Anda di halaman 1dari 205

MODUL PROFESIONALISME DALAM KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANCA BHAKTI BANDAR LAMPUNG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN 2022
VISI DAN MISI STIKES PANCA BHAKTI

VISI

Menghasilkan Tenaga Kesehatan yang Profesional Khususnya Bidang Health Enterpreneurship di


Tingkat Nasional Tahun 2035

MISI

1. Menyelenggarakan sistem pembelajaran yang optimal untuk meningkatkan


pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan khususnya berwawasan health
entrepreneurship sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
informasi.

2. Mewujudkan pengelolaan perguruan tinggi secara terencana, terorganisir, terintegrasi,


akuntabel, dan terpercaya.
3. Menyelenggarakan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan berdasarkan hasil riset
yang dituangkan dalam proses pembelajaran dan pengabdian kepada masyarakat.

4. Menjalin kerjasama dalam lingkup regional, nasional, dan internasional baik lintas
program maupun lintas sektoral untuk mendukung peningkatan kualitas tridarma
pendidikan.

5. Membentuk dan membina perilaku yang beretika dan akhlak yang mulia berdasarkan
nilai-nilai profesi kesehatan.

VISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


STIKES PANCA BHAKTI

Visi

Menghasilkan Sarjana Kebidanan Yang Profesional dan Unggul Dalam Bidang Entrepreneurship
Kebidanan Di Tingkat Nasional Tahun 2027
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas karunia- Nya sehingga modul “Profesionalisme
dalam Kebidanan” ini bisa diususun dan terbitkan sebagai buku panduan bagi mahasiswa. Modul ini
merupakan acuan bagi mahasiswa di dalam pelaksanaan perkuliahan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan modul ini, sehingga mengharapkan kritik
dan saran untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga modul ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, 2022

Penulis
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................................................... i
VISI DAN MISI STIKES PANCA BHAKTI..................................................................................... ii
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN STIKES PANCA
BHAKTI................................................................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... v
TATA TERTIB PRAKTIKUM.......................................................................................................... vi
MATERI 1
Pendahuluan……………………………………………….…………….........................................8
Materi Pelayanan Kebidanan Komunitas…………………………….................................….........8
Daftar Pustaka.................................................................................................................... ….……15
MATERI 2
Pendahuluan……………………………………………….…............................................……...16
Materi Asuhan Kebidanan Berbasis Komunita……….…………....…….....….............................16
Daftar Pustaka…………………………………………….………………....................................36
MATERI 3
Pendahuluan……………………………………………….…………………..............................37
Materi Komunitas Dan Budaya………………….…………………....……….... ....................... 37
Daftar Pustaka……………………………….…………………....…………...............................48
MATERI 4
Pendahuluan……………………………………………….……………......................................49
Materi Program Terkait Kesehatan Ibu Anak dan Kesehatan Repoduksi......................................49
Daftar Pustaka…………………………………………….………………...................................65
MATERI 5
Pendahuluan……………………………………………….………..............................................66
Materi AsuhaPelayanan Kebidanan Komunitasn ........……………......…….....….......................66
Daftar Pustaka…………………………………………….………...............................................94
MATERI 6
Pendahuluan……………………………………………….…………………..............................95
Materi Analisis Sosial dan Analisis Situasi Di Komunita………..........………............................95
Daftar Pustaka……………………………….…………………....………….............................100
MATERI 7
Pendahuluan……………………………………………….…………………............................101
Materi Pengelolaan Masalah Komunit.........................a………..........………...........................101
Daftar Pustaka……………………………….…………………....………….................. .112
MATERI 8
Pendahuluan……………………………………………….……………..........................……..113
Materi Advokasi,Negosiasi dan Membangun Kemitraan Di Komunitas…................................113
Daftar Pustaka……………………………….…………………....…………...................137
MATERI 9
Pendahuluan……………………………………………….………………….................... .......138
Materi Pencatatan dan Pelaporan Komunitas ......................................………...........................138
Daftar Pustaka……………………………….…………………....……….......................158

MATERI 10
Pendahuluan……………………………………………….………………….............................158
Materi Pemberdayaan Pelayanan Kebidanan di Komunitas.................………............................158
Daftar Pustaka……………………………….…………………....…………....................181
MATERI 10
Pendahuluan……………………………………………….……………….................................182
Materi Evidance Based Dalam Pelayanan Kebidanan Komunitas .........……….........................182
Daftar Pustaka……………………………….…………………....………........................188
MATERI 11
Pendahuluan……………………………………………….…………......................................... 188
Materi Upaya Promotif dan Preventif Terkait Asuhan Kebidanan Komunitas ……................... 188
Daftar Pustaka……………………………….…..……....………….. ..............................190

MODUL ASUHAN PROFESIONALISME BIDAN


CAPAIAN PEMBELAJARAN LULUSAN
Menjunjung tinggi nilai kemanusia dalam menjalankan tugas berdasarkan agama,moral, dan etika;
Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki nasionalisme serta rasa
bertanggungjawab pada negara dan bangsa;
Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara mandiri
Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur
Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di bidang keahliannya,
berdasarkan hasil analisis informasi dan data;
Mampu mengaplikasikan keilmuan kebidanan dalam menganalisis masalah dan memberikan
petunjuk dalam memilih alternatif pemecahan masalah pada lingkup praktik kebidanan meliputi
asuhan pranikah, prakonsepsi, kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, bayi, anak balita,
anak prasekolah, kesehatan reproduksi (remaja, perempuan usia subur dan perimenopouse)
serta pelayanan KB
Menguasai konsep teoritis ilmu kebidanan, manajemen asuhan kebidanan, keputusan klinis,
model praktik kebidanan, dan etika profesi secara mendalam

SUBSTANSI PRAKTIKUM

Pelayanan Kebidanan Komunitas


Asuhan Kebidanan Berbasis Komunita
Komunitas Dan Budaya
Program Terkait Kesehatan Ibu Anak dan Kesehatan Repoduksi
AsuhaPelayanan Kebidanan Komunitas
Analisis Sosial dan Analisis Situasi Di Komunita
Pengelolaan Masalah Komunit
Advokasi,Negosiasi dan Membangun Kemitraan Di Komunitas
Pencatatan dan Pelaporan Komunitas
Pemberdayaan Pelayanan Kebidanan di Komunitas

ALAT DAN BAHAN


Berisi daftar alat yang akan digunakan dalam kegiatan praktikum
Computer, LCD, White Board, Alat Laboratorium
TATA TERTIB PRAKTIKUM
Selama Anda menjalankan pembelajaran praktik laboratorium, wajib mentaati tata tertib yang ada, antara
lain:

1. Mahasisa wajib mentaati peraturan yang berlaku di ruang praktikum


2. Kehadiran mahasiswa harus sesuai jadwal yang ditetapkan yaitu minimal 4 kali
3. Setiap Anda melakukan praktek wajib menandatangani daftar hadir.
4. Berpenampilan sopan dan rapi, seragam dinas lengkap dengan atribut.

Panduan ini dibuat agar Anda dapat melakukan pembelajaran praktik secara mandiri dengan baik
Agar Anda dapat memperoleh hasil belajar yang optimal, perhatikanlah petunjuk berikut ini :

1. Bacalah kembali panduan pratikum yang terkait dengan pembelajaran resusitasi untuk neonatal
2. Pahami dulu format penuntun belajar tentang resusitasi untuk neonatal yang terdapat pada
halaman lampiran penuntun belajar ini
3. Praktik laboratorium dilaksanakan secara terjadwal dan berikan pedoman praktek untuk
mendapatkan penilaian
4. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, lakukan praktek ulang bersama teman Anda
5. Untuk mengetahui perkembangan capaian pelaksanaan pratikum, gunakan lembar penilaian yang
sudah di gunakan
6. Mintalah teman Anda untuk melakukan penilaian sesuai dengan tanggal pertemuan
7. Setiap selesai praktek, mintalah masukan untuk perbaikan praktikum berikutnya
8. Pada akhir kegiatan praktikum, mahasiswa wajib mengumpulkan lembar penilaian capaian
pratikum pada dosen
9. Anda dinyatakan trampil apabila telah mendapatkan penilaian : Nilai minimal kelulusan kuliah
praktikum yaitu 100.

Kriteria perolehan nilai tiap perasat praktikum :


0 : perasat/keterampilan tidak dilakukan
1 : perasat/keterampilan dilakukan dengan benar dan tepat

TOPIK I
EVIDENCE BASED

1. Pengertian Evidence Based

Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan


pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti. Bukti ini pun tidak
sekadar bukti tapi bukti ilmiah terkini yang bias dipertanggung jawabkan. Suatu istilah
yang luas yang digunakan dalam proses pemberian informasi berdasarkan bukti dari
penelitian. Jadi, Evidence based Midwifery adalah pemberian informasi kebidanan
berdasarkan bukti dari penelitian yang bias dipertanggungjawabkan. Praktik kebidanan
sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktik terbaik
dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini
tidak dianjurkan.

Evidence based practice adalah praktik berdasarkan penelitian yang terpilih dan
terbukti bermanfaat serta merupakan penerapan yang sistematik, ilmiah dan eksplisit dari
penelitian terbaik saat ini dalam pengambilan keputusan asuhan kebidanan. Hal ini
menghasilkan asuhan yang efektif. Asuhan yang tidak selalu melakukan intervensi. Kajian
ulang memunculkan asumsi bahwa sebagian besar komplikasi obstetri yang mengancam
jiwa sebenarnya bias diprediksi atau dicegah. Menurut MNH (Maternal Neonatal Health)
asuhan antenatal atau yang dikenal antenatal care merupakan prosedur rutin yang
dilakukan oleh bidan dalam membina suatu hubungan dalam proses pelayanan pada ibu
hamil hingga persiapa persalinannya.

Pendekatan untuk melakukan penatalaksanaan kepada pasien dimana info-info dari


status pasien dan keinginan pasien diintegrasikan dengan pengalaman klinis dan dengan
bukti – bukti keilmuan terbaik yang didapat dari berbagai penelitian terutama Randomized
Controlled Trials (RCTs). Jadi EBM selalu mengenai pelayanan optimal dari masing-
masing pasien yang mengaplikasikan temuan epidemiologi dari penelitian kohort dalam
skala luas dalam pelayanan kesehata individu.

2. Kategori Evidence Based


Menurut WHO, Evidence based terbagi sebagai berikut:

1. Evidenve-based Medicine adalah pemberian informasi obat-obatan berdasarkan bukti


dari penelitian yang bias dipertanggungjawabkan. Temuan obat baru yang dapat saja
segera ditarik dan peredaran hanya dalam waktu beberapa bulan setelah obat tersebut
dipasarkan, karena di populasi terbukti memberikan efek samping yang berat pada
sebagian penggunanya.
Langkah dalam proses EBM adalah sebagai berikut:

a. Diawali dengan identifikasi masalah dari pasien atau yang timbul selama proses
tatalaksana penyakit pasien
b. Dilanjutkan dengan membuat formulasi pertanyaan dari masalah klinis tersebut

c. Pilihlah sumber yang tepat untuk mencari jawaban yang benar bagi pertanyaan
tersebut dari literatur ilmiah
d. Lakukan telaah kritis terhadap literatur yang didapatkan untuk menilai validitas
(mendekati kebenaran), pentingnya hasil penelitian itu serta kemungkinan
penerapannya pada pasien
e. Setelah mendapatkan hasil telaah kritis, integrasikan bukti tersebut dengan
kemampuan klinis anda dan preferensi pasien yang seharusnya mendapatkan
probabilitas pemecahan masalah pelayanan pasien yang lebih baik.
f. Evaluasi proses penatalaksanaan penyakit / masalah pasien anda (sukiro.2018)

2. Evidence-based Policy adalah satu sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan
kedokteran (Clinical Governance): suatu tantangan profesi kesehatan dan kedokteran di
masa mendatang.
3. Evidence based Midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti
dari penelitian yang bias dipertanggungjawabkan.
4. Evidence based report adalah merupakan bentuk penulisan laporan kasus yang baru
berkembang, memperlihatkan bagaimana hasil penelitian dapat diterapkan pada semua
tahapan penatalaksanaan

3. Tingkatan Evidence
Menurut Yulizawati,2020 dalam buku “Evidence Based Midwifery Implementasi
Dalam Masa Kehamilan”. Ada beberapa tingkatan evidence yaitu:

a. RCT
Uji coba terkontrol acak
Memformulasi pertanyaan klinis yang dapat dijawab
Menemukan berbagai bukti
Telaah berbagai bukti
Aplikasikan berbagai bukti
Evaluasi kinerja
• Subjek dialokasikan menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol

• Keluaran diukur dan dibandingkan setelah partisipan diberikan intervensi

• Kualitas tergantung kepada satu dari berbagai alat telaah

Meta analysis

• Teknis statistic untuk menyimpulkan dan mengkaji ulang penelitian kuantitatif


sebelumnya
• Hasil pada RCT individual bisa digabungkan dalam metaanalisis

Systematic review

• Secara sistematik mencari, mengkaji, menyimpulkan berbagai penelitian (RCT)


dengan melihat kriteria inklusi dan ekslusi dimana reviewer umum jarang melakukan
• Hasil dari RCT individu tidak dapat dikombinasikan dalam sistematik review
karena pengukuran keluaran yang digunakan dalam penilaian individu tidak sama
Pedoman praktik

• Secara sistematis membangun pernyataan untuk membantu para tenakes dan pasien
dalam pengambilan keputuasn klinis yang tepat
• Menyimpulkan literature

TUGAS PRAKTIKUM
1. Buat 4 kelompok
2. Membuat paper tentang Evidence Based
3. Susun dalam bentuk paper singkat dan buat file presentasinya.

Daftar Pustaka

Amalia Rizki,dkk.2019. Studi kualitatif hambatan implementasi evidence-based dukungan selama


persalinan di praktik mandiribidan (PMB) wilayah kabupaten Gunungkidulprovinsi daerah
istimewa Yogyakartatahun 2019. Midwife and Reproduction. Vol. 3 No. 1

Jayati ira. (2019).Evide

nce Based dalam Praktik Kebidanan, Deepublish:YogyakartaKEPMENKES 320 Tahun 2020


Tentang Standar Profesi Bidan

Laily Himawati, Nurul Kodiyah.2020.Pengaruh pijat oksitosin terhadap nyeri persalinan pada ibu
bersalin di rumah sakit permata bunda purwodadi grobogan. Jurnal unived.Volume 8 No.
1

Rahyani Ni Komang Yuni , Mohammad Hakimi.(2020).Critical Thinking dalam Asupan


Kebidanan Berbasis Bukti, Denpasar:UGM PRESS

Sukiro.2018.Kolaborasi Pustakawan dalam Pengambilan Keputusan

Klinis Berbasis Bukti Terkini (EVIDENCE BASED MEDICINE):Studi Kasus di Fakultas


Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.Jurnal
Ikatan Pustakawan Indonesia vol. 3, no. 2

Tyastuti, Siti and Wahyuningsih, Heni Puji (2016) Asuhan Kebidanan Kehamilan.Jakarta:Pusdik
SDM Kesehatan,

Yulizawati(2020)Evidence Based Midwifery Implementasi Dalam Masa Kehamilan,Sidoarjo:


Indomedia Pustaka

Yuizahwati,dkk(2019)Asuhan Kebidanan pada Persalinan , Sidoarjo: Indomedia Pustaka,

TOPIK 2
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN PADA BERBAGAI TATANAN
PELAYANAN KESEHATAN DAN PROMOSI KESEHATAN

A. PENGERTIAN PROMOSI KESEHATAN

Menurut WHO Promosi Kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan


masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai
derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus
mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah
atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya).

Promosi Kesehatan ( Health Promotion ) adalah ilmu dan seni membantu masyarakat
menjadikan gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan
sebagai keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Agar
promosi kesehatan dapat berjalan secara sistematis, terarah dan terencana sesuai konsep
promosi kesehatan bahwa individu dan masyarakat bukan hanya sebagai objek/sasaran
yang pasif menunggu tetapi juga sebagai pelaku maka perlu pengelolaan program promosi
kesehatan mulai dari pengkajian, perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pemantauan dan
penilaian.

Dan agar promosi kesehatan berjalan secara efektif dan efesien maka pesan harus
sesuai dengan karakteristik serta kebutuhan / masalah sasaran. Sasaran utama promosi
kesehatan adalah masyarakat khususnya perilaku masyarakat. Karena terbatasnya sumber
daya, akan tidak efektif apabila upaya atau kegiatan promosi kesehatan langsung
dialamatkan kepada masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan pentahapan sasaran
promosi kesehatan.

B. PERAN BIDAN DALAM PROMOSI KESEHATAN


1. Peran Sebagai Advokator

Advokasi adalah suatu pendekatan kepada seseorang/ badan organisasi yang di duga
mempunyai pengaruh terhadap keerhasilan suatu program atau kelancaran suatu
kegiatan.

Bentuk kegiatan advocator :

 Seminar

 Bidan menyajikan masalah kesehatan di wilayah kerjanya

Bidan menyampaikan masalah kesehatan menggunakan media dalam bentuk lisan, artikel, berita,
diskusi, penyampaian pendapat untuk membentuk opini public.

2. Peran Sebagai Edukator

Memberikan pendidikan kesehatan dan konseling dalam asuhan dan pelayanan


kebidanan di setiap tatanan pelayanan kesehatan agar mereka mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka.

Fungsi bidan sebagai educator :

 Melaksanakan pendidikan kesehatan dan konseling dalam asuhan dan pelayanan


kebidanan.
 Membina kader dan kelompok masyarakat

 Mentorship dan preseptorsip bagi calon tenaga kesehatan dan bidan baru.

3. Peran Sebagai Fasilitator

Bidan mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan, mengkondisikan iklim


kelompok ang harmonis, serta menfasilitasi terjadinya proses saling belajar dalam
kelompok

4. Peran Sebagai Motivator


Upaya yang di lakukan bidan sebagai pendamping adalah menyadarkan dan
mendorong kelompok untuk mengenali potensi dan masalah, dan dapat mengembangkan
potensinya untuk memecahkan masalah itu.
Tetapi Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai :

Peran Sebagai Pelaksana

Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:

a) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan,


mencakup:
 Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.

 Menentukan diagnosis.

 Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.

 Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

 Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.

 Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.

 Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/ti


b) Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan dengan melibatkan
mereka sebagai klien, mencakup :
 Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa
pranikah.
 Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar.
 Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama klien.
 Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.
 Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.
 Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
 Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

Peran bidan dalam kesehatan Reproduksi Remaja


 untuk memperoleh dukungan masyarakat terhadap kesehatan remaja dilakukan tindakan
advokasi .
upaya upaya advokasi dapa difokuskan untuk membuat perubahan di tingkat
lokal, daerah, atau nasional dengan menargetkan penerimaan informasi dan
pelayanan kesehatan reproduksi bagi para remaja .

 Program program kesehatan reproduksi untuk remaja


Program program kesehatan reproduksi untuk remaja cenderung akan mencapai
keberhasilan maksimal jika program program tersebut :

secara akurat mengidentifikasi dan memahami kelompok yang akan dilayani


melibatkan remaja dalam perencananan programnya
bekerjasama dengan para pemuka masyarakat dan orang tua
 melepaskan hambatan hambatan kebijakan dan mengubah pra anggapan para pemberi
layanan
membantu remaja melatih keterampilan interpersonal untuk menghindari resiko
menghubungkan informasi dan saran dengan pelayanan

 kaum remaja dilibatkan dalam aktivitas yang bermanfaat


 Memberikan informasi mengenai HIV & PMS di kalangan remaja, kehamilan dini ,
pendidikan seks bebasis sekolah dan memberikan pelayanan klinik bagi remaja.

Melibatkan Wanita Dalam Pengambilan Keputusan


Cara melibatkan wanita dalam mengambil
keputusan:

1. mendukung keputusan yang diambil pleh seorang ibu

2. memastikan keputusab yang diambil ibu adalah yang terbaik

3. meyakinkan ibu bertanggung jawab atas keputusan yang ia ambil

memberikan pandangan akibat yang akan di timbulkan atas keputusan yang ia ambil

c) Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal, mencakup:

 Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.

 Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.

 Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.

 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

 Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.

 Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan bersama klien.

 Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien,

 Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.


2. Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinar dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup:
Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.

 Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.

 Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengar prioritas masalah.

 Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

 Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan bersama klien.

 Membuat rencana tindakan pada ibu selama masa persalinan sesuai dengan prioriras.

 Membuat asuhan kebidanan.

a) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencakup:

Mengkaji status keselhatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga.

Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.

Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.

Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.

Membuat rencana tindak lanjut.

Membuat rencana pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah diberikan.

Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup:
Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas.

Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.

Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.

Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.

Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.


Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.

b) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan
keluarga berencana, mencakup:
Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus (pasangan usia subur)

Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan.

Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.

Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.

Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.

Membuat pencatatan dan laporan.

2. Peran Sebagai Pengelola

Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar
kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.

A. tugas pengembangan pelayanan dasar kesehatan

a. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan

b.
Bidan bertugas; mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama pelayanan
kebnjanan untuk individu, keluarga kelompok khusus, dan masyarakat di wilayah
kerja dengan melibatl;can masyarakat/klien, mencakup:

c. Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk
meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya
bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat.
d. Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat.
e. Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu
dan anak serta keluarga berencana (KB) sesuai dengan rencana.
f. Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun, atau petugas kesehatan lain
dalam melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak-serta KB.
g. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keseharan masyarakat khususnya
kesehatan ibu dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada
program dan sektor terkait.
h. Menggerakkan dan mengembanglran kemampuan masyarakat serta memelihara
kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
i. Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik profesional melalui
pendidikan, pelatihan, magang sena kegiatankegiatan dalam kelompok profesi.
j. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanaka

B. Berpartisipasi dalam tim

Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di
wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta tenaga
kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya, mencakup:

 Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi
asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
 Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau petugas
lapangan keluarga berencaca (PLKB) dan masyarakat.
 Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan
lain.
 Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.

 Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan dengan kesehatan.


3. Peran Sebagai Pendidik

Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan
bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader.

a.Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien

Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu,


keluarga, kelompok, serta maryarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan,
khususnya yang berhubungarn dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana,
mencakup:

b. Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya dalam bidang


kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana bersama klien.
c.Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik
untuk jangka pendek maupun jangka panjang bersama klien.
d. Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang
telah disusun.
e.Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan sesuai dengan
rencana jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-unsur terkait,
termasuk klien.
f. Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien dan
menggunakannya untuk memperbaiki serta meninglcatkan program dl masa yang
akan datang.
g. Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/ penyuluhan kesehatan secara
lengkap serta sistematis.
b. Melatih dan membimbing kader
Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan,
serta membina dukun dl wilayah atau tempat kerjanya, mencakup:

1. Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader, dukun bayi, serta peserta
didik
2. Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian.

3. Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA) dan bahan untuk keperluan
pelatihan dan bimbingan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
4. Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang telah
disusun dengan melibatkan unsur-unsur terkait.
5. Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam lingkup kerjanya.
6. Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.

7. Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan.

8. Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan serta bimbingan


secara sistematis dan lengkap.

4. Peran Sebagai Peneliti/Investigator

Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara
mandiri maupun berkelompok, mencakup:

a. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.

b. Menyusun rencana kerja pelatihan.

c. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.

d. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.

e. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.

f. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program


kerja atau pelayanan kesehatan.
FUNGSI BIDAN DALAM PROMOSI KESEHATAN

Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah sebagai
berikut.

1. Fungsi Pelaksana

Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:

a. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta


masyarakat (khususnya kaum remaja) pada masa praperkawinan.
b. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan
kasus patologis tertentu, dan kehamilan dengan risiko tinggi.
c. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis tertentu.

d. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan risiko tinggi.

e. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.

f. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.

g. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan pcasekolah

h. Memberi pelayanan keluarga berencanasesuai dengan wewenangnya.


i. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem
reproduksi, termasuk wanita pada masa klimakterium internal dan menopause
sesuai dengan wewenangnya.

2. Fungsi Pengelola

Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup:

a. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu,


keluarga,kelompok masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat
setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat.
b. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan unit kerjanya.

c. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.

d. Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antarsektor yang terkait
dengan pelayanan kebidanan
e. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan.

3. Fungsi Pendidik

Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup:

a. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok masyarakat terkait


dengan pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga berencana.
b. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesetan sesuai dengan bidang
tanggung jawab bidan.
c. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di
klinik dan di masyarakat.
d. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang
keahliannya.
4. Fungsi Peneliti

Fungsi bidan sebagai peneliti mencakup:

a. Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau
berkelompok dalam lingkup pelayanan kebidanan.
b. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana.
TANGGUNG JAWAB BIDAN

a. Tanggung Jawab Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan. Pengaturan tenaga kesehatan


ditetapkan di dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Tugas dan
kewenangan bidan serta ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan praktik
bidan diatur didalam peraturan atau kepuasan menteri kesehatan. Kegiatan
praktik bidan dikontrak oleh peraturan tersebut. Bidan harus dapat
mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang dilakukannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

b. Tanggung jawab terhadap pengembangan kompetensi

Setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara kemempuan


profesionalnya. Oleh karena itu bidan harus selalu meningkatkan pengetahuan
dan keterampilannya dengan mengikuti pelatihan, pendidikan berkelanjutan,
seminar, serta pertemuan ilmiah lainnya.

c. Tanggung jawab terhadap penyimpanan catatan kebidanan

Setiap bidan diharuskan mendokumentasikan kegiatan dalam bentuk catatan


tertulis. Catatan bidan mengenai pasien yang dilayaninya dapat
dipertanggungjawabkan bila terjadi gugatan.catatan yang dilakukan bidan dapat
digunakan sebagai bahan lporan untuk disampaikan kepada atasannya.
d. Tanggung jawab terhadap keluarga yang dilayani

Bidan memiliki kewajiban memberi asuhan kepada ibu dan anak yang
meminta pertolongan kepadanya. Ibu dan anak merupakan bagian dari
keluarga. Oleh karena itu, kegiatan bidan sangat erat kegiatannya dengan
keluarga.tanggung jawab bidan tidak hanya pada kesehatan ibu dan anak,
tetapi juga menyangkut kesehatan keluarga

TUGAS PRAKTIKUM

1. Buat 4 kelompok

2. Membuat paper tentang peran tanggung jawab bidan

3. Susun dalam bentuk paper singkat dan buat file presentasinya.


TOPIK 4

PERAN BIDAN DI PELAYANAN KEBIDANAN

A. PERAN BIDAN

Peran bidan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan
sejumlah proteksi diseluruh dunia. Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah
diakui secara reguler dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah
diakui secara yuridis,dimana ia ditempatkan dan telah mendapatkan kualifikasi serta
terdaftar,disahkan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.

Menurut ICM (International ConfederationofMidwives) bidan adalah seseorang yang


telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta
memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan.

Menurut IBI (Ikatan Bidan Indonesia) bidan adalah seorang wanita yang telah
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan kebidanan yang telah diakui oleh pemerintah
dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang telah berlaku,dicatat (register) dan
diberi izin secara sah untuk melaksanakan praktek.

B. PENGERTIAN PELAYANAN KEBIDANAN

Pelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan melalui asuhan kebidanan


kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan,mulai dari
kehamilan,persalinan,nifas,bayi baru lahir,keluargaberencana,termasuk kesehatan
reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat.( Elisabeth Siwi Walyani, A. K,
2015).

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,yang


difokuskan pada pelayanan kesehatan wanita dalam siklus reproduksi,bayi baru lahir,dan
balita untuk mewujudkan kesehatan keluarga sehingga tersedia sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas di masa depan.
Pelayanan kebidanan dibedakan berdasarkan kewenangan bidan, yaitu :
 Layanan kebidanan primer/mandiri, merupakan asuhan kebidaan yang
diberikan kepada klien dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
 Layanan kolaborasi,merupakan asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien
dengan tanggung jawab bersama semua pemberi layanan yang terlibat
(misalnya,bidan,dokter dan/atau tenaga kesehatan profesional lainnya). Pada
intinya bidan adalah anggota tim.
 Layanan rujukan,merupakan asuhan kebidanan yang dilakukan dengan
menyerahkan tanggung jawab kepada dokter,ahli dan/atau tenaga kesehatan
profesional lainnya untuk mengatasi masalah kesehatan klien di luar
kewenangan bidan dalam rangka menjamin kesejahteraan ibu dan anaknya
(Elisabeth Siwi Walyani, A. K, 2015).

C. PERAN BIDAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

Dalam melaksanakan profesinya seorang bidan memiliki peran yang spesifik yaitu :
Sebagai Pelaksana, sebagai pengelola, sebagai pendidik, sebagai peneliti/investigator.
a. Peran sebagai pelaksana

Sebagai pelaksana,bidan mempunyai tiga kategori tugas,yaitu mandiri,tugas


kolaborasi dan tugas ketergantungan.
1) Tugas Mandiri :

a) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang


diberikan,mencakup :
• Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.
• Menentukan diagnosa
• Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi
• Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun
• Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan
• Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindaka
b) Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pra nikah dengan
melibatkan klien,mencakup :

• mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa
pra nikah.

• Menentukan diagnosa dan kebutuhan pelayanan dasar.

• Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas dasar bersama klien.

• Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.

• Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang diberikan bersama klien.

• Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.

• Membuat catatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

c) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal,mencakup :

• Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.

• Menentukan diagnosa kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.

• Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas


masalah.

• Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

• Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.

• Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.

• Membuat pencatatan dan laporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.


d) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan
melibatkan klien/keluarga,mencakup :

• Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.


• Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan dalam masa persalinan.

• Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas


masalah.

• Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

• Mengevaluasi bersama klien asuhan yang telah diberikan

• Membuat rencana tindakan pada ibu masa persalinan dengan prioritas masalah.

• Membuat asuhan kebidanan

e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir,mencakup :

• Mengkaji status kesehatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga.

• Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.

• Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.

• Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

• Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.

• Membuat rencana tindak lanjut.

• Membuat rencana pencatatan dan laporan asuhan yang telah diberikan.

f) Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien/keluarga,mencakup :

• Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu nifas.

• Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.


g) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan
keluarga berencana, mencakup:

• Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus (pasangan usia


subur

• Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan.

• Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.

• Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

• Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.

• Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.

• Membuat pencatatan dan laporan.

h) Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan
wanita dalam masa klimakterium serta menopause, mencakup:

• Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.

• Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas, dan kebutuhan asuhan.

• Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien.

• Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.

• Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.

• Membuat rencana tindak lanjut bersama klien.

• Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.


i) Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga,
mencakup:
• Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang
bayi/balita.

• Menentukan diagnosis dan prioritas masalah.

• Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.

• Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.

• Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan.

• Membuat rencana tindak lanjut.

• Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.


(Anggrita, S., Mardiatul, U. I., & Ramalida, D.
(2015)
2) Tugas Kolaborasi

Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu:

a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi


kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. mencakup:

• Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi


kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.

• Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatdaruratan yang


memerlukan tindakan kolaborasi.

• Merencanakan tindakan sesuai dengan prioriraskegawatdaruratan dan hasil


kolaborasi serta berkerjasama dengan klien.

• Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien.

• Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.

• Menyusum rencana tindak lanjut bersama klien.


b) Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan pertolongan
pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi, mencakup:

• Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan


kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.

• Menentukam diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko


serta keadaan kegawatdaruratan pada kasus risiko tinggi.

• Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengn


prioritas

• Melaksanalkan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan risiko tinggi dan
memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

• Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.

• Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.

• Membuat pencatatan dan pelaporan.

c) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi
serta keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:

• Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan


dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi.

• Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko dan
keadaan kegawatdaruratan

• Menyusun rrencana asuhan kebidanan pada i6tl dalam masa persalinan dengan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

• Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko
tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan priositas.
• Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil
dengan risiko tinggi.

• Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.

• Membuat pencatatan dan pelaporan.

d) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi serta
pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencakup:

• Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.

• Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta
keadaan kegawatdaruratan.

• Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan
risiko tinggi dan pertolongan pertarna sesuai dengan prioritas.

• Melaksanakan asuhan kebidanan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan


pertama sesuai dengan rencana.

• Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.

• Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.

• Membuat pencatatan dan pelaporan.

e) Memberi asuhan kebidanan pada bay, baru lahir dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruraran yang memerlukan tindakan
kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencakup:

• Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi
dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.

• Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan Faktor risiko


serta keadaan kegawatdaruratan.
• Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi
dan memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

• Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

• Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.

• Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.

• Membuat pencatatan dan pelaporan.

f) Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan risiko cinggi serta pertolongan
pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi
betsamut klien dan keluarga, mencaku:

• Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang nemerlukan tindakan kolaborasi.

• Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioricas sesuai dengan faktor risiko serta
keadaan kegawatdaruratan.

• Menyvsun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan
memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

• Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan


pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

• Mengevaluasi hasil asuhan kebidaman dan pertolongan pertama.

• Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.

• Membuat pencatatan dan pelaporaan.


3) Tugas ketergantungan

Tugas-tugas ketergantungan (merujuk) bidan, yaitu:

a) Menerapkan manajamen kebidanan ,pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan


fungsi keterlibatan klien dan keluarga, mencakup:
b) Mengkaji kebutuhan asuhan kebndanan yang memerlukan tindakan di luar
lingkup kewenangan bidan dan memerlukan rujukan.

c) Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta sumbersumber dan fasilitas


untuk kebmuuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga.

d) Merujuk klien uncuk keperluan iintervensi lebih lanjuc kepada


petugas/inscitusi pelayanan kesehaatan yang berwenang dengan dokumentasi
yang lengkap.

e) Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian


dan incervensi.

f) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus


kehamilan dengan risiko tinggi serta kegawatdaruratan, mencakup:

• Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.

• Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.

• Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.

• Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.

• Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada


petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.

• Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh


kejadian dan intervensi.

g) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa


persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga,
mencakup:

• Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam


persalinan yang memerlukan konsultasi dan rujukan.

• Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.


• Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
• Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi
pelayanan kesehatan yang berwenang.

• Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikae seluruh kejadian


dan intervensi.

h) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa
nifas yang disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan
keluarga, mencakup:

i) Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam masa
nifas yang memerlukan konsultasi serta rujukan.

• Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.

• Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.

• Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi


pelayanan kesehatan yang berwenang

• Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian


dan intervensi.

j) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan
keluarga, mencakup:

• Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada bayi baru lahir
yang memerlukan konsulrasi serta rujukan.

• Menentatkan diagnosis, prognosis, dan prioritas.

• Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan

• Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi


hatan yang berwenang.

• Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.


k) Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup:

• Mengkaji adanya penyulit dan kegawatdaruratan pada balita yang


memerlukan konsultasi serta rujukan.

• Menenrukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.

• Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan

• Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi


pelayanan kesehatan yang berwenang.

• Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.

b. Peran Sebagai Pengelola.

Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar
kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.

1) Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan

Bidan bertugas; mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama


pelayanan kebnjanan untuk individu, keluarga kelompok khusus, dan masyarakat
di wilayah kerja dengan melibatkan masyarakat/klien, mencakup:

a) Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu


dan anak untuk meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan
kesehatan di wilayah kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka
masyarakat.

b) Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama


masyarakat.
c) Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat,
khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana (KB) sesuai
dengan rencana.
d) Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun, atau
petugas kesehatan lain dalam melaksanakan program/kegiatan
pelayanan kesehatan ibu dan anak-serta KB.

e) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keseharan masyarakat


khususnya kesehatan ibu dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan
sumber-sumber yang ada pada program dan sektor terkait.

f) Menggerakkan dan mengembanglran kemampuan masyarakat serta


memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang
ada.

g) Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik profesional


melalui pendidikan, pelatihan, magang sena kegiatankegiatan dalam
kelompok profesi.

h) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.

2) Berpartisipasi dalam tim

Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan


sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi,
kader kesehatan, serta tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan
dalam wilayah kerjanya, mencakup:

a) Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam
memberi asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan
tindak lanjut.

b) Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau
petugas lapangan keluarga berencaca (PLKB) dan masyarakat.

c) Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan


petugas kesehatan lain.

d) Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.


e) Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan
dengan kesehatan.

c. Peran Sebagai Pendidik

Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh
kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader.

1) Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien

Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien


(individu, keluarga, kelompok, serta maryarakat) tentang penanggulangan
masalah kesehatan, khususnya yang berhubungarn dengan kesehatan ibu,
anak, dan keluarga berencana, mencakup:

a) Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya


dalam bidang kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana bersama klien.

b) Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang


telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang bersama
klien.

c) Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan


rencana yang telah disusun.

d) Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan


sesuai dengan rencana jangka pendek serta jangka panjang dengan
melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk klien.

e) Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien dan


menggunakannya untuk memperbaiki serta meninglcatkan program dl
masa yang akan datang.

f) Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/ penyuluhan


kesehatan secara lengkap serta sistematis.

2) Melatih dan membimbing kader


Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan,
serta membina dukun dl wilayah atau tempat kerjanya, mencakup:

a) Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader, dukun bayi, serta peserta
didik

b) Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian.

c) Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA) dan bahan untuk keperluan
pelatihan dan bimbingan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

d) Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang
telah disusun dengan melibatkan unsur-unsur terkait.

e) Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam lingkup kerjanya.

f) Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.

g) Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan.

h) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan serta


bimbingan secara sistematis dan lengkap.

d. Peran Sebagai Peneliti/Investigator

Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan


baik secara mandiri maupun berkelompok, mencakup:

1) Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.

2) Menyusun rencana kerja pelatihan.

3) Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.


4) Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.

5) Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.

6) Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan


program kerja atau pelayanan kesehatan.

FUNGSI BIDAN

Berdasarkan peran bidan sepeni yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan
adalah sebagai berikut :

a. Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:

1) Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta


masyarakat(khususnya kaum remaja) pada masa praperkawinan.

2) Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan


kasus patologis tertentu, dan kehamilan dengan risiko tinggi.

3) Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis tertentu.

4) Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan risiko

5) Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.

6) Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.

7) Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan prasekolah.


8) Memberi pelayanan keluarga berencana sesuai dengan wewenangnya.

9) Memberi bimbingan dan pekyanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem


reproduksi, termasuk wanita pada masa klimakterium internal dan menopause
sesuai dengan wewenangnya.

b. Fungsi Pengelola

Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup :

1) Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu,


keluarga,kelompok masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakat setempat yangdidukung oleh partisipasi masyarakat.

2) Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan unit


kerjanya.
3) Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.

4) Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antarsektor yang terkait
dengan pelayanan kebidanan.

5) Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan.

c. Fungsi Pendidik

Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup:

1) Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok masyarakat


terkaitdengan pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga
berencana.

2) Membimbing dan melacih dukun bayi serta kader kesehatan sesuai dengan
bidangtanggung jawab bidan.

3) Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di
klinik dandi masyarakat.4. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan
lainnya sesuai dengan bidangkeahliannya.

d. Fungsi Peneliti mencakup:

1) Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau
berkelompok dalam lingkup pelayanan kebidanan.

2) Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana.


DAFTAR PUSTAKA

Abu, A., Kusumawati, Y., & Werdani, K. (2015). Hubungan Karakteristik Bidan dengan Mutu
Pelayanan Antenatal Care Berdasarkan Standar Operasional. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas.Vol. 10, No. 1, Oktober 2015.

Anggrita, S., Mardiatul, U. I., & Ramalida, D. (2015). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan.
Bogor: In Media. .

Achmad Djunawan, S. H. (2015). Hubungan Kerjasama, Motivasi, Sikap, dan Kinerja Bidan dalam
Pelayan Antenatal . Administrasi Kesehatan Indonesia , 19.

Anggiasari, E. (2017). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Desa dalam
Pelayanan Antenatal Care (ANC) di Kabupaten Grobogan Tahun 2017.

Debbie Holmes, P. N. (Penyunt.). (2015). Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC.

Dewi, A. P. (2015). Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Bidan Desa pada Pelayanan
Antenatal dalam Program Jaminan Kesehatan Daerah di Kabupaten Kauas, Kalimantan
Tengah. Jurnal Sains Manajemen .

Dewi, V. N., & Sunarsih, T. (2011). Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. (S. Carolina, Penyunt.)

Jakarta: Salemba Medika.

Daeli, W. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Tindakan dan Masa Kerja dengan
Pencegahan Infeksi Nosokomial. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia. Vol. 5 No.3
September 2015.

Elisabeth Siwi Walyani, A. K. (2015). Mutu Pelayanan Kesehatan dan Kebidanan. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Fahlevi, M. I. (2017). Pengaruh Kompetensi Petugas


Terhadap Kinerja Pelayanan Kesehatan di puskesmas Peureumeu Kabupaten Aceh Barat.
Gloria. (2016, Desember 08). Bidan Berperan dalam Pencapaian Target SDGs. Guspianto. (2012).
Determinan Kepatuhan Bidan di Desa Terhadap Standar Antenatal Care. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional , 7, 70.

Hajar Nur Aswad, E. F. (2016). Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pelatihan dan Kompensasi Terhadap
Kinerja Perawat di Rumah Sakit UIT Makassar..

Kirom, B. (2015). Mengukur Kinerja Pelayanan dan Kepuasan Konsumen. Bandung: Pustaka Reka
Cipta.

Manalu, K. (2018). Hubungan Peran Kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan Motivasi Kerja Staf
pada Puskesmas Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang. Diambil kembali dari Skripsi..

Marny C. Pangalila, G. D. (2016). Analisis Kinerja Bidan Dalam Pelayanan Antenatal Pada
Puskesmas di Kabupaten Minahasa Utara. .

Mikrajab, M. A., & Rachmawati, T. (2015). Analisis Kebijakan Implementasi Antenatal Care
Terpadu Puskesmas di Kota Blitar. Puslitbang Humaniora dan Manajemen
Kesehatan

Nasution, N. (2018). Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Kinerja Bidan Desa Dalam
Pencapaian Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap di Wilayah Kerja Puskesmas Siabu
Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017. Diambil kembali dari Skripsi.

Ossie Happinasari, d. (2017). Hubungan Persepsi Kompensasi Terhadap Kinerja Bidan Desa dalam
Pelaksanaan Program Kelas Ibu Hamil di Puskesmas Kabupaten Purbalingga. Jurnal
Imiah Kebidanan .

P.Mannava, K.Durrant, Fisher, J., M.Chersich, & S.Luchters. (2015). Attitudes and Behaviours
of Maternal Health Care Provider in Interactions With Clients. Global And Health , 1-
17.

Prawirohardjo, S. (2008). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta: Bina Pustaka.


Suryani, R., & Tiurna, R. (2015). Prinsip-Prinsip Dasar Praktik Kebidanan. Jakarta: Dunia
Cerdas.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Talasaz, Z. H., Saadoldin, S. N., & Shakeri, M. T.
(2014). The Relationship between Job Satisfaction and Job Performance among
Midwives Working in Healthcare Centers of Mashhad, Iran. Journal of Midwifery &
Reproduktive Health , 157-164.

Trisnawati, F. (2016). Pengantar Ilmu Kebidanan. Jakarta: Prestasi Pustakarya. .

Widyawati. (2018). Kinerja Bidan dalam Memberikan Pelayanan Antenatal Care dan Faktor yang
Mempengaruhi. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat , Vol. 07, No. 01.

Yohana Novitasari Sutrisno, A. S. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja


Perawat Rawat Inap di RSUD Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat .
TOPIK 5

BUDAYA ATAU TRADISI DALAM KEBIDANAN

A. Aspek budaya dalam kebidanan

Perilaku kesehatan merupakan salah satu faktor determinan pada derajat kesehatan.
Perilaku kesehatan tersebut meliputi seluruh perilaku seseorang atau masyarakat yang
dapat memberi akibat terhadap kesehatan, kesakitan dan kematian. Perilaku sakit adalah
cara seseorang bereaksi terhadap gejala penyakit yang biasanya dipengaruhi oleh
pengetahuan, fasilitas, kesempatan, kebiasaan, kepercayaan, norma, nilai dan segala aturan
dalam masyarakat atau yang biasa disebut dengan budaya. Beberapa perilaku dan aspek
budaya yang mempengaruhi pelayanan kebidanan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Health believe

Adalah tradisi- tradisi yang diberlakukan secara turun- menurun dalam. Contohnya:
dalam pemberian makanan pada bayi, di daerah Nusa Tenggara Barat ada pemberian
nasi papah atau di jawa dengan tradisi nasi pisang.

2. Life style

Adalah gaya hidup yang berpengaruh terhadap kesehatan. Contohnya gaya hidup
kawin cerai di lombok atau gaya hidup perokok

3. Health seeking behavior

Salah satu bentuk perilaku sosial budaya yang mempercayai apabila seseorang sakit
tidak perlu ke pelayanan kesehatan akan tetapi cukup dengan membeli obat di warung
atau mendatangi dukun.

a) Masyarakat sebagai tempat atau budaya


Menilai pelahiran dari sudut pandang antropologi, mengemukakan bahwa konteks
budaya dan social pelahiran bagi pengalaman melahirkan serta kesejahteraan seorang
ibu sama penting dengan perawatan ibu tersebut. Ibu menjalani pengalaman melahirkan
dalam konteks budaya dengan aturan dan ritual sosial yang menganut keyakinan.

b). Perilaku budaya masyarakat dalam praktek kebidanan.

a. Hamil

 Perilaku budaya masyarakat selama kehamilan

1. Upaya yang harus dilakukan untuk mengupayakan keselamatan bagi janin


dalam prosesnya menjadi bayi hingga saat kelahirannya. Contohnya upacara 7
bulanan
2. Pantangan jangan memancing ikan karena akan menyebabkan bibir anak
menjadi sumbing
3. Larangan masuk hutan

4. Pantangan keluar waktu magrib

5. Pantangan menjalin rambut karena bisa menyebabkan lilitan tali pusat

6. Pantangan nazar karena bisa menyebabkan air liur menetes terus

7. Pantangan makan tertentu, pantangan terhadap pakaian, pantangan jangan


pergi malam, pantangan jangan duduk depan pintu, dll
8. Kenduri kenduri pertama kali dilakukan pada waktu hamil 3 bulan sebagai tanda
wanita itu hamil, kenduri kedua dilakukan pada waktu umur kehamilan & bulan.

 Peran bidan terhadap prilaku selama hamil

1. KIE tentang menjaga kehamilan yaitu dengan ANC teratur,komunikasi


makanan bergizi, batasi aktifitas fisik, dan tidak perlu pantang makan
2. KIE tentang segala sesuatu sudah diatur tuhan yang maha esa, mitos yang
tidak benar ditinggalkan
3. Pendekatan kepada tokoh masyarakat untuk mengubah tradisi yang negatif
atau berpengaruh buruk terhadap kehamilan.
1. Bayi laki-laki adalah penerus keluarga yang akan membawa nama baik

2. bayi perempuan adalah pelanjut atau penghasil keturunan

3. Memasukan minyak ke dalam vagina supaya persalinan lancar

4. Melahirkan di tempat terpencil hanya dengan dukun, biasanya persalinan dilakukan


dengan duduk dilantai di atas tikar, dukun yang menolong menunggu sampai
persalinan selesai.
5. Minum air akar rumput fatimah dapat membuat persalinan lancar

 Peran Bidan terhadap perilaku selama persalinan

1. Memberikan pendidikan pada penolong persalinan mengenai tempat persalinan,


proses persalinan, perawatan selama dan pasca persalinan.
2. Memberikan pendidikan mengenai konsep kebersihan baik dari segi tempat dan
peralatan.
3. Bekerja sama dengan penolong persalinan( dukun) dan tenaga kesehatan setempat.

b. Nifas

 Perilaku budaya masyarakat selama masa nifas

Setelah bersalin ibu dimandikan oleh dukun selanjutnya ibu sudah harus bisa
merawat dirinya sendiri lalu ibu diberikan juga jamu untuk peredaran darah dan untuk
laktasi. Cara ibu tidur setengah duduk agar darah kotor lekas keluar. Ibu masa nifas
tidak boleh minum banyak, ibu tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari karena bisa
sawan, ibu tidak boleh makan terong karena bisa membuat bayi demam dan lain
sebagainya.

c. Perawatan bayi
1. Memberikan penyuluhan tentang pantangan makanan selama nifas dan menyusui
sebenarnya kurang menguntungkan bagi ibu dan bayi.
2. Memberikan pendidikan tentang perawatan bayi baru lahir yang benar dan tepat,
meliputi pemotongan tali pusat, membersihkan/memandikan, menyusukan
(kolostrum), dan menjaga kehangatan bayi.
3. Memberikan penyuluhan pentingnya pemenuhan gizi selama masa pasca bersalin,
bayi dan balita.

B. Budaya atau Kebudayaan

Kebudayaan atau yang disebut peradaban adalah pemahaman yang meliputi:


pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, ada istiadat, yang diperoleh dari anggota
masyarakat.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sang sekerta yang merupakan budayah /
bodhi yang berarti akal budi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal.
Budaya dapat dipisahkan sebagai kata majemuk yaitu budi dan daya berupa cipta rasa,
karsa dan karya.

1. Jenis-jenis kebudayaan di Indonesia

a) Kebudayaan Modern

Kebudayaan modern biasanya berasal dari manca negara datang di Indonesia


merupakan budaya/ kesenian import. Budaya modern akting, penampilan,
dankemampuan meragakan diri didasari sifat komersial. Budaya modern lebih
mengesampingkan norma , gaya menjadi idola masyarakat dan merupakan target
sasaran Contoh : film, musik jazz.

b) Kebudayaan Tradisional

Bersumber dan berkembang dari daerah setempat. Penampilan mengutamakan


norma dengan mengedepankan intuisi bahkan bersifat bimbingan Dan petunjuk
tentang kehidupan manusia. Kebudayaan tradisional kurang mengutamakan
komersial dan sering dilandasi sifat kekeluargaan. Contoh : Ketoprak, wayang orang,
keroncong, ludruk.
Kebudayaan campuran sudah memperhitungkan komersiel tapi masih
mengindahkan norma dan adat setempat. Contoh : Musik dangdut, orkes gambus,
campur sari.

2. Kebudayaan Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Ibu

Hingga saat ini sudah banyak program-program pembangunan kesehatan di Indonesia


yang ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah kesehatan ibu dan anak. Pada
dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan pada upaya-upaya penurunan
angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan angka kematian ibu. Hal ini
terbukti dari hasil survei yang menunjukkan penurunan angka kematian bayi, anak, dan
angka kelahiran kasar. Namun tidak demikian halnya dengan angka kematian ibu (MMR)
yang selama dua dekade ini tidak menunjukkan penurunan yang berarti. SKRT 1994
menunjukkan hahwa MMR sebesar 400 – 450 per 100.000 persalinan.

Selain angka kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga menyangkut angka
kesakitan atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti ispa, diare dan tetanus yang
sering diderita oleh bayi dan anak yang berakhir dengan kematian. Demikian pula dengan
peryakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis yang
membawa resiko kematian ketika akan, sedang atau setelah persalinan.

Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak
terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana
mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara
makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak
baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan, merupakan salah
satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap
daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang
disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa
makanan tertentu.

:
1) Kebudayaan bagi wanita hamil :

Berbagai kelompok masyarakat di berbagai tempat yang menitik beratkan


perhatian mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan dan menganggap peristiwa
itu sebagai tahapan-tahapan kehidupan yang harus dijalani didunia.Masa kehamilan
dan kelahiran dianggap masa krisis yang berbahaya,baik bagi janin atau bayi maupun
bagi ibunya karna itu sejak kehamilan sampai kelahiran masyarakat mengadakan
serangkaian upacara baggi wanita hamil dengan tujuan mencari keselamatan bagi diri
wanita itu serta bayinya,saat berada di dalam kandungan hingga saat lahir.

Orang jawa adalah salah satu contoh dari masyarakat yang sering menitikberatkan
perhatian pada aspek krisis kehidupan dari pertistiwa kehamilan,sehingga di dalam adat-
istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat yang cukup rinci untuk menyambut
kelahiran bayi.Biasanya upacara dimulai sejak usia ketujuh bulan kandungan ibu sampai
pada saat kelahirannya,

1) Masyarakat Betawi :

Berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena
dapat menyebabkan ASI menjadi asin.

2) Daerah Subang :

Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena
khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan.

2) Kebudayaan ibu bersalin

Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi


budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan kebudayaan ibu bersalin yang
berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Beberapa hal yang dilakukan oleh
masyarakat pada ibu bersalin:

a) Minum rendaman air rumput fatimah akan merangsang mulas. Menurut kajian
rumput fatimah ini mengandung hormon oksitosin,ini dapat membantu
kontraksi menurut kepercayaan masyarakat jika ibu hamil minum renda air ini, bi
air ini diminum apabila ibu sudah mencapai pembukaan 3-5 cm dan
panggul sudah melebar.

b) Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan,


akan membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar.
Ini tak benar! Keluarnya cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal,
apalagi disertai gatal, bau, dan berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke
dokter. Ingat, bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa
mengakibatkan radang selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula, yang
membuat persalinan lancar bukan keputihan, melainkan air ketuban. Itulah
mengapa, bila air ketuban pecah duluan, persalinan jadi seret.
c) Minum minyak kelapa memudahkan persalinan Minyak kelapa, memang
konotasinya bikin lancar dan licin. Namun dalam dunia n kedokteran, minyak
tak ada gunanya sama sekali dalam melancarkan persalinan. Mungkin secara
psikologis, ibu hamil menyakini, dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat
memperlancar persalinannya. Jika itu demi ketenangan psikologisnya, maka
diperbolehkan, karena minyak kelapa bukan racun
d) Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan.
Madu tak boleh sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup,
sebaiknya jangan minum madu karena bisa mengakibatkan overweight.
Bukankah madu termasuk karbonhidrat yang paling tinggi kalorinya? Jadi, madu
boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas yang
ditentukan, sebaiknya segera hentikan. Demikian juga dengan telur, pada
dasarnya selama telur itu matang maka tidak akan berbahaya bagi kehamilan.
Hal ini disebabkan karena telur banyak mengandung protein yang dapat
menambah kalori tubuh.
e) Makan duren, tape, dan nanas bisa membahayakan persalinan.
Ini benar karena bisa mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Duren
mengandung alkohol, jadi panas ke tubuh. Begitu juga tape serta aneka masakan
yang menggunakan arak, sebaiknya dihindari. Buah nanas juga, karena bisa
mengakibatkan keguguran.
f) Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan.
Yang membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang pernah
mengalami dua kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-ari
lengket bisa berakibat fatal karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah
mengalami kuret sebaiknya melakukan persalinan di RS besar. Hingga, bila
terjadi sesuatu dapat ditangani segera.

3) Kebudayaan ibu nifas.

Macam-macam mitos yang ada pada msyarakat mengenai ibu nifas diantaranya:

a. Tidak boleh bersenggama

Dari sisi medis, jelas dr. Chairulsjah Sjahruddin, SpOG, MARS, sanggama
memang dilarang selama 40 hari pertama usai melahirkan. Alasannya, aktivitas
yang satu ini akan menghambat proses penyembuh- an jalan lahir maupun
involusi rahim, yakni mengecilnya rahim kembali ke bentuk dan ukuran semula.
Selain karena fungsi hormonal tubuh yang bersang- kutan belum kembali aktif
bekerja. Kalau sanggama dipaksakan terjadi dalam tenggang waktu itu,
kemungkinan yang terjadi bisa macam-macam. Di antaranya infeksi atau malah
perdarahan. Sebabnya, mukosa jalan lahir setelah persalinan sangat peka akibat
banyaknya vaskularisasi/aliran darah, hingga terjadilah perlunakan mukosa jalan
lahir. Dengan berjalannya waktu, vaskularisasi ini kian berkurang dan baru akan
normal kembali 3 bulan setelah bersalin. Belum lagi libido yang mungkin memang
belum muncul ataupun pengaruh psikologis, semisal kekhawatiran akan robeknya
jahitan maupun ketakutan bakal hamil lagi.

b. Kaki harus lurus

Menurut Koesmariyah, baik saat berjalan maupun berbaring, kaki harus lurus.
Dalam arti, kaki kanan dan kiri enggak boleh saling tumpang tindih ataupun
ditekuk. Selain agar jahitan akibat robekan di vagina tak melebar ke mana-mana,
juga dimaksudkan supaya aliran darah tetap lancar alias tak terhambat. Secara
medis, posisi kaki yang lurus memang lebih menguntungkan karena membuat aliran
darah jadi lancar. Sedangkan mobilisasi secara umum, pada dasarnya boleh dan
malah harus dilakukan. Makin cepat dilakukan kian menguntungkan pula.
Dengan catatan, kondisi si ibu dalam keadaan baik, semisal tak mengalami
perdarahan atau kelainan apa pun saat melahirkan. Selain patokan bahwa dalam 8
jam pertama
bisa BAK dan BAB berarti ada sesuatu yang enggak beres yang akan berpengaruh
pada kontraksi dan proses involusi (pengecilan kembali) rahim.

c. Tidak boleh tidur siang

Pantangan yang satu ini kedengarannya keterlaluan. Bayangkan, meski ngantuk


setengah mati lantaran sering terbangun malam hari karena harus menyusui dan
menggantikan popok si kecil, si ibu tak boleh tidur siang. Menurut Chairulsjah, tidur
berkepanjangan memang mengundang proses recovery yang lebih lambat. "Makin
lama berbaring makin besar pula peluang terjadi tromboemboli atau pengendapan
elemen-elemen garam." Lalu bila si ibu bangun/berdiri mendadak, endapan elemen
tersebut dikhawatirkan lepas dari perlekatannya di dinding pembuluh darah.
Padahal akibatnya bisa fatal, lo. Endapan-endapan tadi bisa masuk ke dalam
pembuluh darah lalu ikut aliran darah ke jantung, otak dan organ-organ penting lain
yang akan memunculkan stroke.

d. Tak boleh keramas

Pantangan yang satu ini dicemaskan bisa membuat si ibu masuk angin. Itu sebab,
sebagai gantinya rambut cukup diwuwung, yakni sekadar disiram dengan air dingin.
Lagi-lagi, penyiraman ini diyakini agar darah putih bisa turun dan tak menempel di
mata. Namun agar tak bau apek dan tetap harum disarankan menggunakan ratus
pewangi. Tentu saja pantangan semacam itu untuk kondisi jaman sekarang dirasa
memberatkan. Terlebih untuk ibu-ibu yang harus sering beraktivitas di luar rumah.
Sedangkan mandi boleh-boleh saja asal dilakukan jam 5 atau 6 untuk mandi pagi dan
sebelum magrib untuk mandi malam. Penggunaan air dingin, katanya, justru lebih
baik ketimbang air hangat karena bisa melancarkan produksi ASI.

e. Hindari makan jemek

Golongan makanan yang harus dijauhi adalah pepaya, durian, pisang, dan terung.
Karena konon ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan bikin benyek organ vital
kaum Hawa. Termasuk makanan bersantan dan pedas karena pencernaannya bakal
terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya. Begitu juga ikan dan telur asin
serta makanan lain yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan bau
Chairulsjah, tak benar anggapan untuk pantang pepaya dan pisang yang justru
amat dianjurkan karena tergolong sumber makanan yang banyak mengandung
serat untuk memudahkan BAB. Ikan dan telur juga merupakan salah satu sumber
protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan tubuh. Sedangkan durian memang
tak dianjurkan karena kandungan kolesterolnya tinggi, selain memicu pembentukan
gas yang bisa mengganggu pencernaan.

f. Tidak boleh berpergian

Kalau dipikir-pikir larangan ini, bertujuan supaya si ibu tak terlalu letih
beraktivitas. Kalau capek bisa-bisa ASI-nya berkurang. Kasihan si kecil. Karena
biasanya seumur ini sedang kuat-kuatnya menyusu. Belum lagi kemungkinan si bayi
rewel ditinggal ibunya terlalu lama. Sementara kalau diajak pun masih kelewat kecil.
Malah takut ada apa-apa di jalan, terutama kalau menggunakan angkutan umum.
Bepergian pun membuat si ibu jadi tak tahan menghadapi aneka godaan untuk
menyantap segala jenis makanan yang dipantang.

3. Pendekatan Melalui Budaya Dan Kegiatan Kebudayaan Kaitannya Dengan Peran


Seorang Bidan

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status
kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.

Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya,


berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan
usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan
tugas, peran serta tanggung jawabnya.

Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan
oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya,
telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu:
Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem
pemerintahan desa.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang
meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan
kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

Dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif


untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan
kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya:
Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan
yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.
TOPIK 6

KAJIAN GENDER DALAM PELAYANAN KEBIDANAN


TINJAUAN TEORI

A. Bidan, Perempuan, dan Hak Asasi Manusia

Pelanggaran atau kurangnya perhatian terhadap hak asasi manusia berdampak


buruk bagi kondisi kesehatan (misal praktik tradisional yang membahayakan, perlakuan
menganiaya/ tidak berperikemanusiaan, merupakan kekerasan terhadap perempuan dan
anak). Oleh karena itu, bidan harus mendukung kebijakan dan program yang dapat
meningkatkan hak asasi manusia didalalm menyusun atau melaksanakannya (misal tidak
ada diskriminasi, otonomi individu, hak untuk berpartisipasi, pribadi dan informasi).
Karena perempuan lebih rentan terhadap penyakit, dapat dilakukan langkah-langkah
untuk menghormnati dan melindungi perempuan (misal terbebas dari diskriminasi
berdasarkan ras, jenis kelamin, peran gender, hak atas kesehatan, makanan, pendidikan
dan perumahan).

Menurut International Confederation Of Midwives Council, Manila, May 1999).


Penerapan sebuah etika dan pendekatan hak asasi manusia pada pelayanan kesehatan
harus menghormati budaya, etnis/ ras, gender dan pilihan individu disetiap tingkatan
dimana tidak satupun dari hasil ini mebahayakan kesehatan dan kesejahteraan
perempuan, anak dan laki-laki. Ketika seseorang bidan menghadapi situasi yang
berpotensi mebahayakan diri atau orang lain, apakah dikarenakan ketiadaan hak asasi
manusia, kekejaman atau kekerasan, atau praktik budaya, mampunyai tugas etik
untuk mengintervensi dengan perilaku yang tepat untuk menghentikan bahaya
dengan tetap memikirkan keselamatan dirin ya dari bahaya selanjutnya .
harus berperilaku, berpakaian, bekerja apa dan boleh berpergian kemana, dan contoh
lainnya.

Nilai dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat berbeda
sesuai dengan nilai sosial-budaya setempat dan seringkali berubah seiring dengan
perkembangan budaya.Di beberapa daerah contohnya, menjaga hasil bumi yang akan
dijual menjadi tugas perempuan, sementara di daerah lain itu menjadi tugas laki-laki.

B. Konsep dan Perangkat Analisis Gender


Kontruksi sosial gender
1. Pembagian pekerjaan berbasis Gender

Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki melakukan aktivitas yang berbeda,


walaupun karakteristik dan cakupan aktivitas tersebut berbeda melintasi kelas dan
komunitas. Aktivitas tersebut juga boleh berubah sepanjang waktu. Perempuan
biasanya bertanggung jawab dalam perawatan anak dan pekerjaan rumah tangga
atau sering disebut peran reproduksi, tetapi mereka juga terlibat dalam produksi
barang- barang untuk konsumsi rumah tangga atau pasar atau yang dikenal dengan
peran produktif. Laki-laki biasanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rumah
tangga, makanan, minuma dan sumber daya terutama peran produktif.

2. Peran Gender dan Norma

Dalam masyarakat, laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperilaku sesuai


dengan norma dan peran maskulin dan feminin. Mereka harus berpakaian dengan cara
yang berbeda, tertarik kepada isu atau topik yang berbeda, tertarik kepada isu dan
topik yang berbeda dan memiliki respon yang tidak sama dalam segala situasi. Ada
persepsi yang disepakati bersama bahwa apa yang dilakukan oleh laki-laki baik dan
lebih bernilai daripada yang dilakukan perempuan. Dampak dari peran gender yang
dibentuk secara sosial. Perempuan diharapkan membuat diri mereka menarik dari laki-
laki, tetapi bersikap agak pasif, menjaga keperewanan, tidak pernah memulai aktivitas
seksual dan melindungi diri dari hasrat seksual laki-laki yang tidak terkendali. Dalam
masyarakat tertentu, hal ini terjadi karena perempuan dianggap memiliki dorongan
seksual yang lebih rendah. Dalam masyarakat lain, cara perempuan dikendalikan
adalah berdasarkan pemikiran bahwa perempuan memiliki dorongan seksual dan
secara alami tidak dapat setia pada satu pasangan.

3. Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan

Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya biasanya
membuat laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam kelompok sosial manapun.
Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan fisik, pengetahuan dan keterlampilan,
kekayaan dan pendapatan, atau kekuasaan untuk mengambil keputusan karena
merekalah yang memegang otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan yang lebih
besar dalam membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan laki-laki
dan kontrol atas sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui undang-undang
dan kebijakan negara, serta melalui aturan dan peraturan institusi sosial yang formal.
Hukum di berbagai negara di dunia memberi peluang kendali yang lebih besar kepada
laki-laki atas kekayaan dan hak dalam perkawinan, serta atas anak-anak. Selama
berabad-abad, lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi
lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan untu menjadi pemimpin agama, dan
sekolah sering kali bersikukuh bahwa ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan
sang ibu.

4. Akses ke dan kontrol atas Sumber Daya

Perempuan dan laki-laki mempunyai akses ke dan kontrol yang tidak setara atas
sumber daya. Ketidaksetaraan ini merugikan perempuan. Ketidaksetaraan berbasis
gender dalam hubungannya dengan akses ke dan kontrol atas sumber daya terjadi
dalam kelas sosial, ras, atau kasta. Tetapi, perempuan dan laki-laki dari raskelas sosial
tertentu dapat saja memiliki kekuasaan yang lebih besar dari laki-laki yang berasal dari
kelas sosial yang rendah.

 Akses adalah kemampuan memanfaatkan sumber daya.

 Kontrol adalah kemampuan untuk mendefinisikan dan mengambil keputusan


tentang kegunaan sumber daya.
Contohnya, perempuan dapat memiliki akses ke pelayanan kesehatan, tetapi
tidak memiliki kendali atas pelayanan apa saja yang tersedia dan kapan
menggunakan pelayanan tersebut. Contoh lain yang lebih umum adalah perempuan
memiliki akses untuk memiliki pendapatan atau harta benda, tetapi tidak
tersebut digunakan.Perempuan memiliki akses dan kendali yang kurang atas
banyak jenis sumber daya yang berbeda.

C. Hubungan Antara Gender dan Kesehatan

Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki berbeda karena tugas dan


aktivitasnya, ruang fisik yang mereka tempati dan orang-orang yang berhubungan
dengan mereka. Namun, perempuan memiliki akses ked an control yang kurang atas
sumber daya daripada laki-laki, khususnya akses ke pendidikan dan fasilitas pelatihan
yang terbatas.

Konsep analisis gender penting sekali di bidang kesehatan karena perbedaan berbasis
gender daalam peran dan tanggung jawab, pembagian pekerjaan, akses ked an control
atas sumber daya, dalam kekuasaan dan keputusan mempunyai konsekuensi
maskulinitas dan feminitas yang berbeda berdasarkan budaya, suku dan kelas social.
Sangat penting memilikin pemahaman yang baik tentang konsep dan mengetahui
karakteristik kelompok perempuan dan laki-laki yang berhubungan dengan proses
pembangunan.Pada status kesehatan perempuan dan laki-laki. Konsekuensi boleh jadi
meliputi: “risiko yang berbeda dan kerawanan terhadap infeksi dan kondisi kesehatan,”
mebuat banyaknya pendapat tentang kebutuhan kesehatan tindakan yang tepat, akses
yang berbeda ke layanan kesehatan, yang diakibatkan oleh penyakit dan konsekuensi
social yang berbeda dari penyakit dan kesehatan.
2.5 Ketidaksetaraan Gender

Berikut ini beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan gender terhadap kesehatan baik
laki-laki maupun perempuan sejak lahir hingga lanjut usia.
NO KETIDAKSETARAAN KETIDAKSETARAAN

GENDER (PEREMPUAN) GENDER (LAKI-LAKI)


1 Rata-rata perempuan di pedesaan Laki-laki bekerja 20% lebih

bekerja 20% lebih lama daripada pendek.


laki-laki.
2 Perempuan mempunyai akses Laki-laki menikmati akses sumber

yang terbatas terhadap daya ekonomi yang lebih besar.


sumberdaya ekonomi.
3 Perempuan tidak mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang

akses yang setara terhadap lebih baik terhadap sumberdaya


sumberdaya pendidikan dan pendidikan dan pelatihan.
pelatihan.
4 Perempuan tidak mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang

akses yang setara terhadap mudah terhadap kekuasaan dan


kekuasaan dan pengambilan pengambilan keputusan di semua
keputusan disemua lapisan lapisan masyarakat.
masyarakat.
5 Perempuan menderita dan Laki-laki tidak mengalami tingkat

mengalami kekerasan dalam kekerasan yang sama dengan


rumah tangga dengan kadar perempuan.
yang sangat tinggi.

D. Fungsi Bidan Dalam Gender dan HAM


Fungsi Bidan Dalam Gender

Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis kelamin yang berbeda.
Perbedaan yang bersifat universal tersebut, sayangnya banyak disalah artikan sebagai
sebuah sekat yang membentengi ruang gerak. Dalam perkembangannya kemudian, jenis
kelamin perempuan lebih banyak menerima tekanan, hanya karena secara kodrati
perempuan dianggap lemah dan tak berdaya.

Menurut Yulfita Rahardjo dari Pusat Studi Kependudukan dan Pemberdayaan


Manusia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, persepsi yang bias
tersebut pada akhirnya menyulitkan perempuan untuk mendapatkan akses pada
berbagai segi kehidupan, utamanya bidang kesehatan yang menentukan kehidupan dan
kematian perempuan.Secara biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan menyusui,
sementara pria tidak. Perempuan memiliki payudara yang berfungsi untuk menyusui,
laki-laki tidak punya. Demikian juga jakun dan testikel yang dimiliki pria, tidak dimiliki
kaum hawa.

Di beberapa wilayah dengan adat istiadat dan budaya tertentu, isu gender
memang sangat membedakan aktivitas yang boleh dilakukan antara pria dan wanita.
Pada masyarakat Jawa dari strata tertentu misalnya, merokok dianggap pantas untuk
laki-laki, tapi tidak untuk perempuan.

Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar disandang perempuan.


Sementara dokter kandungan didominasi laki-laki. Bahkan pernah dalam satu masa,
dokter kandungan tidak boleh dilakoni kaum hawa. Juga mitos gender seputar hubungan
seksual, dimana isteri tabu meminta suaminya untuk pakai kondom. Jadi yang ber-KB
adalah kaum perempuan. Dalam masalah ini bidan berperan untuk member penyuluhan
kepada pasangan suami istri bahwa tidak hanya kaum wanita yang diharuskan memakai
KB namun kaum laki-laki pun perlu memakai KB bila ingin meminimalisir kehamilan
dan persalinan.

Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi dengan Angka


Kematian Ibu (AKI) mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka Kematian Bayi (AKB)
mencapai 45/1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi, perempuan seringkali menghadapi
hambatan untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal itu disebabkan
tiga hal, yakni jarak geografis, jarak sosial budaya serta jarak ekonomi.Perempuan
biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit atau puskesmas letaknya
jauh, sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam masalah ini bidan
desa atau bidan yang berada di daerah terpencil sangat berperan penting untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang layak kepada para wanita ataupun pria yang
menduduki tempat terpencil.
Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada keengganan kaum
ibu jika mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-laki. Mereka,
kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman kalau melahirkan di rumah dan ditemani mertua
dan anak-anak. Akibatnya, apabila terjadi perdarahan dalam proses persalinan, sulit
sekali mendapatkan layanan dadurat dengan segera.

Bidan pun berperan dalam member penyuluhan tentang bahaya melahirkan


dirumah tanpa bantuan tenaga medis. Itu semua dilakukan untuk meminimalisir
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angkan Kematian Bayi (AKB) yang saat ini
semakin berkembang setiap tahunnya.Yang paling penting menjadi hambatan adalah
masalah ekonomi. Banyak keluarga yang kurang mampu, sehingga harus berpikir dua
kali untuk menuju rumah sakit atau rumah bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan
melihat klien berdasarkan status ekonominya karena bidan berperan sebagai
penolong bagi semua kliennnya dan tidak membedakan status ekonominya.

Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum pria. Di bidang
kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan dan informasi
kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan anak ketimbang
laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan stereotip gender yang melabelkan
urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada umumnya sebagai urusan
perempuan.

Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan bagaimana norma dan nilai gender
serta perilaku yang berdampak negatif terhadap kesehatan. Untuk itu, tugas bidan
adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender dalam meurunkan Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
sangat-sangat memprihatinkan.masih banyak anak-anak yag nutrisi dan gizinya belum
tercukupi,karena sebagian masyarakat masih menganggap bahwa apa yang telah di
berikan orang terdahulu mereka harus di berikan kepada anak mereka sekarang.

Pada ibu hamil juga masih banyak mitos-mitos yang di percaya untuk tidak di
lakukan,padahal itu harus di lakukan untuk kesehatan ibu dan janin yang di
kandungnya,misalnya seperti di larang makan ikan laut,padahal ikan laut itu bergizi
tinngi dan banyak mengandung protein yang bagus untuk kesehatan ibu dan janin,tapi
mitos dalam budaya mereka melarang larang untuk memakannya.pada budaya di daerah
mereka ada juga ritual untuk wanita yang sedang hamil,seperti upacara mengandung
empat bulan,tujuh bulan,dan lebih dari sembilang bulan.

Menjadi seorang bidan desa dan di tempatkan pada desa yang plosok dan masih
tinggi menjunjung adat istiadat budayan dan mempercayai mitos sangatlah susah dan
penuh perjuangan mental dan raga,karena masyarakatnya lebih mempercayai mitos dari
pada tenaga kesehatan seperti bidan,mereka masih mempercayai dukun untuk menolong
persalinan atau pun menyembuhkan penyakit yang di derita masyarakat dan
anak.padahal persalinan dengan bantuan dukun akan menakutkan sekali,karena takut
terjadinya infeksi paska persalian,misalnya penularan penyakit selama persalinan,seperti
pemotongan tali pusar dengan menggunakan gunting biasa atau belatih dari
bambu,padahal seharus naya semua alat yang di gunakan dan gunting tersebut harus di
sterilkan terlebih dahulu,tapi kalau dukun tidak melakukan hal itu.

Jadi tugas kita sebagai tenaga kesehatan bidan dalam upaya untuk
menanggulangi maslah-masalah tersebut dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak kita
harus merubah paradigma masyarakat awam tentang ke jelekan tenaga kesehatan
bidan di mata orang awam,karena bidan lebih berkompeten dalam melkukan tindakan
karena sudah mendapatkan ilmu yang banyak dan mengetahui tentang maslah dan
penanggulanganya secara baik dan benar sesuai prosedur kesehatan yang ada.dan
pemerintah juga harus berperan dalam pengadaan penunjang untuk mencapai
mengurangi kematian ibu dan bayi yang dalam program pemerintah di beri nama
sasaran milineum development goals (MDGs).sehingga menciptakan sebuah masyarakat
yang tanggap dan berperan aktif dengan maslah kesehata,terutama untuk diri mera
sendri,dan menjadikan suami siaga pada saat akan persalinan,dan tercapai lah tujuan
pemerintah tecapai tindakan untuk membuwat “ibu selamat,bayi sehat,dan suami siaga”.
TOPIK 7

KEILMUAN KEBIDANAN, DEFINISI NORMAL CHILBIRT


(KEHAMILAN,PERSALINAN DAN NIFAS)

DAN STANDAR ICM

A. Ilmu Kebidanan

Seorang bidan adalah seorang profesional kesehatan yang bertanggung jawab yang
bekerja dalam kemitraan dengan wanita untuk memberikan dukungan, perawatan dan saran
yang diperlukan dari titik dimana seorang wanita atau gadis menjadi aktif secara seksual,
melalui kehamilan, persalinan dan periode postnatal.

1.Paradigma Kebidanan

Bidan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada


paradigma, berupa pandangan terhadap manusia / perempuan, lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan / kebidanan dan keturunan.

a) Perempuan

Perempuan sebagai penerus generasi, sehingga keberadaan perempuan yang


sehat jasmani, rohani, dan sosial sangat diperlukan. Perempuan sebagai sumber
daya insani merupakan pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas
manusia sangat ditentukan oleh keberadaan / kondisi perempuan / Ibu
dalamkeluarga.

b) Lingkungan

Lingkungan merupakan semua yang terlibat dalam interaksi individu pada waktu
melaksanakan aktifitasnya, baik lingkungan fisik, psikososial, biologis maupun budaya.
Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat.

c) Perilaku

Perilaku merupakan hasil seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan


lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.

d) PelayananKebidanan
B. Definisi Normal Chilbirt

1. Kehamilan

Kehamilan merupakan fase yang istimewa bagi seorang ibu. Kehamilan merupakan
proses alamiah bukan proses patologis. Kehamilan adalah sebuah proses yang diawali
dengan adanya pembuahan atau konsepsi menuju masa pembentukan bayi di dalam
rahim dan diakhiri kelahiran bayi ke dunia.

Kehamilan merupakan proses yang alamiah. Perubahan - perubahan yang terjadi pada
wanita selama kehamilan normal adalah bersifat fisiologis, bukan patologis. Oleh
karenanya, asuhan yang diberikan pun adalah asuhan yang meminimalkan intervensi

a. Tanda - tanda kehamilan

1) Tanda pasti

a) Gerakan janin dapat dilihat, diraba, dan dirasakan, juga bagian – bagian janin.

b) Denyut jantug janin : didengar dengan stetoskop, dicatat dan didengar


dengan alat Dopler, dicatat dengan feto-elektro kardiogram, dilihat pada
ultrasonografi, terlihat tulang – tulang janin dalam foto-rontgen.
c) Palpasi Abdomen

2) Tanda tidak pasti

a) Tidak ada selera makan

b) Payudara membesar atau tegang

c) Sering kencing

d) Konstipasi

(Lidia Widia, 2015).

3) Tanda mungkin hamil

a) Perut membesar

b) Uterus membesar terjadi perubahan dalam bentuk konsistensi dari


rahim(Lidia Widia, 2015)
b. Tanda bahaya dalam kehamilan

Tanda bahaya dalam kehamilan trimester III menurut Rismalinda 2015 antara lain
1) Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada


korpus utersi sebelum janin lahir. Biasanya terjadi pada trimester ketiga,
walaupun dapat pula terjadi setiap saat kehamilan. Kehamilan dapat lepas
sebagian atau seluruhnya. Bila plasenta yang terlepas seluruhnya disebut
solusio plasenta totalis. Bila hanya sebagian disebut solusio plasenta parsialis
atau bisa juga hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang lepas disebut rupture
sinus marginalis.

2) Plasenta previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada


segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruhnya pembukaan
jalan lahir.

3) Keluar cairan pervaginam

Pengeluaran cairan pervaginam pada kehamilan lanjut merupakan


kemungkinan mulainya persalinan lebih awal.

4) Gerakan janin tidak terasa

Apabila ibu hamil tidak merasakan gerakan janin sedudah usia kehamilan

22 minggu atau selama persalinan, maka waspada terhadap kemungkinann


gawat janin atau bahkan kematian janin dalam uterus. Gerakana janin
berkurang atau bahkan hilang dapat terjadi pada solusio plasenta dan rupture
uteri.

5) Nyeri perut hebat

Nyeri perut kemungkinan tanda persalinan preterm, rupture uteri,


solusio plasenta. Nyeri perut hebat dapat terjadi pada rupture uteri disertai
syok, perdarahan intra abdomen dan atau pervaginam, kontur uterus yang
abnormal, serta gawat janin atau DJJ tidak ada.

6) Keluar air ketuban sebelum waktunya


selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sbelum kehamilan 37
minggu maupun kehamilan aterm.

7) Kejang

Pada umunya kejang didahului oleh memburuknya keadaan dan


terjadinya gejala – gejala sakit kepala, mual, nyeri ulu hati sehingga muntah.
Bila semakin berat, penglihatan semakin kabur, kesadaran emnurun kemudian
kejang.

8) Demam tinggi

Ibu hamil menderita demam dengan suhu tubuh lebih 38°C dalam
kehamilan merupakan suatu masalah.

c. Kebutuhan psikologi ibu hamil

Kebutuhan psikologi ibu hamil trimester III menurutRomauli, 2011 antara lain:

1) Support keluarga

2) Support dari tenaga kesehatan

3) Rasa aman dan nyaman selama kehamilan

4) Persiapan menjadi orang tua

5) Sibling

2. Persalinan

Persalinan adalah proses alamiah yang akan berlangsung dengan sendirinya


tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulitan yang membahayakan ibu
maupun janinnya sehingga memerlukan pengawasan, pertolongan, dan pelayanan
dengan fasilitas yang memadai (Elisabeth, 2016).

Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan dengan persentasi janin


belakang kepala yang berlangsung secara spontan dengan lama persalinan dalam
batas normal, berisiko rendah sejak awal persalinan hingga partus dengan masa
gestasi 37-42 minggu (Indrayani dan Djami, 2016).

1. Macam macam persalinan


a) Persalinan Spontan
dilakukan operasi Sectio Caesaria.

b) Persalinan Anjuran

Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru


berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau
prostaglandin.

2. Tanda tanda persalinan

a) Serviks menipis dan membuka

b) Rasa nyeri dan interval teratur

c) Interval antara rasa nyeri yang secara perlahan semakin pendek

d) Waktu dan kekuatan kontraksi semakin bertambah

e) Rasa nyeri terasa di bagian belakang dan menyebar

f) Ada penurunan bagian kepala janin

g) Kepala janin sudah terfiksasi di PAP


(Ari Kurniarum,2016)
3. Tahapan persalinan

Kala 1

Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan


pembukaan servix hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan
kala I berlangsung 18 – 24 jam dan terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten
dan faseaktif.

 Fase latenpersalinan

1. Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan


servix secarabertahap
2. Pembukaan servix kurang dari 4cm

3. Biasanya berlangsung di bawah hingga 8jam

 Fase aktif persalinan

1. Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi


dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau lebih dalam waktu 10
Persalinan kala II dimulai dengan pembukaan lengkap dari serviks dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Proses ini berlangsung 2 jam pada primi dan
1 jam pada multi.

 Kala III

1. Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaputketuban
2. Berlangsung tidak lebih dari 30menit

3. Disebut dengan kala uri atau kala pengeluaranplasenta

4. Peregangan Tali pusat Terkendali (PTT) dilanjutkan pemberian


oksitosin untuk kontraksi uterus dan mengurangiperdarahan
 Kala IV

1. Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelahitu

2. Paling kritis karena proses perdarahan yangberlangsung

3. Masa 1 jam setelah plasentalahir

Pemantauan 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, 30 menit


pada jam kedua setelah persalinan, jika kondisi ibu tidak stabil, perlu dipantau
lebihsering. (Ari Kurniarum,2016)

C. Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang
berlangsung selama 6 minggu atau lebih dari 40 hari (Andina Vita Sutanto, 2018).

a) Tahapan masa nifas

1. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu
3. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan
Tabel Jadwal kunjungan nifas

No. Jadwal Tujuan

Kunjungan
1. 6-8 jam setelah Memeriksa tanda bahaya yang harus

persalinan dideteksi secara dini, yaitu : atonia uteri


( uterus tidak berkontraksi dengan
baik ), robekan jalan lahir yang dapat
terjadi pada daerah : perineum, dinding
vagina, adanya sisa plasenta, seperti
selaput kotiledon, ibu mengalami
bendungan/hambatan pada payudara,
retensi urine ( air seni tidak dapat keluar
dengan lancer atau tidak keluar sama
sekali ).
2. 6 hari setelah a. Melihat tanda bahaya seperti : Mastitis

persalinan ( Radang pada Payudara ), Abses


Payudara ( Payudara mengeluarkan
nanah ), Metritis, Peritonitis
b. Memastikan involusi uterus berjalan
normal : uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilicus, tidak ada
pendarahan abnormal, tidak ada bau
yang abnormal dari lochea
c. Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal
d. Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, minuman dan istirahat
e. Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan memperhatikan tanda-tanda
penyakit
f. Memberikan konseling kepada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan

merawat bayi sehari-hari.


3. 2 minggu Sama dengan kunjungan nifas kedua ( 6

setelah hari setelah persalinan )


persalinan
4. 6 minggu a. Menanyakan ibu tentang penyakit-

setelah penyakit yang dialami


persalinan
b. Memberikan konseling untuk KB
secara dini
Sumber : Yusari Asih : 2016

b) Perubahan fisiologi masa nifas

Perubahan fisiologi masa nifas menurut Yefi Marliandiani, 2015 antara lain:

1. Perubahan system reproduksi

a) Uterus

Segera setelah plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus maka
dimulai lah masa nifas. Rongga uterus telah kosong, maka uterus secara
keseluruhan berkontraksi kearah bawah dan dinding uterus kembali
menyatu satu sama lain, dan ukuran uterus secara bertahap kembali seperti
sebelum hamil.

Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :

(1) Iskenia myometrium

Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi uterus yang terus
menerus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relative anemi danmenyebabkan serat otot atrofi.

(2) Atrofi jaringan

(3) Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormone estrogen


saat pelepasan plasenta.
(4) Autolisis
lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan
hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.

(5) Efek oksitosin

Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot


uterus sehingga akan menekan pembulih darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah keuterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi perdarahan.

b) Lochea

Pengeluaran lochea dimaknai sebagai peluruhan jaringan desidua yang


menyebabkan keluarnya secret vagina dalam jumlah bervariasi. Lochea
mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan
volume nya berbeda-beda pada setiap wanita. Pengeluaran lochea dapat
dibagi menjadi :

(1) Lochea Rubra

Timbul pada hari ke 1-2 post partum, berisi darah segar bercampur
sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, sisa mekanium, sisa selaput
ketuban dan sisa darah

(2) Lochea Sanguinolenta

Timbul pada hari ke 3-7 post partum, berupa sisa darah bercampur
lender

(3) Lochea serosa

Merupakan cairan berwarna agak kuning berisi leukosit dan


robekan laserasi plasenta, timbul setelah 1 minggu post partum

(4) Lochea Alba

Timbul setelah 2 minggu post partum dan hanya merupakan cairan


putih (Indrayani dan Djami.2016)

d. Tujuan Asuhan Masa Nifas


kematian ibu yang terjadi setelah persalinan dan 50% kematian nifas terjadi pada
24 jam pertama. Tujuan dari perawatan nifas ini adalah :

1. Memulihkan kesehatan klien

a. Menyediakan nutrisi sesuai kebutuhan

b. Mengatasi anemia

c. Mencegah infeksi dengan memperhatikan kebersihan dan sterilisasi

d. Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot ( Senam Nifas )


untuk memperlancar peredaran darah
2. Mempertahankan kesehatan fisik dan psikologis

3. Mencegah infeksi dan komplikasi

4. Memperlancar pembentukan dan pemberian air susu ibu atau Asi

5. Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas


selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
6. Memberikan pendidikan kesehatan dan memastikan pemahaman serta
kepentingan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat
menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehat pada ibu dan
keluarganya melalui KIE.
7. Memberikan pelayanan keluarga berencana
Tatalaksana/ prosedur asuhan ibu nifas meliputi :
1. Periksa 6-8 jam setelah persalinan ( sebelum pulang )

2. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

3. Pemantauan keadaan umum ibu

4. Melakukan hubungan antara bayi dan ibu ( Bouding Attacment )

5. Asi Eksklusif

6. Menjaga bayi tetap sehat dengan hipotermi ( Yusari Asih : 2016)

C. STANDAR ICM
1.Prinsip- prinsip pedoman kebidanan

Perawatan kebidanan yang professional,dimana termasuk juga perawatan kebidanan


darurat pada garis depan harus dipastikan tersedia, dapat diakses dan dapat
diterima oleh semua wanita dan tentunya harus berkualitas baik, termasuk peka
terhadap gender dan budaya terlebih lagi menghormati pengguna jasa. Bidan harus
menyediakan layanan berbasis fakta sepanjang seluruh rangkain perawatan mulai dari
remaja, pra-kehamilan melalui perawatan kehamilan, kelahiran anak dan periode
pascanatal, termasuk juga didalamnya keluarga berencana.

2. Kompetensi bidan

ICM telah menetapkan tujuh kompetensi kebidanan yang membentuk dasar MSF
dan dirangkum sebagai berikut:

(1) pengetahuan dan keterampilan dari kebidanan, neonatologi, ilmu sosial, kesehatan
masyarakat dan etika yang membentuk dasar tinggi kualitas, relevan secara budaya,
perawatan yang sesuai untuk wanita, bayi baru lahir, dan keluarga yang mengandung
anak
(2) pendidikan dan layanan kesehatan untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang
sehat, kehamilan yang direncanakan dan pengasuhan yang positif
(3) perawatan antenatal, termasuk deteksi dini dan pengobatan atau rujukan untuk
komplikasi
(4) perawatan selama persalinan

(5) perawatan postpartum untuk wanita

(6) merawat bayi yang baru lahir hingga usia dua bulan

(7) perawatan terkait aborsi yang sesuai dalam hukum, peraturan, dan protokol yang
berlaku.
Daftar Pustaka

Astuti,Sri., dkk. 2017. Asuhan Ibu dalam Masa Kehamilan. Cilacas, Jakarta: Erlangga.
Astuti, Sri., dkk. 2015. Asuhan Kebidanan Nifas & Menyusui. Ciracas, Jakarta: Erlangga.

Heryani, Reni. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta: Trans Info
Media.

Ilmiah, Widia Shofa. 2015. Buku Ajar Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rismalinda. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta: Trans Info Media.

Sati. 2018. Buku Pintar Kehamilan. Sleman Yogyakarta: Brilliant Books.


Asih,Yusari dan Hj.Risneni.2016.Asuhan Nifas dan Menyusui.Jakarta:TIM
Indrayani dan Djami.2016.Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.Jakarta:TIM

Suryani, Emy.,dkk.2016. Konsep Kebidanan Dan Etikolegal Dalam Praktek Kebidanan.Jakarta:


TIM

Kurniarum, Ari., 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: TIM
Walyani,Elisabeth Siwi dan Th.Endang Purwoastuti.2016.Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi

Baru Lahir.Yogyakarta:PUSTAKABARUPRESS

Susanto, vita Andito.2018. Asuhan Nifas Dan Menyusui. Jakarta : Nuha Medika

Marliandiani, Yefi,dkk. 2015.Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas Dan Menyusui. Bogor: Salemba
Medika
TOPIK 8

HUBUNGAN BIDAN IBU DAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM


PELAYANAN KEBIDANAN

1. Definisi Komunikasi

Pengertian Komunikasi menurut para pakar adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa yang mengatakan apa


dengan cara apa, kepada siapa dengan efek apa (Laswell)
2. Komunikasi adalah proses dimana seseorang individuatau komunikator
mengoperkan stimulan biasanya dengan lambang – lambang bahasa (verbal maupun
non-verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain (Carl I. Hovland)
3. Komunikasi adalah penyebaran informasi, ide – ide sebagai sikap atau emosi dari
seseorang kepada orang lain terutama memalui simbol – simbol. (Theodorson dan
Thedorson)
4. Komunikasi adalah seni menyampaikan informasi, ide dan sikap seseorang kepada
orang lain. (Edwin Emery)
5. Komunikasi adalah suatu proses interaksi yang mempunyai arti antara sesama
manusia (Delton E, Mc Farland)
6. Komunikasi adalah proses sosial, dalam arti pelemparan pesan/lambang yang mana
mau tidak mau akan menumbuhkan pengaruh pada semua proses dan berakibat pada
bentuk perilaku manusia dan adat kebiasaan (William Albig)
7. Komunikasi berati suatu mekanisme suatu hubungan antarmanusia dilakukan
dengan mengartikan simbol secara lisan dan membacanya melalui ruang dan
menyimpan dalma waktu (Charles H. Cooley)
8. Komunikasi merupakan proses pengalihan suatu maksud dari sumber kepada
penerima, proses tersebut merupakan suatu seri aktivitas, rangkaian atau tahap –
tahap yang memudahkan pertalihan maksud tersebut. (A. Winnet)
9. Komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem simbolik
linguistik, sperti sistem simbol verbal (kata – kata) dan nonverbal. Sistem ini dapat
disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui mesia lain (tulisan, oral,
atau visual).( Karlfried Knapp)
10. Komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu orang ke orang lain terlepas
percaya atau tidak (Harold Koont dan Cyril O‟Donell)
11. Kata communications berasal dari sumber yang sama seperti kata common yang
artinya bersama, bersama – sama dalam membagi ide. Apabila seorang bebicara,
orang lainnya mendengarkan. (Dale Yoder dkk)
12. Komunikasi adalah proses pertukaran informais atau proses yang menimbulkan dan
meneruskan makna atau arti, berati dalam komunikasi terjadi penambahan
pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasi sehingga
mendapatkan pengetahuan. (Taylor)
13. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, makna, dan pemahaman dari
pengirim pesan kepada penerima pesan. (Gurgess)
14. Komunikasi adalah kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan dari pengirim
informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan tingkah laku yang
diinginkan penerima informasi. (Yuwono)
15. Menurut Notoatmojo (2015) komunikasi merupakan terminologi untuk menunjuk
pada suatu proses pertukaran informasi. Komunikasi mencakup segala bentuk
interaksi dengan orang lainyang berupa percakapan biasa, advokasi dan negosiasi.
16. Menurut Depkes RI (2016) komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan sangat membantu ibu hamil dalam menentukan keputusan yang diambil
khususnya ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kembali . Rasa puas atas KIP/K
yang dimiliki ibu hamil akan membentuk perilaku untuk melaksanakan pemeriksaan
secara rutin. Berdasarkan uraian tersebut maka komunikasi
interpersonal//konseling berpengaruh terhadap kepuasan pelayanan antenatalcare.
17. Komunikasi kebidanan merupakan gambaran terjadinya interaksi antara bidan
dengan klien dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien; sebagai faktor pendukung
pelayanan profesional oleh bidan. (FK UB, 2017)
Dari banyak pengertian komunikasi tersebut diatas maka kesimpulan dari
pengertian komunikasi adalah suatu proses interaksi manusia dengan berbagai
bentuk/cara untuk menyampaikan informasi atau untuk tujuan tertentu.

Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat kita golongkan ada tiga pengertian
utama komunikasi, yaiu pengertian ertimologis, terminologis, dan paradigmatis.
1. Secara etimologis, komunikasi dipelajari menurut asal – usul kat, yaitu komunikasi
berasal dari bahasa Latin „communicatio‟ dan perkataan ini bersumber pada kata
„comminis‟ yang berarti sama makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan.

2. Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh


seseorang kepada orang lain.
3. Secara paradigmatis, komunikasi berarti pola yang meliputi sejumlah komponen
berkorelasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Contohnya adalah ceramah, kuliah, dakwah, diplomasi, dan sebagainya. Demikian
pula pemberitaan surat kabar dan majalah, penyiaran radio dan televisi atau
pertunjukan film di gedung bioskop, dan lain – lain.

2. Pengertian Konseling Kebidanan

Konseling kebidananadalah pertolongan dalam bentuk wawancara yang


menuntut adanya komunikasi, interaksi mendalam, dan usaha bersama antara bidan
sebagai konselor dengan klien sebagai konseli; untuk mencapai tujuan konseling.

Tujuan Konseling kebidanan :

1. membantu klien memecahkan masalah, emningkatkan keefektifan individu dalam


pengambilan keputusan secaratepat.
2. membantu pemenuhan kebutuhan klien, meliuti menghilangkan perasaan yang
menekan/mengganggu danmencapai kesehatan mental yangpositif
3. mengubah sikap dan tingkah lagu yang negative mrnjadipositif.

Langkah Pokok dalam Konseling :

a. Pendahuluan/Pembuka : kegiatan untuk menciptakankontak, melengkapai data


konseli, merumuskan penyebab masalah, dan menentukan jalankeluar
b. Inti/Pokok : kegiatan untuk mencari jalan keluar, memilih jalan keluar yang tepat,
dan melaksanakan pilihantersebut
c. Akhir : kegiatan penyimmpulan dari seluruh aspek kegiatan dan pengambilan jala
keluar. Langkah ini meripaakn langkah penutupan sekaligus penetapan untuk
3. Tujuan Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan

Komuniasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan


tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Artinya, dalam proses komunikasi, terjadi suatu
pengertian yang diinginkan bersama sehingga tujuan lebih mudah dicapai.Pada
dasarnya komunikasi memiliki 3 dampak, yaitu :

1. Memberikan informasi, meningkatkan pengetahuan, menambah wawasan. Tujuan


ini sering disebut tujuan yang kognitif.
2. Menumbuhkan perasaan tertentu, menyampaikan pikiran, ide, atau pendapat.
Tujuan ini sering disebut tujuan afektif.
3. Mengubah sikap, perilaku dan perbuatan. Tujuan ini sering disebut tujuan konatif
atau psikomotorik.

4. Proses Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan

Proses komunikasi adalah setiap langkah mulai dari saat menciptakan informasi
sampai dipahami oleh komunikan. Komunikasi adalah sebuah proses, sebuah kegiatan
yang beralngsung kontinu. Koseph De Vito (2015) mengemukakan komunikasi adalah
transaksi.

Hal tersebut dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses, di mana


komponen – komponen saling terkait. Bahwa para pelaku komunikasi beraksi dan
beraksi sebagai satu kesatuan dan keseluruhan.Proses komunikasi dalam praktik
kebidanan dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Komunikator

2. Mengembangkan ide atau pikiran yang ingin disampaikan.

3. Mengkode ide atau pikiran dalam bentuk lambang verbal atau nonverbal

4. Menyampaikan pesan melalui saluran komunikasi dan menggunakan metode


tertentu.
5. Menunggu umpan balik dari komunikan untuk mengetahui keberhasilan
komunikasi.
6. Komunikan

7. Menerima lambang – lambang yang disampaikan oleh komunikator.


8. Menggunakan pesan yang telah disampaikan.

9. Memberikan umpan balik kepada komunikator.

5. Faktor – Faktor Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan

Faktor – faktor yang mempengaruhi komunikasi adalah sebagai berikut :

1. The Act (Perbuatan)

Pebuatan komunikasi menginginkan pemakaian lambang – lambang yang dapat


dimenegrti secara baik dan hubungan – hubungan yang dilakukan oleh manusia.
Pada umumnya lambang – lambang tersebut dinyatakan dengan bahasa atau dalam
keadaan tertentu tanda – tanda lain dapat pula dipergunakan.

2. The Scene (Adegan)

Adegan sebagai salah satu faktor dalam komunikasi ini menekankan hubungan
dengan lingkungan komunikasi. Adegan ini menjelaskan apa yang dilakuakn, simbol
apa yang digunakan, dan arti dari apa yang dikatakan. Dengan kata lain adegan
adalah sesuatu yang akan dikomunikasikan dengan melalui simbol apa, sesuatu itu
dapat dikomunikasikan.

3. The Agent (Pelaku)

Individu – individu yang menagmbil bagian dalam hubungan komunikasi


dinamakan pelaku – pelaku komunikasi. Pengirim dan penerima yang terlibat dalam
hubungan komunikasi ini, adalah contoh dari pelaku – pelaku komunikasi tersebut.
Dan peranannya sering kali saling menggantikan dalam situasi komunikasi yang
berkembang.

4. The Agency (Perantara)

Alat – alat yang dipergunakan dalam komunikasi dapat membangun


terwujudnya perantara. Alat – alat itu selain dapat berwujud komunikasi lisan,
tatap muka, juga alat komunikasi tertulis, sepertisuatu perintah, memo, buletin,
nota, surat tugas, dan sejenisnya.

5. The Purpose (Tujuan)


6. Jenis – Jenis Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan

Jenis – jenis komunikasi terbagi 2, yaitu :

1. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alat


sehingga komunikasi verbal ini sama artinya dengan komunikasi kebahasaan.
Komunikasi kebahasaan dapat dijalin secara lisan dan tulisan. Penggunaanya lebih
akurat dan tepat waktu. Simbol yang digunakan sebagai alat adalah kata yang
mengekspresikan ide dan perasaan, membangkitkan respons emosional, atau
menguraikan objek observasi dan ingatan. Misalnya, untuk mengungkapkan
perasaan “Sudah gaharu cendana pula” artinya sudah tahu bertanya pula.

2. Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan bahasa


tulisan ataupun lisan, tetapi menggunakan bahasa kial, gambar atau sikap.Proses
pemindahan pesan tanpa menggunakan kata – kata. Komunikasi Nonverbal dibagi
menjadi 3, yaitu:

a. Bahasa Kial

Bahasa kial menggunakan gerak tangan atau tubuh sebagai isyarat atau
lukisan suatu perbuatan. Gerakan tersebut mempunyai arti pesan dalam konteks
komunikasi. Misalnya ketika bidan memimpin persalinan terdengar gaduh di
luar. Lalu bidan keluar sambil menggeleng – gelengkan kepala.

b. Bahasa Gambar

Bahasa gambar mengekspresikan sikap pesan dalam komunikasi dalam


bentuk gambar. Misalnya gambar dilarang merokok.

c. Bahasa Sikap

Bahasa Sikap digunakan untuk menyampaikan pesan atau mengekspresikan


pikiran dan perasaan atau pendirian. Misalnya bungkam, dingin, dan tak acuh.
7. Unsur-Unsur Komunikasi

1. Pihak yang mengawali komunikasi/ sumber /komunikator

Pihak yang mengawali komunikasi untuk mengirim pesan disebutsender dan ia


menjadi sumber pesan ( source ). Pengirim yang dimaksud disini adalah orang
yang masuk ke dalam hubungan, baik interpersonal dengan diri sendiri,
interpersonal dengan orang lain dalam kelompok kecil atau dalam kelompok
besar.

2. Pesan yang dikomunikasikan / massage/ content/ informatio

Pesan yang dimaksud adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada


penerima. Agar dapat diterima dengan baik pesan hendaknya dirumuskan dalam
bentuk yang tepat, disesuaikan, dipertimbangkan berdasarkan keadaan penerima,
hubungan pengirim dan penerima, dan situasi waktu komunikasi dilakukan.

3. Media atau saluran yang digunakan untuk komunikasi dan gangguan –


gangguan yang terjadi pada waktu komunikasi dilakukan.
Media merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari
sumber kepada penerima pesan. Setelah dikemas pesan dapat disampaikan melalui
saluran ( chanel ) atau media. Media dapat berupa lisan ( oral ), tertulis atau
elektronik.

a. Media lisan

Dapat dilakukan dengan menyampaikan sendiri pesan secara lisan (oral ),


baik melalui telepon atau saluran yang lainnya kepada perorangan, kelompok
kecil, kelompok besar, atau masa. Keuntungan dari penyampaian pesan secara
lisan ini adalah si penerima pesan mendengar secara langsung tanggapan
atau pertanyaan, memungkinkan disertai nada atau warna suara, gerak- gerik
tubuh atau raut wajah, dan dapat dilakukan dengan cepat.

b. Media tertulis

Pesan disampaikan secara tertulis melalui surat, memo, hand- out,


gambar dll.keuntungannya adalah ada catatannya sehingga data dan
informasi tetap utuh tidak dapat berkurang atau tambah seperti
informasi lisan, memberi waktu untuk dipelajari isinya, cara
penyusunannya dan rumusan kata- katanya.

c. Media elektronik

Disampaikan melalui faksimili, email, radio, televisi. Keuntungannya


adalah prosesnya cepat, data bisa disimpan. Penggunaan media dalam
penyampaian pesan tentunya dapat mengalami gangguan atau masalah
sehingga dapat menghambat komunikasi. Gangguan itu dapat berupa hal- hal
yang dapat menggangu panca indera seperti suara terlalu keras atau lemah,
udara panas, faktor pribadi seperti prasangka, persaan tidak cakap dll.

4. Lingkungan/ situasi ketika komunikasi dilakukan

Lingkungan atau situasi ( tenpat, waktu, cuaca, iklim keadaan alam dan
psikologis) ialah faktor- faktor yang dapat mempengaruhi proses komunikasi.
Karena itu pada waktu berkomunikasi dengan orang lain kita perlu
memperhatikan situasi. Faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi empat macam,
yaitu lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan
dimensi waktu.

Lingkungan fisik yang dimaksud contohnya adalah keadaan geografi, ini dapat
menyebabkan kesulitan dalam komunikasi, hal ini bisa disebabkan karena jarak
yang jauh, dimana tidak terdapat fasilitas komunikasi seperti telepon, faksimili,
kantor pos dll. Faktor sosial menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi dan
politik bisa menjadi hambatan untuk komunikasi, misalnya kesamaan bahasa,
orang yang punya bahasa berbeda dan tidak saling memahami bahasa yang
digunakan maka dapat menimbulkan macetnya suatu komunikasi.

5. Pihak yang menerima pesan

Penerima pesan adalah pihak yang menerima pesan atau menjadi sasaran
pesna yang dikirim oleh sumber. Penerima biasa disebut juga dengan khalayak,
sasaran, komunikan, atau audi- ence/receiver.
dapat mengakibatkan berbagai masalah yang seringkali menuntut perubahan,
entah pada sumber pesan atau saluran. Penerima pesan ini bisa perorangan, atau
suatu kelompok, organisasi atau negara.

6. Umpan balik ( Feedback )

Umpan balik merupakan tanggapan penerima terhadap pesan yang diterima


dari pengirim. Tetapi ada juga yang beranggapan bahwa umpan balik terjadi
sebagai akibat pengaruh yang berasal dari penerima. Umpan balik ini dapat
berupa umpan balik positif atau negatif. Umpan balik positif bila tanggapan
penerima menunjukkan kesediaan menerima atau mengerti pesan dengan baik,
serta memberi tanggapan sesuai yang diinginkan pengirim. Umpan balik positif
ini bisa membuat komunikasi tetap berlanjut, urusan balik positif ini bisa
membuat komunikasi tetap berlanjut, urusan selesai dan hubungan tetap baik
atau bertambah baik.

Umpan balik negatif adalah umpan balik yang menunjukkan penerima pesan
tidak dapat menerima dengan baik pesan yang diterimanya. Umpan balik negatif
dapat benar atau salah. Benar jika cara penyampaiannya dilakukan dengan benar,
serta penafsiran pesan juga benar. Salah jika isi dan cara penyampaian pesan
dilakukan secara benar tetapi penafsiran penerima yang salah.

7. Komponen Komunikasi

Komponen dari proses komunikasi meliputi pengirim pesan ( sender ),


penerima pesan ( receiver ), pesan ( massage ), serta variable pesan (massage
variables ) yang meliputi komunikasi verbal dan nonverbal, bunyi ( noise ),
keterampilan komunikasi ( communication skill ), penempatan (setting ), media,
umpan balik ( feed back ), dan lingkungan (environment ).

a. Pesan

adalah informasi yang dikirim oleh pengirim pesan dan diterima oleh
penerima pesan. Pesan yang efektif adalah pesan yang jelas dan teroganisasi
serta diekspresikan oleh pengirim pesan.
b. Variabel Pesan

meliputi komunikasi verbal dan nonverbal, bunyi, keterampilan


komunikasi, penempatan, media, umpan balik dan lingkungan.

c. Komunikasi verbal.

Bahasa merupakan ekspresi ide atau perasaan. Kata- kata merupakan alat
atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan,
mengembangkan dan membangkitkan respons emosional, atau menguraikan
objek, observasi, dan ingatan.

d. Komunikasi nonverbal.

Merupakan penyampaian pesan tanpa menggunakan kata- kata. Perilaku


nonverbal yang umum adalah menangis, tertawa, berteriak atau menjerit,
dan mengerang. Bentuk lain dari komunikasi ini meliputi ekspresi wajah,
suara atau bunyi, isyarat, sikap tubuh, dan cara berjalan.

e. Suara atau bunyi.

Bunyi mengacu pada sistem komunikasi untuk menghindari penyampaian


pesan yang tidak akurat.

f. Keterampilan komunikasi.

Meliputi kemampuan pengirim dan penerima pesan untuk mengobservasi,


mendengar, mengklarifikasi, dan memvalidasi arti pesan.

g. Penempatan.

Mengacu pada tempat atau lokasi di mana komunikasi berlangsung.

h. Media.

Merupakan channels sensory yang membawa pesan. Channels sensory


meliputi pendengaran, penglihatan, peraba, perasa, dan penciuman. Sebagai
contoh, bidan melalui channelssensory penglihatan, melihat air mata klien.

i. Saluran komunikasi itu meliputi:

a) Pendengaran ( lambang berupa suara )


b) Rabaan ( lambang berupa rangsangan perabaan ).

j. Umpan balik.

Merupakan proses lanjutan dari pesan yang diterima. Penerima pesan


akan memberikan tanggapan atau pesan kembali kepada pengirim pesan.
Umpan balik ini membantu memberikan kejelasan kepada pengirim pesan
bahwa pesan yang dikirim dapat diterima dengan tepat oleh penerima pesan
atau sebaliknya. Respons verbal atau nonverbal dari penerima pesan
memberikan umpan balik kepada pengirim pesan.

k. Penerima pesan

Adalah decorder, yaitu seseorang yang menerima pesan. Pengiriman dan


penerimaan pesan terjadi secara bersamaan dan merupakan aktivitas dari
pengiriman pesan dan penerima pesan.

8. Proses Komunikasi

1. Perspektif psikologis

Ketika komunikator berniat akan menyampaikan pesan, dalam dirinya akan


terjadi proses encoding ( proses mengemas dan membungkus pikiran dengan bahasa
yang dilakukan komunikator ), hasil encoding berupa pesan itu kemudian
ditransmisikan kepada komunikan. Kemudian komunikan terlibat dalam proses
komunikasi intrapesonal. Proses dalam diri komunikan ini disebut decoding (seolah-
olah membuka kemasan atau bungkus pesan yang diterima dari komunikator ).

2. Perspektif mekanis

Ini berlangsung saat komunikator mentransfer dengan bibir atau tangan, pesan
sampai tertangkap komunikan. Ini dapat dilakukan dengan indera telinga atau
indera lainnya. Proses komunikasi ini bersifat kompleks karena bergantung situasi.
1. Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau


peristiwa. Persepsi ini dibentuk oleh pengharapan atau pengalaman. Perbedaan
persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. Misalnya, kata “ beton “
akan menimbulkan perbedaan persepsi antara ahli bangunan dengan orang awam.

2. Nilai

Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi bidan
untuk menyadari nilai seseorang. Bidan perlu berusaha untuk mengetahui dan
mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat
dengan klien. Dalam hubungan profesional, bidan diharapkan tidak terpengaruh
oleh nilai pribadi.Perbedaan nilai tersebut dapat dicontohkan sebagai berikut,
misalnya klien memandang abortus tidak sebagai perbuatan dosa, sementara bidan
memandang abortus sebagai tindakan dosa. Hal ini dapat menyebabkan konflik
antara bidan dengan klien.

3. Latar Belakang Sosial Budaya

Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor- faktor budaya.
Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi. Seorang remaja
putri yang berasal dari daerah lain ingin membeli makanan khas di suatu daerah.

Pada saat membeli makanan tersebut, remaja ini tiba- tiba menjadi pucat
ketakutan karena penjual menanyakan padanya berapa banyak cabai merah yang
dibutuhkan untuk campuran makanan yang akan dibeli. Apa yang terjadi ? remaja
tersebut merasa dimarahi oleh penjual karena cara menanyakan cabai itu seperti
membentak, padahal penjual merasa tidak memarahi remaja tersebut. Hal ini
dikarenakan budaya dan logat bicara penjual yang memang keras dan tegas
sehingga terkesan seperti marah bagi orang dengan latar budaya yang berbeda.

4. Emosi

Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti


marah, sedih, senang akan dapat mempengaruhi bidan dalam berkomunikasi
dengan orang
lain. Bidan perlu mengkaji emosi klien dengan tepat. Selain itu, bidan juga perlu
mengevaluasi emosi yang ada dirinya agar dalam melakukan asuhan kebidanan
tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.

5. Jenis Kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda. Tanned (2019)
menyebutkan bahwa wanita dan laki- laki mempunyai perbedaan gaya komunikasi.
Dari usia tiga tahun, wanita bermain dengan teman baiknya atau dalam group kecil,
menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan dan meminimalkan perbedaan, serta
membangun dan mendukung keintiman. Laki- laki di lain pihak, menggunakan
bahasa untuk mendapatkan kemandirian aktivitas dalam grup yang lebih besar, dan
jika ingin berteman, mereka melakukannya dengan bermain.

6. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan mempengaruhi komunikasi. Seseorang yang tingkat


pengetahuannya rendah akan sulit merespons pertanyaan yang mengandung bahasa
verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Bidan perlu mengetahui
tingkat pengetahuan klien sehingga dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya
dapat memberi asuhan yang tepat kepada klien.

7. Peran dan Hubungan

Gaya dan komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antarorang yang
berkomunikasi. Cara komunikasi seorang bidan dengan kolganya, dengan cara
komunikasi seorang bidan pada klien akan berbeda, tergantung peran. Demikian
juga antara orang tua dan anak.

8. Lingkungan

Lingkungan interkasi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana


yang bising, tidak ada privasi yang tepat, akan menimbulkan keracunan, ketagangan,
dan ketidaknyamanan. Misalnya, berdiskusi di tempat yang ramai tentu tidak
nyaman. Untuk itu bidan perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman
sebelum interaksi dengan klien.Begitu juga dengan lingkungan fisik. Tingkah laku
manusia berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya, saat seseorang
berkomunikasi dengan sahabatnya akan berbeda apabila berbicara dengan
pimpinannya.
Jarak dapat mempengaruhi komunukasi. Jarak tertentu akan memberi rasa
aman dan kontrol. Misalnya, individu yang merasa terancam ketika seseorang
tidak dikenal tiba- tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya. Hal
ini juga yang dialami oleh klien pada saat pertama kali berinterkasi dengan
bidan. Untuk itu, bidan perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada saat
melakukan hubungan dengan klien.

9. Citra Diri

Manusia mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, status sosial,


kelebihan dan kekurangannya. Citra diri terungkap dalam komunikasi.

10. Kondisi Fisik

Kondisi fisik mempunyai pengaruh terhadap komunikasi. Artinya, indra


pembicaraan mempunyai andil terhadap kelancaran dalam berkomunikasi.

10. Contoh Komunikasi Efektif Dalam Kebidanan

Mengetahui contoh komunikasi efektif dalam kebidanan merupakan salah satu


langkah yang bagus terutama untuk mendapatkan informasi mengenai bagaimana
praktek komunikasi yang baik bisa diterapkan kepada pasien. Sebagaimana kita ketahui,
proses persalinan bisa menjadi sebuah pengalaman baru dan pertama bagi seorang ibu.

Tugas bidan sebagai penolong persalinan tentu harus bisa menyediakan pelayanan
yang optimal sehingga ibu tidak merasa khawatir atau cemas dan melakukan persalinan
dengan baik. Inilah alasan mengapa komunikasi yang efektif bisa menjadi begitu
penting.

Komunikasi yang efektif mengandung makna bahwa komunikasi dilakukan dengan


baik dan tidak terlalu tergesa-gesa. Fokus utama dalam komunikasi kebidanan adalah
bagaimana menerapkan komunikasi terapeutik dengan cermat tetapi juga tidak
memakan waktu banyak. Berikut ini adalah beberapa macam uraian komunikasi efektif
yang bisa kita perhatikan contohnya sehingga bisa memudahkan aplikasi yang ada
selama praktek kebidanan.
disampaikan kepada pasien tanpa harus banyak bertele-tele. Sebagai contoh,
hindari menggunakan pernyataan yang diulang seperti, ”Ini kehamilan yang keberapa
ibu? Anak yang keberapa ibu?”. Dua pertanyaan tersebut sebenarnya sama

1. Menggunakan Pertanyaan Terbuka

Pertanyaan terbuka memberikan kesempatan pada bidan untuk sekali bertanya,


tetapi mampu mendapatkan jawaban yang lebih banyak. Bidan bisa melakukan ini
dalam rangka untuk mempercepat proses pengkajian pada pasien. Untuk
menggunakan pertanyaan terbuka, kalimat pertanyaan bisa lebih diperbanyak
menggunakan kata “bagaimana”.

2. Memberikan Kesempatan Pasien untuk Berbicara

Memberikan kesempatan pasien untuk berbicara sebenarnya hampir sama dengan


bagaimana kita bisa menjadi pendengar aktif. Ini ditunjukkan dengan sikap tidak
menyela pembicaraan selama klien menyampaikan informasi kepada bidan. Biarkan
pasien mengungkapkan apa saja yang menjadi keluhannya sehingga kita cukup
mendengarkan saja terlebih dahulu.

3. Memberikan Umpan Balik pada Pasien

Setelah klien berbicara banyak mengenai kondisinya, tugas selanjutnya adalah


memberikan umpan balik pada pasien. Ini adalah contoh komunikasi efektif dalam
kebidanan yang kadang kurang diperhatikan. Umpan balik atau respon penting
supaya pasien juga merasa nyaman dan diperhatikan setelah berkomunikasi dengan
bidan,

4. Instruksi yang Tepat dan Jelas

Strategi komunikasi efektif selanjutnya adalah tentang pemberian instruksi yang


tepat dan juga jelas. Ini bukan berarti seberapa keras volume suara bidan harus
digunakan tetapi lebih kepada bagaimana bidan bisa menjelaskan dengan baik pada
klien. Entah itu pada saat masa ante natal care atau pada saat proses persalinan,
pemberian instruksi yang jelas bisa membuat klien paham mengenai apa yang harus
ia lakukan.

5. Tidak Terlalu Banyak Bahasa Medis

.
Pastikan klien memahami apa yang kita sampaikan sehingga informasi bisa
diterima dengan baik.

6. Memperhatikan Respon Non Verbal

Kepekaan terhadap respon non verbal juga merupakan modal penting seorang
bidan untuk bisa memberikan asuhan kebidanan yang baik. Respon non verbal
biasanya ditunjukkan dalam bahasa tubuh pasien, seperti misalnya gerakan
menggeleng kepala, pandangan yang tidak fokus atau kaki yang sering bergerak-
gerak. Semuanya menunjukkan respon kurang begitu nyaman sehingga bidan bisa
menanyakan apa yang dirasakan klien terlebih dahulu.

7. Melakukan Evaluasi Komunikasi

Evaluasi komunikasi penting dilakukan untuk melakukan validasi, apakah


informasi yang sudah disampaikan diterima dengan baik atau tidak. Bila perlu, minta
klien untuk menjelaskan ulang secara singkat.

11. Bentuk Komunikasi

1. Komunikasi Massa

Komunikasi massa ialah komunikasi melalui media masa modern yang meliputi
surat kabar, siaran radio dan televisi. Komunikasi massa menyiarkan informasi,
gagasan, dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak
menggunakan media melakukan komunikasi massa ini kebih sukar dibanding
komunikasi antar pribadi.

2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi antara


dua orang atau lebih secara tatap muka (R. Wayne Pace, 2016). Sedangkan
menurut Joseph A. Devito komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman
dan penerimaan pesan- pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil
orang – orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.

a. Menurut sifatnya komunikasi interpersonal dibedakan menjadi dua


yaitu:
a) Komunikasi triadik yaitu adalah komunikasi antar pribadi yang
pelakunya lebih dari tiga orang yakni seorang komunikator dan dua
orang komunikan. Komunikasi interpersonal berlangsung secara dialogis
sehingga memungkinkan interkasi dan dianggap sebagai komunikasi
yang paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan
perilaku komunikan, karena dilakukan secara tatap muka.
b. 3 perilaku dalam komunikasi interpersonal yaitu :

a) Perilaku spontan ( spontaneus behaviour ) adalah perilaku yang dilakukan


berdasar desakan emosi dan dilakukan tanpa sensor serta revisi secara
kognisi.
b) Perilaku menurut kebiasaan ( script behaviour ) adalah perilaku
berdasarkan kebiasaan kita. Perilaku itu khas dilakukan pada suatu
keadaan misal mengucapkan selamat pagi dll.
c) Perilaku sadar (contrived behaviour ) adalah perilaku yang dipilih
berdasarkan situasi yang ada.
c. Kompetensi dan kecakapan komunikasi interpersonal

Agar berjalan sesuai yang diharapkan diperlukan kemampuan dan


kecakapan dalam melakukan komunikasi interpersonal. Kompetensi
komunikasi adalah tingkat dimana perilaku kita dalam komunikasi
interpersonal sesuai dan cocok dengan situasi dan membantu kita mencapai
tujuan komunikasi interpersonal yang kita lakukan dengan orang lain.

d. Komunikasi intrapersonal

Adalah penyampaian pesan seseorang kepada dirinya sendiri. Komunikasi


interpersonal : Penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain, bersifat
dua arah, secara verbal maupun non verbal. Misalnya : komunikasi antara
bidan denganklien. Komunikasi intrapersonal yang baik memberikan dasar
bagi komunikasi interpersonal yang baik. Salah satu output dari komunikasi
intrapersonal adalah kepercayaan diri dan keberanian untuk berkomunikasi.
Bersamaan dengan itu, diperlukan kemampuan mendengar yang baik,
sehingga tercipta komunikasi dua arah yang baik pula. Untuk
meningkatkan kepercayaan diri, ada beberapa cara yang dapat dilakukan
yaitu :

a) Mengatur fisiologi tubuh seperti mengatur nafas, mengatur gerakan


kaki atau tangan yang tidak perlu dan tidakdisadari
b) Melakukan proses kognitif di dalam pikiran seperti : defusi (Bicaralah
dalam hati : “thank you mind,thank you for sharing”), kepasrahan – sikap
nothing to loose (Bicaralah dalamhati: “Ya Tuhan aku memang gugup
tapi aku pasrahkan kepada-Mu”)
c) Menceritakan kelebihan diri dan mengakses keberhasilan masa lalu
sehingga timbul self esteem (kebanggaandiri).Ingatlah bahwa bangga
berbeda dengansombong
d) Hindari bersikap perfeksionis karena SEMPURNA itu JEBAKAN. Tidak
ada kegagalan dalam berbicara, yang ada hanyalah feedback.
Klien sangat merasa dihargai oleh bidan yang mendengar mereka dengan
positif dan penuh empati. Mendengar adalah keterampilan komunikasi yang
paling banyak dibanding dengan keterampilan komunikasi yang lain.
Penelitian Barker (2017) menunjukkan bahwa:

a) 53 % komponen komunikasi adalahmendengar

b) 17 %membaca

c) 16 %berbicara

d) 14 %menulis

Oleh karena itu keterampilan mendengar adalah keterampilan dasar yang


sangat bermanfaat (valuable skill) yang harus dipelajari. Empat bentuk
Mendengarkan :

a) Mendengarkan pasif(diam)

b) Memberi tanda perhatian verbal seperti : oh gitu, ya,terus

c) Membuka pintu, undangan untuk berbicara yaitu mengajukan pertanyaan


untuk mendalami danklarifikasi
merefleksikan isi ucapan (paraphrasing) dan terutama refleksi
perasaan. Disertai dengan tanggapan non verbal yangsesuai

Hal-hal yang harus dihindari dalam proses active listening:

a) Menasehati

b) Pengungkapan diri untuk menunjukkansimpati

c) Tidakpeduli

d) Memerintah

e) Menakut-nakuti

f) Berkhotbah

g) Mengadili

h) Mengejek

i) Menganalisa

j) menunjukkansimpati

k) Mengalihkanperhatian

Tanggapan yang LEBIH TEPAT adalah dengan cara:

a) Merefleksi isi,merangkum

b) Merefleksikanperasaan

e. Refleksi isi

Adalah merefleksi isi percakapan pasien dengan mengungkapkan kembali


dengan kata-kata lain apa yang dianggap sebagai inti (Parafrasing) dari apa
yang baru dikatakan pasien.

Merefleksi isi adalah menggunakan sebagian dari kata-kata bidan yang


ditambah dengan kata-kata pasien. Cara melakukan refleksi isi (Para
frasing) adalah dengan menggunakan kata-kata seperti : “Jadi dengan kata
lain“ Dari yang saya tangkap maksud ibu“Jadi yang terjadi adalah “Maksud
ibu,bahwa”
f. Refleksi perasaan
Ada beberapa respon non verbal yaitu :

a) Proksemik : Jarak (contoh : bidanmendekat)

b) Kinesik (Fasial/wajah dan Gestur/Gerakan sebagian anggota badan


(contoh : bidan condong ke depan dan mimik wajahserius/prihatin)
c) Paralingustik : tinggi rendah, tempo, nada, ritme suara (contoh : bidan
memelankan suara saat pasiensedih)
g. Empati

Mendengar aktif adalah sebuah bentuk dari sikap empati. Komunikasi


antara bidan dan klien dapat berjalan efektif jika bidan dapat memberikan
sikap/respon empati kepada klien yang dihadapi. Empati adalah kemampuan
bidan untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dialami klien
sehingga bidan tanpa harus larut dalam suasana hati klien.

Empati merupakan tingkatan tertinggi dari proses rapport (jalinan


hubungan) antara seorang bidan dengan kliennya. Respon empati dapat
dilakukan melalui mendengar empati dan berbicara empati kepada klien. Mirip
dengan mendengar, empati juga memiliki beberapa tahapan yang akan
dijelaskan dalam kuliah. Byloun and Makoul (2019) dimana terdapat 6 level
empati yaitu:

Level 0 : Bidan menolak sudut pandangpasien

Level 1 : Bidan mengenali sudut pandang pasien secara


sambillalu Level 2 : Bidan mengenali sudut pandang pasien
secaraimplisit Level 3 : Bidan menghargai pendapatpasien

Level 4 : Bidan mengkonfirmasi kepadapasien


Level 5 : Bidan berbagi perasaan danpengalaman

Fieldman dan Christensen (2018) memberikan 5 keterampilan empatik


yang mudah dipahami dan dipraktekkan :

a) Reflection : “Ibu tampaksedih”


b) Validation : “Saya mengerti bapak marah dengan kondisiini”
c) Support :”Bapak telah melakukan hal yang baik dalam mengatasi
kesedihanbapak”
d) Partnership : “Kita dapat bekerjasama untuk membuat ibu merasa
lebihbaik”
e) Respect :”Anda telah melakukan perbuatan yang penuh kebaikan kepada
pesainganda.

Selain itu, diperlukan respon non verbal yang sesaui. Antara lain:

a) Mencondongkan badan ke arahklien

b) Menganggukkankepala

c) Kontakmata

d) Mimik muka perhatian dan merasakan apa yang dirasakanklien

h. Rapport Building atau membangun kedekatan

Adalah hal mendasar dalam hubungan bidan dengan klien. Hubungan


yang baik dibangun dari kesan pertama. Kesan pertama turut menentukan
tingkat kepercayaan klien terhadap bidan yang menanganinya. Salah satu hal
yang dilihat klien dari diri tenaga kesehatan yang menanganinya adalah
penampilan.

Penampilan merupakan salah satu bentuk komunikasi non verbal yang


memiliki pengaruh besar terhadap persepsi seseorang terhadap
lawanbicara.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa standar layak
penampilan tenaga kesehatan menurut persepsi masyarakat meliputi :

a) Berpenampilan formal (baik dari segi pakaian dan sepatu). Dalam hal ini,
pemakaian rok lebih disukai bagi tenaga kesehatan perempuan). Sepatu
yang dimaksud di sini adalah yang menutupitumit.
b) Mengenakan jasputih

c) Rapi, baik dalam hal pakaian maupunrambut

d) Bersih

e) Asesoris dan dandanan yangwajar


wawancara.

Salah satu tujuan melakukan wawancara dengan klien adalah menggali


informasi lebih dalam tentang kondisi klien sehingga seorang bidan dapat
memberikan bantuan yang tepat. Informasi yang didapat diusahakan harus
akurat, lengkap dan relevan. Untuk mendapatkan informasi tersebut
dibutuhkan hubungan yang baik antara bidan dan klien.

i. History Taking

Salah satu tujuan melakukan wawancara (History Taking) dengan klien


adalah mendapatkan informasi tentang kondisi klien sehingga seorang bidan
dapat memberikan bantuan yang tepat. Informasi yang didapat diusahakan
harus akurat, lengkap dan relevan. Cara yang paling baik mendapatkan
informasi adalah dengan bertanya.

Bidan harus memiliki kemampuan bertanya baik memberikan pertanyaan


terbuka maupun tertutup (open and closed questions). Berbagai kelemahan
sering dilakukan bidan dalam memberikan pertanyaan seperti:

a) Bertanya terlalu banyak pertanyaan sehingga tidak memberi kesempatan


yang cukup bagi klien untuk menceritakan masalahanya dengan
bahasanya sendiri
b) Pertanyaan terlalu panjang, kompleks dan membingungkan

c) Pertanyaan menimbulkan bias pemahaman

Wawancara dapat digunakan untuk mengetahui riwayat medis pasien,


serta dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis pasien. Keberhasilan
tatalaksana 70-89% ditentukan oleh pengambilan informasi awal/anamnesa.

Tanpa penggalian informasi yang akurat, bidan dapat terjerumus ke


dalam sesi penyampaian informasi (termasuk nasehat, sugesti dan konseling)
yang kurang tepat. Akibatnya pasien tidak melakukan sesuai yang telah
dianjurkan bidan.
Sebelum sesi ini diawali perlu ditanyakan data dasar pasien. Yang
termasuk data dasar pasien adalah nama, alamat, usia, pekerjaan, pendidikan,
status perkawinan, dan berbagai data yang biasanya telah tertulis didalam
lembar catatan medis pasien. Sebaiknya bidan harus mengenal dulu nama
pasiennya dengan membaca status yang ada sebelum melakukan anamnesis
untuk menggali keluhanpasien.( Kurtz, Silverman, Draper(2017))

3. Komunikasi intrapersonal/intrapribadi/intrapersonal communication

Merupakan proses komunikasi yang terjadi pada diri seseorang. Orang tersebut
berperan sebagai komunikator maupun komunikan, orang berbicara sendiri,
berdialog sendiri dan dijawan sendiri. Terjadinya proses komunikasi ini karena
seseorang yang memberi arti terhadap suatu objek yang diamati atau tersirat dalam
pikirannya. Dalam proses pengambilan keputusan biasanya dihadapkan pada
jawaban ya atau tidak. Untuk menjawabnya perlu pemikiran yang bisa dilakukan
dengan komunikasi intrapersonal atau dengan diri sendiri.

4. Komunikasi kelompok

Komunikasi kelompok atau group communication adalah komunikasi yang


berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang jumlahnya
lebih dari dua orang. Sekelompok orang yang menjadi komunikan bisa sedikit atau
banyak. Jika komunikan dalam kelompok kecil maka disebut komunikasi kelompok
kecil (small group communication ), dan jika jumlahnya banyak maka disebut
komunikasi kelompok besar ( large group communication ).

Secara teoritis dalam ilmu komunikasi yang membedakan kelompok kecil atau
besar bukan dari jumlahnya secara matematis tetapi berdasarkan kualitas proses
komunikasi.Adapun karakteristik yang membedakan antara kelompok kecil dan
besar adalah :

a. Komunikasi kelompok kecil

Adalah kelompok yang ditunjukkan kepada kogniktif komunikan dan


prosesnya berlangsung secara dialogis ( umpan balik terjadi secara verbal

).Dalam kelompok kecil komunikator menunjukkan pesannya pada benak


komunikan misalnya kuliah, ceramah, diskusi, rapat dll. Dalam situasi ini
logika berperan penting dan komunikan dapat menilai logis tidaknya uraian
komunikator.

b. Komunikasi kelompok besar

Komunikasi kelompok besar adalah komunikasi yang ditujukan kepada


efeksi komunikan ( hatinya atau perasaan ) dan proses brlangsung liner.
Umumnya komunikan bersifat heteregon dari jenis kelamin, usia, jenis,
pekerjaan, tingkat pendidikan, agama dll.

12. Komunikasi Efektif

Komunikasi efektif menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp dalam bukunya An
Introduction to Interpersonal Communication mengatakan bahwa komunikai yang efektif
dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (acurancy ) yang paling tinggi derajatnya
antara komunikator dan komunikan dalam setiap situasi.

Komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan komunikan terdapat
persamaan dalam pengertian, sikap dan bahasa. Melakukan komunikasi efektif tidak
mudah, beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang
melakukan komunikasi yang benar- benar efektif. Ada banyak hambatan yang dapat
merusak komunikasi.

1. Pengertian Komunikasi Efektif

Komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap ( attitude change ) pada


orang yang terlihat dalam komunikasi. Tujuan komunikasi efektif adalah memberi
kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi dan penerima
sehingga bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman dan umpan balik seimbang, dan
melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik. Komunikasi efektif adalah
komunikasi di mana :

a. Pesan diterima dan dimengerti sebagaimana yang dimaksud oleh pengirimnya.

b. Pesan disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti dengan perbuatan yang


diamati oleh pengirim. Tidak ada hambatan untuk melakukan apa yang
2. Proses Komunikasi Efektif

Suksesnya proses komunikasi sehingga dapat menghasilkan komunikasi yang


efektif tentu saja dipengaruhi oleh banyak faktor baik itu faktor dari komunikator
maupun dari komunikan. Willbur Schramm menampilkan “ the condition of succsess
communication ” sebagai berikut :

a. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat


menarik perhatian komunikan. Untuk merancang suatu pesan yang dapat
menarik perhatian ini sebaiknya komunikator harus mencari tahu dulu
karakteristik orang yang akan kita beri pesan. Selain itu penyampai pesan
yang menarik dan mudah dipahami.
b. Pesan harus menggunakan lambang- lambang tertuju kepada pengalaman yang
sama antara komunikator dan komunikan dengan beberapa metode dan tidak
hanya secara lisan. Pesan yang disampaikan dengan melibatkan beberapa panca
indera misal dapat dilihat, didengar dan diraba akan lebih mudah dimengerti
daripada pesan itu hanya disampaikan secara lisan.
c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikasi dan menyarankan
beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. Jadi pesan sesuai harapan
atau sesuai kebutuhan penerima pesan. Pesan yang disampaikan akan terasa
membosankan dan tidak ada arti bagi penerima pesan apabila pesan itu tidak
dibutuhkan.
d. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan, dimana
komunikan digerakkan untuk memberikan tanggapan sesuai yang dikehendaki.
Solusi pemecahan masalah harus dikemukakan untuk dapat membantu klien
keluar dari masalahnya.

3. Unsur-Unsur Dalam Membangun Komunikasi

Dengan mengidentifikasi unsur dalam komunikasi efektif ke dalam lima sikap ( cara

) dan teknik untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat


memfasilitasi komunikasi yang terapeutik sebagai berikut :
Kontak mata pada level yang sama berarti mengahargai klien dan
menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

a. Membungkuk ke arah klien.

Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan


sesuatu

b. Mempertahankan sikap terbuka.

Dalam arti tidak melipat kaki atau tangan. Menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi.

c. Tetap relaks.

Sikap relaks dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi


dalam memberi respons pada klien.

d. Isyarat vokal.

Yaitu isyarat paralinguistik, termasuk semua kualitas bicara nonverbal.


Misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama, dan kecepatan bicara.

e. Isyarat tindakan.

Yaitu semua gerakan tubuh, termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.

f. Isyarat objek.

Yaitu objek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang
seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.

g. Ruang.

Memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang, hal ini
didasarkan pada norma- norma sosial budaya yang dimiliki.

h. Sentuhan.

Yaitu kontak fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi nonverbal
yang paling personal. Respons seseorang terhadap tindakan ini sangat
dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis
kelamin, usia dan harapan.
1) Menggunakan empati dengan berusaha menempatkan diri ditempat
penerima.
2) Mempertajam persepsi dengan membayangkan bagaimana pesan akan
diterima, dibaca, ditafsir dan ditanggapi oleh penerima.
3) Mengendalikan bentuk tanggapan dengan menggunakan kode atau
lambang yang tepat dan saluran yang sesuai.
4) Bersedia menerima umpan balik positif maupun negatif.

5) Mengembangkan kredibilitas diri sehingga dapat dipercaya karena


kualitas pribadi, mutu hidup dan keahlian profesional.
6) Mempertahankan hubungan baik dengan penerima.
Sebagai penerima

7) Meningkatkan kemampuan untuk mendengarkan sampai mampu


mendengarkan dengan empatik.
8) Waspada terhadap prasangka, bias, dan apriori dan sikap tidak terbuka
dari kita.
9) Mengembangkan kecakapan menyampaikan umpan balik secara
konstruktif.
10) Berusaha berfikir kreatif terhadap pesan yang diterima.

11) Bersikap terbuka tetapi kritis.

12) Benar- benar mengerti pesan komunikasi, jangan malu bertanya apabila
pesan belum kita tangkap atau tidak dimengerti.
13) Saat mengambil keputusan sadar akan tujuannya.

Keefektifan komunikasi antar pribadi dipengaruhi oleh faktor- faktor berikut:

1) Keterbukaan yaitu kesediaan membuka diri, merasakan pikiran dan


perasaan orang lain, mereaksi pada orang lain.
2) Empati, yaitu mengahayati perasaan orang lain.

3) Mendukung yaitu kesediaan secara spontan untuk menciptakan suasana


yang bersifat mendukung.
4) Positif yaitu menyatakan sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
lain dan situasi.
5) Keseimbangan yaitu mengakui bahwa kedua belah pihak mempunyai
kepentingan yang sama, pertukaran informasi secara seimbang.
6) Percaya diri yaitu merasa yakin pada diri sendiri, bebas dari rasa malu.

7) Kesegaran yaitu segera melakukan kontak disertai rasa suka dan


berminat.
8) Manajemen interaksi yaitu mengendalikan interaksi untuk memberikan
keputusan kepada kedua belah pihak.
9) Pengungkapan yaitu keterlibatan secara jujur dalam berbicara dan
menyimak baik secara verbal maupun nonverbal.
10) Orientasi kepada orang lain yaitu penuh perhatian, minat dan
kepedulian kepada orang lain.
TOPIK 9

MEDIA SOSIAL DAN PROFESIONALISME

1. Pengertian Media Massa Dan Kekuasaan Media

Media massa adalah institusi mediasi yang menghubungkan individu anggota engan
segala peristiwa dalam dunia kehidupan sosialnya. Keterhubungan ini disarani oleh
informasi yang merayap melalui setiap interaksi antar individu.Dengan demikian maka
sebenarnya media dan masyarakat menjadi dua entitas sosial yang hanya bisa dibedakan
tanpa bisa dipisahkan.

Athony Giddess secara luas mendefinisikan kekuasaan sebagai transformative capacity


yaitu sebagai kemampuan mengadakan intervensi dalam peristiwa tertentu yang
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk tindakan atau sikap sesuai yang
dikehendaki.Waters mengatakan argumen yang subtantif tentang kekuasaan yang
dijabarkan sebagai berikut:

1. Bahwa kekuasaan berimplikasi pada keberadaan sosial tertentu (aktor individu,


aktor kolektif, atau struktur) yang memiliki konsekuensi pada yang lainnya.
uatu entitas tertentu dapat mengontrol yang lainnya.
2. Kekuasaan selalu berdasarkan hubungan spesifik tentang distribusi sumber dalam
masyarakat.
3. Kekuasaan menunjukkan derajat konsentrasi.

4. Kekuasaan melibatkan hampir semua hubungan manusia.

5. Kekuasaan melahirkan relasi spesifik pada maksud manusia atau teologi

6. penggunaan kekuasaan menunjukkan spesialisasi dalam institusi sosial yang disebut negara
atau politik.
Dapat disimpulkan bahwa kekuasaan adalah sumber daya yang dimiliki oleh seseorang
atau sekelompok orang yang memungkinkannya mendapatkan perilaku menyesuaikan dari
pihak lan. Media beroperasi didalam masyarakat. Media bergerak mensarani penyebaran
kekuasaan yang cenderung timpang di antara individu-individu, kelompok dan kelas sosial.
Selalu ada kekuasaan dalam masyarakat.Kekuasaan beroprasi dalam interaksi antar
meliputi mengarahkan perhatian, membujuk, membangun persepsi untuk mengubah
sikap dan lain-lain yang semuanya diarahkan agar orang lain atau kelompok lain bersedia
dengan sukarela mengikuti kehendak pemilik kekuasaan. Siapa yang mengendalikan media
cenderung lebih terfasilitasi dalam perolehan kekuasaan. Dengan demikian maka hubungan
antar media masyarakat juga sangat tergantung pada sistem sosial yang hidup dalam
masyarakat bersangkutan.

Penting diketahui bahwa jika melihat kekuasaan media kita akan mendapatkan dua
persoalan besar yakni:Keefektifan media sebagai sarana untuk mencapai tujuan kekuasaan
tertentu dan pemilik kekuasaan yang membonceng media massa .Keefektifan media sebagai
sarana pencapaian tujuan akan menuntun pikiran pada adanya model komunikasi
persuasi,mobilisasi,indoktrinasi.Artinya adalah bahwa media massa dipakai sebagai sarana
pelaksanaan kekuasaan melalui sejumlah cara tertentu sehingga media berkecenderungan
terfasilitasi mendapatkan kepatuhan.

Persoalan kedua tentang kekuasaan media sebagaimana telah disebutkan adalah terkait
dengan pertanyaan siapa dan untuk tujuan apa di balik adaya media.Tak satupun media
diproduksi tanpa kandungan kepentingan dari seseorang,kelas tertentu,kelompok
kepentingan,atau masyarakat secara keseluruan.Dalamsejumlah hal,produksi media
tergantung kepada suatu kepentingan.Ketergantungan ini pada akhirnya membatasi
kemandirian yang semestinya menjadi karakter yang di pertahankan.Karena kekuasaan
adalah hal yang relasional maka sebenarnya kerisauan terhadap kemandirian media atau
ketidakleluasaan media sebagai akibat ketergantungan dalam produksinya tidaklah harus
direspons secara pesimistis.

Intinya kekuasaan media ditentukan dari cara pandang bekerjanya kekuasaan.Hal ini
dapat dilihat pada penggunaan media untuk pengirim dan untuk kepentingan
penerima.Ketegangan dalam penggunaan media antara pengirim pesan dan penerima pesan
inilah yang akan menjelaskan bekerjanyarelasi kekuasaan dalam media massa.
dunia. Pendapat lain mengatakan bahwa media sosial adalah media online yang
mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis web yang
mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif. Andreas Kaplan dan Michael Haenlein
mendefinisikan media sosial sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang
membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan
penciptaan dan pertukaran user-generated content”.

Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page
pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan
berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Myspace, dan Twitter. Jika
media tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast, maka media sosial
menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpertisipasi
dengan memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, memberi komentar, serta
membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas. Saat teknologi internet dan
mobile phone makin maju maka media sosial pun ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk
mengakses facebook atau twitter misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja
hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone.

Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya


fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di
Indonesia. Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan
media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita. Pesatnya perkembangan
media sosial kini dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk
memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar
dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media. Seorang pengguna media
sosial bisa mengakses menggunakan social media dengan jaringan internet bahkan yang
aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri
tanpa karyawan. Kita sebagai pengguna social media dengan bebas bisa mengedit,
menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model
content lainnya.

Fungsi lebih mengacu pada kegunaan suatu hal dalam hal ini adalah kegunaan
atau manfaat dari sosial media itu sendiri:

1. Sebagai media komunikasi


2. Memberikan informasi kepada masyarakat dalam bentuk berita
3. Sebagai media pendidikan

4. Pemberitaan mengandung nilai dan norma tertentu dalam masyarakat yang baik

5. Sebagai media hiburan

6. Lebih bersifat sebagai sarana hiburan

7. Sebagai lembaga ekonomi

8. Mendatangkan keuntungan financial

3.
4. PENGARUHNYA MEDIA TERHADAP MASYARAKAT

Media massa secara teoretis memiliki fungsi sebagai saluran informasi,saluran


pendidikan dan saluran hiburan namun nyatanya media massa memberi efektif lain diluar
fungsinya itu.Efek media massa tidak saja mempengaruhi sikap seseorang namun pula
dapat memengaruhi perilaku,bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat
memengaruhi sistem-sistem sosial maupun sistem budaya masyarakat.

Efek media dapat pula memengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga
dengan cepat memengaruhi mereka,namun juga memberi efek dalam waktu yang
lama,sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam waktu
yang lama.Hal tersebut karena efek media massa terjadi secara disengaja,namun juga ada
efek media yang diterima masyarakat tanpa disengaja.

Ibarat sebuah bola yang menggelinding di lapangan pertandingan,efek media


sangat tergantung dari siapa yang menendang bola itu,dalam kondisi bola itu ditendang
serta bagaimana kondisi lawan sehingga kadang menghasilkan skoryang dapat
direncamakan namun kadang skor itu tercipta tanpa direncana sama sekali.

Pengaruh media massa pada pribadi Secara perlahan-lahan namun efektif, media
membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya
dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari.

Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak


bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak,
atau apakah ia telah memenuhi standar itu dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa
yang pemirsa lihat dari media.
keluarga tersebut, dimana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna
sehingga kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau
mereka mulai menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi
pada tokoh tersebut.

Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian


yang lebih baik,pintar,cantik/tampan,dankuat.Contohnya anak-anak kecil dengan cepat
mengidentifikasikan mereka sebagai penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja
seperti tokoh Disney. Bagi pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan
lebih halus, mungkin remaja ABG akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara
mereka berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka mengkomunikasikan
gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka
secara lebih halus. Mungkin saat kita menyisir rambut kita dengan cara tertentu kita
melihat diri kita mirip “gaya rambut lupus”, atau menggunakan kacamata ala “Catatan
si Boy”.

Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai
penonton atau pendengar, mereka juga menjadi “penentu”, dimana mereka menentukan
arah media populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.Penawaran
yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung pemirsanya menjadi lebih baik atau
mengempiskan kepercayaan dirinya. Media bisa membuat pemirsanya merasa senang
akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain.

Dampak Positif

Kesan positif media massa terhadap masyarakat ialah masyarakat akan memperoleh
sesuatu berita dengan lebih pantas. Contohnya berita pengeboman WTC dan peperangan
di Iraq,walaupun berada di negara yang berbeda namum maklumat dan informasi dengan
pantas melalui media massa. Hal ini akan menyebabkan masyarakat bersikap lebih peka
terhadap isu-isu masyarakat.Karena apabila adanya interaksi dua hal antara sesuatu
masyarakat dengan masyarakat yang lain maka menyebabkan kita tidak melihat dari sudut
pandangan berdasarkan kaca mata kita saja.Sebaliknya kita akan membuat penilaian
mengenai masyarakat luar juga. Pertukaran idea dan pendapat ini mampu mendorong
masyarakat untuk berusaha ke arah yang lebih baik. Selain itu media amat mempengaruhi
kesan kognitif media seperti pembentukkan sikap yaitu perkara yang berlaku dalam
persekitaran yang berkaitandengan ekonomi, politik, agama, kemanan.Apabila adanya
penyertaan oleh masyarakat itu sambutan yang ditunjukkan menggalakkan maka hanya
menjustifikasikan bahawa khalayak mampu dipengaruhi oleh media massa.

Dampak Negatif

Media massa akan mempengaruhi masyarakat ketika pola pemerintahan yang


dianut oleh negara tersebut menganut sistem pers liberalisme dan sistem pers tanggung
jawab sosial. Apa itu sistem pers liberalisme? Yaitu sistem pers yang mana semua
informasi, pesan, stimulis bebas disebar dan tidak ada larangan dari sistem
pemerintahan tersebut.Sistem pers tanggung-jawab sosial adalah sistem pers yang
sebebas apapun berita yang di sebar pemerintah masih turut adil dalam menyaring atau
memfilterasi berita yang masuk dan berita keluar.Sistem pers ini dilindungi oleh hukum
yang berlaku yaitu undang- undang.Dan Indonesia merupakan salah satu contoh sistem pers
tanggung-jawab sosial.

Di era globalisasi zaman sekarang, semua serba modern.Setiap perubahan terasa


sangat cepat.Trend fashion, musik, selera makanan-minuman, semua berubah terasa sangat
cepat.Berbeda dengan zaman dahulu yang semua pergerakan terasa lamban dan tidak
terburu-buru. Begitu juga dengan media massa. Media massa di zaman era globalisasi
terasa begitu cepat penyebarannya. Media massa menjadi wadah untuk menampung berita-
berita tersebut dan siap di sebar luaskan ke publik. Peran media massa di era globalisasi ini
adalah, dengan adanya televisi, radio, majalah, film, surat kabar mengakibatkan berita yang
tersebar semakin tidak berkualitas bahkan terkadang melanggar hukum walaupun
penyebarannya semakin cepat.

Sering kali sekarang banyak pemberitaan yang melakukan adegan kekerasan,


menampilkan suatu aksi pornografi, musik yang disampaikan juga tidak sesuai umur yang
mengakibatkan efek negatif dari anak-anak dibawha umur.Pengawasan orang tua menjadi
hal yang paling penting disini.Tetapi, di era globalisasi ini, terkadang orang tua ingin
sesuatu yang praktis.

Mereka tidak begitu perduli dengan apa yang media massa sampaikan ke publik.
Dan terkadang pola pikir dari anak-anak dibawha umur tersebut sudha terlanjur “terbius”
oleh dampak media massa, sehingga nasihat-nasihat yang orangtua berikan tidak
berpengaruh apa-apa.
Dampak negatif yang lainnya adalah, media massa zaman sekarang bisa “diatur”
penyiarannya. Di era globalisasi ini banyak sekali orang yang menghalalkan segala cara.
Jadi media massa yang menjadi wadah untuk menyampaikan berita pun menjadi
tertular.Banyak sekarang beberapa Stasiun TV mempropagandakan suatu pesan untuk
mendukung tokoh tertentu.

Contoh: Iklan Partai Nasdem terdapat di Stasiun Metro TV, RCTI, Trans TV,
Trans 7. Seharusnya seorang yang bergelut dibidang pers itu bersifat netral.Mengapa
netral?Karena mereka adalah jembatan yang menghubungkan komunikator dengan
komunikan.Dengan adanya sifat berpihak tersebut membuat berita yang disampaikan
dari komunikator ke komunikan menjadi tidak murni lagi.Isi dari pemberitaan terkesan
sudah di manipulasi sehingga berita yang tersebar seakan-akan berita benar dan aktual
padahal kenyataannya berita itu palsu.

5. Profesionalisme Bidan

a. Pengertian Profesional

Profesional berarti memiliki sifat profesional (profesional = ahli). Secara popular


seorang pekerja apapun sering dikatakan profesional. Seorang profesionak dalam bahasa
kesehariannya adalah seseorang pekerja yang terampil atau cakap dalam kerjanya.
Biarpun keterampilan tersebut produk dari fungsi minat dan belajar dari kebiasaan.

Dalam hal ini, pengertian profesional perlu dibedakan dari jenis pekerjaan yang
menuntut dan dapat dipenuhi melalui kebiasaan melakukan keterampilan tertentu
(magang, terlibat langsung bekerja dalam situasi di lingkungannya dan keterampilan
sebagai warisan orang tuanya atau pendahulunya). Seorang pekerja profesional perlu
dibedakan seorang teknisi. Keduanya (pekerja profesional dan teknisi) dapat saja terampil
dalam unsur kerja yang sama (misalnya, mengatasi prosedur kerja yang sama, dapat
memecahkan masalah teknis dalam kerjanya), tetapi seorang pekerja profesional dituntut
menguasai visi yang mendasari keterampilan yang menyangkut wawasan filosofi,
pertimbangan rasional dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan dan
mengembangkan mutu kerja (Joni, 1980 dalam Koesno, 2004).

Profesi merupakan pekerjaan yang memiliki pengetahuan khusus, melaksanakan


peranan bermutu, melaksanakan cara yang disepakati, merupakan ideologi, terikat pada
kesetiaan yang diyakini dan melalui pendidikan perguruan tinggi. Profesi sebagai suatu
pekerjaan dalam melaksanakan tugasnya memerlukan tehnik dan prosedur, dedikasi, serta
peluang lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan, memiliki kode etik yang
mengarah pada orang atau subyek. ( Atik Purwandari; 2008).

Profesi dapat pula diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian dari para anggotanya. Keahlian tadi diperoleh melalui apa yang disebut
profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (
pendidikan/ latihan prajabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi ( Inservice
training) ( Djam‟an Satori,dkk ; 2008 ; 1,5).

Mengenai ciri- ciri suatu jabatan disebut sebagai profesi, ada banyak pengertian
yang menjelaskannya. Beberapa cirri - ciri yang diberikan adalah
sebagai mana diuraikan oleh Atik Purwandari meliputi :

1. Bersifat unik

2. Dikembangkan dengan teliti

3. Mempunyai wadah organisasi

4. Pekerjaan yang mempunyai kode etik

5. Pekerjaan yang mendapat imbalan jasa

6. Pekerjaan yang dilaksanakan oleh orang yang memiliki profesi tersebut

Menurut Djama‟an Satori,dkk ciri-ciri profesi adalah sebagai berikut;

1. Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas

2. Ada lembaga pendidikan khusu yang menghasilkan pelakunya dengan program dan
jenjang pendidikan yang baku
3. Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya

4. Ada etika dank ode etik yang mengatur perilaku etik para angotanya dalam
memperlakukan kliennya
5. Ada sistem imbalan jasa pelayanan yang adil dan baku

6. Ada pengakuan masyarakat terhadap pekerjaan itu sebagai profesi

Ciri- ciri profesi lainnya menurut Omstein dan Levine adalah ;


1. Melayanani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat

2. Memerlukan bidang ilmu dan ketrampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai

3. Mengunakan hasil,pemenlitian dan aplikasi dari teori ke prktik

4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang


5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (
memerlukan izin tertentu )

6. Otonomi dalam mengambil keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu

7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang
ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan

8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dank lien dengan penekanan terhadap layanan
yang diberikan

9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya

10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh angota profesi sendiri

11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elite untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya

12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan
yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.

13. Mempunyai kadar keprcayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan dari setiap
angotanya

14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi ( bila dibanding dengan
jabatan lain).

Pengertian profesional menunjuk pada dua hal, yaitu orang yang menyandang
suatu profesi dan penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai
dengan profesinya. Dalam pengertian kedua ini, istilah professional dikontraskan
dengan “nonprofessional” atau “amatiran”. Dalam kegiatan sehari-hari seorang
profesional melakukan pekerjaann sesuai dengan ilmu yang telah dimilikinya, jadi
tidak asal tahu saja, Selanjutnya, Walter Johnson (1956) mengartikan petugas
professional sebagai “….seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang
mempunyai tingkat kesulitan lebih dari biasa dan mempersyaratkan waktu persiapan
dan pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian kemampuan, keterampilan
dan pengetahuan yang berkadar tinggi “ ( Djam‟an Satori,dkk ; 2008).
Profesional juga dapat diartikan sebagai memberi pelayanan sesuai dengan ilmu yang
dimiliki dan manusiawi secara utuh/ penuh tanpa mementingkan
kepentingan pribadi melainkan mementingkan kepentingan klien serta menghargaiklien seb
agaimana mengahargai diri sendiri. Seorang anggota profesi dalam melakukan pekerjaannya
haruslah professional. Setiap anggota profesi baik secara sendiri- sendiri atau dengan cara
bersama melalui wadah organisasi profesi dapat belajar, yaitu belajar untuk mendalami
pekerjaan yang sedang disandangnya dan belajar dari masyarakat apa yang menjadi kebutuhan
mereka saat ini dan saat yang akan datang sehingga pelayanan kepada pemakai (klien) akan
semakin meningkat.

b. Profesi Bidan
Bidan adalah salah satu profesi tertua. Bidan terlahir sebagai wanita terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu dalam melahirkan bayinya sampai ibu dapat merawat
bayinya dengan baik. Bidan bekerja berdasarkan pada pandangan filosopi yang dianut
keilmuan, metode kerja, standar paraktik,
pelayanan dan kode etik profesi yang dimiliki. Suatu jabatan profesi yang disandang
oleh anggota profesi tentu mempunyai ciri- ciri yang mampu menunjukkan sebagai jabatan
yang professional.

Ciri-ciri jabatan professional adalah :

 Pelakunya secara nyata dituntut cakap dalam bekerja,memiliki keahlian sesuai tugas-
tugas khusu serta tuntutan jenis jabatannya (cenderung spesialis) Kecakapan atau
keahlian seorang pekerja professional bukan hasil pembiasaan atau latihan rutin yang
terkondisi, tetapiperlu memiliki wawasan keilmuan yang mantap. Jabatan professional
menuntut pendidikan.
 Pekerja profesinal dituntut berwawasan luas sehingga pilihan jabatan serta kerjanya
harus disadari oleh nilai-niai tertentu sesuai jabatan profesinya. Pekerja professional
bersikap positif terhadap jabatan dan perannya, bermotivasi dan berusaha berkarya
sebaik-baikny
c. Bidan Profesional

Jabatan professional perlu mendapat pengesahan dari masyarakat atau negaranya.


Jabatan profesional memiliki syarat-syarat serta kode etik yang harus dipenuhi oleh
pelakunya. Ini menjamin kepantasan berkarya dan sekaligus merupakan tanggung jawab
professional.

Bidan sebagai tenaga professional termasuk rumpun kesehatan. Untuk menjadi


jabatan professional ,bidan harus mampu menunjukkan ciri-ciri jabatan professional. Syarat
bidan sebagai jabatan professional, yaitu :

1. Memberi pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis

2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan

3. Keberadaanya diakui dan diperlukan masyarakat

4. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas

5. Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah

6. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah

7. Memiliki kode etik bidan

8. Memiliki etika bidan

9. Memiliki standar pelayanan

10. Memiliki standar praktik

11. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sebagai
kebutuhan masyarakat
12. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan
kompetensi
Sebagai bidan professional, selain memiliki syarat-syarat jabatan professional bidan
juga dituntut memiliki tanggung jawab sebagai berikut ;

1. Menjaga agar pengetahuannya tetap up to date terus mengembangkan keterampilan


dan kemahirannya agar bertambah luas serta mencakup semua asfek peran seorang
bidan
Tuntutan berat terhadap tugas bidan adalah selalu berhadapan dengan sasaran
dan target pelayanan kebidanan, KB dan pelayanan kesehatan masyarakat dengan
memperkuat kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan sejumlah keahlian yang telah
diterima dan berguna bagi masyarakat. Konsekuensi logis dari semua itu karena
kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan keahlian yang bermanfaat dan diterima oleh
sebuah masyarakat itu senantiasa berubah. Maka untuk menghadapi masyarakat seperti
itu seorang bidan harus bisa mempersiapkan segenap kemampuan dan keahliannya untuk
menghadapi segala bentuk perubahan. Proses dinamika masyarakat itulah yang
menyebabkan bidan dapat menjadi agen pembaharu yang mengambil peran besar, dan
peran ini akan dapat dimainkan oleh bidan jika atasannya memang
mendayagunakannya secara optimal.

Masalah ketenagaan atau bidan merupakan masalah besar yang dihadapi para
pemimpin instansi pelayanan kesehatan apalagi jika kaitannya terhadap kebutuhan untuk
mengembangkan sumber daya manusia itu ( bidan ) terutama pada saat bertugas di desa
pada lingkungan yang memiliki kebudayaan yang sangat beragam ( Wahyuni, 1996 ; 158

) . Tantangan besar ini umumnya tidak akan bisa dijawab oleh Kepala Puskesmas yang
seringkali hanya banyak melontarkan wacana retorik, sebaliknya tidak membuktikan diri
memiliki kemampuan kerja profesional ( Gerbang, 2004 ; 47 ).

Profesionalisme berarti memiliki sifat profesional yang dimiliki oleh seorang


bidan. Bidan profesional termasuk rumpun kesehatan , untuk menjadi jabatan profesional
memiliki 9 syarat bidan profesinal, meliputi :

1. Ilmu sosial, budaya, kesehatan masyarakat, konsep kebidanan, etika, kode etik,
kebidanan yang membentuk dasar dari asuhan yang berkualitas.
2. Asuhan ibu hamil

3. Asuhan kebidanan ibu melahirkan

4. Kebidanan asuhan ibu nifas menyusui

5. Asuhan bayi lahir

6. Asuhan pada bayi balita

7. Keluarga berencana

8. Gangguan reproduksi
Syarat Menjadi Bidan Profesional :

1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis

2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan secara tenaga professional

3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat

4. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas

5. Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah

6. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah

7. Memiliki kode etik bidan

8. Memiliki etika bidan

9. Memiliki standar pelayanan

10. Memiliki standar praktik

11. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi


sesuai dengan kebutuhan pelayanan
12. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan
kompetensi
13. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur

Perilaku Profesional Bidan :

1. Dalam melaksanakan tugas berpegang teguh dan filosofi, etika profesi dan aspek
legal
2. Bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan keputusan klinis yang
dibuatnya
3. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutakhir
secara berkala
4. Menggunakan cara pencegahan universal untuk mencegah penularan penyakit dan
strategi pengendalian infeksi
5. Menggunakan konsultasi dan rujukan yang tepat selama memberikan asuhan
kebidanan
6. Menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan,
kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak
aspek asuhan, meminta persetujuan secara tertulis

supaya mereka bertanggungjawab atas kesehatannya sendiri

7. Menggunakan keterampilan komunikasi

8. Bekerjasama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan


kesehatan kepada ibu dan keluarga
9. Advokasi terhadap ibu dalam tatanan pelayanan

Upaya Yang Dilakukan Untuk Mencapai Bidan Yang Professional

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai bidan yang profesional antara laian:

1. Memperkuat organisasi profesi.

2. Mengupayakan agar organisasi profesi bidan / Ikatan Bidan Indonesia (IBI)


dapat terus melaksanakan kegiatan organisasi sesuai dengan Pedoman
Organisasi
3. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

4. Standar Profesi (Standar Organisasi, Standar pendidikan berkelanjutan, Standar


kompetensi, Standar pelayanan, Kode etik dan Etika kebidanan).
5. Meningkatkan kualitas pendidikan bidan.

Melalui berbagai jalur pendidikan, baik secara formal maupun non formal. Secara
formal, rencana pendidikan bidan Harni Kusno dalam makalah Profesionalisme Bidan
menyongsong Era Global, sebagai berikut :

1. Pendidikan saat ini ( D III Kebidanan, D IV Bidan Pendidik ).

2. Rencana pendidikan bidan kedepan ( S1 Kebidanan, S2 Kebidanan dan S3


Kebidanan ).
Secara non formal, dapat dengan cara :

1. Pelatihan - pelatihan untuk mencapai kompetensi bidan ( LSS, APN, APK, dll)

2. Seminar – seminar, lokakarya dll

3. Meningkatkan kualitas pelayanan bidan


1. Upaya peningkatan kualitas pelayanan dilaksanakan melalui pelatihan klinik
dan non klinik, serta penerapan model sebagai contoh : Bidan Delima, Bidan
Keluarga, Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik/ SPMKK
2. Kebijakan dalam pelayanan kebidanan antara lain : Kep.Menkes no. 900 tahun
2002 tentang Kewenangan Bidan, Kep.Menkes no 369/ 2007 tentang Standar
Profesi Bidan, Jabatan Fungsional Bidan, Tunjangan Jabatan Fungsional Bidan.
3. Peningkatan Kualitas Personal Bidan

4. Peningkatan kualitas personal dan universal kebidanan sudah dimulai sejak dalam
proses pendidikan bidan, setiap calon bidan sudah diwajibkan untuk mengenal,
mengetahui, memahami tentang peran, fungsi dan tugas bidan. Setiap bidan harus
dapat mencapai kompetensi profesional, kompetensi personal dan universal,
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Sadar tentang pentingnya ilmu pengetahuan / iptek, merasa bahwa proses
belajar tidak pernah selesai, belajar sepanjang hayat/ life long learning
dalam dunia yang serba berubah dengan cepat
2) Kreatif, disertai dengan sikap bertanggungjawab dan mandiri. Bidan kreatif
yang bertanggungjawab dan mandiri akan memiliki harga diri dan
kepercayaan diri sehingga memumgkinkan untuk berprakarsa dan bersaing
secara sehat
3) Beretika dan solidaristik.

Bidan yang beretika dan solidaristik, dalam setiap tindakannya akan


selalu berpedoman pada moral etis, berpegang pada prinsip keadilan yang
hakekatnya berarti memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya
/ bersifat tenggangrasa.
1. Pendidikan lanjutan

Pendidikan berkelanjutan adalah suatu untuk meningkatkan kemampuan


teknis, hubungan antar manusia dan moral bidan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan/pelayanan dan standar yang telah ditentukan oleh konsil melalui
pendidikan formal dan non formal.

2. Job Fungsionl

Job fungsional (jabatan fungsional) merupakan kedudukan yang menunjukkan


tugas, kewajiban hak dan wewenang pegawai negeri sipil yang dalam
melaksanakan tugasnya diperlukan keahlian tertentu serta kenaikan pangkatnya
menggunakan angka kredit.Pengembangan karir bidan dikaitkan dengan peran,
fungsi dan tanggung jawab bidan

Peran fungsi bidan dalam pelayanan kebidanan adalah sebagai :

1. Pelaksana

2. Pengelola

3. Pendidik

4. Peneliti

Tanggung jawab bidan

1. Konsling

2. Pelayanan kebidanan normal

3. Pelayanan kebidanan abnormal

4. Pelayanan kebidanan pada anak

5. Pelayanan KB dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat.


TOPIK 10

RUJUKAN DAN RECORD KEEPING

RUJUKAN

Definisi Rujukan

Dalam SK Menteri Kesehatan Nomor 23 tahun 1972, Sistem rujukan adalah


suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang ke unit yang lebih
mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit setingkat kemampuannya.

Sistem rujukan adalah suatu jaringan sistem pelayanan yang memungkinkan


terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya suatu kasus
atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal kepada
yang lebih kompeten ,terjangkau dan dilakukan secara rasional. (Maryanti,Dwi,dkk

.2016. Buku Ajar Neonatus,Bayi & Balita.Jakarta:TIM )

Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan obstetri adalah suatu pelimpahan


tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara
vertikal maupun horizontal.

Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu sistem jaringan pelayanan keehatan
yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas
timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat,baik secara
vertikal maupun horizontal (Yeyeh Ai Rukiyah,Lia Yulianti. 2015)

World Health Organization (WHO) menjelaskan karakteristik rujukan medis adalah


adanya kerja sama antara fasilitas pelayanan kesehatan, kepatuhan terhadap standar
operasional prosedur (SOP) rujukan, kelengkapan sumberdaya pendukung termasuk
transportasi dan komunikasi, kelengkapan formulir rujukan, komunikasi antar fasilitas
kesehatan perujuk dan penerima rujukan serta pelaksanaan rujukan balik (Hartini, et al.,
2016). Pelaksanaan rujukan harus memenuhi standar prosedur meliputi merujuk,
yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama
ibu dan bayi baru lahir,dimanapun mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi
manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu dan bayi melalui
peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan dan neonatal di wilayah
mereka berada.

Macam-Macam Rujukan

1. Rujukan Medis

Lebih diarahkan pada masalah medis perorangan, Biasanya dikaitkan dengan


upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan, Dengan kata lain rujukan
medis berlaku untuk pelayanan kedokteran. (Maryanti,Dwi,dkk .2016. Buku Ajar
Neonatus,Bayi & Balita.Jakarta:TIM )

Rujukan medis meliputi :

a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnosis,pengobatan,tindakan operasi,dll


disebut Transfer of Patient
b. Rujukan Ilmu pengetahuan,dalam hal ini mendatangkan atau mengirim tenaga
yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan ,memberikan
pelayanan,ahli pengetahuan dan tenologi dalam meningakatkan kualitas
pelayanan,disebut Transfer of Knowledge/Personel.
c. Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap
disebut Transfer of Specimen.

2. Rujukan Kesehatan

Merupakan rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat


luas.Biasanya lebih bersifat preventif dan promotif.

Rujukan kesehatan ini antara lain meliputi :

a. Rujukan sarana,berupa bantuan laboratorium kesehatan,teknologi

b. Rujukan tenaga dalam bentuk tenaga ahli untuk penyelidikan asal usul
kejangkitan serta penanggulangannya pada bencana alam.
c. Rujukan operasional berupa bantuan obat,vaksin,pangan pada ssat terjadi
Mekanisme Rujukan

KEADAAN PASIEN

JALAN TERMOREGULASI

KEADAAN PASIEN

PERSONEL YANG ALAT/OBAT YANG

Ketimpangan yang sering terjadi di masyarakat awam adalah pemahaman


masyarakat tentang alur ini sangat rendah sehingga sebagian dari mereka tidak
mendapatkan pelayanan yang sebagaimana mestinya. Kebanyakan masyarakat
cenderung mengakses pelayanan kesehatan terdekat atau mungkin paling murah tanpa
memperdulikan kompetensi institusi ataupun operator yang memberikan pelayanan. Ini
merupakan salah satu akibat tidak berjalannya system rujukan kesehatan di Indonesia.

Pelaksanaan system rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat


atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana
dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu system dan
saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan
tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke
tingkat pelayanan diatasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh factor pendukung
(pemerintah, teknologi) terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan
masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat. Sebuah penelitian yang meneliti
tentang system rujukan menyatakan bahwa beberapa hal yang menyebabkan kegagalan
proses rujukan yaitu tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, tidak
ada dukungan peraturan. (Yeyeh Ai Rukiyah,Lia Yulianti.2015.Asuhan
Neonatus,Bayi,dan Anak Balita.Jakarta : TIM)

Jenis Pelayanan Kesehatan

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (Primary Health Care)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan dalam masyarakat untuk mengatasi sakit
ringan dan juga dibutuhkan oleh masyarakat yang sehat untuk meningkatn
kesehatan mereka. Oleh Karena jumlah kelompok ini dalam suatu populasi sangat
besar (>85%), maka pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh kelompok ini
bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health service) atau bisa juga berupa
pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care). Di Indonesia bentuk
pelayanan kesehatan seperi ini diantaranya adalah puskesmas, puskesmas pembantu,
puskesmas keliling, dan balai kesehatan masyarakat (balkesmas).

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang


memerlukan rawat inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
primer. Contoh bentuk pelayanan ini adalah rumah sakit tipe C dan D yang
memiliki tenaga-tenaga spesialis.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health service)

Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien


yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan
kesehatan yang diberikan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super
spesialis, contohnya pada rumah sakit tipe A dan B.

Dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata jenis pelayanan tersebut
tidak berdiri sendiri-sendiri, namun berada di dalam suatu system dan saling
berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan
medis tingkat primer, maka harus menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat
pelayanan kesehatan diatasnya, demikian seterusnya. Penyerahan tanggung jawab dari
satu pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain ini disebut rujukan.

Sistem rujukan secara lengkap dapat dirumuskan sebagai suatu system


penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab
setingkat kemampuannya). Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk
bukan hanya pasien saja, tetapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana,
bahan-bahan laboratorium, dan sebagainya. Di samping itu, rujukan tidak berarti
berasal dari fasilitas yang lebih rendah ke fasilitas yang lebih tinggi, teapi juga dapat
dilakukan di antara fasilitas-fasilitas kesehatan yang setingkat. (Yeyeh Ai Rukiyah,Lia
Yulianti.2015.Asuhan Neonatus,Bayi,dan Anak Balita.Jakarta : TI

Syarat Untuk Mendapatkan Rujukan

Persyaratan untuk Mendapatkan Surat Rujukan dari Faskes Tingkat IUntuk


membuat surat rujukan, tenaga kesehatan membutuhkan beberapa dokumen dari pasien.
Surat rujukan bisa digunakan untuk beberapa keperluan, seperti pengobatan rawat jalan,
pengobatan rawat inap, pengobatan gawat darurat, dan pengobatan di luar kota.
Inilah persyaratan umum yang dibutuhkan:

 Fotokopi Kartu Keluarga

 Fotokopi KTP

Kartu BPJS Kesehatan asli dan fotokopi

Surat rujukan yang dibuat oleh dokter Faskes Tingkat I

Surat Eligibilitas Peserta (SEP)

Kartu berobat

Untuk pengobatan di luar kota, peserta BPJS Kesehatan harus mengajukan surat
pengantar ke kantor BPJS di daerah asal. Surat ini digunakan agar tidak ditolak oleh
Faskes Tingkat I daerah lain. Rumah sakit rujukan BPJS umumnya akan meminta
persyaratan seperti biasanya.

Mekanisme Rujukan Online seperti Rujukan manual dalam bentuk kertas masih
berlaku saat ini. Meski demikian, rujukan online juga sudah berjalan secara bertahap di
sebagian fasilitas kesehatan.Sistem rujukan online merupakan digitalisasi proses rujukan
berjenjang. Tujuannya, kemudahan dan kepastian peserta dalam memperoleh layanan di
rumah sakit. Layanan disesuaikan dengan kompetensi, jarak dan kapasitas rumah sakit
tujuan rujukan berdasarkan kebutuhan medis pasien.Rujukan online bersifat real time dari
Faskes Tingkat I ke Faskes Tingkat Lanjutan, serta menggunakan digital documentation.
Data peserta langsung terkoneksi sehingga memudahkan analisis data calon
pasien.Selain itu, sistem rujukan online berpotensi mengubah sistem menjadi
paperless, yang akan meminimalisir kemungkinan kendala yang tidak diinginkan.
Contohnya saja pasien yang lupa membawa surat rujukan. Maka dari itu, jangan ragu
untuk mempelajari lebih lanjut mengenai rujukan BPJS, agar tidak "tersesat" dalam
kondisi daruratnantinya. (Marmi.2014.Asuhan Neonatus,Bayi,Balita, dan
AnakPrasekolah.Yogyakarta:Pustaka Pelajar)

RECORD KEEPING

Definisi Record Keeping

Kebutuhan akan dokumentasi kebidanan di dunia demikian penting. Nursing &


Midwifery Counsil (NMC) (2016) menegaskan bahwa dokumentasi merupakan bagian
intelegral dari asuhan pelayanan kebidanan. Selain itu, dokumentasi kebidanan
merupakan bagian yang digunakan dalam membantu proses asuhan dan pelayanan
kebidanan, sehingga keberadaannya tidak terpisahkan dari proses tersebut.
Dokumentasi kebidan juga bukan pilihan tambahan yang hanya dibuat sewaktu-waktu.
Dengan demikian, keberadaan dokumentasi kebidanan bersifat mutlak.

Dokumentasi merupakan catatan yang dicetak atau yang ditulis atau digunakan
untuk membuktikan sesuatu (Peter Sali, Drs, MA). Sesuatu yang tertulis atau yang
tercetak dapat dipakai sebagian buku keterangan (Purwodarminto). Dokumentasi adalah
semua warkat asli atah catatan otentik yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti pada
persoalan hukum. Sedangkan pengdokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau
merekam peristiwa dan objek maupun aktivitas pemberian jasa (pelayanan) yang
dianggap berharga dan penting.

Dalam Record Keeping Standard for Midwives oleh College of Midwives Of Ontario
(2013), dokumentasi kebidanan yang baik juga menunjukkan akuntabilitas seorang
bidan profesional, terutama dalam keputusannya menangani pasien dan kepatuhannya
terhadap standar praktik kebidanan. Dokumentasi kebidanan yang baik, dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyelidikan hukum ketika terjadi
gugatan atas pelayanan bidan. Selain itu, dokumentasi kebidanan bidan menjadi bukti
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan, ruang lingkup
pelayanan bidan mencakup pelayanan kebidanan, pelayanan keluarga berencana, dan
pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, dokumentasi kebidanan digunakan
untuk mencatat pelayanan bidan dalam cakupan tersebut, diantaranya pelayanan untuk
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir (BBL), balita, dan keluarga berencana.

Dokumentasi juga dapat dipahami berdasarkan kara asli dalam bahasa Inggris, yaitu
“documentation” dan “record keeping”. Kata “documentation” dalam The Collins English
Distionary (2003) adalah dokumen yang disediakan sebagai bukti sesuatu. Kata “record
keeping” adalah dokumentasi atau hal lain yang mengandung informasi. Dalam hal ini,
dokumentasi kebidanan dapat dipandang sebagai „dokumen yang mengandung informasi
terkait praktik asuhan kebidanan‟ atau „dokumen bukti praktik asuhan kebidanan‟.

Handayani dan Triwik (2017) menyebutkan, terdapat dua kegiatan kebidanan, yaitu
asuhan kebidanan pelayanan kebidanan. Asuhan kebidanan diartikan sebagai asuhan
kebidanan yang diberikan kepada individu atau satu klien saja. Pelayanan kebidanan
adalah asuhan kebidanan yang dilakukan oleh bidan kepada sekelompok individu atau
masyarakat. Dalam hal ini, dokumentasi kebidanan mencakup asuhan kebidanan dan
pelayanan kebidanan. Dengan demikian, dokumentasi kebidanan adalah proses
pencatatan dan penyimpanan data-data bermakna dalam pelaksanaan kegiatan asuhan
kebidanan dan pelayanan kebidanan.

Tujuan Record Keeping

Dalam Record Keeping Standard For Midwives oleh College of Midwives Of Ontario
(2013), tujuan utama dokumentasi kebidanan adalah mengelola informasi yang relavan
dengan peralatan pasien untuk kepentingan pasien itu sendiri. Hal ini sesuai dengan
kode etik Bidan Indonesia yang tertuang dalam Permenkes Nomor
369/Menkes/SK/III/2007, bahwa setiap bidan dalam menjalankan tugasnya
mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut
klien. Namun, dokumentasi kebidanan juga memiliki tujuan lain yang tidak hanya
mengarah kepada pasien semata, tetapi juga untuk kepentingan bidan dan lembaga
pelayanan kesehatan terkait. Berikut ini merupakan tujuan dari dukomentasi kebidanan
dalam Record Keeping.
1. Sarana Komunikasi

Menurut Nursing & Midwifery Council (2016), tujuan utama dokumentasi


kebidanan adalah untuk membantu komunikasi antara tenaga professional kesehatan,
untuk memastikan perawatan yang tetap sudah direncanakan dan diberikan. Dalam
hal ini, dokumentasi kebidanan digunakan untuk komunikasi tiga arah, yaitu (a)
kebawah sebagai instruksi, (d) keatas sebagai laporan, dan (c) kesamping untuk
memberi saran.

2. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat

Dokumentasi kebidanan bisa digunakan demi melindungi kepentingan pasien dan


bidan. Dalam hal ini, dokomentasi kebidanan membuat pasien dapat menerima hak
pelayanan yang optimal karena penanganan terhadapnya tercatat. Jika terjadi
kekurangan atau kerugian yang dialami pasien, dokumentasi kebidanan bisa
menjadi rujukan bukti. Sebaliknya, dokumentasi kebidanan juga menunjukan
langkah-langkah penanganan bidan terhadap pasien.Apabika kemudian hari terjadi
gugatan atas hal-hal yang dilakukan atau tidak dilakukan bidan, dokumentasi
tersebut akan menjadi bukti yang sah.

3. Informasi Statistik

Data statistic dokumentasi kebidanan dapat digunakan sebagai perencaan


kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa depan, baik yang meliputi Sumber Daya,
Manusia (SDM), sarana dan prasarana atau hal-hal teknis. Pada ujungnya,
dokumnetasi yang baik akan membuat berwenang akan mengambil rencana dan
kebijakan yang tepat.

4. Saran Pendidikan dan Sumber Data Penelitian

Dokumentasi kebidanan sebagai serana pembelajaran bagi siswa kebidanan


merupakan dokumentasi yang dapat membandingkan antara dokumentasi dengan
terkaitan pemakaian teori dan penerapan dalam praktik dilapangan. Selain itu,
dokumentasi kebidanan juga dapat dijadikan sumber penelitian untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kebidanan di kemudian hari.
dan yang tidak efektif. Selain itu, dapat diidentifikasi apakah pelayanan
kesehatan yang yang dilakukan sudah memenuhi standar yang berlaku atau belum.
Dokumentasi bisa menjadi sumber data yang berharga untuk keputusan tentang,
pengolahan dana sumber daya manusia, pasilitasi penelitian bidan, keputusan yang
tepat tentang elemen-elemen ini, berpotensi meningkatkan kualitas praktik
kebidanan dalam perawatan klien.

5. Sumbar Data Asuhan Kebidanan Berkelanjutan

Dokumentasi kebidanan menghasilkan data menyeluruh terkait asuhan


kebidanan yang dilakukan kepada pasien. Data-data tersebut bersifat actual dan
konsisten. Dengan mempertimbangkan tahap-tahap ataun alur yang jelas dalam
dokumentasi kebidanan, maka dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai
sumber data atas asuhan kebidanan yang berkelanjutan.

Syarat Dokumentasi Kebidanan Dalam Record Keeping

Sudarti dan Fauziah (2010) memasukan syarat-syarat yang dipaparkan wildan


dan hidayat (2008) ini kedalam prinsip dalam membuat dokumentasi kebidanan.
Dalam ini terdapat tambahan syarat penting, yaitu kerahasiaan. Seorang bidan wajib
menjaga atau melindungi rahasia pasien. Dalam Record Keeping Guidance for Nurse and
Midwives oleh NMC (2016) demi memenuhi syarat kerahasiaan ini. Dokumentasi
kebidanan harus memenuhi ketentuan hukum mengenai kerahasiaan data pasien. Selain
itu dilaranf untuk mendiskusikan keadaan pasien tempat tempat umum yang
memungkinkan informasi tentangnya terbuka. Bidan juga tidak diperkenankan untuk
meninggalkan dokumen, baik tertulis maupun dalam data komputerm,di tempat yang
memungkinkan akses orang tidak berkepentingan terhadap dokumen tersebut.

Wildan dan Hidayat (2008) menentukan enam syarat dokumentasi kebidanan yang
meliputi hal-hal tersebut.

No Syarat Deskripsi
1. Kesederhanan Dokumentasi menggunakan kata dan kalimat yg sederhana, muda dibaca

dan mudah dipahami. Sebaliknya, penggunaan kata dan kalimat yang


ambigu. Berbelit-belit dan sulit dipahami harus dihindari.
2. Keakuratan Dokumentasi harus akurat, diolah dengan teliti, berdasarkan informasi

lengkap dari data yang dikumpulkan, Hal ini penting untuk


mendapatkan kesimpulan yang akurat pula.
3. Kesabaran Dokumentasi harus dibuat dengan kesabaran. Bidan tidak bolah terburu-

buruh dalam memeriksa dan pemanfaatan waktu yang optimal akan


membuat kesimpulan yang akurat.
4. Ketepatan Ketepatan adalah syarat yang mutlak dalam dokumentasi kebidanan.

Untuk menunjukan hal ini, bidan menggunakan gambaran linis pasien,


hasil laboratorium, pemeriksaan tambahan, juga kesesuaian hasil
pemeriksaan pasien dengan instruksi dokter atau tenaga kesehatan lain.
5. Kelengkapan Dokementasi kebidanan harus memenuhi syarat kelengkapan, memuat

semua informasi yang berkaitan dengan pasien.


6. Kejelasan dan Data dokumentasi kebidanan harus logis,runtut (kronologis) dan

Objektivitas didasarkan pada pada penilaian objektif, bukan asumsi. Dengan demikian,
kesimpulan yang didapaykan terkait penangan pasien pun akan optimal.
TOPIK 11

ETIK BIOMEDIS DAN APLIKASINYA

A. Definisi Etik Biomedis

Sejak tiga dekade terakhir ini telah dikembangkan Bioetika atau yang disebut
juga dengan Etika Biomedis Bioetika berasal dari kata Bios yang berati kehidupan dan
Ethos yangberarti norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan
studiinterdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan dibidang
biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masakini dan masa
mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama,ekonomi, dan hukum bahkan
politik.

Bioetika selain membicarakan bidangmedis, seperti abortus, euthanasia,


transplantasi organ, teknologireproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula
masalahkesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatanmasyarakat,
hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan
sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian kesehatan
pada manusia dan hewan percobaan.Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi
interdisipliner tentang masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan biologi
dan kedokteran,tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada
masasekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masayang akan
datang.

Etika biomedis dalam arti ini dedifinisikan oleh International Association of Bioethi
salah adalah studi tentang isu-isu etis, sosial, hukum,dan isu-isu lain yang timbul dalam
pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmubiologi.Pengertian etika biomedis juga masih perlu
dipilah lagi dalam isu-isuetika medis tradisional yang sudah dikenal sejak ribuan tahun
dan lebihbanyak menyakut hubungan individual dalam interaksi terapeutik antaradokter
dan pasien. Kemungkinan adanya masalah etika medis,demikianlah yang dalam
B. Tujuan Etik Biomedis

Dalam 15 tahun terakhir bioetika cenderung mengarah pada isu-isutentang nilai-


nilai dan etika yg timbul karena ilmu dan teknologi sertabiomedis. Misal dalam bidang
medis bioetika mengarah pada hal-hal yangboleh dilakukan atau tidak, seperti:
Transplantasi organ tubuh, Kloning, Aborsi, Bayi tabung, Euthanasia, Kontrasepsi,
penelitian biomedis, dll.

Tujuan dari bioetika ini sendiri adalah :

a. Bioetika sangat diperlukan sebagai pengawal riset biologi danbioteknologi


modern.
b. Pembelajaran bioetika diarahkan untuk mencegah dampak negatif yang muncul
dari teknologi.
c. Pembelajaran bioetika menunjukkan pada mahasiswa untukmenjadi ilmuwan
yang memiliki tanggung jawab sosial.
d. Pembelajaran bioetika dibutuhkan karena menekankan padapengembangan
berpikir kritis untuk menentukan sisi baik danburuk atau dimensi etis dari
biologi modern dan teknologi yangterkait dengan kehidupan.
e. Pembelajaran bioetika dapat melatih mahasiswa menjadi ilmuwan biologi yang
dapat mempertimbangkan tindakan-tindakan yang akan dilakukan sebagaimana
pengembangan pola berpikir yang dikemukakan para ahli.

C. Hak-Hak Serta Kewajiban Pasien dan Bidan


1. Hak Pasien
 Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di RS.
 Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi adil dan makmur.

 Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuaidengan profesi bidan


tanpa diskriminasi.
 Pasien berhak memperoleh asuhan kebidanan sesuai denganprofesi bidan tanpa
 Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya.

 Pasien berhak mendapatkan informasi

 Pasien berhak mendapat pendampingan suami selama prosespersalinan


berlangsung.
 Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuaidengan keinginannya.

 Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebasmenentukan pendapat kritis
dan mendapat etisnya tanpacampur tangan dari pihak luar.
 Pasien berhak menerima konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di RS
tersebut.
 Pasien berhak meminta atas “privacy” dan kerahasiaan penyakityang diderita
termasuk data data medisnya.
 Pasien berhak mendapat informasi

 Pasien berhak menyetujui atas tindakan yang akan dilakukanoleh dokter


sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
 Pasien berhak meolak tindakan yang hendak dilakukanterhadap dirinya.

 Pasien berhak didmpingi keluarganya dalam keadaan kritis.

 Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama.

 Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selamaperawatan di RS.

 Pasien berhak menerima arau menolak imbingan moril atauspiritual.

 Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atasterjadinya kasus mal


praktek.
 Hak untuk menentukan diri sendiri.

 Pasien berhak melihat rekam medik.


2. Kewajiban Pasien

 Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segalaperaturan dan tata


tertib RS.
 Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksidokter,bidan,perawat yang
merawatnya.
 Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasisemua imbalan
atas jasa pelayanan RS.
3. Hak Bidan

 Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalammelaksanakan tugas sesuai


dengan profesinya.
 Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan sesuai denganstandar profesi pada
setiap tingkat/jenjang pelayanankesehatan
 Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluargayang bertentangan
dengan paraturan perundangan dan kodeetik profesi
 Bidan berhak atas privasi/kedirian dan menuntut apabila nama baik dicemarkan
baik oleh pasien,keluarga maupun profesi lain.
 Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baikmelalui pendidikan
maupun pelatihan.
 Bidan berhak atas kesempatan untuk untuk meningkatkan jenjang karir dan
jabatan yang sesuai.
 Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yangsesuai.

4. Kewajiban Bidan
 Bidan wajib mematuhi kewajiban RS.

 Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuaidengan standar


profesi dengan menghorati hak pasien.
 Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai
kemampuan sesuai dengan kebutuhanpasien.
 Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi oleh
suami/keluarga.
 Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untukmenjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinannya.
 Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinyatentang seorang
pasien.
 Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakanyang akan
dilakukan serta resiko yang mungkin dapat timbul.
 Bidan wajib meminta persetujuan tertulis.

 Bidan wajib mendokmentasikan asuhan kebidanan yangdiberikan.

 Bidan wajib mengikuti pekembangan ilmu pengetahuan dantehnologi serta


menambah ilmu pengetahuanya melaluipendidikan formal atau non formal.
 Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dalammemberikan asuhan
kebidanan.

D. Etika Dan Pelaksanaannya Dalam Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan tergantung bagaimana struktur sosial budayamasyarakat


dan teramasuk kondisi sosial ekonomi, sosialdemografi.keadilan dalam pelayanan
dimulai dari: pemenuhan kebutuhan klien sesuai,sumber daya pelayanan kebidanan
untuk meningkatkan

pelayanan kebidanan dan keterjangkauan tempat pelayanan. Pelayanankebidanan


meliputi aspek biopsikososial spiritual dan kultural. Pasienmemerlukan bidan yang
mempunyai karakter semangat melayani,simpati,empati,ikhlas,memberi kepuasan.

Dimensi kepuasan pasien meliputi 2 hal :

 Kepuasan mengacu penerapan kode etik dan standar pelayanan profesi

 Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan


kebidanan

Pelaksanaan etika dalam pelayanan kebidanan, mencakup :

 Etika dalam pelayanan kontrasepsi Pemilihan alat kontrsepsi merupakan hak


klien dan suami untukmerencanakan pengaturan kelahiran mereka Tujuan
konseling kontrasepsi adalah :
 Agar calon akseptor mampu memahami manfaat KB bagidirinya dan
keluarga
 Calon akseptor mempunyai pengetahuan yang baik tentangalasan
menggunakan KB dan segala hal yang berkaitan dengan kontrasepsi
Bidan sebagai konselor harus memiliki kepribadian sbb :

 Minat untuk menolong orang lain

 Mampu untuk empati

 Menjadi pendengar yang aktif dan baik

 Mempunyai pengamatan yang tajam

 Terbuka terhadap pendapat orang lain

 Mampu mengenali hambatan psikologis sosial dan budaya

 Langkah-langkah pelaksanaan konseling meliputi :


 Menciptakan suasana dan hubungan saling percaya

 Menggali permasalahan yang dihadapi calon akseptor

 Memberikan penjelasan penunjukan disertai alat-alat kontrasepsi.

Setelah klien memutuskan memilih salah satu alatkontrasepsi,bidan menyiapkan


informed consent secara tertulis.
Etika dalam penelitian kebidanan
Menurut kode etik bidan internasional adalah bahwa bidanseharusnya
meningkatkan pengetahuannya melalui berbagaiproses seperti dari pengalaman
pelayanan kebidanan dan dari risetkebidanan. Bidan wajib mendukung penelitian yang
bertujuanmemajukan ilmu pengetahuan kebidanan. Bidan harus siap untuk mengadakan
penelitian dan siap untuk memberikanpelayanan berdasarkan hasil penelitian. Pada
dasarnya penelitian bertujuan untuk :

 Memajukan ilmu pengetahuan dalam kaitan untukmeningkatkan pelayanan.

 Kemajuan dalam bidang penelitian itu sendiri. Menurut Helsinski prinsip dasar
penelitian yang mengambil objek manusia harus memenuhi ketentuan :
 Bermanfaat bagi umat manusia

 Harus sesuai dengan prinsip ilmiah dan harus didasarkanpengetahuan


yang cukup dari dukungan kepustakaan ilmiah.
 Tidak membahayakan objek

 Tidak merugikan atau menjadikan beban baik waktu

 Harus selalu dibandingkan rasio untung , rugi resiko.


E. Fungsi Fungsi

Etika Dalam Pelayanan Kebidanan

1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien

2. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yg


merugikan/membahayakan orang lain
3. Menjaga privacy setiap individu

4. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya

5. Dengan etik kita mengatahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa
alasannya
6. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis
suatu masalah
7. Menghasilkan tindakan yang benar

8. Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya.

9. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik,


buruk, benar atau salah sesuai dengan moral ygberlaku pada umumnya
10. Berhubungan dengans pengaturan hal-hal yg bersifat abstrak

11. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik

12. Mengatur hal-hal yang bersifat praktik

13. Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakatmaupun tata
cara di dalam organisasi profesi
14. Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugasprofesinya yg
biasa disebut kode etik profesi.
yang lain. Kondisi seperti ini disebut Prima Facie. Konsil Kedokteran
Indonesia,dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa,praktik
kedokteran dan medis lain di Indonesia mengacu kepada kepada 4kaidah dasar moral
yang sering juga disebut kaidah dasar etik biomedis,yaitu: Beneficence, Non -
Maleficence, Justice dan Autonomi.

1. Beneficence

Dalam arti bahwa seorang tenaga kesehatan berbuat baik,menghormati martabat


manusia, tenaga kesehatan tersebut harusberusaha maksimal agar pasiennya tetap dalam
kondisi sehat.Perlakuan terbaik kepada pasien merupakan poin utama dalamkaidah ini.
Kaidah beneficence menegaskan peran tenaga kesehatan untuk menyediakan kemudahan
dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi.
akibat baik daripada hal yang buruk. Prinsip prinsip yang terkandung didalam kaidah ini
adalah :

 Mengutamakan Alturisme

 Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia

 Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakantidak hanya


menguntungkan seorang tenaga kesehatan
 Tidak ada pembatasan “goal based”

 Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyakdibandingkan


dengan suatu keburukannya
 Paternalisme bertanggung jawab/kasih saying

 Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

 Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan

 Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yangbaik seperti yang
orang lain inginkan
 Memberi suatu resep berkhasiat namun murah

 Mengembangkan profesi secara terus menerus

 Minimalisasi akibat buruk


2. Non-maleficent

Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorangtenaga kesehatan tidak


melakukan perbuatan yang memperburukpasien dan memilih pengobatan yang paling
kecil resikonya bagipasien yang dirawat atau diobati olehnya. Pernyataan kunoFist,
dono harm, tetap berlaku dan harus diikuti.

Non-malficence mempunyai ciri-ciri :

 Menolong pasien emergensi

 Mengobati pasien yang luka

 Tidak membunuh pasien

 Tidak memandang pasien sebagai objek

 Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien

 Melindungi pasien dari serangan

 Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian tenaga kesehatan

 Tidak membahayakan pasien karena kelalaian

 Menghindari misrepresentasi

 Memberikan semangat hidup

 Tidak melakukan white collar crime

3. Autonomi

Dalam kaidah ini, seorang tenaga kesehatan wajib menghormati martabat dan
hak manusia. Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak
menentukan nasib sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secaralogis dan
membuat keputusan sendiri. Autonomi bermaksud menghendaki, menyetujui,
membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri. Kaidah Autonomi
mempunyai prinsip – prinsip sebagai berikut:

 Menghargai hak menentukan nasib sendiri

 Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan

 Berterus terang menghargai privasi

 Menjaga rahasia pasien


 Menghargai rasionalitas pasien

 Melaksanakan Informed Consent

 Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambilkeputusan sendiri

 Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien

 Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuatkeputusan,


termasuk keluarga pasien sendiri
 Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien padakasus non
emergensi
 Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikannpasien

 Mejaga hubungan atau kontrak

4. Justice

Justice adalah suatu prinsip dimana seorangtenaga kesehatan wajib memberikan


perlakuan sama rata serta adiluntuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.
Perbedaantingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan,perbedaan
kedudukan sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraantidak boleh mengubah sikap dan
pelayanan tenaga kesehatanterhadap pasiennya.

Justice mempunyai ciri-ciri :

a.Memberlakukan segala sesuatu secara universal

b.Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ialakukan c.Memberikan
kesempatan yang sama terhadap pribadi dalamposisi yang sama d.Menghargai hak sehat
pasien

e.Menghargai hak hukum pasien f.menghargai hak orang lain g.menjaga kelompok rentan

h.Tidak membedakan pelayanan terhadap pasien atas dasar SARA, status social, dll
i.Tidak melakukan penyalahgunaan
j.Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhanpasien k.Meminta
partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya l.Kewajiban mendistribusikan
keuntungan dan kerugian secaraadil

m.Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepatdan kompeten


n.Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasansah atau tepat

o.Menghormati hak populasi yang sama sama rentan penyakitatau gangguan


kesehatan p.Bijak dalam makroalokasi

Selain 4 kaidah dasar etik biomedis diatas, terdapat juga kaidah atauprinsip
Utama Bioetika antara lain:

 Respek terhadap hidup dan kehidupan (bioetika sangatmenghargai kehidupan yg


menganggap bahwa kehidupan bukansekedar reaksikimia fisika biasa)
 Perlunya keseimbangan antara risiko dan manfaat (keputusan ygdiambil hrs
mempertimbangkan keuntungan/manfaat dan segikerugian/resikonya)
 Adanya suatu kesepakatan bahwa etika tidak sesederhana alamiah(Problem etika
tidak mudah utk mendapat penyelesaian, krnkeputusan etika yg diambil
dipengaruhi antara lain: ideologi, kepentingan, polapikir dan tujuan)
APLIKASI ETIKA DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

Kode Etik Profesi Bidan

Setiap profesi mutlak mengenal atau mempunyai kode etik. Dengan demikian dokter,perawat,-

,bidan, guru dan sebagainya yang merupakan bidang pekerjaan profesimempunyai kode etik.

Kode etik suatu profesi


berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan
didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.

Kode etik profesi merupakan


"suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang memberikan tuntunan bagi angotanya
untuk melaksanakan praktik dalam bidang profesinya baik yangberhubungan dengan klien
/pasien, keluarga, masyarakat,teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri".

Namun dikatakan bahwa kode etik pada zaman dimana nilai-nilai peradaban semakin
kompleks, kode etik tidak dapatlagi dipakai sebagai pegangan satu-satunya dalam
menyelesaikan masalah etik, untuk itu dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan
dengan hukum. Benar atau salah pada penerapan kode etik, ketentuan/nilai moral yang berlaku
terpulang kepada profesi.

Tujuan Kode Etik


Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalahuntuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.Secara umum tujuan menciptakan kode etik
adalah sebagai berikut:
1). Untuk menjaga dan memelihara kesejahtraan para anggota

Yang dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan material dan spiritual atau


mental. Dalam hal kesejahteraan materil angota profesi kode etik umumnya
menerapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk menerapkan untuk melakukan
perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-
peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau
tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.

2). Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi

Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga
paraanggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan
yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

3). Untuk meningkatkan mutu profesi

Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi
selaluberusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang
pengabdiannya.Selain itu kodeetik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan
meningkatkan mutuorganisasi profesi.

Dimensi Kode Etik

1. Anggota profesi dan Klien/ Pasien.

2. Anggota profesi dan sistem kesehatan.

3. Anggota profesi dan profesi kesehatan


TOPIK 12

MODEL ASUHAN & PERAN PROFESIONALISME DALAM


MELAKUKAN ASUHAN BERKUALITAS

A. Definifisi Konseptual model-model asuhan Kebidanan

Model adalah contoh atau peraga untuk menggambarkan sesuatu.Konseptual model


asuhan kebidanan adalah suatu bentuk pedoman/acuan yang merupakan kerangka kerja
seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan dipengaruhi oleh filosofi yang dianut
bian(filosofi asuhan kebidanan ) meliputi unsur-unsur yang terdapat dalam paradigma
kesehatan(manusia-prilaku,lingkungan dan pelayanan kesehatan.

a. Model-Model Konseptual Asuhan Kebidanan

Model konseptual kebidanan adalah :

 Gambaran abstrak suatu ide yang menjadi dasar suatu disiplin ilmu

 Model konseptual kebidanan biasanya berkembang dari teori dasar intuitif


keilmuan yang sering kali disimpulkan dalam kerangka acuan disiplin ilmu yang
bersangkutan (Fawcett, 1992)
 Model memberikan kerangka untuk memahami dan mengembangkan praktik
guna membimbing tindakan dalam pendidikan untuk mengidentifikasi
pertanyaan yang harus dijawab dalam penelitian.

b. Kegunanaan Model-Model Konseptual Asuhan Kebidanan

Kegunaan model konseptual adalah :

 Untuk menggambarkan beberapa aspek (konkret maupun abstrak)

 Merupkana gagasan mental sebagai bagian deri teori yang membantu ilmu-ilmu
social mengonsep dalam menyamakan aspek-aspek proses social.
 Menggambarkan suatu kenyataan gambaran abstrak sehingga banyak digunakan
disiplin ilmu lain sebagai parameter garis besar praktik.
B. Asuhan Kebidanan (midwifery care)

Care dalam bahasa Inggris mempunyai arti memelihra, mengawasai, memperhatikan


dengan sepenuhnya. Dihubungkan dengan kebidanan care disebut asuhan Bidan dalam
memegang Prinsip Midwifery care yaitu:

Mengakui dan mendukung keterkaitan antara fisik ,psikis dan lingkungan kultur social

Berasumsi bahwa mayoritas wanita bersalinan ditolong tanpa intervensi

Mendukung dan meningkatkan persalinan alami

Menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang dilandaskan ilmu dan seni

Wanita punya kekuasaan yaitu berlandaskan tanggung jawab bersama untuk suatu
pengambilan keputusan,tetapi wanita punya kontrol atau keputusan akhir mengenai
keadaan dirinya dan bayinya
Dibatasi oleh hukum dan ruang lingkup praktik

Berprinsip women center care.

C. Bentuk-bentuk Asuhan Kebidanan


a). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil

ANC adalah pemeriksaan/pengawasan antenatal yaitu pemeriksaan


kehamilan untuk mengoptimalisasi kesehatan mental dan fisik ibu hamil,
sehingga, mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan pemberian ASI, dan
kehamilan kesehatan reproduksi secara wajar. Tujuan utama ANC adalah
menurunkan/mencegahan kesakitan dan kematian maternal dan perinatal,
sedang tujuan khusus ANC adalah :

 Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tubuh


kembang bayi.
 Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik dan mental dan sosial ibu.

 Mengenal secara dini adanya ketidak normalan, komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan.
 Mempersiapkan kehamilan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu dan bayinya
dengan trauma semenimal mungkin.
 Mempersiapkan ibu agar semasa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
 Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima, kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara optimal.
Asuhan kebidanan pada ibu hamil adalah asuhan yang diberikan Bidan pada
ibu hamil utuk mengetahui kesehatan ibu dan janin serta untuk mencegah dan
menangani secara dini kegawatdaruratan yang terjadi pada saat kehamilan.
Tujuan pemeriksaan dan pengawasan Ibu hamil:

1. Tujuan :

 Mengenal dan menangani penyakit-penyakit yang mungkin dijumpai


dalam kehamilan, persalinan dan nifas.
 Mengenal dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita
sedini mungkin.
 Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.

 Memberikan nasehat-nasehat tentang cara hidup sehat sehari-hari.

Standar Asuhan Kehamilan Kunjungan antenatal care (ANC) minimal :

 Satu kali pada trimester 1 (usia kehamilan 0 – 13 minggu)

 Satu kali pada trimester II (usia kehamilan 14 – 27 minggu)

 Dua kali pada trimester III (usia kehamilan 18 – 40 minggu)

Kehamilan memberikan perubahan baik

Adapun pelaksanaan komunikasi bagi ibu hamil, bidan diharapkan :

 Mampu melaksanakan asuhan dan tindakan pemeriksaan, pendidikan kesehatan dan


segala bentuk pelayanan kebidanan ibu hamil.
 Dengan adanya komunikasi terapeutik diharapkan dapat meredam permasalahan
psikososial yang berdampak negatif bagi kehamilan.
 Membantu ibu sejak pra konsepsi untuk mengorganisasikan perasaannya, pikirannya
untuk menerima dan memelihara kehamilannya.
b). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin

Asuhan yang di berikan Bidan pada Ibu Bersalin, bidan melakukan observasi pada
Ibu bersalin, yani pada Kala I, Kala II, kala III, Dan kala IV. Asuhan yang diberikan
yaitu:

Asuhan Yang Diberikan Pada Kala I

 Memonitoring tekanan darah, suhu badan, denyut nadi setiap 4 jam.

 Mendengarkan denyut jantung janin setiap jam pada fase laten dan 30 menit pada fase
aktif.
 Palpasi kontraksi uterus setiap jam setiap fase laten dan 30 menit pada fase aktif.

 Memonitoring pembukaan servik penurunan bagian daerah terendah pada fase laten dan
fase aktif setiap 4 jam.
 Memonitoring pengeluaran urine setiap 2 jam.

 Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti suami, keluarga atau
teman dekat untuk mendampingi ibu.
 Menginformasikan hasil pemeriksaan dan rencana asuhan selanjutnya serta kemajuan
persalinan dan meminta persetujuan ibu untuk rencana asuhan selanjutnya.
 Mengatur aktifitas dan posisi dan membimbing relaksasi sewaktu ada his.

 Menjaga privasi ibu.

 Menjaga kebersihan diri.

 Memberi rasa aman dan menghindari rasa panas, mengurangi rasa nyeri ketika his
misalnya dengan membuat rasa sejuk dan masase.
 Memberikan cukup minum dan makan.

 Memastikan dan mempertahankan kandung kemih tetap kosong.

 Menciptakan rasa kedekatan antara bidan dan ibu misalnya dengan sentuhan.
 Mempersiapkan kelahiran bayi.

 Membimbing meneran pada waktu his.

 Melakukan pemantauan keadaan ibu dan denyut jantung bayi terus menerus.

 Melakukan amniotomi bila diperlukan.

 Melakukan episiotomi jika diperlukan.

 Melahirkan kepala sesuai mekanisme persalinan dan jalan lahir.

 Melonggarkan atau melepaskannya, bila ada lilitan tali pusat pada kepala dan badan
bayi.
 Melahirkan bahu dan diikuti badan bayi.

 Menilai tanda-tanda kehidupan bayi minimal 3 aspek adalah asuhan bernafas , denyut
jantung, warna kulit.
 Klem/jepit tali pusat didua tempat dan potong dengan gunting steril/DTT.

 Menjaga kehangatan bayi.

 Merangsang pernafasan bayi bila diperlukan.

Asuhan yang diberikan pada kala III

 Melaksanakan menagemen aktif kala III

 melakukan palpasi uterus untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam 2 menit.

 memberikan suntikan oksitosin 10 IM

 segera diberikan dalam 2 menit setelah kelahiran bayi, jika bayi tunggal

 pemberian oksitosin 10 unit im dapat diulangi setelah 15 jika plasenta masih belum
lahir.
 jika oksitosin tidak tersedia, rangsang putting payudara ibu dan susukan bayi segera
guna menghasilkan oksitosin alamiah.
 melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT)

 setelah kelahiran plasenta, lakukan masase fundus uteri


1. Memotong dan mengikat tali pusat.

2. Memperlihatkan/mendekatkan bayi dengan ibunya.

3. Meletakkan bayi segera mungkin, kurang dari 30 menit setelah lahir bila
memungkinkan.
Asuhan yang diberikan pada kala IV:

 lanjutkan pemantauan kontraksi uterus, pengeluaran darah, tanda-tanda vital. 2-3 kali
selama 10 menit pertama.
 Setiap 15 menit selam 1 jam.

 Setiap 20-30 menit selama jam kedua.

 Jika uters tidak berkontraksi dengan baik, lakukan masase fundus.

 Melakukan pemeriksaan jalan lahir dan perineum.

 Melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta dan selaputnya.

 Ajarkan ibu/keluarga tentang cara mengecek/meraba uterus dan memasasenya.

 Evaluasi darah yang hilang.

 Memantau pengeluaran klohkea (biasanya tidak lebih dari darah haid)

 Mempertahankan kandung kemih tetep kosong (tidak dengan kateterisasi).

Asuhan Kebidanan Pada Bayi baru lahir

Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir adalah Asuhan yang di berikan Bidan pada bayi
baru lahir. Pada bayi baru lahir bidan memotong tali plasenta, memandikan, mengobservasi ada
tidaknya gangguan pada pernafasan dan memakaikan pakaian dan membendong dengan kain.
Dan pada balita bidan memberikan pelayanan, informasi tentang imunisasi dan KIE sekitar
kesehatan neonatus dan balita. Komunikasi pada bayi dimulai sejak kelahiran bayi.

Adapun fase pertumbuhan dan perkembangan komunikasi bayi meluputi:

 fase prelinguistic

 kata pertama

 kalimat pertama

 kemampuan bicara egosentris dan memasyarakat.

 perkembangan semantic
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas

Asuhan kebidanan pada ibu nifas adalah asuhan yang di berikan pada ibu nifas, biasanya
berlangsung selama 40 hari atau sekitar 6minggu. Pada asuhan ini bidan memberikan asuhan
berupa memantau involusi uteri, Kelancaran ASI, dan kondisi ibu dan anak. Ibu
setelah melahirkan akan mengalami fase ini yaitu fase ibu nifas. Ibu nifas juga mengalami
perubahan-perubahan yang bersifat fisiologis maupun psikologis. Oleh karena itu, diperlukan
juga komunikasi pada saat masa nifas. Perubahan fisiologis pada ibu nifas meliputi proses
pengembalian fungsi rahim, keluarnya lochia dan sebagainya. Sedangkan perubahan psikologis
meliputi perasaan bangga setelah melewati proses persalinan, bahagia bayi telah lahir sesuai
dengan harapan. Kondisi-kondisi yang membuat ibu sedih saat nifas yaitu keadaan bayi tidak
sesuai harapan, perceraian, dan sebagainya.

Pelaksanaan komunikasi yang dilakukan bidan pada ibu nifas harus memperhatikan
kestabilan emosi ibu, arah pembicaraan terfokus pada penerimaan kelahiran bayi. Penyampaian
informasi jelas dan mudah dimengerti oleh ibu dan keluarga.

Asuhan Kebidanan Pada Pelayanan KB

Asuhan Kebidanan pada pelayanan KB adalah asuhan yang diberikan bidan pada ibu
yang akan melakukan pelayanan KB, bidan memberikan asuhan tentang macam-macam KB,
efek dan dampak dari pemakaian KB, serta memberikan wewenang terhadap ibu untuk memilih
macam-macam KB yang akan di gunakan. Tidak semua akseptor KB mengalami kenyamanan
dalam menggunakan alat kontrasepsi. Ada juga yang mengalami perubahan baik secara
fisiologis maupun psikologis setelah penggunaan alat kontrasepsi.

Perubahan fisiologis yang sering terjadi adalah akibat dari efek samping penggunaan
alat kontrasepsi tersebut, misalnya pusing, BB bertambah, timbul flek-flek di
wajah, gangguan menstruasi, keputihan, dan lain-lain. Adapun perubahan psikologis yang
dialami adalah kecemasan atau ketakutan akan keluhan-keluhan yang terjadi, dan kegagalan
dalam pemakaian alat kontrasepsi.
TOPIK 13

Peran Profesionalisme Bidan dalam Memberikan


Pelayanan yang Berkualitas

A. Peran bidan sebagai Pendidik

Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga


kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya
yang berhubungan dengan pihak terkait, kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana.

 Bersama klien mengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan


masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak dan keluraga berencana.
 Bersama klien pihak terkait meyusun rencana penyuluhan kesehatan masyarakat
sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.
 Menyiapkan alat dan bahan pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang
telah disusun.
 Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan
rencana jangka pendek dan jangka panjang yang melibatkan unsur-unsur terkait
termasuk masyarakat.
 Bersama klien mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat
dan menggunakannya untuk perbaikan dan meningkatkan program di masa yang
akan datang.
 Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan
masyarakat secara lengkap dan sistematis.
 Peran bidan sebagai Pelaksana

Bidan harus mengetahui dan menguasai IPTEK untuk melakukan kegiatan, antara lain :

 Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pranikah.

 Pemeliharaan kesehatan bumil, nifas dan masa interval dalam keluarga.


 Pertolongan persalinan di rumah.

 Tindakan pertolongan pertama pada kasus kegawatdaruratan obstetri di keluarga.

 Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi di keluarga.


 Pemeliharaan kesehatan anak balita.
B. Peran Bidan sebagai Pengelola

Bidan sebagai pengelola kegiatan kebidanan unit kesehatan ibu dan anak
di puskesmas, polindes, posyandu dan praktik bidan, memimpin dan mengelolah
bidan lain atau tenaga kesehatan yang pendidikannya lebih rendah. Perannya
sebagai pengelola anatara lain :

 Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan


untuk individu keluarga kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerja
dengan melibatkan masyarakat/klien.
 Berpartisifasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain
di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, keder
kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang berada dibawah bimbingan dalam
wilayah kerjanya.

C. Peran Bidan Sebagai Peneliti

 Peran peneliti yang dilakukan oleh bidan dalam bidang kesehatan secara
dasarnya bidan harus mengetahui bagaimana pencatatan, pengelahan dan
analisis data.
 Secara sederhana bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotesis atau
hasil analisisnya.
 Berdasarkan data tersebut bidan dapat menyusun rencana atau tindakan
sesuai dengan permasalahan yang ditemukan.
 Bidan juga harus dapat melaksanakan evaluasi atas tindakan yang
dilakukan tersebut.
TOPIK 13
(LANJUTAN)
PENGEMBANAN PROFESIONALISME
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PROFESI BIDAN DALAM
UPAYA

MENINGKATKAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

A. Pendahuluan

Pembangunan nasional merupakan upaya Bangsa Indonesia untuk mewujudkan


tujuan kesejahteraan umum, melindungiseluruh tumpah darah Indonesia dan membantu
melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi. Salah satu bagian dari di bidang
kesehatan. Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional
yang dilaksanakan oleh seluruh komponen Bangsa Indonesia.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan


kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara social dan ekonomi .Pembangunan kesehatan
dilakukan dengan menggerakkan seluruh komponen Sistem Kesehatan Nasional
(SKN).

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan


kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara social dan ekonomi .Pembangunan kesehatan
dilakukan dengan menggerakkan seluruh komponen Sistem Kesehatan Nasional
(SKN).

Tahun 2014 Kementerian Kesehatan mencatat terdapat sebanyak 42.033 bidan


PTT. Adapun tenaga PTT lainnya yaitu tenaga medis PTT hanya berjumlah 4.435
orang. Bidan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak di wilayah
terpencil. Bidan di wilayah terpencil mendapat gaji dan insentif sebesar Rp.1.500.000
untuk daerah biasa, Rp.1.700.000 untuk daerah terpencil dan Rp.2.000.000 untuk daerah
yang sangat terpencil.1 Selain itu, kebijakan pemerintah belum mendukung kontinuitas
bidan PTT dalam memberikan pelayanan di daerah tersebut. Hingga tahun 2014,
setelah tenaga keperawatan yang sejumlah 281.111 orang (Kementerian Kesehatan,
2015). Data terbaru MTKI per November 2015, ada sebanyak 353.003 bidan yang telah
diregistrasi. Bahkan jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak jika dibandingkan
dengan jumlah tenaga kesehatan lainnya (666.069) (Wawancara dengan Pengurus Pusat
IBI, 2016). Dalam kenyataannya, terdapat berbagai masalah kesehatan terkait dengan
profesi bidan. Seperti pelayanan kebidanan belum dirasakan oleh semua penduduk
Indonesia.

Hal ini dikarenakan profesi bidan yang belum berkembang dari segi kompetensi
dan pendidikan, akses yang menyulitkan untuk mendapatkan pelayanan kebidanan,
masih adanya budaya pertolongan persalinan oleh paraji, dan kebijakan pemerintah
yang tidak mendorong semangat penempatan bidan di desa (Wawancara dengan
Pengurus Pusat IBI, 2016). Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini, bidan
terutama bidan praktik mandiri belum sepenuhnya tergabung sebagai pemberi
pelayanan kesehatan yang tergabung sebagai mitra BPJS. Hanya dua ribuan bidan yang
berjejaring dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan semestinya bisa memperluas
jaringannya dengan bidan praktik mandiri.

Mekanisme pembiayaan JKN dinilai lebih rumit dari Jampersal. Padahal bidan
memiliki peran yang strategis dalam memberikan pelayanan kesehatan primer kepada
ibu dan anak. Selain masalah pelayanan, dari sisi pengembangan pendidikan profesi
kebidanan dapat dikatakan belum sepenuhnya dikembangkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang ada seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2015 tentang
Rumah Sakit Pendidikan, Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi dan Permenristekdikti Nomor 26 Tahun 2016 tentang
Rekognisi Pembelajaran Lampau, dan Permendikbud Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Akreditasi Perguruan Tinggi dan Program Studi.

Pendidikan kebidanan belum berkembang seperti pendidikan kedokteran dan


pendidikan keperawatan yang sudah jelas jenis pendidikan profesinya mulai dari
program pendidikan spesialis hingga subspesialis. Tentunya Pengembangan pendidikan
kebidanan berbeda dengan kedokteran kebidanan dan kandungan. Pengembangan
pendidikan kebidanan bertujuan untuk menyelenggarakan asuhan kebidanan dalam
keadaan normal dengan pengembangan metode-metode yang didukung oleh
penelitian dan penerapan teknologi. Perkembangan pendidikan kebidanan menyesuaikan
dengan perkembangan global yaitu yang ada pada setiap pertemuan International
Confederation of Midwives (ICM).

Profesi bidan juga belum mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah.


Terutama belum adanya undang-undang yang secara spesifik memberikan perlindungan
hukum dan pengembangan profesi bidan sebagaimana profesi dokter dan perawat.
Padahal pada awalnya, pembuatan undang-undang profesi tersebut dilakukan bersama-
sama pada tahun 2003. Oleh karena itu, menjadi menarik untuk diteliti adalah
bagaimana pengembangan kebijakan profesi tenaga kebidanan untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan anak. Lebih lanjut pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana kondisi
kesehatan ibu dan anak? Bagaimana profil tenaga kebidanan, dan bagaimana
pengembangan profesionalisme tenaga kebidanan guna meningkatkan kesehatan ibu
dan anak melalui aspek pendidikan kebidanan; akreditasi, registrasi dan lisensi profesi
bidan; pelayanan kebidanan baik mandiri, kolaborasi maupun rujukan; dan strategi
kontinuitas penyebaran bidan di desa? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui kondisi kesehatan ibu dan anak, profil tenaga kebidanan, dan
pengembangan profesionalisme tenaga kebidanan guna meningkatkan kesehatan ibu
dan anak melalui aspek pendidikan kebidanan; akreditasi, registrasi dan lisensi profesi
bidan; pelayanan kebidanan baik mandiri, kolaborasi maupun rujukan; dan strategi
kontinuitas penyebaran bidan di desa.

Adapun metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif. Data dikumpulkan


melalui wawancara pada pemangku kepentingan terkait dalam rangka penyusunan
Rancangan UndangUndang Kebidanan.
B. Kondisi Kesehatan Ibu dan Anak

Derajat kesehatan suatu negara ditandai dengan angka-angka kesakitan, angka


kematian, dan umur harapan hidup (Achmadi, 2014). AKI dan AKB dapat digunakan
untuk melihat kodisi kesehatan ibu dan anak dalam suatu periode tertentu dan di
wilayah tertentu. AKI sangat peka terhadap kualitas dan aksesibilitas fasilitas pelayanan
kesehatan. Melalui AKI dapat diukur status kesehatan ibu saat kehamilan,
persalinan dan nifas pada suatu wilayah. AKI dan AKB juga menjadi perhatian tingkat
global sehingga hampir semua negara terus menerus melakukan berbagai upaya
internasional untuk memecahkan masalah ini. Dalam dokumen International
Classification of Diseases (ICD-10), kematian ibu adalah kematian seorang perempuan
ketika masa kehamilan atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa
mempertimbangkan lama dan letak kehamilan, dari semua penyebab yang berkaitan
atau diperberat oleh kehamilan dan penatalaksanaannya, namun bukan karena penyebab
kecelakaan dan insiden (WHO, 2012).

Kematian ibu sebagai akibat dari berbagai determinan yang sangat luas.
Determinan tersebut seperti faktor sosial, ekonomi, budaya, dan letak geografi. Selain
itu, dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui pentingnya pemeliharaan kehamilan dan bahaya persalinan yang tidak
aman. Tokoh masyarakat pun belum sepenuhnya peduli terhadap keselamatan ibu hamil
dan bersalin dan tenaga kesehatan belum maksimal memberikan pelayanan.

Dengan demikian akses informasi dan akses pelayanan kesehatan juga


merupakan determinan yang penting untuk menurunkan kematian ibu (Retnaningsih,
2013). Millennium Development Goals (MDGs) juga memprioritaskan tujuan utamanya
yaitu untuk menurunkan AKB sebesar 2/3, menurunkan AKI sebesar 3/4, dan
meningkatkan pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Berdasarkan Laporan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2014, AKI tercatat sebesar 359 per

100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut jauh dari target MDGs yang sebesar 102 per

100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB pada tahun 2012 sebesar 32 per 1.000
kelahiran hidup juga masih jauh dari target MDGs yang sebesar 23 per 1.000 kelahiran
hidup (KPPN, 2015). AKI dan AKB juga menjadi perhatian dalam Sustainable
Development Goals (SDGs). Target AKI dan AKB pada tahun 2019 sebesar 306 per

100.000 kelahiran hidup dan 24 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2015). AKI
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup tersebut masih cukup tinggi jika dibandingkan
dengan negara ASEAN.

Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah dalam menurunkan AKI dan AKB
melalui program meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru
lahir minimal di 150 rumah sakit PONEK dan 300 puskesmas atau balkesmas
PONED, memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antara puskesmas dan
rumah sakit, menjamin setiap ibu memiliki askes terhadap pelayanan kesehatan ibu yang
berkualitas mulai dari saat hamil, persalinan hingga perawatan pasca persalinan,
perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, cuti hamil dan melahirkan, serta
akses terhadap keluarga berencana.

Disamping itu pentingnya melakukan intervensi lebih ke hulu yakni kepada


kelompok remaja dan dewasa muda dalam upaya percepatan penurunan AKI (Kemenkes,
2015). Pada tahun 2009, salah satu upaya peningkatan cakupan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan adalah program kemitraan bidan dan dukun. Pada program ini
peran dukun dalam persalinan dialihkan pada aspek perawatan non medis.

Tugas pokok bidan di desa antara lain sebagai pelaksana kesehatan ibu dan anak
khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan
kesehatan bayi baru lahir termasuk pembinaan dukun bayi.

Tugas bidan lainnya adalah melakukan kunjungan ke rumah, pembinaan


posyandu dan pembinaan pondok bersalin. Selain bidan di desa, ada pula bidan yang
melakukan praktik di fasilitas pelayanan kesehatan dengan tugas pokoknya memberikan
pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga
berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, pelayanan di kamar bersalin, pelayanan di
kamar operasi, pelayanan nifas dan pelayanan perinatal.

C. Profil Tenaga Kebidanan

Sektor kesehatan sudah menjadi bagian dari industri yang memberikan lapangan
pekerjaan luas. Ungkapan bahwa kesehatan adalah area yang padat karya menunjukkan
bahwa banyak orang yang bekerja dalam sektor kesehatan. Sumber Daya Manusia
(SDM) merupakan komponen utama dari sistem kesehatan dan menghabiskan paling
banyak sumber daya yang dialokasikan untuk sistem kesehatan. SDM berkontribusi
terhadap kinerja dari semua fungsi utama kesehatan sehingga upaya untuk
meningkatkan efektivitas tenaga kesehatan merupakan pusat untuk meningkatkan
kinerja sistem kesehatan.
Dalam UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan,
tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan. Tenaga kebidanan merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan
yang disebutkan dalam peraturan tersebut.

Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di Indonesia tidak terlepas


dari masa penjajahan Belanda dan Jepang. Belanda merupakan salah satu negara yang
teguh berpendapat bahwa pendidikan kebidanan harus dilakukan secara terpisah dari
pendidikan perawat. Profesi bidan berkembang menjadi profesi yang berbeda dengan
profesi perawat.

Midwife (bidan) dalam terminologi bahasa Inggris, mid sama dengan with yang
berarti “dengan” dan wif sama dengan a woman atau “seorang wanita”. Jadi, midwife
sama dengan with a woman dan berarti “dengan seorang wanita”. Definisi bidan secara
internasional telah diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM) pada
tahun 1972 dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO) pada
tahun 1973, World Health Organization (WHO) dan badan lainnya. Pada tahun 1990 di
Kobe, ICM menyempurnakan definisi bidan yang kemudian disahkan oleh FIGO (1991)
dan WHO (1992).

Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan


yang diakui oleh negara, telah berhasil menyelesaikan pendidikan tertentu lainnya yang
disyaratkan serta memperoleh kualifikasi yang diperlukan untuk didaftarkan dan/atau
diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan.

Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu
dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan
gawat darurat pada saat tidak adanya tenaga medis. Bidan mempunyai tugas penting
dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi
juga termasuk keluarga dan komunitasnya.

Pelayanan bidan termasuk pendidikan antenatal, persiapan untuk menjadi orang


tua, dan penguasaan bidang tertentu dari ginekologi, keluarga berencana dan asuhan
anak. Bidan dapat melakukan praktik kebidanan di rumah sakit, klinik, unit pelayanan
kesehatan, rumah perawatan atau tempat pelayanan lainnya (Salmiati, 2008).

Sedangkan definisi bidan dan ruang lingkup praktiknya yang terbaru menurut
ICM Council pada tanggal 15 Juni 2011, yaitu bidan adalah seseorang yang telah
berhasil menyelesaikan program pendidikan kebidanan yang diakui dengan sah di
negara dimana ia berada dan yang didasarkan pada Standar Kompetensi Inti ICM untuk
praktik dasar bidan dan kerangka kerja Standar Global ICM untuk pendidikan
kebidanan; orang yang telah mendapatkan kualifikasi yang diperlukan untuk diregistrasi
dan diberi izin yang sah untuk dapat melakukan praktik kebidanan dan menggunakan
gelar “bidan”; dan orang yang mempunyai kompetensi dalam praktik kebidanan. Bidan
diakui sebagai profesi yang bertanggung jawab dan akuntabel yang bekerja dalam
kemitraan bersama perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasihat yang
dibutuhkan selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas; menolong persalinan
dengan tanggung jawab sendiri; serta menyediakan asuhan bagi bayi baru lahir dan
anak. Asuhan ini termasuk langkah pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi
komplikasi pada ibu dan anak, pengaksesan pelayanan medis atau bantuan pertolongan
yang tepat lainnya dan pelaksanaan langkah-langkah darurat. Bidan memiliki tugas
penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, bukan hanya bagi perempuan saja
melainkan juga kepada keluarga dan masyarakat.
TOPIK 16

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME TENAGA KEBIDANAN

A. Pengaturan Mengenai Profesi Bidan

Terdapat di beberapa peraturan yang terpisah diantaranya :

 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/ Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan


Penyelenggaraan Praktik Bidan
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman
Pengangkatan dan Penempatan Dokter dan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap
 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/ Menkes/SKIII/2007 tentang Standar
Profesi Bidan.
 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/ Menkes/SK/VIII/2007 tentang
Standar Asuhan Kebidanan.
Pengembangan kebijakan kesehatan tidak terlepas dari masalah atau isu yang
berkembang di tengah masyarakat. Keinginan merespon berbagai kalangan. Sebagai
sebuah profesi kebidanan, kompetensi bidan yang terdiri dari serangkaian
pengetahuan, keterampilan dan perilaku didapat melalui pendidikan tinggi dan
pendidikan berkelanjutan.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan


Tinggi, pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program
magister, program doktor, dan program profesi serta program spesialis, yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa
Indonesia.

Terdapat tiga jenis pendidikan tinggi yaitu akademik, vokasi dan profesi. Berikut
ini merupakan penjelasan jenis pendidikan tinggi :

a. Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan/atau


program pascasarjana yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan cabang
ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi program diploma yang menyiapkan
mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai program
sarjana terapan. Dapat pula dikembangkan oleh pemerintah sampai dengan program
magister terapan atau program doktor terapan.
c. Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
menyiapkan mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan persyaratan keahlian
khusus.

Pendidikan profesi dapat diselenggarakan oleh perguruan tinggi dan bekerja


sama dengan kementerian pendidikan, kementerian lain, LPNK dan/atau organisasi
profesi yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi. Saat ini pendidikan tinggi
kebidanan telah tersedia di perguruan tinggi dengan jenis program pendidikan berupa
akademik, vokasi dan profesi. Program pendidikan akademik kebidanan yang sudah
tersedia adalah sarjana dan magister.

Untuk dapat melakukan praktik kebidanan, lulusan sarjana kebidanan diwajibkan


melanjutkan ke jenis pendidikan profesi kebidanan. Lulusan pendidikan profesi bidan
berhak mendapat gelar bidan. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi, program profesi merupakan pendidikan keahlian
khusus yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana atau sederajat untuk
mengembangkan bakat dan kemampuan memperoleh kecakapan yang diperlukan dalam
dunia kerja. Program profesi diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bekerja sama
dengan kementerian pendidikan, kementerian lain, LPNK, dan/atau organisasi profesi
yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi.

Program profesi wajib memiliki dosen yang berkualifikasi akademik minimum


lulusan program profesi dan/atau lulusan program magister atau yang sederajat dengan
pengalaman kerja paling singkat dua tahun. Lulusan program profesi berhak
menggunakan gelar profesi. Selanjutnya, bidan profesi yang ingin mengembangkan
keilmuan kebidanan, dapat melanjutkan pendidikan akademik ke tingkat magister.
Lulusan magister kebidanan berhak mendapat gelar magister kebidanan. Dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
program magister merupakan pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan
program sarjana atau sederajat sehingga mampu mengamalkan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan/atau teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah.
Program magister mengembangkan mahasiswa menjadi intelektual, ilmuwan yang
berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja serta
mengembangkan diri menjadi profesional. Program magister wajib memiliki dosen yang
berkualifikasi akademik lulusan program doktor atau yang sederajat. Lulusan program
magister berhak menggunakan gelar magister.

Selain pengembangan pendidikan formal, juga dikembangkan pendidikan


nonformal atau pendidikan berkelanjutan. Pengembangan pendidikan berkelanjutan
kebidanan mengacu pada peningkatan kualitas bidan sesuai dengan kebutuhan
pelayanan. Materi pendidikan berkelanjutan meliputi aspek klinis dan non klinis.
Pendidikan tersebut dilakukan melalui program pelatihan, magang, seminar atau
lokakarya yang diadakan dengan kerja sama organisasi profesi, kementerian kesehatan,
fasilitas pelayanan kesehatan, lembaga internasional dan lainnya. Selain itu, organisasi
profesi telah mengembangkan suatu program mentorship dimana bidan senior
membimbing bidan junior dalam konteks profesionalisme kebidanan (Sofyan, 2008).

Pengembangan jenjang pendidikan bidan bertujuan untuk memberikan


pelayanan kebidanan yang komprehensif kepada ibu dan anak dalam tatanan praktik
bidan mandiri. Pemerintah daerah dapat mengarahkan bidan vokasi atau bidan
profesional yang baru lulus untuk membuka praktik secara mandiri di bawah
pengawasan dari bidan profesional yang berpraktik di sekitarnya. Sehingga tercipta
jejaring praktik bidan dalam suatu wilayah. Kasus-kasus rujukan dengan mudah
dilakukan sehingga dapat meminimalkan masalah kesehatan ibu dan anak. Bidan vokasi
juga diarahkan untuk memantau perkembangan ibu hamil di wilayahnya dan segera
merujuk jika ditemukan kehamilan dengan penyulit dan komplikasi penyakit.
disebut dokter atau dokter gigi jika telah lulus pendidikan profesi. Begitupun dengan
perawat yang berhak menyandang gelar ners jika telah lulus pendidikan profesi. Oleh
karenanya, di dalam pengembangan profesi bidan, perlu dibedakan jenis bidan dalam
memberikan pelayanan. Pembedaan jenis ini juga berpengaruh pada pembagian
wewenang berdasarkan jenjang pendidikan.

Menurut ICM, berdasarkan latar belakang pendidikan dan kompetensi yang


dimiliki, bidan terbagi menjadi dua yaitu basic midwifery dan advance midwifery. Bidan
basic atau bidan pelaksana atau dapat disebut dengan bidan vokasi yaitu seseorang yang
telah lulus pendidikan kebidanan diploma tiga yang memiliki kompetensi, sudah
diregistrasi dan diberikan izin untuk melakukan praktik bidan di fasilitas pelayanan
kesehatan maupun praktik mandiri perorangan.

Asal kata vokasi berasal dari vocational yang berarti kejuruan. Istilah vokasi
juga digunakan dalam keperawatan yaitu perawat vokasi. Perawat vokasi merupakan
perawat yang telah lulus pendidikan diploma tiga. Basic midwifery practice menurut
ICM terbagi ke dalam beberapa kompetensi yaitu kompetensi dalam konteks sosial,
epidemiologi, dan budaya asuhan kepada ibu dan bayi baru lahir; kompetensi dalam pra-
kehamilan dan rencana persalinan; kompetensi dalam penyediaan asuhan selama masa
kehamilan; kompetensi dalam penyediaan asuhan selama persalinan dan kelahiran;
kompetensi dalam penyediaan asuhan bagi wanita selama masa nifas; dan kompetensi
dalam asuhan pasca persalinan untuk bayi baru lahir. Misalnya pada kompetensi dalam
penyediaan asuhan selama persalinan dan kelahiran,

Kompetensi dasar yang dibutuhkan antara lain :

a) pengetahuan yang meliputi anatomi dan fisiologi persiapan persalinan, indikator fase
laten dan fase awal persalinan aktif, induksi stimulasi awal persalinan dan
augmentasi kontraktilitas uterus, indikasi melakukan episiotomi, dan lainnya.

b) keterampilan yang meliputi keterampilan melakukan episiotomi, melakukan


pertolongan persalinan normal, menjepit dan memotong tali pusar, menyediakan terapi
farmakologi untuk meredakan nyeri, dan lainnya.
c) perilaku yang meliputi tanggung jawab atas keputusan dan tindakan klinis (ICM,
2014).

Dapat disimpulkan menurut ICM, bidan vokasi dapat melakukan pelayanan


kebidanan secara mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lainnya di fasilitas
pelayanan kesehatan namun pada batasan kondisi kehamilan dan persalinan yang
normal. Selain itu, terdapat bidan profesional merupakan seseorang yang telah lulus
pendidikan kebidanan setingkat diploma empat atau sarjana yang memiliki kompetensi,
sudah diregistrasi dan diberikan izin untuk melakukan praktik bidan di fasilitas
pelayanan kesehatan maupun praktik mandiri perorangan.

Bidan tersebut dapat beperan sebagai pemberi pelayanan kebidanan, pengelola


dan pendidik. Lulusan pendidikan setingkat magister dan doktor juga merupakan bidan
profesional yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya dan berperan
sebagai pemberi pelayanan kebidanan sesuai jenjang pendidikan profesinya, pengelola,
pendidik, peneliti dan konsultan dalam perkembangan pendidikan kebidanan maupun
dalam sistem pelayanan kesehatan secara universal.

Dalam dokumen ICM, kompetensi tambahan atau Advance midwifery practice yaitu
dalam memberikan asuhan selama persalinan dan kelahiran antara lain memiliki
serangkaian pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam melakukan ekstraksi vakum,
perbaikan tingkat tiga dan empat luka robekan perinieum dan memperbaiki luka robek
serviks. Selain memiliki tambahan kompetensi dalam melakukan pelayanan kebidanan,
bidan profesional juga diwajibkan memiliki serangkaian kompetensi manajerial dimana
hal ini dibutuhkan dalam merencanakan asuhan yang akan diberikan dan juga
dibutuhkan untuk koordinasi dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.

Selain itu, bidan profesional juga dibutuhkan memiliki kemampuan berpikir


kritis yang diperlukan guna pengambilan keputusan yang tepat untuk mencegah kondisi
yang membahayakan ibu hamil dan janin misalnya kondisi kehamilan tiga terlambat
yaitu terlambat dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan, terlambat mendapat
pertolongan, dan terlambat mengenali tanda bahaya kehamilan; dan empat terlalu yaitu
terlalu muda (hamil usia bi bawah 16 tahun), terlalu tua (hamil usia di atas 35 tahun),
DAFTAR PUSTAKA

Andita Cindy Faulina.Abu Khoiri. Yennike Tri Herawati. (2016). Implementation Study of Referral
System in the National Health Insurance Program at the Technical Implementing Agency of
Health Service of Jember University. Jurnal IKESMA. Vol 12(2):91-102

Djunaidi. (2017). Reference Sources as Reference to Support Scientific Writing for Librarians.
Journal of Librarianship and Reading Society. Vol. 33 (2):001-0111

Dwi Ratnasari. (2017). Implementation Study of Referral System in the National Health Insurance
Program at the Technical Implementing Agency of Health Service of Jember University. JAKI.
Vol.5(2):145-154

Esti Putri Anugrah. (2020). Electronic Record Keeping to Support Indonesia E-Government
Implementation. E-ISSN:2442-5168. Vol.6(1)

Handayani, Tiwik. 2017. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : TIM

Indrianingrum. Oktio Woro Kasmini Handayani. (2017). Input of the Referral System for the Social
Security Administering Bodies (BPJS) for Health in the First Level Health Facilities (FKTP) in
Jepara Regency Irawati. Public Health Perspective Journal. Vol.2(2):140 -147

Marmi. 2014.Asuhan Neonatus,Bayi,Balita, dan AnakPrasekolah.Yogyakarta:Pustaka Pelajar


Maryanti, Dwi, dkk .2016. Buku Ajar Neonatus,Bayi & Balita.Jakarta:TIM

Muhammad Hardhantyo. Armiatin. Adi Utarini. Hanevi Djasri. (2016).


ReferralSystemAuditToReduceUnnessesaryVisitToSecondaryHealthCare. Case Study In DkiJakarta
Province. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol 5(4):158-162
Puji Hastuti. Atik Mawarni. Ayun Sriatmi. (2015). Performance Analysis in the Village
Midwife Neonatal Care in Infants with Low Birth Weight in PHC Pati. Jurnal
Manajemen Kesehatan Indonesia. Vol(2)2:161-167

Suci Rahmadani. Nasrah Nasrah. Nurhayani Nurhayani. Muhammad Yusri Abadi. Dian
Saputra Marzuki. Ayu Bella Fauziah. (2020). Implementation of the BPJS
Kesehatan Patient Referral System at the Pulau Barrang Lompo Community Health
Center, Makassar. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia. Vol.6(2)

Yeyeh Ai Rukiyah, Lia Yulianti. 2015. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Jakarta: TIM Yusari Asih, Risneni. 2016. Buku Ajar Dokumentasi Kebidanan. Jakarta
: CV Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai