yang
cukup, namun makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena
makanan akan di semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan
sampai ke jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan
menjadi kurus kering.
2. Atropi disuse adalah atropi yang terjadi pada organ yang tidak beraktifitas dalam
jangka waktu lama.
Disuse atrofi otot menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat kurang aktif,
terputusnya saraf, pengurangan aliran darah, kekurangan nutrisi, atau hilangnya
rangsangan hormonal (Tambayong, 2000) Disuse atrofi otot merupakan tidak
berkontraksinya serabut-serabut otot dalam waktu yang cukup lama sehingga
perlahan-lahan akan mengecil (atrofi), dimana terjadi perubahan perbandingan antara
serabut otot dan jaringan fibrosa (Guyton, 2007) Stroke non hemoragik adalah
adanya proses pembekuan darah yang dapat menghambat aliran pembuluh darah
sehingga bekuan tersebut memperlambat hingga menghentikan aliran darah, yang
disebut dengan iskemik (National Stroke Association).
3. Atropi desakan terjadi pada suatu organ tubuh yang terdesak dalam waktu lama.
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang
lama dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik
terjadi pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi
(pada nak-anak). Atroi desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat
aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis.
Karena desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis
akibat desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air,
yang biasanya terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu.
Atrofi dapat terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor
didekatnya yang makin lama makin membesar ( Saleh, 1973).
4. Atropi endokrin terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada
rangsang hormon tertentu.
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon
tertentu. Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ
tertentu berkurang atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada
penyakit Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan
atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.
5. Atropi vaskuler terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga
dibawah nilai krisis. Vaskular yang dimaksud adalah pembuluh darah diluar
pembuluh koroner meliputi adalah pembuluh arteri, vena, dan juga limfe. Di dalam
tubuh manusia terdapat pembuluh darah yang tersebar ke seluruh bagian tubuh.
Secara garis besar, pembuluh darah dalam sistem sirkulasi tubuh terbagi menjadi dua
yaitu arteri dan vena.
6. Atropi payah (exhaustion atrophy) terjadi karena kelenjar endokrin yang terus
menghasilkan hormone yang berlebihan akan mengalami atropi payah.
7. Atropi serosa dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia. Jaringan
lemak yang mengalami atropi akan menjadi encer seperti air atau lender.
8. Atropi coklat juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia dan
organ yang mengalami atropi adalah jantung dan hati.

Faktor-faktor yang mempengaruhi disuse atrofi otot.


a. Imobilisasi
Gangguan mobilitas fisik (imobilisasi) menurut North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) adalah ketidakmampuan dari energi baik dari segi fisik
maupun psikis dalam memenuhi aktivitas sehari-hari. Bisa disebabkan oleh
gangguan masalah peredaran darah ataupun adanya gambaran iskemik. Tingkat
mobilisasi fisik dapat disebabkan oleh instruksi pembatasan gerak volunter atau
kehilangan fungsi motorik (Potter and Perry, 2006). Pengukuran antropometrik
untuk mengevaluasi atrofi otot, menggunakan pencatatan asupan dan haluaran serta
data laboratorium untuk mengevaluasi status cairan, dan elektrolit. Pengkajian
rentang gerak juga penting dilakukan sehingga hasilnya bisa dibandingkan untuk
mengevaluasi terjadinya kehilangan mobilisasi sendi. Imobilisasi dapat
menimbulkan pengaruh yang bermakna pada tingkat kesehatan, kemandirian, dan
status fungsional (Potter and Perry, 2006).
b. Status Kesehatan
Beberapa masalah kesehatan yang timbul pada otot adalah atrofi otot, hipertrofi,
dysplasia, hyperplasia, metaplasia, cedera dan kematian sel, iskemik, trombosis,
embolisme, infark, nekrosis, kematian somatik, rigor mortis, livor mortis, argor
mortis. Perubahan ini akibat stimulus berbahaya yang dialami oleh jaringan. Metode
ini digunakan oleh sel-sel untuk tetap hidup dan menyesuaikan beban kerja dengan
kebutuhan (Tambayong, 2000).
c. Status Nutrisi
Pemberian vitamin D dosis rendah setiap harinya dapat mempertahankan kekuatan
otot serta mencegah terjadinya atrofi otot pada serat otot. Kekurangan nutrisi dapat
menyebabkan terjadinya atrofi jaringan lemak, usus dan pancreas, dan otot.
Kekurangan energi protein sangat berpengaruh terhadap terjadinya atrofi karena
kecukupan sumber energi sangat dibutuhkan untuk kontraksi, serta kecukupan
asupan protein khususnya protein esensial yang sangat penting untuk sintesa DNA
dan pertumbuhan sel otot (Potter and Perry, 2006). Pasien dengan imobilisasi
memerlukan diet tinggi protein, tinggi kalori dengan tambahan vitamin B dan C.
Protein diperlukan untuk mengganti jaringan yang rusak dan membangun kembali
cadangan protein yang kurang sedangkan asupan tinggi kalori memberikan cukup
energi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan menggantikan jaringan
subkutan. Tambahan vitamin C diperlukan untuk menggantikan cadangan protein
dan vitamin B komplek dibutuhkan untuk keutuhan kulit dan penyembuhan luka,
jika pasien tidak bisa makan maka nutrisi bisa diberikan melaui parenteral atau
enteral (Potter and Perry, 2006).
d. Hilangnya Persarafan
Hilangnya persarafan otot, menyebabkan terjadinya atrofi otot. Pada kelemahan
(hemiparesis), hilangnya persarafan seluruh daerah anggota tubuh dapat juga
menyebabkan atrofi (disuse). Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya atrofi
sebagai hasil dari anoksia jaringan yang juga bisa karena lambatnya dan
berkurangnya aliran darah (Guyton, 2007).
e. Usia
Perubahan terkait usia pada sendi dan jaringan penyambungan menyebabkan
terganggunya gerakan fleksi dan ekstensi, menurunnya fleksibilitas, dan
berkurangnya bantalan perlindungan sendi (Miller, 1999). Usia 20-30 tahun baik
laki-laki dan wanita akan mencapai puncak kekuatan otot, namun di atas usia
tersebut akan mengalami penurunan kecuali diberikan latihan. Kondisi melemahnya
otot pada lansia dan penurunan daya tahan tubuh dapat muncul dengan cepat karena
efek biokimia dan fisiologis (Carpenito, 2009).
BAB III
PEMBAHASAN

Atropi adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat
berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi
lebih kecil. Mengecilnya alat tubuh tersebut karena sel-sel yang menjalankan fungsi alat
tubuh tersebut mengecil. Jadi bukan mengenai sei-sel jaringan ikat atau stroma alat
tubuh tersebut. Stroma tampaknya bertambah yang sebenarnya relative karena stroma
tetap.
Beberapa penyakit yang disebabkan karena atrofi, antara lain:
1. Atrofi senilis Atrofi Sinilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi
senilis termasuk dalam atofi umum (general atrophy). Contoh atropi senilis yang
merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan). Orang yang menderita
gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura)
esophagus.
2. Atropi disuse adalah atropi yang terjadi pada organ yang tidak beraktifitas dalam
jangka waktu lama. Atrofi ini memicu terjadinya kelemahan otot bahkan tidak jarang
pasien mengalami disabilitas. Kondisi ini terbagi 2 jenis, yaitu atrofi otot karena
tidak digunakan (disuse atrophy) dan atrofi neurogenetik (Neurogenetik atrophy).
3. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan
dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atrofi desakan patologik misalnya terjadi
pada sternum akibat aneurisma aorta. Parenkim ginjal dapat menipis akibat desakan
terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang biasanya
terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu.
4. Atropi endokrin terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada
rangsang hormon tertentu. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga
mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.
5. Atropi vaskuler terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga
dibawah nilai krisis. Vaskular yang dimaksud adalah pembuluh darah diluar
pembuluh koroner meliputi adalah pembuluh arteri, vena, dan juga limfe.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009.  Patofisiologi: Buku Saku. Ed isi 3. Jakarta: EG.Kumar,


Vinay; Ramzi S.Cotran; Stanley L.

Robbins. 2007.  BukuTerbuka sedikitPatologi Robbins, Ed.7, Vol.1 . Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Lestari Ajeng, Mulyono. 2011.  AnalisisCitraGinjaluntuk IdentifikasiSelPsikonosisdan


SelNekrosis. Jurnal Neutrino Vol.4, No.1, hal:48-66.

Pringgoutomo, S.; S. Himawan; A. Tjarta. 2002.  Buku Terbuka sedikit Patologi


Saya. Jakarta:

Sagung Seto.Robbins & Cotran., 2009.  Buku Saku Dasar Patologi Penyakit (ed.7).
mitchell,RN,

Kumar,V., Abbas, AK, Fausto, N (editor). Jakarta:

EG.Sarjadi. 2003.  PatologiUmum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Tambayong, Jan. 2000.  Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EG

Anda mungkin juga menyukai