farizapw@gmail.com
Pendahuluan
Korupsi adalah perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau
kelompoknya dan menimbulkan kerugian(Mary-Jo Kranacher, 2010). Korupsi terjadi karena
individu tidak puas akan yang dimilikinya dan mengharapkan lebih dengan cara instan(Lestari,
2018). Korupsi bisa terjadi baik di sektor publik maupun swasta(Hariyani et al., 2012) bahkan
dapat terjadi di organisasi keagamaan(Wibowo & Kristanto, 2017). Korupsi menyebabkan
kerugian negara dan menganggu kinerja ekonomi negara. Layanan publik terganggu dan
kepercayaan publik pada pemerintah turun, jika korupsi terjadi di instansi pemerintah(Maria &
Halim, 2021). Masyarakat tidak lagi mementingkan kejujuran dan sikap profesionalisme, karena
beranggapan bahwa semua masalah dapat diselesaikan dengan suap. Korupsi membuat bangunan
sosial dan kemasyarakatan menjadi rusak(Wibowo & Kristanto, 2017), akibatnya biaya sosial
dan biaya ekonomi meningkat dan menyebabkan penurunan kualitas hidup masyarakat(Zulaiha
& Angraeni, 2016). Ini artinya, korupsi adalah masalah serius yang harus segera ditangani dan
ironi nya permasalahan ini sempat terjadi di sebuah agama dan gereja pada abad pertengahan.
Penelitian ini hendak menyajikan fakta bahwasanya praktek dari korupsi didalam liang-
liang keagamaan bukan terjadi di zaman kontemporer ini tetapi sudah terjadi di abad pertengahan
yang lalu. Gereja sebagai lumbung dari para penganut ajaran agama katolik punya tanggung
jawab dalam proses menyejahtereakan para penganut agama tersebut. Dalam jurnal ini pula
memfokuskan pada penyediaan fakta-fakta gelap tentang praktek korupsi pada gereja katolik di
abad pertengahan.
Metode Penelitian
Studi ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data
dikumpulkan dari beberapa sumber primer dan sekunder, seperti dokumen sejarah, catatan paus
dan uskup, dan penelitian sebelumnya tentang topik ini.
Kesimpulan
Jadi indulgensi tidak pernah diperjualbelikan “for sale” seperti yang dituduhkan.
Meskipun indulgensi pada abad ke-16 itu dapat diperoleh dengan menyumbang, namun hati
yang bertobat, mengaku dosa dalam sakramen Tobat, dan segala persyaratan religius lainnya
harus ditepati agar indulgensi tersebut dapat sah diberikan. Jadi bukan semacam membeli surat
dan setelah itu dosa diampuni. Indulgensi bukan untuk menggantikan peran sakramen Pengakuan
Dosa. Indulgensi berkaitan dengan penghapusan siksa dosa sementara untuk dosa-dosa yang
sudah diampuni tersebut, yang dapat dimohonkan untuk diri kita sendiri maupun untuk jiwa-jiwa
orang-orang yang sudah meninggal itu.
Daftar Pustaka
Hariyani, H. F., Dominicus, S. P., & Asmara, A. (2012). Analisis Faktor-faktor yang
mempengaruhi korupsi di zi Psifik. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Pembangunan, 5(2),
62–78.
Lestari, Y. S. (2018). Korupsi: Suatu Kajian Analisis Di Negara Maju Dan Negara Berkembang.
Jurnal Community, 3(2). https://doi.org/10.35308/jcpds.v3i2.129
Maria, E., & Halim, A. (2021). E-Government dan Korupsi: Studi di Pemerintah Daerah,
Indonesia dari Perspektif Teori Keagenan. Ekuitas: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan , 5(1),
40–58. https://doi.org/10.24034/j25485024.y2021.v5.i1.4789
Mary-Jo Kranacher, R. R. (2010). Forensic Accounting and Fraud Examination.
Tay, S. (n.d.). Katolik menyalahgunakan indulgensi atau surat pengampunan dosa?
https://www.katolisitas.org/katolik-menyalahgunakan-indulgensi-atau-surat-pengampunan-
dosa/
Wibowo, E. A., & Kristanto, H. (2017). Korupsi dalam Pelayanan Gereja : Analisis Potensi
Penyimpangan dan Pengendalian Internal. Jurnal Integritas, 3(2), 105–136.
Zulaiha, A. R., & Angraeni, S. (2016). Menerapkan Biaya Sosial Korupsi Sebagai Hukuman
Finansial dalam Kasus Korupsi Kehutanan. … Integritas, Komisi Pemberantasan Korupsi
…, 1–24. https://jurnal.kpk.go.id/index.php/integritas/article/download/136/34