Anda di halaman 1dari 18

TEKNIK ISOLASI UNTUK MENDAPATKAN CENDAWAN

ENTOMOPATOGEN (Beauveria bassiana)


(Laporan Praktikum Pengendalian Hayati dan Pengelolaan
Habitat)

M. AGUNG RIFANDI
1910517210021
KELOMPOK 3

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2022
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI........................................................................................... i

DAFTAR TABEL................................................................................... ii

PENDAHULUAN................................................................................... 1

Latar Belakang............................................................................. 1
Tujuan.......................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3

BAHAN DAN METODE....................................................................... 5

Alat dan Bahan............................................................................ 5


Alat....................................................................................... 5
Bahan.................................................................................... 5
Waktu dan Tempat...................................................................... 5
Prosedur Kerja............................................................................. 5

HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 7

Hasil............................................................................................. 7
Pembahasan................................................................................. 11

KESIMPULAN....................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 14
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pengamatan Pemancingan Cendawan Entomopatogen ................... 7

2. Pengamatan Isolasi Entomopatogen Dari Tanah Perakaran ......... 9


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) secara


hayati/biologis merupakan salah satu cara pengendalian yang cukup
menjanjikan, karena pengendalian hayati berdasarkan ekologi, terutama tentang
pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem.
Bioinsektisida adalah mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai agen
pengendalianserangga hama. Pemanfaatan bioinsektisida sebagai agen hayati
pada pengendalian hama merupakan salah satu komponen pengendalian hama
terpadu (PHT). Terdapat enam kelompok mikroorganisme yang dapat
dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu jamur, bakteri, virus, nematoda,
protozoa, dan ricketsia (Herdatiarni et al., 2014). Menurut Trizelia et al. (2015)
kelompok entomopatogen yang paling banyak digunakan sebagai agens hayati
adalah jamur entomopatogen.
Jamur entomopatogen merupakan jamur yang mampu menginfeksi
serangga dengan cara masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran
pencernaan, spirakel dan lubang lainnya (Untung, 2006). Inokulum jamur yang
menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang
membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh.
Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan
enzim atau toksin. Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang
seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke
luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia
(Herdatiarni et al., 2014).

Kemampuan jamur entomopatogen dalam mematikan serangga hama bervariasi


dan sangat dipengaruhi oleh karakter fisiologi dan genetik jamur (Trizelia 2005).

Menurut Rayati et al., (1996) dalam Sanjaya et al., (2010), bila dibandingkan
dengan insektisida sintetik, jamur entomopatogen memberikan keuntungan-
keuntungan sebagai berikut :
1. Dapat menyerang berbagai stadia tahap perkembangan serangga (telur,
2

larva, dan dewasa) pada kondisi yang sesuai.


1. Tidak bersifat toksik atau mempengaruhi serangga-serangga lain yang
bermanfaat (spesifik).
2. Kemungkinan menimbulkan resistensi sangat kecil.
3. Relatif mudah dan murah untuk diproduksi.
4. Penggunaan jamur entomopatogen cenderung bervariasi.
5. Relatif aman terhadap manusia dan lingkungan
Berdasarkan hasil penelitian Kartohardjono dan Baehaki (2005) jamur
entomopatogen Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae dapat menekan
populasi wereng batang coklat masing-masing 40% dan 23%. Dengan adanya
kelebihan-kelebihan ini, jamur entomopatogen memiliki potensi yang besar
sebagai agen pengendali populasi serangga hama.

Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik umpan
serangga dan isolasi dari tanah sekitar perakaran tanaman untuk mendapatkan
cendawan Beauveria bassiana. 
TINJAUAN PUSTAKA

B. bassiana merupakan jamur tanah yang dapat berasosiasi dengan


tanaman sebagai endofit. Menurut (Gustianingtyas et al., 2020) B. bassiana
efektif dalam membunuh serangga. B. bassiana dapat digunakan sebagai
biopestisida dan pengendalian biologis hama karena mengandung enzim
kitinase, lipase dan protease (Amobonye et al., 2020).
Taksonomi Beauveria bassiana menurut Indeks Fungorum (2020)
(http://www.indexfungorum.org/names/namesrecord.asp?RecordID=199430)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Family : Cordycipitaceae
Genus : Beauveria
Spesies : Beauveria bassiana (Bals.-Criv)

Berdasarkan penelitian (Kulu et al., 2015) secara makroskopis koloni B.


bassiana berwarna putih teksturnya halus seperti bubuk. Pertumbuhan koloni
menyebar merata dan memiliki bentuk koloni bulat. Secara mikroskopis Konidia
terbentuk dari sel induk dengan bentuk simpodal. Konidium tumbuh lebih
panjang karena sebagai titik tumbuh. Dibeberapa Negara telah menggunakan B.
bassiana dalam mengendalikan S. frugiperda. Menurut (Rivero-Borja et al.,
2018) di Meksiko B. bassiana efektif membunuh S. frugiperda dan di Tanzania
B. bassiana berhasil menekan populasi S. frugiperda (Ngangambe et al., 2020) .
Jamur entomopatogen merupakan salah satu pengendalian hayati karena
dapat membunuh serangga hama. Beberapa negara sudah banyak menggunakan
jamur entomopatogen untuk mengendalikan S. frugiperda. Di Meksiko
dilaporkan bahwa Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae efektif dalam
membunuh S. frugiperda (Rivero-Borja et al., 2018). Di Tanzania B. bassiana
dan M. anisopliae berhasil menekan populasi S. frugiperda dewasa (Ngangambe
et al., 2020).
4

Cendawan ini mempunyai miselium berwarna putih atau terang dengan


konidiospora sendiri-sendiri. Percabangan miselium tertumpu pada suatu tempat
14 dan secara mikroskopis pada media terlihat butiran tepung putih.
Konidiospora dapat hidup pada suhu udara 20°C-30°C dengan pH netral. Jamur
Beauveria bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-
benang halus (hifa). Kemudian hifa-hifa membentuk koloni yang disebut
miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu
ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya (Widiastuti D dan Isya Fikria
Kalimah., 2016)
BAHAN DAN METODE 
Bahan 

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tanah, NaOCl 3%,
air steril, media PDA, tisu, dan ulat hongkong. 
Alat

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah cangkul, kain hitam,
wadah atau toples, ayakan, cawan petri, pinset, penggaris, timbangan, segitiga
Perata, Bunsen, tabung reaksi, orbital shaker dan LAF.

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 11 April 2022 pada


pukul 11.30-14.40 bertempat di Laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru
Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini ada 2 cara, yaitu : 
A. Pemancingan dengan menggunakan ulat hongkong 

1. Membersihkan permukaan tanah disekitar pohon pisang sekitar 0-5 cm. 


2. Menggali dan mengambil sekitar 500 g dari lapisan 5-20 cm permukaan tanah
karena pada horizon ini diperkirakan banyak terdapat inokulum Beauveria
bassiana.
3. Mengayak tanah lalu memasukkan ke dalam toples. Semprot menggunakan
air steril agar tanah lembab. Memasukkan ulat hongkong kedalam toples
kemudian tutup toples dengan kain hitam, tunggu hingga hari ke 6-7 akan
terlihat jamur Beauveria bassiana berwarna putih dipermukaan ulat. (Lakukan
penyemprotan dengan air steril jika tanah terlihat kering).
4. Menggunakan ulat yang diinfeksi cendawan untuk diisolasi cendawan. 
5. Memotong bagian tubuh ulat yang ditumbuhi cendawan B. bassiana.
Masukkan ke dalam larutan NaOCl 3%, kemudian di bilas dengan
memasukkan ke dalam larutan air steril sebanyak 3 kali.
6

6. Kemudian potongan-potongan tubuh ulat di letakkan di atas tisu dan


dikeringanginkan. 
7. Setelah itu, lakukan isolasi atau ditumbuhkan pada media PDA. 
8. Inkubasi selama 5-7 hari, sampai cendawan muncul.
9. cendawan yang tumbuh dimurnikan dengan memindahkan ke media PDA
yang baru, setelah itu dapat diidentifikasikan menggunakan media kubus. 
B. Isolasi dari tanah sekitar perakaran 
1. Mengambil tanah disekitar perakaran tanaman, lalu masukkan dalam plastik. 
2. Menimbang tanah 10 gram, lalu tambahkan Buffer fosfat sebanyak 90 ml ke
dalam botol kaca.
3. Shaker selama 30 menit dengan 150 rpm, setelah itu ambil 1 ml suspensi tanah
dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diisi 9 ml air steril.
4. Setelah homogen larutan dilakukan pengenceran sampai pengenceran yang
ketujuh (10 ) dengan cara 1 ml larutan dicampur dengan 9 ml, lalu
-7

dihomogenkan menggunakan vortex, begitu seterusnya sampai pengenceran


ketujuh. 
5. Setelah itu dilakukan pembiakan dimedia PDA. Setelah pengenceran ke 7
ambil 0,05 – 0,1 ml ((50 - 100 µL) lalu sebarkan pada media PDA, ratakan
dengan segitiga Perata.
6. Inkubasi selama 5-7 hari, sampai cendawan muncul (M engamati hasil isolasi
setiap hari).
7. cendawan yang tumbuh dimurnikan dengan memindahkan ke media PDA
yang baru, setelah itu dapat diidentifikasikan mengguakan media kubus.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pemancingan Cendawan Entomopatogen


No Gambar Keterangan
.
1 Hasil pemancingan cendawan
entomopatogen kelompok 1. Pada
pengamatan hari ke-19, terlihat
pertumbuhan cendawan pada tubuh ulat
hongkong dengan kondisi ulat yang
sudah mati dan kaku. Ulat hongkong
yang terserang cendawan ada 4 ulat dan
ulat yang masih hidup sebanyak 14 ulat.

2 Hasil pemancingan cendawan


entomopatogen kelompok 2 ditemukan 1
ulat hongkong yang terinfeksi cendawan.

3 Hasil pemancingan cendawan


entomopatogen kelompok 3 ditemukan 1
ulat hongkong yang terinfeksi cendawan
8

Tabel 1. Lanjutan
No Gambar Keterangan
4 Hasil pemancingan cendawan
entomopatogen kelompok 4 ditemukan
2 ulat hongkong yang terinfeksi
cendawan.

5 Hasil pemancingan cendawan


entomopatogen kelompok 5 ditemukan
1 ulat hongkong yang terinfeksi
cendawan.

6 Hasil pemancingan cendawan


entomopatogen kelompok 6 tidak
ditemukan ulat hongkong yang
terinfeksi cendawan. Namun ada
beberapa ulat yang mati.
Hasil isolasi cendawan entomopatogen
pada ulat hongkong pada hari ke-3
setelah diisolasi pada media PDA.
Terlihat pertumbuhan cendawan
berwarna putih pada media disekitar
isolat cendawan yang diisolasi dari
tubuh ulat hongkong

Tabel 2. Hasil Isolasi Cendawan Entomopatogen Dari Tanah Perakaran


No Gambar Keterangan
.
1 Timbang tanah yang berasal dari
perakaran tanaman bambu sebanyak 5
gr. Lalu masukan ke botol kaca dan di
tambahkan buffer fosfat sebanyak 45 ml.
Kemudian tutup botol dengan
alumunium foil dan cling wrap.

2 Shaker larutan tanah dan buffer fosfat


selama 15-30 menit dengan kecepatan
150 rpm. Tujuan dari shaker ini yaitu
agar suspensi tanah dan buffer fosfat
menjadi homogen
3 Suspensi yang sudah dishaker dan sudah
homogen diencerkan hingga
pengenceran ke-6 (10-6), caranya dengan
mengambil suspensi tanah sebanyak 1 ml
menggunakan suntikan dan suntikan lagi
ke tabung reaksi berikutnya sampai ke
tabung reaksi ke-6

4 Isolasikan pengenceran ke-5 dan ke-6


pada media menggunakan mikropipet
sebanyak 0,5-1 ml. Lakukan secara
aseptis baik alat maupun pengerjaan
isolasi, yaitu dibelakang api bunsen
untuk menghindari kontaminasi

10

Tabel 2. Lanjutan
No Gambar Keterangan
5 Pada pengamatan hari pertama terdapat
koloni mikroba yang tumbuh dan
berwarna putih namun belum terlalu
banyak dan masih sangat tipis.
6 Pada pengamatan kedua, koloni
mikroba semakin terlihat menyebar
namun masih tipis.

7 Pada pengamatan ketiga, koloni


mikroba tampak jelas berwarna putih
dan menyebar pada permukaan media.

8 Permurnian dilakukan pada hasil


isolasi pengenceran faktor 5, koloni
mikroba yang dimurnikan berwarna
putih kekuningan.

11

Pembahasan

Penggunaan entomopatogen sebagai agens pengendali hayati merupakan


salah satu cara untuk menghindari dampak negatif bahan kimia terhadap
lingkungan. Agens hayati tersebut meliputi organisme yang bersifat predator,
parasit, parasitoid, dan patogen. Beberapa organisme yang dapat bertindak
sebagai agens hayati meliputi hewan vertebrata, serangga, nematoda, bakteri,
virus dan jamur atau cendawan (Prawirosukarto dkk., 2003).
Pemancingan cendawan entomopatogen kelompok satu. pada pengamatan
hari ke-19, terlihat pertumbuhan cendawan pada tubuh ulat hongkong dengan
kondisi ulat yang sudah mati dan kaku. Ulat hongkong yang terserang cendawan
ada empat ulat dan ulat yang masih hidup sebanyak 14 ulat. Pemancingan
cendawan entomopatogen pada kelompok dua ditemukan satu ulat hongkong
yang terinfeksi cendawan, pada kelompok tiga ditemukan dua ulat hongkong yang
terinfeksi cendawan, pada kelompok empat ditemukan dua ulat hongkong yang
terinfeksi cendawan, pada kelompok lima ditemukan satu ulat hongkong yang
terinfeksi cendawan, dan yag terakhir pada kelompok enam tidak ditemukan ulat
hongkong yang terinfeksi cendawan. Namun ada beberapa ulat yang mati.

Koleksi cendawan entomopatogen dari tanah dilakukan dengan


mengambil tanah sekitar perakaran tanaman. Pengambilan tanah dilakukan
dengan cara penggalian tanah pada kedalaman 10 - 15 cm.

Prayogo et al., (2005) menyatakan bahwa cendawan entomopatogen


merupakan organisme yang digunakan untuk pengendalian hama sudah tersedia di
alam, mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi, siklus hidup pendek, mudah
dibiakkan dan diproduksi secara massal, dapat membentuk spora yang tahan di
alam meskipun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, dan relatif aman.

Isolasi cendawan entomopatogen dari tanah perakaran hari pertama


terdapat koloni mikroba yang tumbuh dan berwarna putih namun belum terlalu
banyak dan masih sangat tipis, pada prngamatan kedua koloni mikroba semakin
terlihat menyebar namun masih tipis, dan pengamatan ketiga koloni mikroba
12

tampak jelas berwarna putih dan menyebar pada permukaan media. Permurnian
dilakukan pada hasil isolasi pengenceran faktor ke lima, koloni mikroba yang
dimurnikan berwarna putih kekuningan.
KESIMPULAN

Kesimpulan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Setiap kelompok rata-rata ulat hongkong tidak terinfeksi cendawan
2. Pada kelompok satu pengamatan cendawan dilakukan sampai hari ke-19
3. Ulat hongkong atau mati disebabkan oleh kondisi suhu toples yang terlalu
panas, sehingga membuatnya tidak bisa bertahan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Amobonye, Ayodeji, Bhagwat, Prashant, Pandey, Ashok, Singh, Suren,


Pillai, & Santhosh. 2020. Biotechnological potential of Beauveria bassiana as a
source of novel biocatalysts and metabolites. Critical Reviews in Biotechnology,
40(7), 1019–1034.
Anonim, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas
terbatas, Direktorat Bina Farmasis Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes R
Fungi ( EPFs ) and Cropping Systems on Parasitoids of Fall Armyworm
( Spodoptera frugiperda ) on Maize in Eastern Central , Tanzania.
Biocontrol Science and Technology, 0(0), 1–13.
Rivero-Borja, Maribel, W, G.-F., Ariel, Rodriguez-Leyva, Esteban,
Gustianingtyas, M., Herlinda, S., Suwandi, Suparman, Hamidson, H., Hasbi,
Setiawan, A., Verawaty, M., Elfita, & Arsi. 2020. Toxicity of
Entomopathogenic Fungal Culture Filtrate of Lowland and Highland Soil
of South Sumatra ( Indonesia ) against Spodoptera litura larvae.
Biodiversitas, 21(5), 1839–1849.
Herdatiarni, F., Toto Himawan dan Rina Rachmawati. 2014. Eksplorasi Jamur
Entomopatogen Beauveria sp. Menggunakan Serangga Umpan pada
Komoditas Jagung, Tomat dan Wortel Organik di Batu, Malang. Jurnal
HPT Vol.1 (3): 2.
Kulu, Piter, I., Abadi, Latief, A., Afandhi, Aminudin, & Nooraidawati. 2015.
Morphological and Molecular Identification of Beauveria bassiana as
Entomopathogen Agent from Central kalimantan peatland, indonesia.
International Journal of ChemTech Research, 8(4), 2079–2084.
Ngangambe H, W, M. M., & Maulid. 2020. Effects of Entomopathogenic
Prawirosukarto S, Roerrha YP, Condro U, dan Susanto, 2003. Pengenalan
dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Medan: PPKS.
SantillaOrtega, Candelario, Panduro-Perez, & Alejandro. 2018. Interaction of
Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae With Clorpyrifos Ethyl
and Spinosad in Spodoptera frugiperda Larvae. Pest Manag Sci, 52(595),
2047– 2052.
Trizelia, Neldi Armon dan Hetrys Jailani. 2015. Keanekaragaman jamur
entomopatogen pada rizosfer berbagai tanaman sayuran. Pros. Semnas
Masyaraka t Biodiversity Indonesia. Vol. 1 (5).

Untung, K. 2006. Pengantar pengelolaan hama terpadu. Edisi ke dua. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.

Prayogo, Y., W. Tengkano dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan


Metarhizium anisoplie untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera
litura pada Kedelai.

Anda mungkin juga menyukai