Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PATOFISIOLOGI

"RESUME"

Dosen Pengampu:

dr. Sri Daryani

Di Susun Oleh:

BEBY TRI PRATIWI (PO71200190028)

Tingkat : 1B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


PRODI DIII KEPERAWATAN

TA. 2019/2020
ADAPTASI DAN JEJAS SEL

 Adaptasi Sel
Sel mampu mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya
sebagai respon terhadap berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini
disebut dengan adaptasi selular.
Terdapat 4 tipe adaptasi selular, yaitu:
a) Hipertrofi
Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel
pada organ. Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat
peningkatan beban kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi
meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur dalam sel.
Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri
atas sel permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat
patologis contohnya adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih
kecil dan kerja jantung jadi lebih berat.
b) Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype lainnya. Metaplasia
biasanya terjadi sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinu yang
menghasilkan peradangan kronis pada jaringan. Dengan mengalami metaplasia, sel-
sel yang lebih mampu bertahan terhadap iritasi dan peradangan kronik akan
menggantikan jaringan semula.
Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari
sel epitel kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons
terhadap merokok jangka panjang. Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus
kanker serviks. Pada perubahan sel kolumnar endoserviks menjadi sel skuamosa
ektoserviks terjadi secara fisiologis pada setiap wanita yang disebut sebagai proses
metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen,
proses metaplasia ini dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat patologis.
Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi
ganas.
Jadi, intinya metaplasia bisa terjadi dalam bentuk fisiologis namun hanya sesaat saja
karena pasti akan ada factor yang menyebabkan metaplasia ini berubah sifat menjadi
patologis.
contoh kasus peradangan kronis pada jaringan
Salah satu contoh peradangan kronis misalnya pada penyakit gastritis. Gastritis adalah
suatu peradanganpada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster. Salah satu
etiologi terjadinya gastritis adalah Helycobacter pylory ( pada gastritis kronis ).
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon
radang kronispada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu
dengan mengganti sel mukosa gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat.
Karena sel squamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. pada saat
mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel
penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya akan
menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa
pada lapisan lambung, sehingga akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah
lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan.
Gastritis akut
gastritis akut yang bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang
bersifat iritasi lokal, gejala biasanya ringan seperti : rasa tidak enak di daerah
epigastrik, kram di perut / tegang juga dapat menimbulkan terjadinya perdarahan, di
samping itu pada gastritis dapat terjadi peningkatan yang dapat dapat menimbulkan
mual dan muntah juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh
karena kontak HCL dengan mukosa gaster.
c) Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel
atau mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel
parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008).
Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut.
Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih
dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat
dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ
tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau
pertumbuhan, dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang
ketika sudah mencapai usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik ( Saleh,
1973). Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana
glandula mammae mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium
dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat
resorpsi. Penyebab proses atrofi ini bervariasi, diantaranya yaitu
berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsan-
rangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya
perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut terjadi
karena peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi
patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi
senilis, atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi
senilis, atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
1. Atrofi senilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis
termasuk dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya
merupakan atropi patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi
senilis padahal proses aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang
merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy terjadi
bila tubuh tidak mendapat makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat
terjadi pada orang yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa
berbuka puasa), orang yang memang tidak mendapat makanan sama sekali (karena
terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang menderita gangguan pada saluran
pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada penderita
stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan yang cukup,
namun makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena makanan
akan di semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke
jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi
kurus kering.
2. Atrofi Lokal
Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu.
3. Atropi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot
mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila
terjadi kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada
poliomyelitis.
Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh
hilangnya impuls trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan
terpaksa harus berbaring lamaocclusion) pada saluran keluar pancreas, sel-sel asinus
pancreas (eksokrin) menjadi atrofik. Namun, pulau-pulau Langerhans (endokrin) yang
membentuk hormon dan disalurkan ke dalam darah tidak mengalami atrofi.
mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-tulang menjadi berlubang-lubang
karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan baik.
Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya tersumbat untuk waktu yang
lama. Ini misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi sumbatan
4. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang
lama dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik
terjadi pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi
(pada nak-anak). Atroi desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat
aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis.
Karena desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat
desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang
biasanya terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi
dapat terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya
yang makin lama makin membesar ( Saleh, 1973).
5. Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon
tertentu. Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ
tertentu berkurang atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada
penyakit Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan
atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.
Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut.
1. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/seseorang
2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf
3. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin
4. Kekurangan nutrisi
5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka akan mengakibatkan
pengecilan organ tersebut).
Mekanisme atropi secara singkat adalah sebagai berikut.
Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan perubahan
ke arah atropi) memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses kemunduran
ukuran sel menjadi lebih kecil. Namun, sel tersebut masih memungkinkan untuk tetap
bertahan hidup. Walupun sel yang atropi mengalami kemunduran fungsi, sel tersebut
tidak mati.
Atropi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang
mengalami atropi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu
pula dengan komponen yang lain seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan
tetapi ada peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat memakan/merusak sel itu
sendiri.
d) Hiperplasia
Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat tubuh/organ tubuh karena
pembentukan atau tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi,
terdapat dua jenis hyperplasia, yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang
sering kita temukan pada kasus hyperplasia fisiologis yaitu bertambah besarnya
payudara wanita ketika memasuki masa pubertas. Sedangkan hyperplasia patologis
sering kita temukan pada serviks uterus yang dapat mengakibatkan kanker serviks.
Sel-sel pada serviks tersebut mengalami penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia
ini diakibatkan oleh sekresi hormonal yang berlebihan atau faktor pemicu
pertumbuhan yang besar.

 Artrofi
Definisi : Mengecilnya ukuran sel atau berkurangnya sel parenkim dalam organ tubuh
(Syhrin, 2008). Etiologi : Disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi
tersebut.
Atrofi fisiologis : beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali
selama masa perkembangan atau pertumbuhan ( Saleh, 1973).
Artrofi patologis : jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang
ketika sudah mencapai usia tertentu ( Saleh, 1973).
Contoh : Salah satu contoh penyebab atrofi adalah kurangnya nutrisi dalam tubuh.
Mekanisme : kekurangan nutrisi yang sebagian besar (nutrisi tersebut) berasal dari
protein saat proses sintesis protein pada ribosom. Saat terjadi kekurangan nutrisi maka
akan mengakibatkan terganggunya proses sintesis protein yang terjadi di ribosom
dalam sel tubuh. Terganggunya proses sintesis protein mengakibatkan ribosom tidak
berfungsi pula, saat dirobosom tidak berfungsi maka lama-kelamaan ribosom akan
semakin sedikit dan jumlah volume sel semakin sedikit atau bahkan hilang.
Ketika seseorang mengalami kekurangan nutrisi dalam tubuhnya maka berisiko
mengalami komplikasi dari penyakit seperti campak, pneumonia, dan diare lebih
tinggi. Lalu dapat terjadi depresi, berisiko hipotermia, imunitas menurun sehingga
meningkatkan risiko terjadi infeksi, penyembuhan penyakit dan luka lebih lama serta
masalah terhadap kesuburan. Untuk mengetahui seseorang kekurangan gizi dapat
diperiksa dengan menghitung indeks massa tubuh, yaitu dengan menghitung berat
badan (dalam kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). Nilai
normal pada wanita adalah 19-24, dan pria adalah 20-25. Di bawah nilai tersebut
dikatakan kekurangan gizi dan diatas nilai tersebut dikatakan kelebihan gizi.
 Atrofi pada Testis
Testis mengalami atrofi karena berbagai hal. Kebanyakan, atrofi testis diawali dengan
orkitis yaitu peradangan pada testis yang disebabkan oleh infeksi. Biasanya, infeksi
tersebut ditandai dengan gejala pembengkakan testis. Pada orkitis dapat terjadi
kerusakan pembuluh darah pada korda spermatic (saluran yang berisi pembuluh
darah, persarafan, kelenjar getah bening, dan saluran sperma) yang dapat
menyebabkan atrofi testis. Akibatnya, testis tersebut mengalami kegagalan fungsi
untuk memproduksi sperma. Sehingga akan terjadi gangguan dalam menghasilkan
keturunan.
 Atrofi pada Otak, Penderita Alzheimer
Alzheimer termasuk salah satu kepikunan berbahaya yang dapat menurunkan daya
pikir dan kecerdasan seseorang. Fenomena alzheimer ditandai dengan adanya
kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga
mengganggu kegiatan sosial sehari-hari (Quartilosia, 2010). Secara anatomi, serebrum
mengalami atrofi, yaitu girus serebrum menjadi lebih kecil/menciut sedangkan
sulkusnya melebar.
Penderita Alzheimer biasanya akan sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu
barang. Orang-orang di sekitar penderita, biasanya akan mengalami kekhawatiran
terhadap penderita alzheimer. Ini merupakan akibat atrofi otak yang sangat
mematikan, karena sel-sel saraf pada otaknya mati.
 Atrofi pada Otot Bisep
Telihat dengan jelas bahwa lengan atasnya mengalami pengecilan. Pada umumnya,
kondisi ini disebabkan oleh inaktivitas/disuse otot lengan tersebut. Lengan tersebut
jarang digunakan untuk mengankat beban, atau jarang digunakan untuk bekerja
sehingga mengalami penyusutan. Atrofi ini disebut atrofi inaktivitas patologik.
Seseorang yang mengalami atrofi otot akan mengalami penurunan kekuatan bahkan
yang lebih fatal yaitu dapat mengakibatkan kelumpuhan. Namun, ada cara-cara
mengatasinya diantaranya yaitu, dilakukannya program olah raga rutin dengan
pengontrolan terapis, perawat, atau dokter; latihan dalam air untuk mengurangi beban
kerja otot; dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang (obat-penyakit.com, 2010).
Penyebab terjadinya atrofi
Sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahasannya
lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi
patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ
tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau
pertumbuhan. Contohnya yaitu proses penuaan yaitu penurunan fungsi/produktivitas
ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan
akaibat resorpsi.
Penyebabnya macam-macam, misal berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin,
involusi akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh, berkurangnya rangsangan
saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri.
Kalau atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Lalu seperti yang disebutkan Saudari Hutami, ada beberapa jenis atrofi yang nantinya
bisa kita identifikasi menurut jenisnya.
 Hiperplasia dan Hipertrofi
Perbedaan
*Hiperplasi : jumlah sel bertambah sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya payudara pada wanita saat memasuki masa
pubertas, Patologis : Hipertensi.
*Hipertrofi : bertambahnya isi/volume suatu jaringan sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya uterus Ibu hamil, Patologis : Membesarnya
kelenjar prostat.

 Jejas Sel
Terdapat beberapa penyebab cedera (jejas) sel. Lima (5) dari beberapa penyebab
umum jejas sel antara lain:
a) kekurangan oksigen
b) kekurangan nutrisi
c) infeksi sel
d) respon imun yang abnormal
e) Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dan kimia
(bahan-bahan kimia beracun).
Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama
yaitu p) jejas reversible (degenerasi sel) dan q) jejas irreversible (kematian sel).
Apakah penyebab cedera (jejas) sel yang paling sering terjadi ?
Hipokisa atau defisiensi oksigen,mengganggu respirasi oksidatif aerobic merupakan
penyebab jejas sel yang paling sering dan terpenting, serta menyebabkan kematian.
selain hipoksia terdapat pula penyebeb yang lain yaitu: Iskemiamerupakan penyebab
tersering dari hipoksia. Selain itu, disebabkan oleh oksigenasi darah yang tidak
adekuat (seperti pada pneumonia), berkurangnya kemampuan pengangkutan oksigen
darah (seperti pada anemia atau keracunan CO Sehingga menghalau pengikatan
oksigen)
tanda-tanda kerusakan jejas
mekanisme jejas sel : respon seluler terhadap stimulus yang berbahaya bergantung
pada tipe cedera, durasi, dan keparahannya. jadi toksin berdosis rendah atau iskemia
berdurasi singkat dapat menimbulkan jejas sel yang reversible. begitu pula
sebaliknya..
jadi jejas tersebut bisa terlihat atau tidak itu tergantung pada durasi iskemia dan kadar
toksin yang terkandung didalam jejas tersebut.
Respon imun yang abnormal
respon imun yang abnormal merupakan respon dari kekebalan tubuh terhadap suatu
keadaan yang dapat menimbulkan jejas sel. sebagai contoh dalam Skleroderma terjadi
pada fase vaskuler. pada fase tersebut dari respon imun yang abnormal
mengakibatkan akumulasi lokal faktor-faktor pertumbuhan yang menggerakkan
proliferasi fibroblas dan menstimulasi sisntesis kolagen.
Kekurangan imun dapat menyebabkan jejas
kekurangan nutrisi yang dimaksud adalah kekuarangan suatu zat yang sanagt
diperlukan untuk sel tersebut.
misalnya terjadi defisiensi protein. defisiensi protein ini akan menyebabkan
terganggunya pertumbuhan dan pemeliharaan pada jaringan, sehingga akan timbul
jejas yang akan merugikan bagi tubuh.

Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah masalah kesehatan yang disebabkan oleh organisme seperti virus,
bakteri, jamur, dan parasit. Meski beberapa jenis organisme terdapat di tubuh dan tergolong tidak
berbahaya, pada kondisi tertentu, organisme-organisme tersebut dapat menyerang dan
menimbulkan gangguan kesehatan, yang bahkan berpotensi menyebabkan kematian.

Beberapa Penyakit Infeksi Berdasarkan Penyebabnya

Berikut ini adalah beberapa macam penyakit menular akibat infeksi yang banyak ditemukan di
Indonesia, berdasarkan penyebabnya:

Infeksi virus

Virus merupakan penyebab infeksi yang paling sering terjadi. Beberapa penyakit akibat infeksi virus
yang masih banyak ditemukan di Indonesia meliputi ISPA, influenza, cacar, campak, hepatitis,
demam berdarah, HIV/AIDS, dan gastroenteritis.

Sedangkan penyakit infeksi virus yang terbilang lebih jarang ditemukan termasuk flu burung, flu
singapura, chikungunya, dan SARS.

Infeksi bakteri

Infeksi bakteri juga termasuk penyakit infeksi yang masih banyak ditemukan di Indonesia. Beberapa
contoh penyakit infeksi bakteri yang dimaksud adalah:

Demam tifoid

Tuberkulosis (TB)
Pneumonia

Meningitis

Infeksi saluran kemih

Difteri

Batuk rejan (pertusis)

Sepsis

Infeksi jamur

Jamur mudah tumbuh subur di daerah beriklim tropis dan hangat dengan kelembapan yang tinggi,
salah satunya Indonesia. Hal ini membuat penyakit infeksi jamur cukup banyak ditemukan di
Indonesia.

Beberapa contoh penyakit jamur yang sering terjadi adalah athlete’s foot atau infeksi jamur kaki,
infeksi jamur kulit, kuku, dan infeksi jamur pada vagina, histoplasmosis, blastomycosis, candidiasis,
dan aspergillosis. Sebagian jenis jamur juga dapat menyebabkan meningitis dan pneumonia.

Infeksi parasit

Infeksi parasit bisa disebabkan oleh berbagai jenis makhluk hidup, seperti cacing dan amuba. Contoh
penyakit parasit ini adalah cacingan, malaria, giardiasis, amebiasis, dan toksoplasmosis.

Mekanisme Penyebaran Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi dapat menular dari satu orang ke orang lain secara langsung maupun tidak langsung.
Berikut ini penjelasannya:

Penularan secara langsung

Ada 3 cara penyebaran penyakit menular secara langsung, yaitu:

Dari penderita penyakit infeksi ke orang lain

Berbagai jenis kuman dan virus penyebab infeksi dapat berpindah dari satu orang ke orang lainnya
melalui kontak fisik dengan orang yang terinfeksi, misalnya melalui sentuhan, percikan air liur saat
bersin atau batuk, dan berciuman.

Penularan juga bisa terjadi melalui darah, misalnya dari transfusi darah atau jarum suntik yang
dipakai bergantian dengan orang lain.

Selain melalui darah, penularan melalui cairan tubuh juga bisa terjadi, misalnya melalui hubungan
seksual dengan penderita penyakit infeksi. Penularan infeksi melalui kontak seksual ini sering
menjadi penyebab infeksi menular seksual.

Dari ibu ke bayi


Seorang ibu yang menderita penyakit infeksi saat hamil berisiko tinggi untuk menularkan penyakit
yang dideritanya ke janin di dalam kandungan. Di samping itu, penularan penyakit infeksi dari ibu ke
bayi juga bisa terjadi melalui proses persalinan atau saat menyusui ASI.

Hewan ke manusia

Penularan infeksi dari hewan ke manusia bisa terjadi saat seseorang tercakar atau tergigit hewan,
mengonsumsi daging hewan yang dimasak kurang matang, serta bersentuhan dengan kotoran atau
urine hewan yang telah terinfeksi.

Hewan pembawa penyakit infeksi ini bisa hewan liar mau pun hewan peliharaan yang kurang
terawat kesehatannya. Contoh penyakit infeksi yang menular melalui hewan adalah toksoplasmosis,
pes, leptospirosis, dan rabies.

Penularan secara tidak langsung

Terdapat 3 cara penyebaran penyakit infeksi secara tidak langsung, yaitu:

Benda yang terkontaminasi

Beberapa jenis kuman dapat hidup pada benda tertentu, seperti keran air, gagang pintu, dan bahkan
handphone. Penularan bisa terjadi ketika Anda menyentuh benda yang telah terkontaminasi kuman
atau benda milik penderita penyakit infeksi.

Mikroorganisme penyebab infeksi juga bisa menyebar melalui penggunaan barang pribadi, misalnya
handuk, sikat gigi, dan pisau cukur, secara bergantian dengan orang lain.

Makanan dan minuman yang terkontaminasi

Sembarangan mengonsumsi makanan dan minuman juga dapat menyebabkan Anda tertular
penyakit infeksi. Berbagai jenis kuman, virus, dan parasit banyak ditemukan dalam makanan atau
minuman, terutama daging dan telur yang tidak dimasak hingga matang atau makanan dan
minuman yang tidak dipasteurisasi.

Contoh penyakit infeksi yang terjadi melalui metode ini adalah diare, keracunan makanan, anthrax,
flu babi, dan flu burung.

Gigitan serangga

Banyak penyakit infeksi yang menular melalui gigitan serangga, misalnya gigitan nyamuk yang
membawa virus atau parasit penyebab infeksi. Contoh penyakit infeksi akibat gigitan serangga ini
adalah demam berdarah, malaria, filariasis (kaki gajah), chikungunya, penyakit Lyme dan infeksi virus
Zika.

Tips Mencegah Penyakit Infeksi

Untuk mengurangi risiko dan mencegah terjadinya penyakit infeksi, penting untuk melakukan
langkah pencegahan penyakit infeksi sebagai berikut:
Membiasakan diri untuk mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun, terutama setelah
buang air kecil dan besar, membuang sampah, sebelum masak, dan sebelum makan.

Memasak makanan atau minuman hingga matang sebelum dikonsumsi.

Menggunakan masker ketika sedang berada di luar rumah atau ketika sedang sakit.

Tidak berbagi peralatan kebersihan pribadi, seperti sikat gigi, pisau cukur, handuk, dan alat makan,
dengan orang lain.

Melengkapi imunisasi sesuai jadwal yang direkomendasikan dokter atau ketika hendak bepergian ke
daerah dengan penyakit endemik.

Melakukan hubungan seks aman, yaitu menggunakan kondom ketika berhubungan intim dan tidak
berganti pasangan seksual.

Menjaga kebersihan lingkungan. Salah satunya adalah dengan tidak membuang sampah
sembarangan.

Kelainan Genetik
Kelainan genetik dapat menimbulkan beragam kondisi, mulai dari cacat atau kelainan fisik,
misalnya dekstrokardia, dan mental (kelainan kongenital atau bawaan), hingga penyakit tertentu
seperti kanker. 

Berikut ini adalah beberapa kelainan genetik:

 Buta warna
Salah satu kelainan genetik yang mungkin tidak asing lagi adalah buta warna. Normalnya, mata
manusia memiliki tiga jenis sel kerucut yang bereaksi terhadap panjang gelombang cahaya berbeda-
beda. Untuk dapat melihat warna dengan baik, maka pigmen dari ketiga jenis sel kerucut tersebut
harus dapat bekerja dengan baik. Jika tidak, maka akan terjadi buta warna. Penyakit ini merupakan
salah satu jenis cacat mata bawaan.

Terdapat dua jenis utama buta warna. Jenis yang pertama adalah buta warna sebagian (parsial) yang
kesulitan membedakan warna biru dan kuning saja, atau warna hijau dan merah saja. Sedangkan
jenis yang kedua adalah buta warna total, atau disebut juga dengan achromatopsia.

 Penyakit sel sabit


Kelainan genetik ini disebabkan oleh adanya kesalahan gen yang kemudian memengaruhi
perkembangan sel darah merah. Sel darah merah penderita penyakit ini memiliki bentuk yang tidak
wajar, sehingga menyebabkan sel darah tersebut tidak dapat hidup lama seperti sel darah sehat
pada umumnya.

Penyakit sel sabit dapat menimbulkan masalah, karena memungkinkan sel darah tersebut terjebak di
dalam pembuluh darah. Anak dengan kondisi ini sejak lahir dapat mengalami anemia, rentan
terhadap infeksi, dan sakit di beberapa bagian tubuh. Meski begitu, ada juga penderita yang hanya
mengalami sedikit gejala dan bisa hidup dengan normal.

 Hemofilia
Hemofilia merupakan kelompok kelainan pada darah yang terjadi secara turun temurun. Kelainan
genetik ini terjadi karena adanya kesalahan pada salah satu gen pada kromosom X, yang
menentukan bagaimana tubuh membuat faktor pembekuan darah. Kondisi ini menyebabkan darah
tidak dapat membeku secara normal, sehingga ketika penderitanya mengalami cedera atau luka,
perdarahan yang terjadi akan lebih lama.

 Sindrom Klinefelter
Merupakan kelainan genetik yang terjadi hanya pada laki-laki. Penderita sindrom Klinefelter memiliki
gejala berupa bentuk penis dan testis yang kecil, rambut hanya tumbuh sedikit di tubuh, memiliki
payudara yang besar, badan tinggi dan berbentuk kurang proporsional.

Ciri khas lain pada kelainan genetik ini adalah kurangnya hormon testosteron dan infertilitas. Selain
sindrom ini, ada juga sindrom lain yang juga hanya terjadi pada laki-laki, yaitu sindrom Jacob.

 Sindrom Down (Down syndrome)


Sindrom Down terjadi karena adanya materi genetik yang berlebih pada anak, sehingga
menyebabkan perkembangan anak secara fisik dan mental terhambat.

Normalnya, seseorang mendapatkan 23 kromosom dari ayah dan 23 kromosom dari ibu dengan
total 46 kromosom. Pada sindrom Down, terjadi kelainan genetik di mana jumlah kromosom 21
bertambah, sehingga total kromosom yang didapat oleh anak adalah 47 kromosom.

Kondisi ini tidak dapat dicegah karena merupakan kelainan genetik, namun dapat dideteksi lebih
awal sebelum anak lahir. Kondisi anak dengan sindrom Down dapat berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Sebagian anak dapat hidup dengan cukup sehat, sedangkan sebagian lagi memiliki
masalah kesehatan, seperti kelainan jantung atau kelainan otot.

 Kelainan Kongenital
Kelainan bawaan atau kelainan kongenital adalah kondisi tidak normal yang terjadi pada masa
perkembangan janin. Kelainan ini dapat memengaruhi fisik atau fungsi anggota tubuh anak sehingga
menimbulkan cacat lahir.

Jenis dan Gejala Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital dapat dibedakan menjadi kelainan fisik dan kelainan fungsional, sebagaimana
akan dijelaskan di bawah ini:

Kelainan fisik

Cacat lahir yang memengaruhi fisik atau bagian tubuh bayi antara lain:

1. Bibir sumbing

Bibir sumbing adalah kondisi terbentuknya celah pada bibir bagian atas, langit-langit mulut, atau
keduanya.
2. Kelainan jantung bawaan

Kelainan jantung bawaan adalah pembentukan jantung atau pembuluh darah besar yang tidak
normal. Ada beberapa jenis kelainan jantung bawaan, yaitu:

Kebocoran katup jantung

Penyempitan katup jantung

Patent ductus arteriosis

Tetralogy of Fallot

3. Kelainan bentuk tangan atau kaki

Kelainan bawaan pada bentuk tangan atau kaki dapat berupa:

Satu tangan atau kaki lebih besar atau lebih kecil.

Jumlah jari tangan atau jari kaki lebih banyak dari normal (polidaktili).

Satu atau lebih jari tangan atau jari kaki menempel satu sama lain.

Terlahir tanpa tangan atau kaki.

Perlu diketahui, cacat lahir pada bentuk tangan dan kaki merupakan kelainan yang jarang terjadi.

4. Neural tube defect (NTD)

NTD adalah cacat lahir pada struktur otak, tulang belakang, atau ruas tulang belakang. Beberapa
contoh kelainan neural tube defect adalah anensefali, encephalocele, iniencephaly, dan spina bifida.

Selain beberapa organ tubuh di atas, kelainan kongenital juga bisa terjadi pada bagian tubuh lain.
Misalnya pada telinga, bayi bisa terlahir dengan kelainan bentuk telinga yang disebut microtia atau
terbentuknya lubang kecil di depan telinga yang disebut sinus preaurikular.

Kelainan Fungsional

Kelainan fungsional merupakan kelainan bawaan yang terkait dengan kelainan sistem atau fungsi
organ tubuh. Kelainan tersebut antara lain:

Kelainan fungsi otak dan saraf, yang terkait dengan aspek intelektual, perilaku, bahasa, dan gerak
tubuh. Contoh penyakit kelainan ini adalah sindrom Down dan sindrom Prader-Willi.

Kelainan yang membuat tubuh tidak mampu membuang zat kimia sisa metabolisme. Contoh
kelainan ini adalah fenilketonuria dan kekurangan hormon tiroid (hipotiroid kongenital).

Kelainan yang sering kali tidak terlihat saat lahir, namun memburuk secara bertahap. Contohnya
adalah distrofi otot atau gangguan pendengaran.

Gangguan penglihatan, misalnya akibat cacat mata bawaan.

Kapan harus ke dokter


Cacat lahir seperti bibir sumbing atau kelainan bentuk tangan dan kaki bisa langsung terdeteksi saat
bayi lahir. Sedangkan pada bayi dengan kelainan jantung bawaan, penting bagi orang tua bayi untuk
mengamati gejala di bawah ini:

Napas yang cepat.

Sesak napas saat disusui.

Berat badan menurun.

Kulit kebiruan atau sianosis.

Pembengkakan pada kelopak mata, perut, dan tungkai.

Sebagai pencegahan, periksakan bayi Anda secara rutin dan penuhi jadwal imunisasi sesuai anjuran
dokter anak. Langkah ini penting agar dokter dapat memantau proses tumbuh kembang bayi, dan
memberikan penanganan lebih dini jika terdeteksi kelainan bawaan.

Konsultasi genetik sebelum menikah juga sangat disarankan, terutama bila Anda atau pasangan
memiliki penyakit yang dapat diturunkan kepada anak sebagai kelainan bawaan, misalnya cystic
fibrosis dan penyakit Tay-Sachs.

Periksakan kehamilan secara rutin ke dokter kandungan untuk menjaga kehamilan tetap sehat. Ikuti
jadwal pemeriksaan kehamilan sesuai anjuran dokter atau menurut jadwal berikut:

1 bulan sekali, sejak minggu ke-4 sampai minggu ke-28.

2 minggu sekali, sejak minggu ke-28 sampai minggu ke-36.

1 minggu sekali, sejak minggu ke-36 sampai minggu ke-40.

Penyebab dan Faktor Risiko Kelainan Kongenital

Pada banyak kasus, penyebab kelainan kongenital tidak diketahui. Namun, kelainan kongenital atau
kelainan bawaan dapat terkait dengan beberapa faktor berikut ini:

Faktor genetik

Cacat lahir akibat faktor genetik dapat diturunkan dari salah satu atau kedua orang tua, namun bisa
juga tidak diturunkan dari orang tua. Beberapa contoh kelainan kongenital akibat faktor genetik
adalah:

Sindrom Down

Sindrom Prader-Willi

Sindrom Marfan

Progeria atau  progeria Hutchinson-Gilford

Faktor lingkungan
Kelainan kongenital akibat faktor lingkungan terjadi akibat infeksi, paparan zat kimia, atau efek
samping obat-obatan pada masa kehamilan. Faktor-faktor tersebut bisa menyebabkan cacat lahir
yang parah, bahkan sampai keguguran.

Jenis kelainan bawaan yang bisa dialami bayi akibat paparan faktor di atas pada masa kehamilan
adalah:

Katarak, tuli, dan kelainan jantung, akibat infeksi rubella atau campak Jerman.

Kepala bayi lebih kecil dari normal (mikrosefalus), akibat infeksi virus Zika.

Fetal alcohol syndrome, akibat konsumsi minuman beralkohol.

Neural tube defect, akibat kekurangan asupan asam folat.

Di samping beberapa faktor di atas, bekerja atau tinggal di dekat area pengolahan limbah, pabrik
peleburan besi, atau daerah pertambangan bisa mengganggu kesehatan ibu hamil dan
perkembangan janin.

Diagnosis Kelainan Kongenital

Kelainan bawaan sering kali bisa langsung diketahui melalui pemeriksaan fisik ketika bayi dilahirkan.
Namun pada kondisi tertentu, misalnya kelainan jantung bawaan, dokter akan menjalankan
pemeriksaan penunjang, seperti foto Rontgen, MRI, echo jantung, atau EKG.

Pada beberapa kasus, kelainan bawaan pada bayi dapat terdeteksi sejak masa kehamilan. Misalnya,
untuk mendeteksi spina bilfida, dokter akan melakukan tes darah, USG kehamilan, dan pemeriksaan
sampel cairan ketuban pada ibu hamil.

Pengobatan Kelainan Kongenital

Pengobatan kelainan bawaan akan disesuaikan dengan jenis kelainan yang diderita. Metodenya bisa
dengan pemberian obat-obatan, alat bantu, terapi, sampai operasi. Beberapa contoh
pengobatannya adalah:

Pemberian obat kortikosteroid, seperti prednisone, untuk distrofi otot.

Pemakaian alat bantu jalan untuk kelainan bentuk tangan dan kaki.

Pemakaian alat bantu dengar untuk gangguan pendengaran.

Operasi untuk kelainan jantung bawaan, misalnya pemasangan sumbatan pada patent ductus
arteriosus, dan bedah jantung pada tetralogy of fallot.

Operasi rekonstruksi untuk bibir sumbing atau kelainan bentuk bagian tubuh lain.

Komplikasi Kelainan Kongenital

Berikut adalah beberapa komplikasi yang mungkin dialami penderita kelainan kongenital
berdasarkan jenis kelainannya:

Bibir sumbing: gangguan makan dan bicara, masalah gigi, serta kehilangan pendengaran.
Penyakit jantung bawaan: gangguan irama jantung, proses tumbuh kembang yang lambat, dan gagal
jantung kongestif.

Kelainan bentuk tangan dan kaki: kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, mandi,
atau berjalan, serta merasa rendah diri karena penampilan yang tidak normal.

Sindrom Down: kelainan jantung, gangguan pencernaan, dan gangguan sistem kekebalan tubuh.

Sindrom Prader-Willi: diabetes, hipertensi, sleep apnea, masalah kesuburan, serta osteoporosis.

Pencegahan Kelainan Kongenital

Kebanyakan kelainan bawaan tidak bisa dicegah, namun risiko terjadinya kelainan  tersebut dapat
dikurangi dengan melakukan langkah-langkah di bawah ini:

Sebelum kehamilan

Pastikan mengikuti imunisasi sesuai jadwal.

Pastikan Anda dan pasangan tidak menderita penyakit menular seksual.

Penuhi asupan asam folat sebelum merencanakan kehamilan.

Lakukan konsultasi dan tes genetik, terutama jika Anda atau pasangan memiliki penyakit yang dapat
diturunkan kepada anak sebagai kelainan bawaan.

Konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu sebelum mengonsumsi obat-obatan sebelum hamil.

Selama kehamilan

Jangan merokok dan hindari paparan asap rokok.

Hindari mengonsumsi minuman beralkohol.

Jangan menggunakan NAPZA.

Lakukan olahraga ringan dan cukupi waktu

Lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.

Anda mungkin juga menyukai