Anda di halaman 1dari 2

Salah satu kasus yang merugikan negara dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara adalah kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik yang selanjutnya akan disebut e-
KTP. Dalam pelaksanaannya merugikan Indonesia secara ekonomi karena dana yang seharusnya
digunakan untuk pembuatan e-KTP disalahgunakan untuk kepentingan individu dan kerabatnya dengan
jumlah yang tidak sedikit sehingga dapat disebut dengan megakorupsi.

Kasus yang di lakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang disebut DPR RI pada
periode 2014-2019 yaitu Setya Novanto.

Setya Novanto didakwa terlibat dalam kasus korupsi e-KTP tersebut dengan melakukan intervensi
anggaran yang membuat kerugian keuangan negara sebesar RP2,3 triliun yang mana angka tersebut
terbilang sangat besar dan tergolong sebagai megakorupsi.

Padahal, nilai proyek yang akan digunakan untuk produksi adalah RP5,9 triliun. Jumlah kerugian tersebut
berdasarkan laporan hasil audit dalam rangka perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan
oleh ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atas perkara dugaan korupsi e-KTP.

Tindakan korupsi dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor penyebab, salah satu diantaranya yaitu
berkaitan dengan organisasi dan manajemen.

Kasus e-KTP ini  jika dilihat dari penyebabnya dapat dikategorikan dalam faktor kurang baiknya
organisasi dan manajemen yang dapat dilihat dari tidak adanya transparansi dan akuntabilitas di instansi
pemerintah yang kurang memadai. Organisasi mengambil andil dalam terjadinya korupsi jika organisasi
tersebut membuka peluang untuk terjadinya korupsi.

Dalam sebuah perusahaan, sistem pengendalian manajemen sangat penting karena memiliki peran
besar terhadap laju perkembangan suatu perusahaan.

Apabila perusahaan tidak mempunyai sistem pengendalian yang baik atau bahkan tidak ada sama sekali
bisa dibilang perusahaan ini rentan dalam mengalami penurunan.

sistem pengendalian sangat bermanfaat karena sistem selalu berhubungan dengan lingkungan luarnya,
lingkungan luar yang merugikan perlu dikendalikan. Oleh karena itu, sistem yang baik harus mempunyai
pengendalian.

Pengawasan internal dalam kasus megakorupsi e-KTP ini terbukti jauh dari kata maksimal jika dilihat dari
rumusan surat dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyatakan bahwa
tidak ada satupun pilah di Komisi Hukum DPR RI yang menghalangi terjadinya tindak pidana korupsi
dalam kasus e-KTP ini.

Setya Novanto sebagai pimpinan tidak memiliki standar tindakan yang baik sebagai contoh bagi para
anggota DPR dengan dilakukannya korupsi dana e-KTP. Hal ini juga menunjukkan tidak adanya
kepedulian dari oknum-oknum pelaku korupsi e-KTP terhadap kesejahteraan hidup masyarakat
Indonesia dan menghambat terciptanya e-government yang lebih baik.
Dari kasus korupsi oleh Setya Novanto dapat kita lihat bahwa sistem pengendalian harus berperan
memberikan panduan untuk unit organisasi dalam menerapkan sistem manajemen yang bertujuan
untuk mencegah penyuapan.

Setiap perusahaan memiliki masing-masing sistem yang dijalankan dan sudah pasti berbeda dengan
perusahaan yang lainnya. Semakin baiknya sistem pengendalian manajemen yang dimiliki suatu
perusahaan maka akan membuat perusahaan tersebut berkembang cepat. Sebaliknya, jika sistemnya
buruk atau tidak ada sama sekali maka akan memberi dampak buruk. Dilihat dari kasus Setya Novanto
seorang DPR menjabat Ketua DPR RI periode 2014—2019 ini dia memberikan dampak buruk bagi
perusahan/instansi karena korupsi.

Anda mungkin juga menyukai