Anda di halaman 1dari 33

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

“DAMPAK BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTER


PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 TIGANDERKET”

Dosen Pengampu:
Dr.A.A Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd.
Putu Hari Sudewa, S.Pd,M.Pd.

Oleh:

Devina Christianti Br Ginting (2213021025)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA


JURUSAN FISIKA DAN PENGAJARAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2022
PERSETUJUAN JUDUL MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA
DIDIK

Yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Devina Christianti Br Ginting
NIM 2213071025
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan : Fisika Dan Pengajaran IPA

Studi : S1 Pendidikan IPA

Judul Yang di Ajukan :

“PENGARUH BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTER PESERTA


DIDIK DISMP NEGERI 1 TIGANDERKET”

Menyetujui, Singaraja, 25
Pengampu Mata Kuliah November 2022
Mahasiswa

(Putu Hari Sudewa, S.Pd., M.Pd.)

(Devina Christianti Br Ginting)

Menyetujui,
Pengampu Mata Kuliah

(Dr.A.A. Rai Sudiatmika,M.Pd.)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Perkembangan Peserta
Didik pada Semester Ganjil tahun ajaran 2022/2023.
Penulis berharap setelah membaca makalah ini, pembaca dapat memahami
dan menambah pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua. Dalam menyelesaikan makalah ini penulis mengalami beberapa hambatan
dan kesulitan akibat pengalaman yang masih terbatas. Namun, berkat kerja keras
dan adanya bantuan dari beberapa pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Untuk itu, ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan, baik isi maupun tata penulisannya. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan demi sempurnanya karya-
karya penulis berikutnya. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

Singaraja, 10 November 2022

Penulis,

i
DAFTAR ISI
1. Cover…………………………………………………………………………....…1

2. Surat Pengajuan ……………………………………………….………………..…2

3. Kata Pengantar…………………………………………………………………….3

4. Daftar Isi.………………………………………………………………………….4

5. Daftar Gambar…………………………………………………………………….5

6. Bab 1 Pendahuluan………………………………………………………………..6

a. Latar Belakang…………………………………………………………….6

b. Rumusan Masalah…………………………………………………………7

c. Tujuan Masalah……………………………………………………………7

d. Manfaat……………………………………………………………....……7

7. Bab 2 Pembahasan………………………………………………....……………...8

a. Pengertian Bullying ………………………………….….............………..8

b. Perkembangan Karakter ………………….....…....……................…...…21

c. Pengaruh Bullying terhadap Perkembangan Karakter Peserta Didik di

SMP N 1 Tiganderket …..................................................................……..23

8. Bab 3 kesimpulan……………………………………....………………..……….20

a. Kesimpulan …………………………….....................………………..…29

b. Saran……………………………………………….....………………..…29

9. Daftar Pustaka………………………………………………........………………31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gambar 1, Bullying
(https://irmadevita.com/2020/bullying-dan-ancaman-hukumnya/)
Perilaku bullying dari waktu ke waktu masih dianggap sebagai hal yang
menakutkan di kalangan remaja. Bullying merupakan salah satu kasus yang sering
terjadi pada remaja sekolah dan dilakukan atas nama senioritas. Namun kasus ini
tidak ditangani secara optimal. Kasus bullying yang cukup sering dijumpai adalah
kasus senioritas atau adanya intimidasi siswa yang lebih senior terhadap adik
kelasnya, baik secara fisik maupun nonfisik. Bullying adalah sebuah situasi
terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok (Sejiwa 2008).Bullying merupakan sebuah bentuk perilaku yang
terjadi dengan keseharian seperti mengolok-olok, memaki, mengancam, memaksa
dengan serangan, mengucilkan, menggunjing di depan umum, menghina sampai
pada batas tertentu memunculkan perilaku kekerasan seperti menarik, mendorong
atau bentuk perilaku agresif lain yang menciptakan korban merasa terancam,
trauma dan tertindas (Lines, 2008) 2 Pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa
bullying merupakan bentuk perilaku agresif yang dapat dilakukan setiap hari
dengan paksaan dan serangan hingga muncul perilaku kekerasan sehingga dapat
membentuk korban sebagai pribadi yang tidak berharga dan menjadi penakut.
Bullying pada masa sekarang ini masih menjadi hal yang menakutkan di dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Bullying merupakan perilaku yang tidak
terhindarkan di kehidupan sehari-hari, akan tetapi peilaku bullying tidak bisa
dibiarkan begitu saja, jika dibiarkan begitu saja maka akan menyebabkan dampak
yang serius dalam lingkungan pergaulan terutama pada perkembangan optimal

3
yang berada pada tahap perkembangan peserta didik. Salah satunya adalah peserta
didik menjadi pribadi penakut hingga menarik diri. Perlu adanya pencegahan
terhadap perilaku bullying terutama pada lingkungan sekolah. Bullying di sekolah
kini bukan merupakan suatu hal asing, bahkan banyak ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Pada tahun 2017 ini sumber informasi diramaikan oleh pembahasan
kasus klitih yang terjadi di Yogyakarta. Kasus tersebut diberitakan seorang remaja
dicegat oleh seorang yang tidak dikenal, melakukan penyerangan dan langsung
melarikan diri. Peristiwa tersebut bukanlah peristiwa yang pertama kalinya terjadi
di Daerah Istimewa Yogyakarta. Perilaku bullying adalah perilaku agresif yang
dilakukan secara sengaja terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target
atau 3 korban yang lemah, mudah dihina dan tidak bisa membela diri sendiri
(Sejiwa, 2008). Bullying juga diartikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis
jangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok, terhadap seseorang yang
tidak mampu mempertahankan dirinya dalam situasi dimana ada hasrat untuk
melukai atau menakuti orang lain atau membuat dia tertekan dan tersakiti(Krahe,
2005).Olweus (Trevi, 2010) mendefinisikan bullying adalah perilaku negatif
seseorang atau lebih kepada korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang
dan terjadi dari waktu ke waktu.Bullying juga melibatkan kekuatan serta kekuasaan
yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu
mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterima
dari pelaku(Krahe, 2005).Menurut uraian dari berbagai pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah perilaku penggunaan agresi dengan
tujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun secara mental serta
dilakukan secara berulang-ulang. Perilaku bullying dapat berupa tindakan fisik,
verbal, serta emosional atau psikologis. Dalam hal tersebut korban bullying tidak
mampu membela atau mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara fisik
maupun mental. Perilaku bullying memiliki dampak negatif di segala aspek
kehidupan seperti fisik, psikologis maupun sosial individu, khususnya remaja
(Sejiwa, 2008). Dampak bullying adalah suatu bentuk perilaku yang timbul sebagai
hasil dari adanya stimulus dan respon yang bekerja pada diri seseorang yang
membentuk perilaku dipengaruhi faktor eksternal maupun faktor internal.
Seseorang dapat dikatakan sebagai korban bullying apabila korban merasa di bully
dan tidak dapat menerima perlakuan dari pelaku. Namun apabila seseorang dapat
menerima perlakuan dari pelaku dan menganggap perlakuan yang diterima hanya
4
sebagai bercanda adalah hal yang biasa dalam lingkungan nya. Dampak yang
dialami oleh korban bullying adalah berbagai macam gangguan yang meliputi
kesejahteraan psikologis yang rendah dimana korban akan merasa tidak nyaman,
takut, rendah diri, serta tidak berharga. Penyesuaian sosial yang buruk salah
satunya adalah korban merasa takut ke sekolah bahkan tidak mau sekolah, menarik
diri dari pergaulan, bahkan berkeinginan untuk bunuh diri. Selain itu juga dapat
mempengaruhi prestasi belajar korban, perilaku bullying yang mengganggu
konsentrasi belajar siswa sehingga mempengaruhi prestasi korban di sekolah.
Bentuk perilaku bullying non-verbal sangat mempengaruhi pertumbuhan fisik pada
remaja, pertumbuhan serta mempengaruhi psikologis maupun sosial. Korban
perilaku bullying yang mengalami bentuk bullying verbal akan menjadi pribadi
yang kurang percaya diri, minder, serta merasa dirinya rendah di lingkungan belajar
maupun sosial. Perilaku bullying tersebut akan terus mempengaruhi perkembangan
mereka selanjutnya.
Dilangsir dari Kompas.com Pada 2011-2019 Komisi Perlindungan Anak
Indonesia(KPAI) menerima setidaknya 37.381 laporan perundungan anak,sebanyak
2.473 kasus terjadi di dunia pendidikan.Sementara itu,Organisasi of Economic Co-
operation and Development(OECD) dalam riset Programme for International
Student Assessment(PISA) dalam Tahun 2018 menggungkapkan bahwa,sebanyak
41,1% murid di Indonesia mengaku pernah mengalami bullying.Pada 2011 juga
Indonesia menmpati posisi ke-5 dari 78 negara yang mengalami perundungan yang
paling banyak.Salah satu contoh yang dialami oleh siswa yang duduk di SMP
Negeri I Tiganderket,seorang anak yang kerap kali di bully oleh teman
sekelasnya,akibat dari hal ini,anak tersebut menjadi pendiam dan penyendiri,ada
juga yang sampai menyebabkan perkelahian antar kampung karena korban
mengadu kepada salah satu rekannya yang membuat siswa lain menjadi ikut-
ikuttan,bahkan ada juga siswa yang pindah sekolah akibat terjadinya bullying.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan bullying ?
1.2.2 Bagaimana Pengertian Konsep perkembangan karakter ?

1.2.3 Apa pengaruh bullying terhadap perkembangan peserta didik di SMP


Negeri 1 Tiganderket ?
5
1.3 Tujuan
Adapun makalah ini dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan antara lain
sebagai berikut:
1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan bullying
1.3.2 Untuk Bagaimana Pengertian Konsep perkembangan karakter

1.3.3 Mengetahui bagaimana pengaruh bullying tersebut terhadap


perkembangn peserta didik di SMP Negeri 1 Tiganderket.

1.4 Manfaat
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
Dengan dibuatnya makalah ini, saya mendapat wawasan baru
terkait bullying,apa saja faktor yang membuat bullying kerap kali terjadi di
Indonesia dan bagaimana bullying mempengaruhi perkembangan peserta
didik di SMP Negeri 1 Tiganderket

1.4.2 Manfaat bagi Pembaca

Dengan dibuatnya makalah ini, pembaca dapat menambah


wawasannya mengenai bullying dan faktor penyebab bullying dan pembaca
diharapkan untuk mengedukasi siapa saja yang ada disekitar yang menjadi
pelaku bullying,mengingat bullying merupakan tindakan yang tidak terpuji
dan sangat mempengaruhi mental seseorang.

6
7
BAB II PEMBAHASAN

2.1 A)Pengertian Bullying


Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris yaitu dari kata bull yang berarti
banteng yang suka merunduk kesana kemari.Secara etimologi kata bully
berarti penggertak,orang suka mengangu orang yang lemah .Dan secara
terminology menurut Definisi Ken Rigby dalam Astuti(2008;3,dalam
Ariesto,2009) adalah “sebuah hasrat untuk menyakiti”.Hasrat tersebut
diperlihatkan di dalam aksi,yang menyebabkan korban menderita.Aksi ini
dapat dilakukan seseorang atau sekelompok atau seseorang yang lebih
kuat,tidak bertanggung jawab,dan dilakukan secara berulang dengan tidak
ada perasaan bersalah.Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak(Kemenppa) RI menjelaskan bahwa bullying atau
penindasaan merupakan segala bentuk penindasaan atau kekerasan yang
dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat
dan berkuasa,dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-
menerus.
Bullying dapat dikelompokkan kedalam 6 kategori:
1)Verbal Bullying
Verbal bullying terjadi ketika pelaku perundungan mengatakan atau
menulis hal-hal yang berbahaya atau membuat ancaman.Perilaku verbal
bullying,meliputi:
• Mengejek.
• Mengancam menyakiti.
• Menggoda
• Melontarkan kata yang tidak pantas.
2)Social Bullying
Social bullying disebut juga sebagai intimidasi relasional,agresi relasional
dan intimidasi emosional.Perilaku yang termasuk social bullying meliputi:
• Mengabikan orang lain dengan sengaja
• Menyebarkan gosip tentang orang lain
• Mengucilkan
• Dan mempermalukan seseorang.

8
3)Physical bullying
Physical bullying mencakup tindakan menyakiti tubuh orang lain atau
merusak benda atau segala bentuk fisik yang agresif termasuk physical
bullying.Perlaku yang termasuk physical bullying adalah:
• Memukul,menendang,atau meludahi orang lain
• Sengaja menyandung atau mendorong orang lain
• Mengambil atau mengahancurkan barang orang lain
• Bersikap kasar dan tidak pantas.
4)Cyberbullying
Cyberbullying merupakan tindakan melecehkan orang lain dengan
mengirim pesan singkat secara online melalui sosial media atau
telepon.Perilaku yang termasuk cyberbullying,meliputi:
• Mengirimkan seseorang pesan yang kejam
• Mengunggah postingan yang menghina orang lain di media sosial
• Melontarkan komentar kasar tentang unggahan orang lain
• Memposting atau mengirimkan informasi tentang korban bullying
kepada orang lain dengan tujuan untuk mempermalukan korban
• Mengancam atau menindas orang lain melalui obrolan di sosial
media.
5.Racist Bullying
Perilaku yang termasuk racist bullying,meliputi:
• Meremehkan,mengejek dan mengindentifikasi orang lain karena
faktor ras
• Menjelek-jelekkan latar belakang ras seseorang
• Menghina atau mempermalukan kebiasaan,cara berpakain dan ucapan
mereka.
6.Sexual Bullying
• Mengirim atau memposting foto atau vidio seksual di media
sosial,atau bahkan mengirimi seseorang foto seksual tersebut.
• Melontarkan kalimat yang tidak pantas kepada seseorang.
• Menekan orang lain untuk berhubungan seksual atau foto bernuasa
sensual.

9
2.1.1 Peran dalam Bullying
Beberapa pihak yang terlibat dalam perilaku bullying dapat dibagi menjadi
empat,yaitu:
a)Bullies(pelaku bullying)

Gambar 2, Peran Pelaku Dalam Bullying


(https://portalmadura.com/waspada-ini-dia-hukuman-di-akhirat-bagi-pelaku-
bullying-183558/)

,merupakan anak yang secara fisik maupun mental menyakiti anak lain
secara terus-menerus(Olweus,dalam Moutappa dkk, 2004). Remaja yang
dikatakan atau diidentifikasi sebagai pelaku bullying selalu memperlihatkan
psikososial yang lebih buruk daripada korban bullying dan anak yang tidak
terlibat dalam perilaku bullying (Haynie, dkk., dalam Totura, 2003). Pelaku
bullying juga cenderung selalu memperlihatkan tingkat depresi yang lebih
tinggi daripada murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying dan
simptom depresi yang lebih rendah daripada victim atau korban (Haynie,
dkk., dalam Totura, 2003). Olweus (dalam Moutappa, 2004) mengatakan
bahwa pelaku bullying cenderung mendominasi orang lain dan mempunyai
kemampuan sosial dan pemahaman akan emosi orang lain yang sama (Sutton,
Smith, & Sweetenham, dalam Moutappa, 2004). Menurut pendapat
Stephenson dan Smith (dalam Sullivan, 2000), tipe pelaku bullying antara
lain:
(1) tipenya lebih percaya diri, secara fisik terlihat kuat,selalu menikmati
agresifitas, merasa aman dan biasanya populer,
(2) tipe pencemas, secara akademik begitu lemah, kurang berkonsentrasi,
kurang populer dan kurang merasa aman, dan
(3) pada kondisi tertentu pelaku bullying bisa menjadi korban bullying.
Selain itu, para ahli atau psikolog banyak menarik kesimpulan bahwa
10
karakteristik pelaku bullying biasanya yaitu agresif, memunyai konsep positif
tentang kekerasan, impulsif, serta mempunyai kesulitan dalam bersimpati
(Fonzi & Olweus dalam Sullivan, 2000).Astuti (2008) mengemukan pelaku
bullying biasanya tampak agresif baik secara verbal maupun fisik, ingin
popular,selalu membuat keributan,selalu mencari kesalahan orang lain,
pendendam,memiliki sikap iri hati, hidupnya berkelompok dan ingin
menguasai kehidupan sosial di sekolah dan lingkungannya.Selain hal tersebut
pelaku bullying juga menempatkan diri pada tempat tertentu di sekolah atau
di sekitarnya, tokoh popular di sekolahnya, gerak geriknya sering kali dapat
ditandai dengan sering berjalan di depan,dengan sengaja menabrak, berkata
kasar, dan menyepelekan/ melecehkan temannya.

b. Victim (korban bullying)

Gambar 3, Pelaku Korban Dalam Bullying


(https://www.halodoc.com/artikel/5-alasan-anak-jadi-pelaku-bullying)
adalah murid yang selalu menjadi target dari perilaku agresif, tindakan yang
menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit saja pertahanan melawan
pembully tersebut (Olweus, dalam Moutappa dkk, 2004). Psikolog Byrne
mengemukan dibandingkan dengan teman sepermainanya yang tidak menjadi
korban, korban bullying cenderung menarik diri dari lingkungan, depresi,
cemas dan takut akan kondisi baru (dalam Haynie dkk, 2001).Murid dan anak
yang menjadi korban bullying dilaporkan lebih suka menyendiri dan kurang
bahagia di sekolah maupun di lingkungannya,serta mempunyai teman dekat
yang relatif sedikit daripada murid lain (Boulton & Underwood dkk, dalam
Haynie dkk, 2001). Korban bullying juga dikarakteristikkan dengan
perilakunya yang selalu hati-hati, sensitif, dan juga pendiam (Olweus, dalam
Moutappa, 2004). Coloroso (2007) mengemukakan korban bullying biasanya
11
merupakan anak baru di lingkungan, anak termuda di sekolah, biasanya yang
lebih kecil, terkadang ketakutan, mungkin tidak dapat terlindung, anak yang
pernah mengalami trauma atau pernah disakiti sebelumnya dan biasanya
sangat peka, selalu menghindari teman sebayanya untuk menghindari
kesakitan yang lebih parah lagi,juga selalu merasa sulit untuk meminta
pertolongan dari keluarga dan teman. Selain itu juga anak selalu penurut,
anak yang sering merasa cemas, kurang percaya diri, mudah dipimpin dan
anak yang melakukan hal-hal untuk menyenangkan atau meredam kemarahan
anak lain, anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain, anak
yang tidak mau berkelahi, lebih suka menyelesaikan makalah tanpa
kekerasan, anak yang pemalu, selalu menyembunyikan perasaannya, pendiam
atau tidak mau menarik perhatiaan orang lain, pengugup, dan peka.
Disamping itu juga merupakan anak yang miskin atau kaya, anak yang ras
atau etnisnya dipandang inferior sehingga layak untuk dihina, anak yang
orientasinya gender atau seksualnya dipandang inferior, anak yang agamanya
dipandang inferior, anak yang cerdas, berbakat, atau memiliki kelebihan.
Anak tersebut dijadikan sasaran karena ia lebih unggul, anak yang merdeka,
tidak mempedulikan status sosial, serta tidak berkompromi dengan norma-
norma, anak yang siap mengekspresikan emosinya setiap waktu, anak yang
gemuk atau kurus, pendek atau jangkung, anak yang memakai kawat gigi
atau kacamata, anak yang memiliki jerawat atau memiliki masalah kondisi
kulit lainnya. Selanjutnya korbannya merupakan anak yang mempunyai ciri
fisik yang berbeda dengan anak lainnya, dan anak dengan ketidakcakapan
mental dan/atau fisik, anak yang memiliki ADHD (attention deficit
hyperactive disorder) mungkin bertindak sebelum berpikir, tidak
mempertimbangkan konsekuensi apa yang akan terjadi atas perilakunya
sehingga selalu disengaja atau tidak menggangu bully,anak yang berada di
tempat yang keliru pada saat yang salah.
c. Bully-victim
adalah pihak yang terlibat dan termasuk didalam perilaku agresif,tetapi ia
juga menjadi korban perilaku agresif (Andreou, dalam Moutappa dkk, 2004).
Craig (dalam Haynie dkk, 2001) mengemukakan bully victim menunjukkan
level agresivitas verbal dan fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak
lain. Bully victim juga dilaporkan mengalami peningkatan simptom
12
depresi,sering merasa sepi, dan cenderung merasa sedih dan moody daripada
murid lain (Austin & Joseph; Nansel dkk, dalam Totura, 2003). Schwartz
(dalam Moutappa, 2004) berpendapat bully-victim juga dikarakteristikkan
dengan reaktivitas, regulasi emosi yang begitu buruk, kesulitan dalam
akademis serta penolakan-penolakan dari teman sebaya serta kesulitan dalam
belajar (Kaukiainen, dkk., dalam Moutappa, 2004).
d. Neutral,yaitu anak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau bullying
tersebut.
2.1.2 Faktor Penyebab Bullying
Ariesto (2009) mengemukakan, faktor-faktor penyebab terjadinya bullying antara
lain:
a.Keluarga

Gambar 4, faktor keluarga penyebab bullying


(https://www.orami.co.id/magazine/ini-faktor-penyebab-bullying-pada-anak-
menurut-psikolog)
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah atau broken
home,orang tua yang selalu menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi
rumah yang penuh stress dan penuh dengan permasalahan. Anak tersebut akan
mempelajari perilaku bullying dengan mengamati masalah-masalah yang terjadi
pada rumah maupun lingkungan mereka, dan kemudian mereka pun meniru
perilaku tersebut terhadap teman-temannya. Jika tidak ada tindakan yang tegas dari
lingkungan terhadap perilaku kekerasan tersebut, ia akan belajar bahwa “dengan
melakukan kekerasan itu mereka punya kekuatan untuk berperilaku agresif, dan
perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan”. Dari sini anak
mengembangkan perilaku bullying;
b. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya,
13
mereka sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan maupun pembenaran
terhadap sikap dan perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain.
Bullying dapat berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah dan akan
memberikan masukan negatif ke pada siswa lainnya, misalnya berupa hukuman
yang berlebihan serta tidak membangun karakter sehingga tidak mengembangkan
rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah;
c. Faktor Kelompok Sebaya

Gambar 5, Faktor Kelompok Sebaya penyebab bullying


(https://www.sehatq.com/artikel/faktor-penyebab-bullying-yang-wajib-
diketahui-orangtua)
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar
rumah,terkadang mendapat dorongan untuk melakukan bullying.Beberapa anak
melakukan bullying,dalam salah satu bentuk usaha membuktikan bahwa mereka
mampu masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak
nyaman dengan perilaku kekerasan tersebut.
d. Kondisi Lingkungan Sosial
Kondisi lingkungan sosial juga dapat pula menjadi penyebab timbulnya
perilaku bullying.Salah satu penyebab dalam lingkungan terjadinya pembullyan
adalah faktor ekonomi atau kemiskinan.Anak yang hidup dalam kemiskinan akan
berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran sering
terjadi pemalakan yang terjadi lingkungan sekolah.
e. Tayangan Televisi dan Media Cetak
Tayangan televisi dan media cetak akan membentuk pola perilaku bullying
dari segi tayangan yang mereka lihat. Survey yang dilakukan oleh tim kompas
(Saripah, 2006) memperlihatkan bahwa 56,9% anak akan meniru adegan-adegan
film yang ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) serta kata-
katanya (43%)

14
2.1.3 Cara Mengatasi Bullying
Kesadaran merupakan langkah besar dalam membantu untuk mencegah
serta mengurangi bullying dan krisis skenario.Seorang pendidik dibebankan
untuk membuat sekolah lebih aman, dan melanjutkan misi anti-kekerasan mereka
untuk membantu memastikan bahwa situasi kekerasan dapat dicegah, intimidasi
terhalang, dan banyak tragedi mungkin dapat dicegah.Dalam hal krisis tidak
terjadi, kita harus memanfaatkan sumber daya kami untuk bereaksi, menanggapi,
dan pulih (Brown & Patterson, 2012). Untuk mencegah bullying pada siswa SMP,
yang paling utama adalah kontrol sosial: kasih sayang, memenuhi janji,
kepercayaan dan keterlibatan (Adilla, 2009). Dalam upaya tersebut untuk
mengatasi bullying di sekolah dasar, haruslah terjali hubungan kerjasama antara
sekolah, guru, orang tua dan masyarakat. Hal ini dicetuskan dalam hasil penelitian
Siswati dan Widayanti (2009) yang menemukan bahwa program penanganan
preventif secara terpadu merupakan langkah efektif dan dapat dilakukan untuk
mengatasi dan mengurangi bullying.Selain itu, Whole-school approach adalah
salah satu alternatif untuk mengatasi perilaku bullying di sekolah dasar, di mana
semua pemangku kepentingan memiliki masukan-masukan nilai-nilai positif,
yaitu dengan peran guru, orang tua dan psikologi pendidikan.Guru harus
menjadi pemimpin dan teladan di kelas mereka (Venter, 2013). Whole-school
approach didasarkan pada pendapat bahwa bullying adalah masalah sistemik,
dan, dengan penerapan, sebuah internvensi yang harus diarahkan pada seluruh
konteks sekolah bukan hanya pada pengganggu dan korban saja. Salah satu
keuntungan dari whole-school approach adalah bahwa ia menghindari
stigmatisasi berpotensi bermasalah baik pengganggu atau korban (Smith, dkk,
2004). Selain itu, Elliott (2002, hlm 309) juga berpendapat bahwa whole-school
approach ini mengasumsikan hubungan murid dengan staf yang baik dan
menciptakan suasana hangat dan terus membina hubungan tersebut melibatkan
orang tua dan masyarakat akan membantu untuk mengubah sikap yang mendorong
bullying tersebut. Program-program dalam mengatasi bullying di sekolah
dengan menggunakan whole-school approach tersebut harus dirancang secara
kolaboratif dan sebaik-baiknya dari berbagai aspek yang terkait tersebut. Adapun
program-program tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Program sekolah

15
Gambar 6, program sekolah untuk mengatasi bullying
(https://smubatik1-slo.sch.id/2021/09/24/sosialisasi-pencegahan-
perundungan-dan-kekerasan-berbasis-sekolah-di-sma-batik-1-surakarta/)
Dalam rangka mengatasi dan mencegah perilaku bullying terutama di sekolah
menengah,maka dari itu langkah awal yang dapat dilakukan yaitu membuat
suasana atau iklim kondusif di sekolah yang dapat mencegah bullying
tersebut.Dapat dikatakan bahwa sekolah sebagai lembaga tidak membuat orang
menjadi pengganggu dan korban bullying (Byrne, 1994: 95). Konsep sekolah
tanpa bullying harus dikomunikasikan seawal mungkin saat siswa-siswi diterima di
sekolah dan orangtua juga memperoleh informasi mengenai hal tersebut.
Dengan demikian siswa sejak awal sudah memahami nilai-nilai yang
diberlakukan di sekolah dan orangtua juga ikut membantu hal
tersebut.Disamping itu seluruh anggota sekolah juga harus memperoleh
pemahaman dan keterampilan memadai untuk menangani persoalan bullying.
Siswa juga perlu diberi pemahaman mengenai bullying dan juga
dampaknya.Dengan demikian sekolah menjadi tempat aman dan nyaman bagi
siswa (Abdullah, 2013).Cara yang paling efektif untuk pengurangan intimidasi
melibatkan pendekatan sekolah secara keseluruhan.Cara ini meliputi penilaian
masalah,perencanaan hari-hari konferensi sekolah, memberikan pengawasan yang
lebih baik saat istirahat berlangsung, membentuk pencegahan intimidasi
koordinasi kelompok, mendorong pertemuan orang tua dan guru,menetapkan
peraturan kelas terhadap bullying,mengadakan pertemuan kelas mengenai
bullying,membutuhkan pembicaraan dengan para pelaku bullying dan korban,dan
merencakan penjadwalan dengan orang tua siswa yang terlibat(Dake, frince
dan Telljohann, 2003).Hasil penelitian Rivers,dkk(2009)menemukan bahwa
perhatian yang lebih besar terhadap peran mereka yang menyaksikan bullying
dan implikasi status saksi yang diperlukan baik dalam penelitian dan praktek
sebagai bagian dari upaya yang lebih besar untuk mengatasi bullying di

16
sekolah-sekolah.Sekolah harus dapat menciptakan lebih banyak kesempatan untuk
masukan dari orang tua para siswa.Beberapa orang tua melayani di komite dan
mempunyai kesempatan untuk menjadi pengambilan keputusan di
sekolah.Sebagai contoh,sekolah secara berkala bisa mengsurvei kepada orang tua
tentang persepsi sekolah mereka,bagaimana menyambut itu, cara-cara untuk
meningkatkan komunikasi lingkungan sekolah-rumah, dll Sekolah juga dapat
bekerjasama dengan luar mitra untuk melakukan kelompok fokus untuk belajar
tentang pikiran, perasaan orang tua,serta pengalaman. Kegiatan-kegiatan tersebut
akan mendukung perasaan positif antara orang tua dan juga akan memberikan
pemahaman yang berharga cara bahwa sekolah dapat ditingkatkan.Memberikan
orang tua bimbingan spesifik tentang bagaimana untuk mengawasi PR dan saran
sepanjang tahun untuk mendukung belajar anak-anak mereka di sekolah(Baker,
1997). Sekolah dapat mengadakan pertemuan, pelatihan dan pendidikan (parenting
program) kepada orang tua mengenai pengenalan bullying dan cara mencegah
perilaku bullying di lingkungan rumah yang dapat dilaksanakan oleh orang
tua.Hal ini dikarenakan masih banyak orang tua yang masih belum memahami
mengenai bullying,faktor-faktor penyebab dan dampak negatif dari bullying,
pola asuh yang dapat menimbulkan bullying pada anak,lalu cara mengatasi
bullying yang dilakukan anak sekolah menengah.Elliott (2002) menjelaskan
beberapa langkah yang dapat dilakukan sekolah dalam mengatasi masalah bullying
di sekolah dasar dengan menggunakan whole-school approach yaitu sebagai
berikut:
1. Survey dengan cara meminta siswa-siswi untuk mengisi kuesioner
anonim mengenai bullying
2. Mengadakan pertemuan dengan staf untuk berbagi hasil dan membahas
implikasi dari survei
3. Membuat aturan di kelas
4. Membuat aturan disekolah
5. Pertemuan gabungan antara guru, staf dengan siswa,
6. Perjanjian para siswa,
7. Kontrak sekolah yang ditandatangani oleh para masing-masing siswa,
8. Keputusan sekolah,
9. Mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa, serta
10. Mengumumkan otoritas pendidikan sekolah.
17
2. Program guru
Program guru untuk mengatasi dan mencegah bullying di sekolah
mencegah yaitu dengan cara menciptakan hubungan baik dengan siswa dan
melakukan bimbingan yang intensif kepada siswa.Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Prasetyo (2011)yang menemukan bahwa bullying rendah ketika
terciptanya hubungan baik guru dengan siswanya.Kemudian hasil penelitian
Rakhmawati (2013)menemukan bahwa guru yang mampu melaksanakan
kegiatan layanan bimbingan secara kelompok dengan baik maka perilaku
bullying siswa akan menurun dengan sendirinya.Upaya guru dalam mengatasi
bullying di sekolah menengah juga dapat dilakukan melalui pendekatan
konseling singkat berfokus solusi.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lestari
(2013)yang menemukan cara untuk menurunkan bullying verbal dirasakan
cukup efektif yaitu dengan pendekatan konseling singkat berfokus pada solusi
karena didapati perubahan dalam perilaku siswa yang sebelumnya kerap
melakukan bullying verbal saat ini sudah mengalami penurunanbullying verbal.
Rigby (2011)berpendapat bahwa guru harus lebih akrab dengan alternatif metode
intervensi dan memahami alasan-alasan khas mereka, dan didorong untuk
mengeksplorasi kesesuaian aplikasi mereka dalam kaitannya dengan berbagai
jenis kasus intimidasi. Olweus (Badell & Horne, 2005)mengembangkan
program intervensi komperensif luas untuk mengurangi bullying,sifat-sifat
yang harus guru miliki adalah:
a) mempelajari lebih lanjut keterampilan yang efektif untuk mengelola
perilaku siswanya di kelas,
b)mengajarkan konflik yang lebih efektif keterampilan resolusi kepada
siswanya sehingga mereka akan lebih siap untuk mengelola konflik ditemui
dengan siswa lainnya,
c)lebih menyadari luasnya bullying dan agresi di pengaturan kelas dan
sekolah,
d) mengembangkan konsekuensi tertentu untuk bullying tindakan pada
lingkungan sekolah. Sebaiknya, pendidikan karakter selalu diterapkan oleh
guru terhadap siswa sekolah menengah.Pendidikan karakter ini tidak
diajarkan melalui satu mata pelajaran khusus dengan alokasi jam
pelajaran tertentu.Akan tetapi, termasuk ke dalam semua mata pelajaran
18
yang diajarkan dan nilai-nilainya dipraktikkan atau ditanamkan oleh semua
guru di sekolah melalui seluruh tingkah lakunya,baik di dalam maupun di
luar kelas (Sjarkawi, 2009:140).Hali ini sesuai dengan pernyataan Sanders
dan Phye (2004: 12) yang berpendapat bahwa pendidik harus
menyertakan teori pengembangan moral untuk memahami pemahaman
yang lebih kaya dari bullying.Pendidikan moral (kemandirian dalam
menangani masalah); pemecahan masalah; menulis (journal) untuk
menghasilkan solusi terbaik suatu masalah; berbicara di depan kelompok;
dan perkembangan logis dari ide-ide mengenai pemecahan masalah
bullying di sekolah (DePino, 2009: 5).Pada proses pembelajaran di kelas,
sebaiknya guru merancang suatu desain pembelajaran yang merancang
kegiatan-kegiatan siswa yang dapat meningkatkan solidaritas dan sosialisasi
anatar siswa.Salah satu desain pembelajaran yang dapat meningkatkan
sosialisasi antar siswa yaitu pembelajaran kooperatif, metode bermain dan
role playing.Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
menuntut siswa untuk bekerjasma dengan kelompok, sedangkan role
playing adalah pembelajaran kelompok uang menugaskan siswa untuk
memperagakan suatu peristiwa.Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian
Flora yang menemukan bahwa role playing dapat mengurangi bullying di
lingkungan sekolah,serta pendapat dari Gresham, Keller & Tapasak
(Espelage & Swearer, 2004)yang berpendapat bahwa sebaiknya guru untuk
mendekati siswanya dan memulai percakapan atau meminta dia untuk
bermain.Pembelajaran kooperatif memulai kontak tampaknya menjadi
sangat efektif untuk anak-anak yang menarik diri secara sosial sehingga dapat
mencegah perilaku agresif seperti bullying tersebut.

3.Program orang tua (parenting program)

19
Gambar 7, Program orang tua untuk mencegah bullying
(https://bumiayunews.com/article/kenalkan-program-kelas-parenting-ka-tedi-sapa-
orangtua-serta-guru-muda-aisyiyah-bumiayu)
Orang tua juga harus ikut serta dalam membantu mencegah dan
mengatasi perilaku bullying di sekolah,karna pendidikan yang paling
pertama dan utama adalah pendidikan dalam keluarga.Sehingga alangkah
baiknya manakala terdapat kerjasama sama antara pendidikan keluarga yang
dilakukan guru dengan pendidikan formal di sekolah menengah dilakukan
guru-guru dan para praktisi pendidikan lainnya.Selain itu juga, untuk
menambah wawasan para orang tua mengenai perkembangan anak mereka,
sebaiknya para orang tua senantiasa mengikuti kegiatan pelatihan atau
parenting program yang membahas tentang cara menfasilitasi
perkembangan anak dan ikut serta dalam membantu mengenai program-
program sekolah.Sebaiknya orang tua dengan pihak sekolah senantiasa
mengadakan pertemuan rutin untuk menyamakan pendapat dan
mensinergikan program sekolah dengan parenting program.Penelitian telah
menunjukkan bahwa parenting program dapat secara khusus untuk
mendukung mereka perkembangan anak bisa efektif dalam penurunan
perilaku bermasalah (Adams, 2001; Kaiser & Hancock, 2003; Sanders, Tully,
Baade et al., 1999).Tujuan parenting program ini untuk mengembangkan
kesadaran dan rasa percaya diri dan meningkatkan pengetahuan para orang
untuk mendukung dan memelihara anak-anak mereka (Smith & Pugh,
1996).Sama seperti halnya dengan hasil penelitian dari Danforth, dkk. (2006)
yang menunjukkan bahwa melalui pelatihan orang tua, hiperaktif, menantang,
dan perilaku agresif anak-anak berkurang, meningkatkan perilaku orangtua,
dan mengurangi stres orang tua.

20
Hymel, Nickerson dan Swearer(2012)berpendapat sepuluh tindakan orang
tua dalam membantu mengatasi bullying di lingkungan sekolah. Sepuluh
tindakan orang tua tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Berbicara dan mendengarkan anak-anak mereka setiap hari.
b.Meluangkan waktu untuk istirahat dengan anak.
c. Menjadi contoh yang baik dari kebaikan dan kepemimpinan.
d. Mempelajari tanda-tanda anak korban bullying.
e. Membuat kebiasaan anti-intimidasi sehat sejak dini.
f. Membantu sekolah anak mereka mengadakan anti intimidasi secara efektif.
g. Menetapkan peraturan dalam rumah tangga mengenai bullying.
h. Mengajarkan anak bagaimana menjadi saksi yang baik.
i. Mengajarkan anak tentang masalah cyberbullying.
j. Mengajarkan anak bahwa bullying tidak harus menjadi bagian atau fase
normal dari masa kanak-kanak.Berdasarkan pemaparan mengenai upaya
sekolah, guru dan orang tua (parenting program) dalam mengatasi
perilaku bullying di lingkungan sekolah menengah dengan menggunakan
whole-school approach,maka sangat diperlukan upaya-upaya lebih lanjut
untuk mensinergikan program sekolah dengan parenting program supaya
dapat bekerjasama dengan baik dalam menfasilitasi perkembangan-
perkembangan siswa sekolah menengah.Upaya-upaya yang dapat dilakukan
sebagai berikut:
1.Mengaktifkan komite sekolah, perwakilan dari orang tua siswa untuk
merancang dan melaksanakan secara kolaboratif mengenai program-
program sekolah yang disepakati bersama,sehingga harus diadakan
pertemuan secara rutin.
2.Mengadakan kegiatan guru model,dimana perwakilan guru
mensimulasikan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan supaya
orang tua dapat menyesuaikan pengajaran di rumah dengan di sekolah.
2.2.Perkembangan Karakter
Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk
dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam
penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada
dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh
dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh
21
dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik
dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup.Karakter
dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan
kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang
memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan
pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan
kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan
diri.Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components
of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral
feeling (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan
bermoral.Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang
terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebajikan (moral).Dimensi-dimensi
yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah
kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral
(knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika
moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan
pengenalan diri (self knowledge).Moral feeling merupakan penguatan aspek
emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan
dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu
kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan
terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good),
pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility).Moral action
merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari
dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek
lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan
(habit).Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan
antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang
dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara
pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk
melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan,
bangsa dan negara serta dunia internasionalKebiasaan berbuat baik tidak selalu
menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar menghargai
22
pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut
dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan
akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukan karena
dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk mengharagi
nilai kejujuran itu sendiri.Oleh karena itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga
aspek perasaan (domain affection atau emosi). Komponen ini dalam pendidikan karakter
disebut dengan “desiring the good” atau keinginan untuk berbuat kebaikan.Pendidikan
karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the
good” (moral knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral
feeling), dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama
seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham.Dengan demikian jelas bahwa
karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni mengembangkan moral knowing,
kemudian moral feeling, dan moral action. Dengan kata lain, makin lengkap komponen
moral dimiliki manusia, maka akan makin membentuk karakter yang baik atau
unggul/tangguh.

2.3 Pengaruh Bullying terhadap Perkembangan Karakter Peserta Didik di SMP N 1


Tiganderket
Seperti yang sudah dijelaskan,Bullying sangat memberi dampak negatif bagi yang
mengalaminya seperti yang dialami salah satu siswa di SMP N 1 TIGANDERKET INI
murid yang mengalami bullying ini mengakui bahwa dampak dari bullying yang dialami
nya sangat mengganggu proses belajar dan perkembangan intelektualnya di
sekolah,hingga melukai korban.Nama siswa yang mengakui dirinya mengalami
perundungan adalah Dimas,Dimas mengaku sakit lebam,ketakutan, merasa tidak nyaman
dan trauma,Hal ini sesuai dengan pernyataan wali kelas Dimas bahwa Dimas mempunyai
rasa trauma karena dampak dari yang dialami Dimas,Dimas juga sesekali menjadi pelaku
bullyingt kepada temannya meskipun Dimas hanya berani melakukan bullying kepada
teman tertentu.
Dampak fisik dari yang terjadi kepada korban bullying adalah korban sering merasa sakit
pada bagian tubuh dan meninggalkan bekas memar, selain daripada hal tersebut ko sering
menangis dan merasa sedih atas apa yang dialaminya.Dampak sosial yang rasakan
korban bullying yaitu korban seringkali menarik diri dari teman-teman dan lingkungan
belajar pada saat dikelas.Dan dampak psikologis korban bullying yaitu merasa minder,
penakut, trauma, malu, marah dan tidak percaya diri.Dampak akademik yang dirasakan
korban yaitu sangat pasif saat pelajaran berlangsung di kelas ,tidak ada perkembangan
23
dari hasil belajarnya, hingga ingin pindah kelas bahkan malas untuk bersekolah.Dampak-
dampak bullying yang sudah dialami sangat mempengaruhi perkembangan siswa yang
mengalami bullying tersebut di sekolah apabila tidak ditangani dengan baik maka dari itu,
perlunya peranan dari guru BK di sekolah untuk dapat memberikan layanan dengan
mendampingi siswa sebagai korban bullying dengan bimbingan diharapkan secara pribadi
maupun klasikal agar dapat merubah kondisi tersebut menjadi dampak yang positif
sehingga perkembangan siswa.Dimas yang awalnya sering mengalami
perundungan,sehingga dia sangat menjaga jarak dan tidak mau lagi bergaul dengan teman
kelas lain karena takut.Begitu juga Rahma mengaku bahwa ia merasa sedih, malu, marah
dikelas, sehingga dia malas dan ingin pindah kelas.Sesuai dengan yang disampaikan oleh
Abela sebagai teman dekat Rahma bahwa dirinya kerap kali melihat sedih dan menangis
di dalam kelas.Abela juga menyampaikan bahwa Rahma yang sekarang sangat berbeda
dengan Alena waktu kelas 7 yang aktif di kelas.Dari paparan tersebut dapat penulis
menyimpulkan bahwa perilaku bullying mempunyai dampak yang negatif sehingga dapat
mengganggu korban dalam belajar,dalam berkomunikasi maupun berkembang. Korban
bullying menjadi individu yang penakut, menarik diri, tidak bersemangat pergi sekolah,
kurang percaya diri, kurang konsentrasi serta turun nya prestasi
belajar korban.Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sejiwa (2008) bahwa ketika awalnya
anak selalu meraih nilai tinggi dan tiba-tiba nilai nya mengalami penurunan,Sesuatu hal
pasti telah terjadi. Apalagi jika ditambah dengan sulitnya berkonsentrasi, ekspresi lesu,
depresi dan ketakutan, dampak lainnya adalah meminta untuk pindah sekolah,konsentrasi
anak berkurang,sering menangis,kurang bersemangat, menjadi pendiam,suka
menyendiri, tidak percaya diri dan mudah cemas bahkan juga berkeinginan untuk bunuh
diri.Namun, apabila ketika korban bullying di sekolah dapat didampingi dengan baik,
maka dampak dari bullying yang dialaminya akan beralih menjadi dampak yang positif
bagi korban. Korban akan perlahan pulih dapat menerima dirinya sehingga rasa percaya
diri lebih meningkat.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Sejiwa (2008) bahwa perlu diingat bahwa
bullying tidak bisa dihadapi dengan bullying juga. Jika saudara kita dipukul oleh anak
lain, janganlah ajari ia memukul balik, karena yang terjadi hanyalah perkelahian antara
mereka.Orangtua bisa mengajak anaknya belajar ilmu bela diri karena paling tidak anak
diajari kekerasan namun cara-cara untuk menghindarkan kekerasan.
Penulis dapat menyimpulkan bahwa bentuk bullying yang dialami oleh Rahma
mempunyai dampak pada semua aspek,dampak bullying yaitu pada aspek fisik Rahma
24
menangis, dari aspek Psikologis Rahma sering kali minder,penakut, sedih, malu dan
marah. Pada aspek sosial Rahma cenderu menarik diri dan pada aspek Akademik Rahma
ingin pindah kelas dan pasif.
Bentuk bullying yang dialami Dimas mempunyai dampak dalam segala aspek yaitu,
dalam aspek fisik Dimas mengalami memar dibagian bahu dan merasa sakit. Dalam
aspek psikologis Rahma minder, merasa takut, dan trauma sehingga mempengaruhi aspek
sosial yang menarik diri dari teman yang pernah melakukan bullying kepada Dimas.
Dimas juga tidak mengalami perkembangan dalam prestasi akademik di sekolahnya.

Dari data yang penulis buat,dalam kuisioner terdata pada kelas 7 di sekolah SMP
NEGERI 1 TIGANDERKET memperoleh kelas 7 yaitu 33,3%,kelas 8 adalah 33,3% dan
kelas 9 merupakan 33,3%

Dalam kuisioner tersebut terdapat terdapat 83,3% dari 100% pernah mengejek temannya
di lingkungan sekolah,hal itu membuktikan bahwa dalam sekolah SMP N 1

25
TIGANDERKET hampir 83,3% pernah mengejek atau membullying temannya,jika hal
ini terus bertambah maka dampaknya akan mempengaruhi perkembangan karakter siswa-
siswi di SMP N 1 TIGANDERET.
Menurut para siswa-siswa hal yang mereka rasakan jika di bullying, dapat di sajikan
dalam tabel berikut
NO Nama Siswa Pendapat Siswa
1. Febri Septiana Br Surbakti Bullying yaitu segala bentuk penindasan atau
kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu
orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau
berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk
menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.
2. Iin Breti Br Pelawi Bullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan
sebagai usaha mengontrol korban dengan kekuatan
yang dimiliki pelakunya
3. Yogi Bastanta Pinem Bullying itu adalah salah satu tindak kekerasan
terhadap orang lain, yang di lakukan secara sengaja
4. Mila Kacaribu Penindasan/kekerasan yang dilakukan dengan
sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang
terhadap orang lain
5. Keisia Br Purba Menghina orang lain
6. Aldi Bullying yang saya tahu seperti perudungan secara
mental yang di lakukan seseorang atau kelompok
kepada salah satu pihak yang menjadi objek
pembulian
Jadi dapat kita lihat bahwa menurut para siswa yang mengisi kuisioner
diatas,bulllying adalah tindakan perundungan yang dilakukan dengan sengaja untuk
menyakiti pihak lainnya.
Dan yang mereka rasakan ketika mereka diejek dan dimusuhi,Febria berpendapat
bahwa ia akan merasa sangat sedih dan sakit hati sekali,Iin juga berpendapat bahwa ia
mengalami masalah kesehatan mental jika dimusuhi dan diabaikan oleh teman-
temannya,pendapat lainnya dari Yogi,ia akan merasa kecewa ketika diabaikan,Keisia juga
merasakan hal yang sama merasa kesal dan benci kepada temannya jika dimusuhi,Mila
juga akan sakit hati jika diabaikan oleh teman kelasnya,Pendapat dari Aldi juga tidak jauh
berbeda jika ia di pukul maka ia akan merasa sangat kesal,dan jika dipukul Revaldi juga

26
ingin melakukan hal yang sama kepada temannya yang memukulnya.Jadi penulis dapat
menyimpulkan bahwa ketika anak-anak tersebut mengalami perundungan maka mereka
akan merasa sedih,kecewa bahkan mengalami masalah mental,jika hal ini terus berlanjut
maka kasus perundungan akan semakin marak di Indonesia.
Dari kuisioner yang penulis buat,para siswa dan siswi SMP N 1 TIGANDERKET
berpendapat bahwa bully memiliki dampak bagi kesehatan mental,pendapat mereka
disajikan dalam tabel berikut:
NO Nama Siswa Pendapat Siswa
1. Febria Septiana Br Surbakti Penurunan mental seseorang yang menjadi
korban bullying,hingga mengalami depresi,
gangguan kecemasan, antisocial personality
disorder,penurunan harga diri bahkan sampai
ingin bunuh diri.
2. Iin Breti Br Pelawi Mengalami depresi serta gangguan
kecemasan dan masalah kesehatan mental
3. Yogi Bastanta Pinem Dampak bullying itu mungkin salah satunya
adalah depresi, karena misalnya kita
dibullyng kita akan tertekan batin atau
mungkin kita akan trauma
4. Mila Kacaribu Memiliki masalah kesehatan mental
Memiliki pikiran untuk melukai diri bahkan
bunuh diri
Kurangnya nafsu makan
Penurunan harga diri
5. Keisia Br Purba Kerusakan mental
6. Aldi Membuat seseorang dapat memgalami
traumatik terhadapa hal yang pernah di lalui
dan juga dapat juga membuat seseorang yang
di bully menjadi frustrasi
Menurut pendapat siswa yang bernama Febria cara mengatasi bullying adalah
dengan tetap memberikan dukungan kepada mereka yang mengalami hal tersebut,
orangtua menjadi contoh yang baik,mengenalkan kepada anak pengetahuan terkait
bullying,dan cara mengatasi, serta terlihat aktivitas komunitas kreatif di sekolah, di
lingkungan di rumah dan lainnya,pendapat lainnya yang diunggakapkan oleh Iin adalah
27
dengan memberikan dukungan kepada korban,membuat peraturan yang tegas mengenai
bullying,memberikan teladan atau contoh yang baik.Yogi Juga berpendapat tidak jauh
berbeda dengan temannya yang lainnya ia mengungkapkan bahwa jika melihat aksi
bullying kita sebaiknya jangan diam ketika kita di bullying, karena jika kita diam, orang
akan terus menerus membullying kita, tetapi jika kita melawan orang tersebut tidak akan
membulyng kita lagi.Dan dapat disimpulkan bahwa cara mengatasi bullying jika dilihat
dari prespsi para siswa adalah melawan aksi tersebut agar bullying

28
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Bullying adalah salah satu perilaku bentuk aggresif yang dilakukan
secara sengaja dan berkelanjutan untuk mengintimidasi atau menyakiti
seseorang yang dianggap lemah, dimana perilaku bullying tersebut sering
muncul di lingkungan sekolah menengah.Sebenarnya tidak ada faktor
tetap yang menyebabkan munculnya perilaku bullying tersebut.Namun,
berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan para ahli, salah
satu faktor penyebab perilaku bullying di lingkungan sekolah menengah
yaitu:
1.Pola asuh orang tua,
2.Pemahaman siswa, orang tua dan guru mengenai bullying,
3.Suasana sekolah yang kurang kondusif yang dapat memicu perilau
bullying di sekolah menengah.Bullying tidak baik untuk kesehatan
psikologi pelaku juga korbannya.Psikologi pelaku bullying akan
membentuk perilaku yang keras kepala, sombong bahkan dapat memicu
kriminalitas.Sedangkan bagi korban bullying akan membentuk karakter
yang tidak percaya diri,gelisah, bahkan sampai ingin bunuh diri. Dalam
upaya mencegah dan mengatasi bullying di sekolah menengah, maka perlu
adanya kerjasama dan hubungan yang baik dengan antara guru, orang tua
dan staf-staf sekolah lainnya.Sekolah sebaiknya membuat program-program
anti-bullying,yanag dimana program tersebut dapat disosialisakan kepada
para siswa mengenai masalah perilaku bullying tersebut, mengadakan
pertemuan rutin dengan orang tua dan komite sekolah.Guru dapat
memberikan bimbingan secara intensif mengenai masalah bullying di
sekolah,berupaya menciptakan hubungan yang baik dengan orang tua
siswa,senantiasa setiap saat menanamkan pendidikan karakter kepada
siswa,juga membuat suatu media pembelajaran yang dapat meningkatkan
perkembangan sosial siswa dan mencegah perilaku bullying melalui
pembelajaran kelompok dan playing.Orang tua diwajibkan memiliki
pemahaman mengenai perkembangan kepribadian dan sosial anak, serta
cara mencegah perilaku bullying di sekolah.Orang tua harus aktif
mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai pola asuh yang kondusif untuk
perkembangan kepribadian dan sosial anak tersebut. Selain itu, orang tua
juga harus aktif dalam organisasi komite sekolah dan melakukan
komunikasi secara intensif dengan guru mengenai perkembangan anak
mereka. Supaya upaya sekolah, upaya guru dan upaya orang tua siswa
dalam mencegah dan mengatasi perilaku bullying di sekolah dasar dapat
berjalan secara optimal, maka diperlukan adanya sinergitas antara program
sekolah dengan parenting program supaya sekolah dan orang tua dapat
bekerjasama dalam menfasilitasi perkembangan kepribadian dan sosial
siswa sekolah menengah melalui whole-school approach.Sehingga
diharapkan sekolah mengadakan pertemuan rutin dengan komite dan
orang tua siswa sekolah menengah. Berdasarkan pembahasan di atas,
maka penulis merekomendasikan beberapa hal penting terkait masalah
bullying di sekolah dasar.Adapun program yang dapat mengatasi bullying
tersebut yaitu sebagai berikut:
29
1.Pengenalan program anti-bullying kepada para siswa agar mereka
mempunyai wawasan mengenai perilaku bullying.
2.Sekolah membuat suasana yang kondusif untuk perkembangan
kepribadian dan sosial siswa sekolah dasar.
3.Adanya komunikasi yang intensif antara sekolah, guru dengan orang
tua siswa mengenai perkembangan kepribadian dan sosial siswa sekolah
menengah.Adanya sinergitas antara program sekolah dengan parenting
program dalam upaya mengatasi bullying di sekolah menengah melalui
whole-school approach.
3.2 Saran
Diharapkan setelah pembuatan makalah ini mahasiswa S1 Pendidikan IPA
semester 1 sebagai calon seorang pengajar dapat memahami bagaimana bullying
dapat merusak karakter anak bangsa,dan diharapkan untuk mahasiswa S1
Pendidikan IPA menanamkan nilai yang baik kepada peserta didiknya nanti.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ariesto, A. (2009).
Pelaksanaan Program Antibullying Teacher Empowerment.

Tim Sejiwa. (2008). Bullying:


Panduan bagi Orang Tua dan Guru Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan.
Jakarta: Grasindo.

Sulfemi, Wahyu Bagja. (2017).


Korelasi Penilaian Guru Terhadap Gaya Kepemimpinan Asertif Kepala Sekolah Dengan
Kinerja Guru Di SMPN 01 Jasinga Kabupaten Bogor. Lingua : Jurnal ilmiah Kajian Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. 3 (1) 2017. 90-100

Sulfemi, W. B. (2018).
Pengaruh Disiplin Ibadah Sholat, Lingkungan Sekolah, dan Intelegensi Terhadap Hasil
Belajar Peserta Didik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. EDUKASI: Jurnal Penelitian
Pendidikan Agama dan Keagamaan, 16 (2).

Sulfemi, Wahyu Bagja. (2019).


Bergaul Tanpa Harus Menyakiti. Bogor : Visi Nusantara Maju.

Sulfemi, Wahyu Bagja. (2019).


Menanggulangi Prilaku Bullying Di Sekolah. Bogor : Visi Nusantara Maju.

Raharjo, ST. 2015.


Assessment untuk Praktik Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial. Bandung: Unpad
Press ___, 2015. Dasar Pengetahuan Pekerjaan Sosial. Bandung: Unpad Press. ___, 2015.
Keterampilan Pekerjaan Sosial:Dasar-dasar. Bandung, Unpad Press.

31

Anda mungkin juga menyukai