Anda di halaman 1dari 24

Pengantar

Mendidik Anak
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Tarbiyah Itu Kunci
Tugas Mendasar Di Zaman Apa Pun
Tarbiyah,
Bukan Sekedar Ri’ayah
Banyak orang shalih anaknya salah karena
orangtua buta tarbiyah (‫)اــألمـية اــلتربوية‬. Sebagian
karena mencukupkan dengan ri’ayah, padahal
yang paling penting adalah tarbiyah di waktu kecil:

َّ ‫اح ٱل ُّذ ّ ِل ِم َن‬


‫ٱلرح َۡم ِة َوقُل‬ َ َ ‫َوٱخۡ ِفضۡ ل َُه َما َجن‬
‫ب ٱر َۡحم ُۡه َما ك ََما َربَّيَا ِني َص ِغ ٗيرا‬ّ ِ ‫َّر‬
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah,
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil." (QS. Al-Isra’, 17: 24).
Apa pun zamannya, setiap anak lahir dalam keadaan sama. Apa pun zamannya,
kunci mendidik tidak pernah berubah. Setiap anak lahir dalam keadaan mengenal
kebenaran. Orangtualah yang menjaga atau memalingkannya.

Karena itu penting sekali bagi kita para orangtua memahami


dengan baik dan benar apa yang dimaksud dengan tarbiyah. Semoga
Allah Ta’ala tambahkan ilmu dan rezeki kefahaman kepada kita.

Secara bahasa, tarbiyah memiliki tiga makna, yakni:


 

Pertama, ‫ْربُ ْو‬ َ‫ َربَا – ي‬yang maknanya “tumbuh dan berkembang”.


Kedua,‫ َر ِب َي– يَ ْربَى‬, maknanya “menjadi dewasa dan bertambah besar”.

Ketiga,‫ َر َّب– يَ ُر ُّب‬yang berarti “memperbaiki dan mengurus”.


Ar-Raghib Al-Ashfahani mengatakan dalam Al-Mufradat:
"Ar-Rabbu secara bahasa artinya at-tarbiyah,
yakni membuat sesuatu sedikit demi sedikit hingga
mencapai tingkatan sempurna."

Yang dimaksud di sini, sebagaimana dijelaskan oleh


Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid adalah,
"Membangun kepribadian anak sedikit demi sedikit hingga
mencapai tingkatan lengkap dan sempurna."
 
Makna "membangun" adalah melakukan usaha,
meletakkan pada tempatnya, memperhatikan dan
mengamati dengan seksama serta tidak lalai sedikit pun.
Maka, kita dikatakan membangun
kepribadian (‫ )بــــناء اــلشخصية‬anak-anak
kita apabila kita melakukan langkah-
langkah yang kuat, memiliki maqayis
yang jelas dan kuat sehingga dengan
itulah kita dapat disebut “meletakkan
pada tempatnya”, mengamati dengan
seksama dan tidak lalai sedikit pun.

Anak tidaklah menyimpang secara


tiba-tiba. Begitu pula soal kecanduan
gadget, tidak tiba-tiba. Ada keadaan
yang memungkinkan, ada tanda-
tanda yang mendahului.
Mengamati dengan Seksama
Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

‫ط َر ِة َحتَّى‬ ْ ِ‫ُكلُّ َم ْولُو ٍد يُولَ ُد َعلَى ْالف‬


ُ‫ب َع ْنه‬ َ ‫ب َع ْنهُ لِ َسانُهُ فَِإ َذا َأ ْع َر‬َ ‫ْر‬
ِ ‫يُع‬
‫ ِإ َّما َشا ِك ًرا َوِإ َّما َكفُو ًر&ا‬،ُ‫لِ َسانُه‬
“Setiap anak lahir di atas fithrah sampai ia
dapat dapat mengutarakan (maksud) dengan
lisannya. Apabila lisannya telah dapat
berbicara dengan fasih, maka adakalanya ia
menjadi orang yang bersyukur (Islam), dan
adakalanya ia menjadi orang yang
pengingkar (kafir).” (HR. Bukhari & Ahmad).
َ &‫فَِإ َذا َأ ْع َر‬
ُ‫ب َع ْنه‬
Di usia berapakah ini? Sekitar 2,5 atau 3
tahun.

Apa yang paling pokok diajarkan?


Tauhid dengan menekankan kepada
penanaman komitmen untuk menjaga
hak Allah, meyakini penjagaan Allah
dan kekuasaan-Nya, meminta dan
memohon pertolongan hanya kepada
Allah, serta meyakini bahwa tidak ada
yang dapat mendatangkan maslahat
maupun madharat kecuali hanya seizin
Allah Ta’ala.
Apa dasarnya?
Nasehat RasuluLlah ‫ ﷺ‬kepada Ibnu
‘Abbas radhiyaLlahu ‘anhu saat masih
kecil.

Ini merupakan inti pendidikan yang


salah satunya dapat melahirkan ar-
raqabah az-zatiyah.

Ini pula yang perlu kita gali sebagai


kurikulum terpenting di PAUD kita; baik
matan, makna maupun pengajarannya
secara menyeluruh.
‫‪Nasehat Kepada Ibnu Abbas‬‬

‫ت احْ فَ ِظ هللاَ‬ ‫ك َكلِ َما ٍ‬ ‫يَا ُغالَ ُم ِإنِّي ُأ َعلِّ ُم َ‬


‫ك ِإ َذا‬‫احفَ ِظ هللاَ تَ ِج ْدهُ تُ َجاهَ َ‬ ‫ك ْ‬ ‫ظ َ‬‫يَ ْحفَ ْ‬
‫ت فَا ْستَ ِع ْن‬‫ت فَا ْسَأ ِل هللاَ َوِإ َذا ا ْستَ َع ْن َ‬ ‫َسَأ ْل َ‬
‫ت َعلَى‬ ‫بِاهللِ َوا ْعلَ ْم َأ َّن اُأل َّمةَ لَ ِو اجْ تَ َم َع ْ‬
‫ك ِإالَّ بِ َش ْي ٍء‬‫ك بِ َش ْي ٍء لَ ْم يَ ْنفَعُو َ‬ ‫َأ ْن يَ ْنفَعُو َ‬
‫ك َوِإ ِن اجْ تَ َمعُوا َعلَى َأ ْن‬ ‫قَ ْد َكتَبَهُ هللاُ لَ َ‬
‫ك ِإالَّ بِ َش ْي ٍء‬ ‫ض &ُّرو َ‬‫ك بِ َش ْي ٍء لَ ْم يَ ُ‬ ‫يَضُرُّ و َ‬
‫ت‬‫ت اَأل ْقالَ ُم َو َجفَّ ِ‬ ‫ك ُرفِ َع ِ‬ ‫قَ ْد َكتَبَهُ هللاُ َعلَ ْي َ‬
‫ف&‬‫الصُّ ُح ُ‬
Nasehat Kepada Ibnu Abbas
“Wahai Anak, aku ajarkan kepadamu serangkaian
kata: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu.
Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di
hadapanmu. Jika engkau hendak meminta,
mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak
memohon pertolongan, mohonlah pertolongan
kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat
bersatu untuk memberimu suatu keuntungan,
maka tidaklah akan kamu peroleh selain dari apa
yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun
mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang
membahayakanmu, maka tidaklah akan
membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah
tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan
lembaran-lembaran telah kering.” (HR. Tirmidzi
dan Ahmad).
Pada saat yang sama, kita perlu memperhatikan aspek yang
menjadikan penanaman iman tersebut lebih membekas
sehingga dapat membentuk ar-raqabah az-zatiyah
pada diri anak. Apa itu?

‫ وتنمية‬،‫إشباع حاجات الطفل النفسية والعاطفية‬


‫خصال الخير والصفات اإليجابية لديه‬ 
Memenuhi kebutuhan psikologis dan emosional
anak, serta mengembangkan kebaikan-kebaikan
maupun kualitas pribadi yang patut pada diri anak.
Keberlimpahan –setidaknya ketercukupan–
kebutuhan psikologis maupun emosional anak dari
orangtua, membawa tiga manfaat penting:

1. Membentuk ikatan dan kepekaan hati yang kuat antara anak


dan orangtua.
2. Menjaga kepercayaan anak dan menumbuhkan sikap hurmat
pada diri anak terhadap orangtua. Ini menjadikan anak
mudah menerima didikan orangtua. Jika ini terjaga dapat
menjadikan anak kelak mudah terinspirasi oleh sikap
orangtua. Tetapi sekedar kedekatan saja tidak cukup untuk
menjadikan anak terinspirasi.
3. Memudahkan anak memegangi sikap, prinsip maupun
keyakinan yang dididikkan orangtua. Karena itu orangtua
seharusnya mendidikkan ketiganya. Bukan sekedar memberi
pengetahuan.
Mengamati dengan Seksama
Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

‫ط َر ِة َحتَّى‬ ْ ِ‫ُكلُّ َم ْولُو ٍد يُولَ ُد َعلَى ْالف‬


ُ‫يُعرب َع ْنهُ لِ َسانُهُ فَِإ َذا َعبَّ َر َع ْنهُ لِ َسانُه‬
‫ِإ َّما َشا ِك ًرا َوِإ َّما َكفُو ًرا‬
“Setiap anak lahir di atas fithrah sampai ia
dapat dapat mengutarakan (maksud) dengan
lisannya. Apabila lisannya telah dapat
mengungkapkan kemauan dirinya, maka
adakalanya ia menjadi orang yang bersyukur
(Islam), dan adakalanya ia menjadi orang
yang pengingkar (kafir).” (HR. Ahmad).
ُ‫فَِإ َذا َعبَّ َر َع ْنهُ لِ َسانُه‬
Di usia berapakah ini? Saat mumayiz,
sebagaimana diterangkan oleh Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah.

Maka jika di usia ini anak menampakkan


kecondongan untuk berpaling dari al-
fithrah, maka orangtua perlu segera
berbenah menelisik kesalahan dan
menentukan langkah perbaikan segera
agar anak segera kembali menjadi syakir
(orang yang bersyukur dalam makna
tetap tegak di atas al-fithrah). Bukan
sekedar agar tidak bertambah parah.
Kunci Perbaikan Tetap Orangtua
Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

‫عل َى ال ْ ِف ْط َر ِة َحتَّى‬ َ ‫ك ُُّل َم ْول ُْو ٍد يُ ْول َُد‬


‫عن ْ ُه لِ َسانُهُ َفَأبَ َواهُ يُ َه ِّو َدا ِن ِه َأ ْو‬ َ ‫ب‬ َ ‫يُ ْع ِر‬
‫ج َسا ِن ِه‬ِّ ‫يُن َ ِّص َرا ِن ِه َأ ْو يُ َم‬
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di
atas fithrah sampai ia mampu
menyatakan maksud dengan lisannya
(fasih berbicara). Maka kedua
orangtuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR.
Baihaqi).
Sementara "sedikit demi sedikit" adalah secara
bertingkat-tingkat. Tidak bisa seketika, serta merta,
tidak pula tergesa-gesa.

Pendidikan merupakan proses bertahap, mendahulukan


yang paling penting sesuai marhalahnya. Ada urutan
yang perlu diperhatikan. Contohnya memerintahkan anak
shalat. Tidak tergesa-gesa kepada urusan yang belum
waktunya agar hasilnya baik dan mutqin.

Jangankan pendidikan, kecanduan gadget pun bertahap.


Tidak tiba-tiba. Maka seharusnya kita mencegah dari
awal gejala.
Apa Pun Zamannya, Tiap Anak Baik
Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

َ ‫ْال َخ ْي ُر َعا َدةٌ َوالش َُّّر لَ َج‬


‫اجةٌ َو َم ْن ي ُِر ْد‬
 
ِ ‫هَّللا ُ بِ ِه َخ ْي ًرا يُفَقِّ ْههُ فِي ال ِّد‬
‫ين‬
“Kebaikan itu ‘aadah dan
keburukan itu lajaajah dan
barangsiapa yang Allah
kehendaki kebaikan baginya,
Allah akan faqihkan ia dalam
agama.” (HR. Ibnu Majah).
Ungkapan ‘aadah (ٌ‫ع&ا َدة‬ َ ) pada asalnya bermakna kebiasaan, tetapi
dalam hadis ini maknanya adalah bahwa setiap manusia itu pada dirinya
melekat kebaikan. Artinya, kebaikan itu sesuatu yang memang ada pada
diri manusia, terlebih anak-anak, semenjak usianya yang paling awal.

Lalu mengapa anak memperbuat keburukan ( ُّ‫ ?)ا&&ل َّشر‬Karena adanya


lajaajah. Apa itu lajaajah? Ada dua makna dalam hal ini. Pertama, lajaajah
itu keterjajahan dari tipu daya syaithan sehingga menggelincirkan
manusia kepada keburukan; baik syaithan dari golongan jin maupun
manusia (‫اس‬ ْ ‫)م َن‬
ِ َّ‫ٱ&&ل ِجنَّ ِة َوٱ&&لن‬ ِ . Maka kita perlu senantiasa isti’adzah sekaligus
memohonkan perlindungan kepada Allah Ta’ala bagi anak-anak kita dari tipu
daya syaithan. Kedua, lajaajah itu keadaan ketika seseorang merasa
terdesak, gengsi serta takut maupun malu yang tidak pada tempatnya.
Maka ketika anak memperbuat keburukan, yang pertama kali perlu kita
lakukan bukanlah menjelaskan buruknya perbuatan itu beserta akibatnya,
melainkan menggali apa yang menjadi lajaajah sehingga anak
memperbuat keburukan itu, termasuk mengapa ia sampai merasa gengsi,
misalnya.
Apa Pun Zamannya, Tiap Anak Baik
Penjelasan Ibnu ‘Asyur rahimahuLlah
berkenaan dengan mitsaq:

ُ ‫الل وتَ ْر ِو‬


‫يج‬ ِ ‫ض‬َّ ‫ين ال‬ُ ِ‫وأنَّها ما َغشّاها إاّل تَ ْلق‬
ْ ِ‫ين إِل صْ الح الف‬
‫ط َرة‬ َ ‫ِئ‬‫ي‬ ِ ‫ب‬َّ ‫ن‬‫ال‬ َ
‫ث‬ ‫ع‬
َ َ ‫ب‬ َ ‫هَّللا‬ َّ ‫الباط ِل‬
‫وأن‬ ِ
ِ
“Dan sesungguhnya tidaklah mereka
menyimpang kecuali karena memperoleh
talqin kesesatan dan seruan kepada
kebathilan. Sesungguhnya Allah mengutus
para nabi untuk memperbaiki keadaan
manusia agar kembali kepada fithrah."
Para sahabat radhiyaLlahu ‘anhum biasa mentalqinkan kalimat tauhid
maupun nasehat penting untuk menanamkan iman yang menggunakan
kalimat perintah dan larangan, sebanyak 7 (tujuh) kali setiap kali talqin.
Ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh Syaikh ‘Abdullah ibn Hamad Ar-
Rakaf dalam bukunya yang bertajuk “‫إليمانية‬ ‫”اسئلة ا ألطفا ال‬.

Sementara di luar itu, para sahabat biasa melakukan hiwar (bincang-


bincang) dengan anak dalam rangka melimpahi anak dengan kasih-sayang,
mendengarkan mereka maupun membicarakan mengenai al-ma’aly wal
makarim, sehingga prinsip hidup anak tertanam, keyakinan hidup
terbentuk, orientasi hidup terbangun dan mereka memiliki himmah yang
tinggi (himmah ‘aliyah) serta jiwanya khusyuk.

Sementara kebiasaan hiwar antar anggota keluarga itu memiliki sedikitnya


dua faidah, yakni: membangun iklim komunikasi yang baik dan kokoh dalam
keluarga, serta memudahkan terwujudnya keluarga sebagai biah shalihah
(‫)ا&&لبيئة ا&&لصا&&لحة‬.
Anasir biah ada empat, yakni makan, insan, afkar dan ‘aadah.
Semakin keras gempuran dari luar dan ancaman yang mungkin datang,
semakin mendesak perlunya upaya mewujudkan keluarga sebagai biah
shalihah. Bukan justru sebaliknya menjadi biah fasidah.

Fungsi Biah Shalihah:

‫تذكر عند الغفلة‬


‫تصحح عند الخطأ‬
‫تعصم عند الفتن‬
‫تقوي عند الضعف‬
)‫تدعم عند العوز واالحتياج (المادي والمعنوي‬
"Sampai mencapai tingkatan lengkap
dan sempurna" berarti batasan seorang anak
sampai kepada tingkatan berpegang teguh kepada
syari’at Allah Ta'ala dengan dirinya sendiri. Itu
berarti telah ada pada dirinya muraqabah sehingga
dengannya anak dapat meneruskan sendiri proses
pendidikan dengan berpegang teguh kepada
syari’at yang lurus ini.

Jadi, parameter keberhasilan tarbiyatul aulad adalah apabila


anak telah berpegang teguh kepada syari’at Allah; memiliki
iltizam kepada agama ini; meneruskan sendiri proses
pendidikan dengan berpegang teguh kepada syari’at yang
lurus ini sebagai miqyasnya.
JazaakumuLlah Khairan
Semoga bermanfaat dan barakah.

Anda mungkin juga menyukai