Ujaran Kebencian Kepada Pemerintah
Ujaran Kebencian Kepada Pemerintah
Abstrak:
Di era kehidupan manusia, media sosial hadir sebagai solusi bagi masyarakat untuk
memudahkan komunikasi dan interaksi, pada sipapu. Akan tetapi karena tidak adanya regulasi
yang ketat, kemudian berubah menjadi sarana untuk menyebarkan ujaran-ujaran kebencian
dalam bentuk istilah-istilah tertentu. Istilah tersebut tidak dapat dipahami semua orang.
Karenanya, peneliti berusaha membongkar istilah- istilah yang digunakan yakni dari segi makna
dan juga ideologi penggunaan istilah tersebut. Adapun istilah ujaran kebencian yang dijadikan
bahan analisa diantaranya adalah mak banteng, Jokodok dan sebagainya. Analisa dilakukan
menggunakan teori Fairclough yakni dimensi text, discourse practice dan social practice.
Sementara untuk membongkar ideologinya yakni dengan menggunakan teori Jagger and F.
Maier yang terdiri dari konteks, luaran teks, sarana retorika, isi dan pernyataan ideologis,
kekhasan dan posisi wacana.
Kata kunci: Hate Speech, Pemerintahan Wacana
Abstract:
In this era, social media is present as a solution for the community to facilitate
communication and interaction, in Sipapu. However, due to the absence of strict regulations, it
has turned into a means to spread hate speech in the form of certain terms. This term cannot be
understood by everyone. Therefore, the researcher tries to dismantle the terms used, namely in
terms of the meaning and ideology of the use of these terms. The terms of hate speech that are
used as material for analysis include mak bull, Jokodok and so on. . The analysis was carried
out using Fairclough's theory, namely the dimensions of text, discourse practice and social
practice. Meanwhile, to dismantle the ideology, using the theory of Jagger and F. Maier which
consists of context, text output, rhetorical means, ideological content and statements,
peculiarities and positions of discourse.
I. PENDAHULUAN
melakukan interaksi dan komunikasi. ini sering terjadi di media sosial. (Wulan,
Adapun, menurut Wibowo (2003) bahasa 2022)
adalah media perhubungan rohani yang Media social merupakan sebuah
bersifat amat penting untuk kehidupan media atau tempat yang memiliki banyak
setiap orang. (Fawaid et al., 2022) fungsi bagi setiap orang. Salah satu tujuan
Bahasa merupakan sarana untuk media sosial ialah untuk menghubungkan
melakukan komunikasi. Bahasa juga satu sama lain dalam konteks apapun
sebagai sarana untuk menyampaikan, secara netral dan tidak terbatas
pendapat, dan argumentasi kepada pihak waktu, tempat, dan subjek.
lainnya. Bahasa mempunyai peran sosial Meskipun ada kemudahan masuknya
penting dalam berkomunikasi dengan budaya luar tersebut, tidak semua
masyarakat luas. Dalam proses budaya dapat dengan baik diterima
berkomunikasi seorang komunikator masyarakat di Indonesia. Hal ini lah yang
maupun komunikan membutuhkan menjadi salah satu faktor mengapa suatu
kemampuan berbahasa supaya bisa perdebatan opini yang biasanya muncul
mengetahui makna pembicaraan karena adanya perbedaan pandangan,
pembicara. kebudayaan dan hal lainnya. Selain itu, hal
Setiap orang memakai bahasa untuk ini juga disebabkan karena saat ini
membedah dan membedakan setiap masyarakat Indonesia dibebaskan untuk
problem sosial dalam proses menyampaikan berbagai ekspresi dengan
berkomunikasi. Bahasa selalu tunduk pada maksud tujuan tertentu.
penggunanya. Di sinilah aspek bahasa Kebebasan berekspresi yang
memainkan peran yang sangat penting di dirasakan oleh masyarakat Indonesia
dalam berkomunikasi. (Mailani et al., sudah ada sejak pasca reformasi 1998.
2022) Kebebasan bersekpresi ini juga memasuki
Dalam sebuah kontruksi sosial, ranah pemerintahan Indonesia atau
bahasa merupakan hal yang harus ada. termasuk dalam konteks politik.
Melalui bahasa, sebuah pesan bisa Penyampaian ide atau gagasan di media
tersampaikan dengan baik. Pada awalnya, sosial, pemberitaan dan berbagai hal sudah
pesan-pesan saling bergantian dan sudah bisa dirasakan masyarakat. Namun,
disampaikan dengan cara yang etis. saat ini kebebasan berekspresi sudah
Namun, dalam kehidupan politik mencapai taraf kebablasan. Padahal, dalam
Indoensia, istilah-istilah baru seringkali berpendapat dan menyampaikan gagasan
tercipta dengan maksud untuk melabeling mesti memiliki etika dan norma beretika.
tokoh politik maupun pendukungnya. Hal Dalam ranah politik Indonesia, tak
jarang saling serang komentar ataupun
berdebat akan dimulai ataupun diakhiri sikap tidak toleran (intoleransi) itu lenyap.
dengan komentar yang menyakiti, Meskipun Pemilihan Umum (PEMILU)
vulgar,atau hal yang tidak sesuai dengan 2024 masih jauh, akan tetapi saat ini
etika dalam berbahasa. Sebagai contohnya, pemberitaan politik menjadi pemberitaan
pengguna media memberikan komentar yang banyak dipenuhi komentar baik pro
yang sinis terhadap para tokoh politik maupun kontra dari netizen.
maupun simpasisan yang memiliki Akan tetapi dalam kenyataanya,
pandangan politik berbeda. (Maulana & perkembangan media yang semakin
Mulyadi, 2021) terbuka tersebut tidak dibatasi dengan
Contoh dari permasalahan ini ialah sikap yang kuat untuk saling menghargai
saat memasuki Pemilihan Presiden 2019 dan menghormati. Seringkali dikolom
lalu. Saat itu, media sosial mulai ramai komentar maupun status pengguna media
dengan berbagai istilah baru yang sosial melampiaskan hujatan, celaan dan
bertujuan untuk melabelisasi para para bully-an yang dilakukan di media online
calon presiden, seperti ‘cebong’ dan tersebut. Salah-satu yang menarik
‘kampret’. (Claudia & Wijayanto, 2020) perhatian adalah tentang hujatan yang
Istilah ‘cebong’ digunakan untuk menjurus dan menyudutkan ranah politik.
menandai para pendukung Joko Widodo. Tentu saja ujaran kebencian berupa
Adapun, istilah ‘kampret’ diberikan sebagai hujatan-hujatan kepada objek tertentu
pendukung Prabowo Subianato. Pengamat seringkali ditemukan dalam beberapa
politik dari Universitas Gajah Mada, media internet, seperti blog, forum, media
Wawan Masudi menyatakan bahwa sosial. Akan tetapi, seiring dengan
sebutan ini berasal dari warganet yang perkembangan teknologi, media sosial
memang memiliki tujuan untuk menjadi tempat yang paling banyak
mengelompokkan perbedaan pilihan digunakan oleh masyarakat saat ini.
politik dan membuat situasi pemilihan Media sosial pun menjadi tempat
umum menjadi hangat. (Wulan, 2022) yang paling sering ditemui komentar
Fenomena bahasa ini bukan hanya ataupun ujaran kebencian dari
terjadi di dunia jurnalisme ataupun politik, penggunanya karena kemudahan
tetapi juga di kalangan masyarakat umum. penggunaannya. Ada banyak istilah-istilah
Para pendukung dari masing-masing kubu dalam hujatan yang muncul dan beberapa
saling bermunculan di media sosial. kali sempat ramai diperbincangkan netizen
(Juditha, 2017) Indonesia. Istilah-istilah yang baru terlahir
Konflik berupa kekerasan dalam ini digunakan untuk menghujat dan saling
berbahasa di ranah politik saat ini memang serang dalam ranah politik di media
Fathur Rohman (2016) dari hasil (KPU) Republik Indonesia menetapkan dua
presiden yang akan berkompetisi pada kampret adalah julukan bagi pendukung
pemilihan umum tahun 2019, istilah Prabowo. Politik Hujat dalam Sistem
cebong dan kampret semakin berseliweran Komunikasi Politik.
diberbagai flatform media komunikasi,
Di antara istilah-istilah yang muncul,
baik yang disampaikan secara langsung
ada istilah yang mengarah kepada
(oral message) maupun yang ditulis dalam
kelompok pendukung, yakni cebong dan
berbagai tweet. Istilah cebong dan
kampret. Istilah cebong dan kampret ini
kampret seperti sudah sangat melekat
dari waktu ke waktu semakin menyebar
kepada pendukung kedua calon. Stereotip
diberbagai sector. (Hayat & Nurhakki,
yang akhirnya muncul adalah pelabelan
2022)
dalam bentuk hujatan kepada pendukung
Meski demikian, penggunaan media
Jokowi dan Prabowo dengan sebutan
sosial seperti Facebook (Fb) untuk
Cebong dan Kampret. (Nomor et al., 2022)
menyampaikan pesan keagamaan
Sebuah penelitian mengenai
(religious message) malah disalahgunakan
kemunculan istilah baru, Pasca Komisi
oleh sebagian kelompok kepentingan
Pemilihan Umum (KPU) Republik
(group interest) dengan menebarkan
Indonesia menetapkan dua pasangan calon
agama bukan dari sisi kemanusiaan,
presiden serta wakil presiden Republik
perdamaian, dan kelembutannya,
Indonesia yang akan menjadi kompetensi
melainkan menampilkan agama di ruang
kedeoannya pada PEMILU 2019, muncul
yang pengap, ekslusif, ekstrem, dan
beberapa istilah baru. macam media sosial.
terkesan menggunakan kekerasan seperti
Ada yaang menyebutkan secara langsung,
yang ditampilkan melalui ujaran
ataupun menuliskannya dalam status,
kebencian. Penyebaran ujaran kebencian
komentar dan sebagainya. Akhirnya,
ini justru malah merusak nilai, norma, dan
pelabelan dalam bentuk hujatan ini
visi dari agama itu sendiri.
menjadi stereotip. Pendukung Jokowi
(Sari et al., 2022)
disebut dengan cebong, sedangkan
lebih jauh sebetulnya mengarah pada teknologi, seringkali hal itu bersifat
tokoh.(Astrika & Yuwanto, 2019) paradoksial. Hal ini karena di satu sisi
memberikan pengaruh positif namun
Teks itu meliputi tidak hanya
di sisi lain selalu ada celah untuk
yang dilisankan dan ditulis, tetapi
pengaruh negatif. Salah satu
termasuk pula kejadian-kejadian yang
diantaranya adalah adanya kasus
nirkata (non-verbal) lainnya –
hujatan di media sosial yang menjadi
keseluruhan lingkungan teks itu
fokus kajian dari penelitian ini.
(Halliday, 1994). Lalu seiring dengan
perkembangan teknologi tulisan tidak Sebuah penelitian yang dilakukan
hanya bisa dibuat atau dituangkan oleh Erwin Mulyadi, dkk menyatakan
dalam sebuah kertas namun kini bisa bahwa implementasi regulasi ITE LAW
dituangkan dalam versi virtual. Adanya dalam bermedia sosial ternyata masih
Teknologi Microsoft Office, itu kurang maksimal. Hal ini terbukti
memungkinkan seseorang menulis dengan masih banyaknya ujaran
dalam lembar dokumen secara digital negatif yang muncul di media sosial
yang kemudian bisa dicetak kedalam baik dalam bentuk status maupun pada
versi hard- copy. Kemudian teks atau kolom komentar. Lebih dari itu,
tulisan juga tidak hanya ditulis untuk regulasi-regulasi yang ada masih butuh
kebutuhan cetak saja namun juga untuk di implementasikan.
untuk dipublikasikan secara digital. (Ash-Shidiq & Pratama, 2021)
(Naufal et al., 2021)
Piramida kebencian di tahap
Kemunculan teknologi Hyper Text pertama merupakan kebencian yang
Markup Language (HTML) terbangun atas stereotip, komentra
memungkinkan siapa saja yang berisi hal tidak sennsitif,
Jurnal Bisnis Kolega 7
Vol. 6 No. 2. Des 2020 p-ISSN: 2476-910X
e- ISSN: 2621-8291
praktik wacana yang melibatkan hasil program Virtual Police. Program ini
Bukti riil bisa dilihat dari hasil gubernur baru Jakarta Anis Baswedan,
pilkada Jakarta kemarin yang telah beragam upaya untuk menyudutkan
menyisakan dendam khususnya dari gubernur dan para pendukungnya sering
kelompok yang calon-nya tidak menang terjadi dan banyak fakta yang bisa
dalam pemilihan. Pilkada kemarin ditemukan. Salah-satu contohnya yakni
merupakan bagian dari konflik beragama adanya sebutan ‘gabener’ sebagai
karena Islam menyatakan untuk plesetan dari ‘gubernur’. Kemudian ada
mendukung pemimpin yang beragam juga beberapa ungkapan lain seperti
Islam dan melarang umat untuk memilih ditulis dalam status ‘nih hasil kerjaan
pemimpin yang non-muslim (kafir). Hal gubernur yang seiman’ sambil
ini dipandang dan dianggap sebagai salah memperlihatkan keburukan kinerja dari
satu tindakan yang tidak toleran oleh gubernur baru. Pendukung gubernur Anis
non-Islam. Non-Islam merasa bahwa yang sebagian besar adalah muslim tentu
mereka memiliki hak dan kewajiban berusaha untuk membela dan tak sedikit
untuk menjadi pemimpin di negara juga dari mereka yang menghina seperti
dengan sistem pancasila ini. Mereka tidak dengan sebutan ‘cebong, ahoker, dll’
terima jika hak asasi mereka dijegal dengan sadis pula. Tentu ini akan
bukan secara konstitusi melainkan secara memperkeruh suasana dimana
politis. memperdalam luka bagi non-muslim yang
merasa mendapatkan perlakukan
Luka non-muslim semakin menjadi
intoleran tersebut.
ketika ada beragam kegiatan kampanye
yang bukan hanya menyudutkan mereka Dalam proses kampanye Pilkada
sebagai non-muslim, namun juga DKI Jakarta, konflik bersentimen agama
menyudutkan ras-ras tertentu seperti terjadi dan terlihat jelas. Demo besar-
china, tionghoa dan lain sebaginya. Maka besaran dilakukan kelompok muslim
dari itu, selama masa kepemimpinan menuntut
hanya menuntut keadilan saja, namun kepada tiga sasaran utama, yakni yang
persepsi dari non- muslim atau muslim pertama ialah individu yang memiliki jabatan
tertentu dalam pemerintahan, lalu kedua,
yang mendukung Ahok berbeda.
ialah komunitas yang memiliki sebuah
Kecurigaan dan dugaan non-
perbendaan pandangan politik maupun
muslim kepada muslim bukan tanpa
ideologi, dan terakhir ialag organisasi
alasan. Ada banyak fakta dan data,
Jurnal Bisnis Kolega 13
Vol. 6 No. 2. Des 2020 p-ISSN: 2476-910X
e- ISSN: 2621-8291
Mak merupakan bentuk kata dari negara di Timur tengah. Frasa ‘Imigran
“emak” yang dalam bahasa Betawi Yaman’ awalnya merupakan frasa yang
disebut emak atau ibu. Penulisan “mak” netral. Akan tetapi, makna frasa ini
lebih dipakai dalam tujuan gurauan menjadi negatif ketika ditambahkan kata
dibandingkan ‘Ibu:Sedangkan istilah ‘brengsek’.
banteng memiliki arti hewan yang memiliki
tanduk yang juga melambangkan partai Interpretasi dari kata diatas ialah
tokoh politik, Megawatisoekarnoputri. seorang imigran yang tidak tahu malu. Kata
Disebut banteng karena Megawati itu ditunjukkan kepada Mantan Gubernur
Soekarnoputri merupakan anggota dari DKI Jakarta sekaligus yang diketahui akan
Partai PDI-P yang mana banteng menjadi menjadi calon presiden Indonesia di
logo pada partai tersebut. PEMILU 2024, Anies Baswedan. Frasa
tersebut ditunjukkan karena Anies berasal
dari keturunan Yaman dan memiliki banyak
c. Imigran Yaman Brengsek
pendukung dari kalangan organisasi yang
dianggap islam radikal.