Anda di halaman 1dari 3

Koneksi Antar Materi

Modul 2.3

COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Oleh, Aji Susanto, S.Pd.SD

Calon Guru Penggerak Angkatan 7 Kabupaten Tegal

Pada tugas koneksi antar materi ini kami para Calon Guru Penggerak dituntut untuk memahami
materi yang telah kami pelajari dengan mengaitkan materi dari awal sampai dengan materi yang
terakhir.

Pada Modul 2.3 kami mempelajari tentang Coaching untuk Supervisi Akademik, dimana Coaching
bisa didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada
hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman
hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Kegiatan coaching bisa menjadi sarana komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, dimana
murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai
‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak
kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Coaching juga dapat membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan
menjadi otonom, untuk itu diperlukan paradigma berpikir coaching terlebih dahulu, Paradigma
berfikir tersebut antara lain; 1) Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, 2) Bersikap
terbuka dan ingin tahu, 3) Memiliki kesadaran diri yang kuat, 4) Mampu melihat peluang baru dan
masa depan.

Ada Prinsip Coaching yang harus selalu diperhatikan dalam kegiatan coaching, yaitu antara lain;

1. Kemitraan, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara dalam coaching,
tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah.
Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi
coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri.
2. Proses kreatif, dilakukan melalui percakapan, yang dua arah, memicu proses berpikir coachee,
memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru.
3. Memaksimalkan potensi adalah memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat,
percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang
dikembangkan.

Di dalam kegiatan coaching ada 3 Kompetensi Inti Coaching yang diharapkan tidak terlewatkan
diantaranya adalah;

1. Mengajukan pertanyaan berbobot adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau
pertanyaan berbobot.
Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat
menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan
sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee
untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.
2. Mendengarkan dengan aktif adalah kemampuan untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan
bicara dan memahami keseluruhan makna yang tidak terucap.
3. Kehadiran penuh (presence) adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh pada coachee, atau di
dalam coaching disebut sebagai coaching presense sehingga badan, pikiran, hati, selaras saat
sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri
yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan
percakapan coaching.

Kegiatan Coaching yang dilakukan harus sesuai dengan alur percakapan coaching TIRTA yang diawali
dengan kesepakatan antara coach dan coachee untuk menyepakati tujuan pembicaraan yang akan
berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee, selanjutnya melakukan identifikasi dimana
coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan
dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi, kegiatan berikutnya adalah menanyakan Rencana Aksi
dimana pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat, dan yang terakhir
menanyakan tanggungjawab, dimana membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah
selanjutnya.

Pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan
dalam tiga tahapan, yaitu ;

1. Perencanaan,
Tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan
guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam
instrumen.
2. Pelaksanaan supervisi,
Dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau
yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis.
3. Tindak lanjut.
Tahap tindak lanjut, berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan coaching,
kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para
guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan.

Pemikiran Reflektif Terkait Pengalaman Belajar

Dalam pembelajaran modul 2.3 saya lebih termotivasi untuk semakin giat belajar supaya bisa
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang coaching untuk supervisi akademik dan semakin
banyak melakukan praktik coaching, sehingga kompetensi sebagai coach semakin terasah seperti
untuk hadir penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot.

Hal yang sudah baik dalam pelaksanaan praktik coaching secara berkelanjutan dengan murid atau
rekan sejawat agar mendapatkan ketrampilan coaching untuk supervisi akademik adalah
memperoleh pemahaman dan pencerahan tentang materi coaching untuk supervisi akademik dan
sudah mempraktikkannya.

Sedangkan hal yang perlu diperbaiki adalah ketrampilan dalam mengajukan pertanyaan yang
berbobot kepada coachee.

Koneksi Antar Materi

Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik mempunyai Keterkaitan materi dengan
modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial
Emosional (PSE).
Upaya dalam memetakan kebutuhan individu siswa, guru dapat berperan sebagai coach untuk
melakukan proses coaching dengan murid sebagai coachee, hal tersebut mampu mengoptimalkan
potensi yang ada dalam diri murid sehingga guru akan menemukan cara terbaik dalam memenuhi
kebutuhan individu yang ada pada muridnya.

Proses coaching sejalan dengan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) karena kompetensi sosial
emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses coaching kepada siswa. Dalam
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas
sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial,
keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa.

Keterampilan coaching mempunyai keterkaitan dengan pengembangan kompetensi guru sebagai


pemimpin pembelajaran., dimana ada 4 macam paradigma berpikir coaching yang perlu dipahami,
yaitu antara lain :

1. fokus pada coachee (rekan yang akan dikembangkan.


2. bersikap terbuka dan ingin tahu.
3. memiliki kesadaran diri yang kuat, dan
4. mampu melihat peluang baru dan masa depan.

RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure, bisa dijadaikan salah satu referrensi yang dapat kita
gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif.

RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask.

R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan


coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.

A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda


bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak
mata atau melontarkan kata. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan
hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain.

S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan


pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.

A (Ask/Tanya), coach mengajukan pertanyaan berbobot berdasarkan apa yang didengar dan hasil
merangkum (summarizing), membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya, hasil
mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi,
dan pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana dan
hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”.

Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam
menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi
internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah
pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid. Jika
keterampilan coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin
pembelajaran akan meningkat pula.

Demikian Tugas Koneksi Antar Materi Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik yang
berhasil saya susun, semoga bermanfaat, dan terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai