Anda di halaman 1dari 31

STUDI KOMPARATIF MENGENAI BATASAN HARTA WASIAT

DALAM SISTEM KEWARISAN SUNNI DAN MUHAMMAD SYAHRUR

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH :

EKA NUR RAHMA

NIM 200201110202

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG 2022
A. Latar Belakang

Hukum waris Islam adalah serangkaian peraturan yang menetapkan

perihal peralihan harta milik mayyit pada keluarganya yang masih hidup dan

mempunyai hak untuk mendapatkan harta waris (ahli waris). Di dalam

kitab-kitab Islam juga disebutkan beberapa istilah untuk untuk menyebut

hukum waris Islam, yaitu diantaranya Fikih Mawaris, Faraid, dan Hukum

al-Waris.1

Hukum waris Islam memiliki peran yang sangat penting dalam

islam, karena setiap individu pastinya akan mengalami hal-hal yang

berkaitan dengan warisan. Seperti ketika seseorang meninggal, maka akan

dengan cepat muncul pertanyaan mengenai harta peninggalan dari orang

yang meninggal atau mayyit harus dipindahkan ke siapa, diperlakukan

seperti apa, dan bagaimana cara pemindahan dan perlakuan harta tersebut?

Hal-hal seperti inilah yang di atur dalam fikih mawaris.2

Di dalam fikih mawaris ada yang namanya harta waris dan harta

wasiat. Harta waris ialah aset kekayaan peninggalan dari mayyit baik itu

berupa uang, tanah, atapun rumah.3

Wasiat adalah sebuah pesan atau amanah yang berlaku ketika

seseorang yang memberi pesan atau amanah tersebut sudah meninggal

dunia, baik itu berupa sumbangan kebaikan, ingin dimakamkan ditempat

tertentu, memberikan sepertiga harta warisan ke orang lain, menikahkan

1
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, I (Jakarta: Prenada Media, 2015), 5.
2
Suryati, Hukum Waris Islam, I (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017), 10.
3
N. M. Wahyu Kuncoro, Waris : Permasalahan dan Solusinya, I (Jakarta: Raih Asa Sukses,
2015), 9.
anak dengan orang yang sudah ditentukan, dan lain-lain.4 Sedangkan harta

wasiat adalah sepertiga harta dari harta warisan yang sudah di berikan ke

orang tertentu semasa pewaris masih hidup, dan harta wasiat harus diberikan

kepada orang yang sudah ditentukan ketika orang yang punya harta tersebut

(pewaris) sudah meninggal dunia.5

Sering kali terjadi kesalahfahaman antara harta waris dan harta

wasiat. Tidak jarang masyarakat beranggapan bahwa harta wasiat masih

termasuk ke harta waris, selain itu banyak juga yang masih belum tahu

mengenai berapa batasan harta warisan yang dapat dijadikan sebagai harta

wasiat.6

Dalam salah satu hadits yang disampaikan oleh imam Bukhori dan

Muslim yang berbunyi:

ٍ ‫َخ ََبََن إِبْر ِاهيم بْن س ْع ٍد َعن ابْ ِن ِش َه‬


‫اب َع ْن َع ِام ِر بْ ِن‬ ِِ
ْ َ ُ ُ َ َ ْ ‫َحدَّثَنَا ََْي ََي بْ ُن ََْي ََي التَّميم ُّي أ‬
ِ ِ ِ َّ ‫اَّللِ صلَّى‬
ُ ‫اَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ِِف َح َّجة الْ َوَد ِاع م ْن َو َج ٍع أَ ْش َفْي‬
‫ت‬ َ َ‫َس ْع ٍد َع ْن أَبِ ِيه ق‬
ُ ‫ال َع َادِِن َر ُس‬
َ َّ ‫ول‬

ٌ‫اَّللِ بَلَغَِِن َما تَ َرى ِم ْن الْ َو َج ِع َوأ َََن ذُو َم ٍال َوََل يَِرثُِِن إََِّل ابْنَة‬
َّ ‫ول‬َ ‫ت ََي َر ُس‬ ِ ِ
ُ ْ‫مْنهُ َعلَى الْ َم ْوت فَ ُقل‬

َ َ‫َّق بِ َشطْ ِرهِ ق‬ َ َ‫َّق بِثُلُثَ ْي َم ِاِل ق‬ ِ


‫ث‬
ُ ُ‫ث َوالثُّل‬
ُ ُ‫ال ََل الثُّل‬ ُ ‫صد‬َ َ‫ت أَفَأَت‬
ُ ْ‫ال قُل‬
َ َ‫ال ََل ق‬ ُ ‫صد‬َ َ‫ِِل َواح َدةٌ أَفَأَت‬
ِ ِ َ َ‫َّك أَ ْن تَ َذر ورثَت‬
َ ‫َكثِريٌ إِن‬
َ ‫ك أَ ْغنيَاءَ َخ ْريٌ م ْن أَ ْن تَ َذ َرُه ْم َعالَةً يَتَ َك َّف ُفو َن الن‬
‫َّاس‬ ََ َ

4
Syaikhu, Isu Keberlakuan Hukum Sengketa Kewarisan (Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2018),
137.
5
Tinuk Dwi Cahyani, Hukum Waris Dalam Islam: Dilengkapi Contoh Kasus dan
Penyelesaiannya (Malang: UMMPress, 2018), 95.
6
Dika Ayu Nur Aisyah, “Konflik Keluarga Akibat Tanah Warisan Dijual Secara Sepihak Oleh
Salah Satu Ahli Waris Perspektif Kompilasi Hukum Islam: Studi di Desa Belotan Kecamatan
Bendo Kabupaten Magetan” (Undergraduate, Malang, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, 2022).
Terjemah:

“Telah menyampaikan kepada kami Yahya bin Yahya At Taimi telah

menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd dari Ibnu Syihab dari 'Amir

bin Sa'd dari Ayahnya, dia bertutur, "Ketika masa haji wada', Rasulullah

shallallahu 'alaihi wasallam datang mengunjungiku yang sedang dalam

keadaan sakit, kemudian aku bertanya, "Wahai Rasulullah, keadaan saya

semakin parah seperti yang telah anda lihat saat ini, sedangkan saya

adalah orang yang memiliki banyak harta, dan saya hanya memiliki

seorang anak perempuan yang akan mewarisi harta peninggalan saya,

maka bolehkah saya menyedekahkan dua pertiga dari harta saya?" beliau

bersabda: "Jangan." Aku bertanya lagi, "Bagaimana jika setengahnya?"

beliau menjawab: "Jangan, tapi sedekahkanlah sepertiganya saja, dan

sepertiganya pun sudah banyak. Sebenarnya jika kamu meninggalkan ahli

warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik daripada kamu meninggalkan

mereka dalam keadaan yang serba kekurangan dan meminta minta kepada

orang lain.”7

Hadits tersebut memperjelas bahwasanya tidak semua harta warisan

dapat di wasiatkan kepada orang lain, melainkan dibatasi sampai sepertiga

saja dari harta warisan yang ada, dan sisanya harus di bagikan kepada ahli

waris yang masih hidup.

7
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Hadits Shahih Bukhari - Muslim (HC) (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2017), 602.
Pada sistem kewarisan sunni, batasan dalam pembagian atau

pemberian harta wasiat sudah sesuai dengan hadits nabi di atas, yaitu hanya

boleh memberikan harta wasiat kepada orang lain maksimal sepertiga dari

harta peninggalan atau harta waris.8 Sedangkan pada sistem kewarisan

Muhammad Syahrur harta yang diwasiatkan itu tidak dibatasi jumlahnya,

dan hal ini tidak sinkron dengan hadits Rasulullah diatas yang menerangkan

bahwasanya harta yang dapat diwasiatkan dibatasi jumlahnya hanya

sepertiga dari harta warisan yang ada.9

Sistem kewarisan dalam wasiat menurut Muhammad Syahrur ini

adalah sebuah pendapat yang sangat kontroversional dalam hukum

kewarisan Islam.10 Sehingga jika diketahui oleh masyarakat awam tanpa

adanya alasan yang jelas kenapa Muhammad Syahrur berpendapat seperti

itu, maka akan memicu kesalahpahaman dalam kehidupan masyarakat.

Sebab hal itu peneliti terdorong untuk mengkaji secara mendalam tentang

kenapa terdapat perbedaan mengenai batasan wasiat antara sistem

kewarisan Muhammad Syahrur dan sistem kewarisan Sunni yang sudah

jelas-jelas sesuai hadits yang ada. Supaya nantinya tidak terjadi

kesalapahaman di antara masyarakat mengenai perbedaan batasan wasiat

dalam sistem kewarisan Muhammad Syahrur dan Sunni.

B. Batasan Masalah

8
Syaikhu, Akulturasi Hukum Waris; (Paradigma Konsep Eklektisisme dalam Kewarisan Adat
Dayak), I (Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2021), 57.
9
Masykurotus Syarifah dan Ach.Maulana Elbe, “Metode Waris Perspektif Muhammad Shahrur
Serta Upaya Rekonsiliasi dengan ‘Urf,” Kabilah, I, 6 (Juni 2021), 87.
10
Elva Mahmudi dan Elfia, “Pemikiran Muhammad Syahrur tentang Wasiat,” Al-Ahkam, 2, X
(Desember 2019), 41.
Perlu diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada sistem kewarisan

dalam hal mekanisme wasiatnya, bukan membahas tentang sistem

kewarisan secara umum dan secara keseluruhan. Adapun sistem mekanisme

wasiat yang dibahas pun juga terbatas kepada sistem waris wasiat Sunni dan

sistem waris Muhammad Syahrur saja.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perbedaan batasan harta wasiat antara sistem kewarisan

Sunni dan Muhammad Syahrur?

2. Apa yang mendasari atau menjadi alasan mengenai perbedaan batasan

harta wasiat dari sistem kewarisan Muhammad Syahrur dan kewarisan

Sunni?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbedaan mengenai batasan harta wasiat pada sistem

kewarisan Sunni dan Muhammad Syahrur.

2. Mengetahui alasan lebih mendalam mengenai perbedaan batasan harta

wasiat dalam sistem kewarisan Sunni dan Muhammad Syahrur.

E. Manfaat Penelitian

Dengan dibuatnya penelitian ini harapan kedepannya semoga bisa

memberi kemaslahatan dan juga dapat memperkaya pengetahuan kepada

siapapun yang berkenan membacanya. Adapun penulis menguraikan dua

manfaat dari adanya penelusuran tentang hal ini, yaitu manfaat secara teori

dan juga praktis:

1. Manfaat Secara Teori


Pada segi keilmuan, dengan dibuatnya penelitian ini penulis

berharap agar penelitian bisa menjadi tunjangan untuk bahan bacaan

atau literatur keislaman dalam bidang Hukum Keluarga Islam, terutama

dalam permasalahan yang berkaitan dengan perbedaan pendapat atau

pemikiran kewarisan dari berbagai tokoh waris Islam.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk penulis: Bertujuan supaya memperkaya wawasan,

pengetahuan, dan ilmu dalam masalah kewarisan dan juga dalam

rangka mengamalkan sedikit ilmu yang sudah didapat dalam bentuk

tulisan.

b. Untuk masyarakat: Untuk memberikan informasi dan pengetahuan

lebih mendalam tentang perbedaan mekanisme wasiat Muhammad

Syahrur dengan Sunni agar tidak terjadi kesalahpahaman apabila ada

permasalahan terkait hal ini.

c. Untuk penulis setelahnya: Bisa dipakai sebagai parameter dan batu

loncatan, agar tidak melakukan penelitian ulang terkait hal yang

sama.

F. Definisi Operasional

Mengingat judul penelitian ini adalah “Studi Komparatif Mengenai

Batasan Harta Wasiat Dalam Sistem Kewarisan Sunni dan Muhammad

Syahrur”. Maka untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman dalam

penelitian ini, penulis akan memaparkan beberapa kata dengan lebih

terperinci, yaitu:
1. Wasiat

Menurut syariah, wasiat adalah pemberian piutang, harta,, benda

atau bahkan hal yang memberi faidah dari satu orang kepada orang

lainnya. Dengan ketentuan harta, benda, piutang, atau hal yang

bermanfaat tadi akan diberikan ketika orang yang memberi wasiat

(orang berwasiat) telah meninggal dunia.11

2. Hukum Waris atau Sistem Kewarisan

Hukum waris Islam atau sistem kewarisan adalah bidang ilmu

yang mengkaji perihal harta peninggalan mayyit (tirkah), tentang

bagaimana cara pemindahan kepemilikan dari harta peninggalan

mayyit, tentang siapa saja yang mendapat hak untuk memiliki tirkah

(harta yang ditinggalkan oleh mayyit), dan tentang berapa saja bagian-

bagian orang yang mendapat hak untuk memiliki harta peninggalan

mayyit.12

3. Studi Komparatif

Dalam KBBI, studi ialah ilmu dan komparatif bisa diartikan

sebagai perbandingan. Adapun studi komparatif juga dapat disebut

dengan penelitian komparatif, yaitu menelaah lebih dalam tentang dua

objek yang berbeda tetapi variabelnya sama kemudian

membandingkannya sebagai bahan penelitian.13

11
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid V, I (Jakarta: Republika Penerbit, 2018), 453.
12
Moh Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan Hukum Positif
di Indonesia (Edisi Revisi) (Jakarta: Sinar Grafika, 2022), 8.
13
Lailatul Maghfirah, “Amtsal dalam Al-Qur’an: Studi Komparatif Al-Qurthubi dan Hamka
Terhadap Surah Ibrahim ayat 24-27” (Undergraduate, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, 2021).
4. Sistem Kewarisan Sunni

Sistem kewarisan sunni adalah sistem waris yang dipakai oleh

sebagian besar penduduk Indonesia dan juga sebagian besar sistemnya

diterapkan dalam KHI (Komplikasi Hukum Islam). Sistem kewarisan

Sunni lebih cenderung bersifat patrilineal,14 yaitu pembagian warisnya

lebih condong atau lebih mendahulukan ahli waris dari pihak kerabat

laki-laki.15

5. Sistem Kewarisan Muhammad Syahrur

Sistem kewarisan Muhammad Syahrur adalah sistem waris yang

menggunakan mekanisme wasiat dalam menentukan bagian yang

didapat oleh ahli waris. Sistem waris Muhammad Syahrur lebih

cenderung mengutamakan pembagian waris dengan menggunakan cara

wasiat daripada caea waris itu sendiri.16

G. Penelitian Terdahulu

Dalam mengerjakan penelitian ini, penulis melaksanakan tinjauan

pustaka atau literatur review terlebih dahulu tentang judul penelitian ini

yang mempunyai hubungan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan

sebelumnya. Hal ini berfungsi untuk melihat apa saja hal yang serupa dan

apa saja hal yang membedakan kajian ini dengan kajian-kajian terdahulu,

yang bertujuan untuk menjadi bahan pertimbangan dan batu loncatan bagi

14
Imam Muhardinata, Pembagian Warisan Masyarakat Muslim Minangkabau: Studi Kasus Di
Percut Sei Tuan, I (Yogyakarta: Deepublish, 2019), 5.
15
A. Octamaya Tenri Awaru, Sosiologi Keluarga (Bandung: Media Sains Indonesia, 2021), 195.
16
Musda Asmara, Rahadian Kurniawan, dan Linda Agustian, “Teori Batas Kewarisan Muhammad
Syahrur dan Relevansinya dengan Keadilan Sosial,” De Jure, I, 12 (2020), 24.
penelitian ini, sehingga bisa menghindari adanya pengulangan penelitian

terhadap penelitian yang telah ada. Adapun penelusuran sebelumnya yang

di masukkan oleh penelitu, yakni:

Pertama, penelusuran yang dikerjakan oleh Riyadlul Ahyatusyifa’

pada tahun 2020 dengan judul Studi Komparatif Pemikiran Hazairin dan

Muhammad Syahrur Tentang Persamaan Waris Laki-Laki dan Perempuan,

Institut Agama Islam Negeri Purwokerto. Penelusuran ini memakai model

penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini bersifat analitik

(menganalisis), deskriptif (menjelaskan dan memaparkan), dan komparatif

(membandingkan dua pemikiran), sehingga mengakibatkan penelitian ini

dapat lebih cepat untuk dimengerti tentang satu objek yang menjadi masalah

dari dua variabel atau dua tokoh yang mempunyai pemikiran yang berbeda.

Penelusuran ini memakai data primer dan sekunder. Sedangkan cara yang

dipakai dalam menyatukan data adalah metode dokumentasi, dan cara yang

dipakai dalam mengolah data yakni metode deskriptif dan komparatif.17

Hal serupa dari penelusuran ini dengan penelusuran sebelumnya

adalah membahas terkait perbandingan pemikiran antara dua tokoh

mengenai satu permasalahan, yang mana salah satu dari dua tokoh tersebut

adalah Muhammad Syahrur. Adapun perbedaannya terletak pada

permasalahan yang akan dijadikan objek perbandingan dan terletak pada

salah satu tokoh yang akan di bandingkan pemikirannya.

17
Ahyatusyifa’ Riyadlul, “Studi Komparatif Pemikiran Hazairin dan Muhammad Syahrur Tentang
Persamaan Waris Laki-Laki dan Perempuan” (Purwokerto, Institut Agama Islam Negeri
Purwokerto, 2020).
Kedua, penelitian yang digarap oleh Jamaluddin pada tahun 2021

yang berjudul Studi Komparatif Konsep Waris Menurut Hazairin dan

Muhammad Syahrur, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Penelusuran

ini memakai model penelusuran kepustakaan (library research).

Penelusuran ini memakai data primer dan sekunder. Metode yang

digunakan dalam mengumpulkan bahan variabel adalah metode observasi

dan dokumentasi, sedangkan metode untuk analisis data menggunakan

komparasi.18

Hal serupa pada penelusuran ini dengan penelusuran sebelumnya

ialah membahas terkait studi komparatif yang membandingkan pemikiran

Syahrur dengan pemikiran tokoh lain. Sedangkan yang membedakan dari

penelusuran ini dengan penelusuran yang pernah ada ialah pada masalah

yang dijadikan objek perbandingan dan terletak pada pemikiran tokoh yang

dibandingkan dengan pemikiran Muhammad Syahrur.

Berikut adalah tabel untuk memudahkan dalam memahami

penelitian terdahulu:

No Judul Persamaan Perbedaan

1 Riyadlul Persamaan Perbedaan penelusuran

Ahyatusyifa’, penelusuran ini ini dengan penelitian

Studi dengan penelitian yang sudah ada adalah

Komparatif sebelumnya adalah fokus masalah yang

18
Jamaluddin, “Studi Komparatif Konsep Waris Menurut Hazairin dan Muhammad Syahrur”
(Ponorogo, Intitut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2021).
Pemikiran sama-sama dikomparasikan.

Hazairin dan mengkomparasikan Penelitian ini berfokus

Muhammad pendapat kewarisan pada batasan harta wasiat

Syahrur Tentang Muhammad sedangkan penelitian

Persamaan Syahrur dengan sebelumnya berfokus

Waris Laki-Laki tokoh lain. pada persamaan waris

dan Perempuan, laki-laki dan perempuan.

Skripsi, 2020. Selain itu perbedaannya

juga terletak pada tokoh

yang dikomparasikan

pemikirannya, yaitu pada

penelitian ini

membandingkan

pemikiran kewarisan atau

sistem kewarisan antara

Sunni dengan

Muhammad Syahrur.

Sedangkan penelitian

sebelumnya,

membandingkan

pemikiran waris atau

sistem waris antara


Hazairin dengan

Muhammad Syahrur.

2 Jamaluddin, Persamaan Perbedaan penelitian ini

Studi penelitian ini dengan penelitian

Komparatif dengan penelitian sebelumnya adalah fokus

Konsep Waris sebelumnya adalah masalah yang

Menurut sama-sama dikomparasikan.

Hazairin dan mengkomparasikan Penelitian ini berfokus

Muhammad pemikiran waris pada masalah batasan

Syahrur, Muhammad harta wasiat, sedangkan

Skripsi, 2021. Syahrur dengan penelitian sebelumnya

tokoh lain. berfokus pada masalah

konsep warisnya.

Perbedaan lainnya juga

terletak dibagian tokoh

yang dikomparasikan,

yaitu penelitian ini

mengkomparasikan atau

membandingkan

pemikiran waris atau

sistem kewarisan

Muhammad Syahrur

dengan Sunni.
Sedangkan penelitian

sebelumnya,

mengkomparasikan atau

membandingkan

pemikiran warsi atau

sistem kewarisan antara

Muhammad Syahrur

dengan Hazairin.

H. Kerangka Teori

1. Wasiat

a. Definisi Wasiat

Secara etimologi wasiat memiliki lebih dari satu arti, yaitu

memberi kasih sayang, menautkan suatu hal dengan hal yang lain,

menjadikan, dan menyuruh. Wasiat pada Al-Quran disebutkan

sejumlah 9 kali, pada jenis kata benda termaktub sejumlah 2 kali,

pada jenis kata kerja disebutkan sebjumlah 14 kali, dan sesuatu yang

berkaitan dengan wasiat disebutkan secara keseluruhan sebanyak 25

kali.19

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Wasiat dapat

dimaknai penyerahan harta atau barang dari orang yang memiliki

19
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia (Yogyakarta: UGM
Press, 2018), 83.
harta atau benda tersebut (pewaris) kepada lembaga tertentu atau

orang lain, yang kemudian harta atau benda tadi akan diberikan

apabila pewaris mati (pasal 171 huruf f).20

Kemudian wasiat menurut hukum perdata BW (burjelijk

wetboek) yang termaktub pada pasal 875 diartikan bahwasanya

wasiat (testamen) adalah surat pernyataan yang berisi pernyataan

seseorang terkait sesuatu yang dia inginkan sesudah kematiannya

dan hanya bisa dibatalkan oleh orang yang membuat pernyataan

wasiat itu.21

b. Landasan Hukum Wasiat

Landasan hukum wasiat sudah sangat jelas tertera pada al-

qur’an juga sunnah (hadits), yaitu:

- Al-Quran (QS. Al-Baqarah:180)

ِ ِ ِ ِ ‫ُكتِب علَي ُكم اِذَا حضر اَح َد ُكم الْمو‬


َ ْ ِ‫ت ا ْن تَ َرَك َخ ْ ًريا ۖ ۨالْ َوصيَّةُ للْ َوال َديْ ِن َو ْاَلَقْ َرب‬
‫ْي‬ ُ ْ َ ُ َ ََ َ ْ ْ َ َ
‫ْي‬ ‫َّق‬ ِِۚ ‫ۗ ِِبلْمعرو‬
ِ ‫ف حقًّا علَى الْمت‬
َ ْ ُ َ َ ُْْ َ

Terjemah :

“Diwajibkan bagimu, ketika salah seorang di antara kamu

diperlihatkan (ciri-ciri) maut sedangkan dia meninggalkan

kebaikan (harta yang cukup banyak), berwasiat terhadap kedua

20
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, 3 ed. (Jakarta: Kencana, 2017), 252.
21
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, 5 ed. (Jakarta: Prenada
Media, 2017), 152.
orang tua dan kerabat dekat dengan cara yang pantas (sebagai)

kewajiban untuk orang-orang yang bertakwa.”22

- Sunnah (Hadits)

‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ َِّ ‫ول‬َ ‫اَّللُ َعنْ ُه َما أنَّهُ ََِس َع َر ُس‬ ِ ِ
َّ ‫صلَّى‬
َ ‫اَّلل‬ ٰ‫َع ْن َس ٍاِل َع ْن أَبِ ِن عُ َمَر َرض َي ه‬
ِ ِ ٍ َ ‫يت ثَََل‬ ِِ ِ ِ
ُ‫ث لَيَال إََِّل َوَوصيَّ تُهُ عنْ َده‬ ُ ِ‫ َما َح ُّق ْام ِر ٍئ ُم ْسل ٍم لَهُ َش ْيءٌ يُوصي فيه يَب‬:‫ال‬
َ َ‫ق‬

َّ ‫صلَّى‬
ٌ‫اَّللُ َمكْتُوبَة‬ َِّ ‫ول‬ ِ َِّ ‫ال عب ُد‬
َ ‫اَّلل‬ َ ‫ت َر ُس‬
ُ ‫ت َعلَ َّي لَْي لَةٌ ُمنْ ُذ ََس ْع‬
ْ ‫ َما َمَّر‬:‫اَّلل بْ ُن عُ َمَر‬ َْ َ َ‫ق‬
‫ك إََِّل َوعِنْ ِدي َو ِصيَِّت‬ ِ َ َ‫علَي ِه وسلَّم ق‬
َ ‫ال ذَل‬ َ ََ َْ

Terjemah:

“Diriwayatkan dari Salim dari Ibn Umar r.a, bahwa dia mendengar

Rasulullah Saw. bersabda, "Tidaklah halal bagi seorang muslim

bermalam selama tiga malam, padahal ia mempunyai sesuatu yang

harus ia wasiatkan, kecuali wasiat tersebut tertulis di sisinya."

Abdullah bin Umar mengatakan, "Sejak mendengar sabda

Rasulullah Saw. tersebut, maka tidak ada satu malam pun yang

berlalu melainkan di sisi saya telah terdapat surat wasiatku” (HR.

Muslim).23

c. Batasan Wasiat

22
“Surah Al-Baqarah - ‫ورة البقرة‬
َ ‫س‬ُ | Qur’an Kemenag,” diakses 27 November 2022,
https://quran.kemenag.go.id/surah/2/189.
23
Zaki Al-din ’abd Al-azhim Al-mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, I (Bandung: PT Mizan
Publika, 2008), 530.
Jika seseorang meninggal dan meninggalkan aset

peninggalan yang cukup banyak dan di dalam harta peninggalan

(harta waris) itu terdapat harta yang harus diwasiatkan, maka

wasiatkanlah hartanya dengan tidak melampaui batas ketentuan

harta wasiat, yaitu 1/3 dari harta waris yang ada.24 Seperti yang

tercantum didalam hadits nabi sebagai berikut:

‫اَّللُ َعلَْي ِه‬


َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ ِ ٍ َّ‫ث سع ِد ب ِن أَِِب وق‬ ِ
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ َكا َن َر ُس‬: ‫ال‬ ٰ‫اص َرض َي ه‬
َ َ‫اَّللُ َعْنهُ ق‬ َ ْ ْ َ ُ ْ‫َحدي‬
‫ إِِِٰن قَ ْد بَلَ َغ ِِب ِم َن الْ َو َج ِع َوأ َََن ذُو‬:‫ت‬ ِ
ُ ‫َو َسلَّ َم يَعُ ْو ُدِِن َع َام َح َّجة الْ َوَد ِاع ا ْشتَدَِِّب فَ ُق ْل‬

َ ‫ت بِ َشطْ ِر فَ َق‬ َ َ‫َّق بِثُلُثَ ْي َم ِاِل ق‬ ٍ


َّ‫ ََل ُُث‬:‫ال‬ ُ ‫ ََل فَ ُق ْل‬:‫ال‬ ُ ‫صد‬َ َ‫َمال َوََل يَِرثُِِن إََِّل ابْنَةٌ أَفَأَت‬

ً‫ك أَ ْغنِيَاءَ َخ ْريٌ ِم ْن أَ ْن تَ َذ َرُه ْم َعالَة‬ َ ‫ث َكثِريٌ إِن‬


َ َ‫َّك أَ ْن تَ َذ َر َوَرثَت‬ ُ ُ‫ث َوالثُّل‬
ُ ُ‫ الثُّل‬:‫ال‬
َ َ‫ق‬

َ ‫يَتَ َك َّف ُفو َن النَّا‬


‫س‬
Terjemah:

“Sa'ad bin Abi Waqash Ra. Berkata: "Ketika Haji Wada' aku

menderita sakit keras, maka Nabi Saw. Datang menjenguk, maka

aku berkata 'Ya Rasulullah Saw. Penyakitku telah sedemikian

sementara aku berharta dan tidak ada ahli warisku kecuali seorang

putriku, apakah boleh aku sedekahkan dua pertiga kekayaanku?'

Jawab Nabi Saw: ' Tidak ' ' Kalau begitu separuh?' Jawab Nabi

Saw: ' Tidak ' 'Aku berkata: Sepertiga? ' Jawab Nabi Saw:

'Sepertiga itu sudah besar dan banyak, sesungguhnya jika engkau

24
Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah, Hukum Waris : Pembagian Warisan Berdasarkan Syariat
Islam (Ahkamul Mawarits: 1.400 Mas’alah Miratsiyah), I (Solo: Tiga Serangkai, 2007), 19.
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kata lebih baik

daripada meninggalkan mereka dalam kondisi miskin sampa

meminta-minta kepada orang.” (HR. Bukhari).25

Jika memang pesan wasiat menyatakan untuk mewasiatkan

hartanya lebih dari 1/3, maka boleh-boleh saja asal sudah sesuai

kesepakatan dari semua ahli waris yang masih hidup.26

d. Hukum Wasiat

Untuk hukum wasiat sendiri tidaklah wajib, mayoritas

ulama’ menyepakati bahwasanya hukum wasiat adalah dianjurkan

(sunnah). Karena tidak ditemukan satupun dari riwayat para sahabat

yang menunjukan mengenai kewajiban hukum wasiat. Terkait

dengan QS. Al-Baqarah : 180 yang menunjukkan kata “wajib” untuk

wasiat, para ulama sepakat bahwa hukum yang dikandung dari ayat

itu sudah di nasakh oleh QS. An-Nisa’ : 7.

Namun sebagian golongan dari madzhab Hambali

mempunyai beberapa pendapat mengenai hukum wasiat, yaitu:

- Wajib. Wasiat dihukumi wajib apabila, jika wasiat tidak

dilaksankan dapat menyebabkan gugurnya hak-hak peribadatan.

Contohnya orang yang meninggal wajib mewasiatkan hartanya

25
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Hadits Shahih Bukhari - Muslim (HC) (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2017), 283-284.
26
Iin Mutmainnah dan Muhammad Sabir, “Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Beda Agama
(Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 368K/AG/1995),” Diktum, 2, 17
(Desember 2019): 188–210, 199.
apabila masih ada tanggungan semacam haji, zakat, nazar,

atapun kafarat.

- Sunnah. Hukum wasiat dapat menjadi sunnah, apabila si mayyit

mempunyai kerabat yang fakir dan bukan ahli waris dari si

mayyit. Akan tetapi, dengan ketentuan si mayyit mempunyai

harta peninggalan yang banyak dan harta yang akan dijadikan

wasiat dilarang melebihi 1/3 dari harta waris.

- Makruh. Wasiat dihukumi makruh ketika si mayyit hanya

meninggalkan sedikit harta dan dia mempunyai beberapa ahli

waris yang membutuhkan harta itu.

- Haram. Hukum wasiat akan menjadi haram apabila orang yang

meninggal ini mewasiatkan hartanya melebihi dari batas harta

wasiat, yaitu lebih dari 1/3 harta yang diwariskan. Selain itu

hukum wasiat menjadi haram, jika mewasiatkan harta kepada

orang yang gila harta atau serakah terhadap harta/ tamak.

- Mubah. Hukum wasiat menjadi mubah apabila harta yang

diwasiatkan tertuju kepada orang yang kurang membutuhkan

(orang yang sudah kaya/berkecukupan hidupnya).27

e. Syarat dan Rukum Wasiat

- Orang yang memberi wasiat (Al-Musi). Jumhur ulama

menyepakati, bahwa orang yang berwasiat itu syaratnya harus

27
Syahrul Mubarak Subeitan, “Wasiat Wajibah dan Implementasinya Terhadap Hukum Keluarga
Di Indonesia,” Comparativa, 2, 1 (Desember 2020), 83-84.
berakal, baligh (menurut ulama’ Hanafi dan Syafi’i, sedangkan

bagi ulama’ Hambali dan Maliki tidak menjadikan baligh

sebagai syarat dari orang yang berwasiat), tidak memiliki hutang

dengan orang lain kecuali hutangnya sudah dilunasi atau

wasiatnya mendapat persetujuan dari orang yang dihutangi.

- Penerima wasiat (Al-Musa Lahu). Para ahli fiqih telah

menyepakati syarat-syarat untuk penerima wasiat yaitu

penerima wasiat benar-benar ada, tidak termasuk ahli waris si

mayyit, jelas identitasnya, dapat mengelolah harta yang

diwasiatkan dengan baik dan di jalan kebenaran, bukanlah

pembunuh dari si mayyit jika si mayyit ini mati terbunuh, bukan

termasuk dalam golongan kafir harbi (kafir yang memusuhi

islam).28

- Harta yang diwasiatkan (Al-Musa Bihi). Para fuqaha

menyepakati bahwasanya syarat harta wasiat adalah dapat

berguna sebagai harta wasiat, sesuatu yang dapat menjadi hak

milik (baik itu berupa manfaat atau materi), harta wasiat adalah

harta murni milik si mayyit ketika pernyataan wasiat

berlangsung, tidak melebihi dari 1/3 harta waris.

- Redaksi Wasiat (Sighat). Para ulama’ fiqih sepakat bahwa syarat

daro redaksi wasiat adalah berlaku ketika pemilik wasiat sudah

meninggal dunia, dapat membuat redaksi wasiat apabila semua

28
Hasanudin, Fiqh Mawaris: Problematika dan Solusi, I (Jakarta: Prenada Media, 2020), 155.
ahli warisnya tidak terlalu membutuhkan (bukan fakir miskin),

tujuan dari wasiatnya baik.29

2. Sunni

a. Pengertian Sunni

Sunni adalah nama lain dari ahlussunnah wal jamaah. Sesuai

dengan namanya ahlussunnah wal jamaah adalah dua kata yang

terpisah, kemudian digabungkan menjadi satu. Ahlussunnah dapat

diartikan sebagai pengikut atau penganut ajaran Nabi Muhammad

Saw, sedangkan jamaah dapat diartikan sebagai sahabat Nabi. Jadi

ahlussunnah wal jamaah artinya pengikut sunnah atau ajaran Nabi

dan juga sahabat Nabi Saw.30

Pengertian dari Sunni atau ahlussunnah wal jamaah dapat

terbagi menjadi dua, yaitu pengertian secara umum ataupun

khusus.31 Sunni dalam artian umum adalah perlawanan dari aliran

Syi’ah.32 Adapun Sunni dalam artian khusus adalah madzhab atau

aliran yang termasuk ke golongan Asy’ariyah yang merupakan

perlawanan dari aliran Mu’tazilah.33

b. Sistem Kewarisan Dalam Hal Wasiat

29
Anif Aulawi, “Studi Komparasi Pengangkatan Ahli Waris Dalam Wasiat Menurut KUHPerdata
Dan Kompilasi Hukum Islam” (Skripsi, Kudus, Institut Agama Islam Negeri Kudus, 2019).
30
Yudi Irfan Daniel, Aqidah Islam (Yayasan Do’a Para Wali, 2014), 177.
31
Muh Yunan Putra, Aborsi Hasil Pemerkosaan (Analisis Metode Istinbath Hukum Ulama Salaf
dan Khalaf), I (Indramayu: Penerbit Adab, 2021), 91.
32
Casrameko, Pengantar Ilmu Kalam, I (Pekalongan: Penerbit NEM, 2019), 104.
33
Adam Maulana, Menyelami Hakikat Ahlussunnah wal Jama’ah (Pekalongan: Penerbit NEM,
2022), 73.
Secara umum sistem kewarisan Sunni (yang dipakai oleh

jumhur ulama’) menyangkut mekanisme wasiat sudah sesuai dengan

hadits nabi sebagai penguat dari ayat wasiat, yaitu membatasi harta

wasiat 1/3 dari jumlah harta waris yang ada. Adapun mengenai

keutamaan waris dan wasiat juga sudah sesuai, yaitu tidak

menghukumi yang mana yang paling utama melainkan menghukumi

bahwa wasiat itu sunnah (dianjurkan) dan membagi harta waris

sesuai al-Quran dan hadits.34

3. Muhammad Syahrur

a. Biografi Muhammad Syahrur

Muhammad Syahrur merupakan tokoh aktivis muslim

kontemporer dari Damaskus. Syahrur bernama lengkap Ibnu Da’ib

Syahrur, beliau dilahirkan tanggal 11 Maret 1938 tepatnya di Syiria

(Damascus).35 Syahrur telah memulai karir intelektualnya semenjak

dia berusia 19 tahun, karyanya yang sangat fenomenal ialah al-Kitab

wa al-Qur’an, Qiro’ah Mu’asiroh.

Muhammad Syahrur termasuk ke dalam tokoh fenomenal di

dunia muslim kontemporer, karena pemikirannya yang inovatif,

kritis, dan liberal. Selain itu Muhammad Syahrur juga mempunya

34
A. Sukris Sarmadi, Hukum Waris Islam di Indonesia: Perbandingan Kompilasi Hukum Islam
dan fiqh Sunni (Ngaglik, Sleman, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), 17.
35
Ahmad Zayadi dan Mahasiswa IAT IAIN Salatiga, Menuju Islam Moderat, 2 ed. (Yogyakarta:
Zayadi E-publishing House, 2020), 130-131.
konsep yang realitas terhadap permasalahan politik, akidah, dan

tatanan sosial masyarakat islam modern.36

b. Sistem Kewarisan Dalam Hal Wasiat

Secara gamblang Muhammad Syahrur memberikan

pendapat bahwa wasiat kedudukannya lebih utama dari pada waris

baik itu dalam konsep maupun hukumnya. Syahrur menghukumi

bahwa wasiat itu hukumnya wajib dan hukum kewajibannya

melebihi hukum kewajiban puasa dan shalat, tentunya hal ini menuai

banyak kontroversional di dunia islam kontemporer.

Selain itu melalui pendapat tersebut, Syahrur juga

mengemukakan bahwa tidak ada batasan dalam memberikan harta

wasiat seperti yang ditentukan dalam mekanisme wasiat sunni yang

membatasi harta wasiat hanya boleh diberikan 1/3.37

c. Alasan Perbedaan Sistem Wasiat

Pendapat pertama, Syahrur berpendapat bahwa wasiat itu

lebih utama dikarenakan melihat dari jumlahnya ayat yang

membahas tentang wasiat terdapat lebih banyak dari pada ayat yang

menerangkan tentang waris, yaitu 10:3. Maka Syahrur

menyimpulkan bahwa wasiat lebih pantas diutamakan dari pada

waris.

36
Musda Asmara, Rahadian Kurniawan, dan Linda Agustian, “Teori Batas Kewarisan Muhammad
Syahrur dan Relevansinya dengan Keadilan Sosial,” De Jure, I, 12 (2020), 20-22.
37
Masykurotus Syarifah dan Ach.Maulana Elbe, “Metode Waris Perspektif Muhammad Shahrur
Serta Upaya Rekonsiliasi dengan ‘Urf,” Kabilah, I, 6 (Juni 2021), 87.
Pendapat kedua, Syahrur menghukumi bahwa wasiat itu

wajib dan tidak ada hukum selain wajib bahkan tingkat

kewajibannya melebihi shalat dan puasa. Hal ini didasari karena

adanya ayat tentang wasiat yang di awali dengan kata “khutiba”

yang berarti diwajibkan. Selain itu karena wasiat harus dilakukan

dalam keadaan apapun, seperti bepergian sedangkan dibandingkan

dengan shalat dan puasa saat bepergian masih bisa mendapat

rukhshah (keringanan).

Pendapat ketiga, tidak ada batasan 1/3 dalam memberikan

harta wasiat. Syahrur berpendapat seperti ini karena setiap insan

diberikan kebebasan sesuai kehendaknya dalam memberikan harta

pusaka atau harta wasiat. Allah pun juga memberi anjuran untuk

memberi wasiat kepada orang tertentu yang dianggap lebih baik

untuk mendapat wasiat, seperti orang miskin, orang yang lemah,

anak yatim, orang tua, dan kerabat dekat. Oleh sebab itulah Syahrur

tidak memberi batasan dalam memberikan harta wasiat seperti yang

dibatasi oleh jumhur ulama’.38

I. Metode Penelitian

Metode penelusuran ialah tekhnik yang dipakai sebagai pijakan

untuk bertindak juga berpikir dalam membuat penelitian. Memuat tentang

jenis penelitian, tekhnik pengumpulan data, metode pengolahan data.39

38
Elva Mahmudi dan Elfia, “Pemikiran Muhammad Syahrur tentang Wasiat,” Al-Ahkam, 2, X
(Desember 2019), 42-44.
39
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya Ilmiah, 7 ed.
(Jakarta: Prenada Media, 2016), 254.
1. Jenis Penelitian

Mengikuti permasalahan yang akan diteliti, penelusuran ini

dapat tergolong ke dalam penelusuran kepustakaan (library research).

Penelusuran kepustakaan (library research) ialah kelompok penelitian

yang masih tergolong ke dalam penelitian kualitatif yang memperoleh

data bukan dari persepsi penulis tetapi dengan cara menghimpun data-

data berdasarkan fakta-fakta yang didapat. Seperti memperoleh data dari

bahan bacaan yang berkaitan pada objek masalah yang di kaji, artikel,

jurnal, dokumen-dokumen, dan sumber literatur lainnya yang dapat

dijadikan referensi untuk penelitian. Maka dari itu variabel-variabel

yang didapat, sekunder maupun primer berdasar pada materi

kepustakaan yang didapat.40

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dipakai termasuk ke dalam jeni

analisis deskriptif dan komparatif. Melalui cara memaparkan dan

menjelaskan, kemudian membandingkan mengenai satu permasalahan

menurut sudut pandang dua tokoh yang pemikirannya berbeda. Setelah

itu baru lah di analisis perbedaanya dimana dan mengapa bisa berbeda

pendapat dalam satu permasalahan yang sudah ditentukan itu.41

3. Sumber Data

40
Evanirosa dkk., Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research) (Bandung: Media Sains
Indonesia, 2022), 2.
41
Ahyatusyifa’ Riyadlul, “Studi Komparatif Pemikiran Hazairin dan Muhammad Syahrur Tentang
Persamaan Waris Laki-Laki dan Perempuan” (Undergraduate Thesis, Purwokerto, Institut Agama
Islam Negeri Purwokerto, 2020), 12.
a. Sumber Data Primer

Data primer dapat diartikan sebagai data paling pokok dan

paling penting, serta didapatkan langsung dari asal asli datanya.42

Penelitian ini mengambil sumber data yang paling utama (primer)

dari karya Muhammad Syahrur yang berjudul Nahw Usul Jadidah

Li al-Fiqih al-Islami atau dalam bahasa Indonesianya “Metodologi

Fiqih Islam Kontemporer” yang diterjemahkan oleh Sahiron

Syamsudin. Untuk sumber data primer yang kedua, penulis

mengkaji data utama dari buku “Hukum Waris Islam Di Indonesia

(Perbandingan Komplikasi Hukum Islam dan Fiqih Sunni” karya

Sukris Sarmadi.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder ialah data sampingan dari adanya data primer,

biasanya data penunjang diperoleh dari hasil penelitian, karya

ilmiah, jurnal, artikel, buku-buku ilmiah, literatur tentang kajian

keislaman dan kewarisan, dan bahan bacaan lain yang masih

berhubungan dengan judul penelitian yang bisa difungsikan sebagai

rujukan karya ilmiah atau penelitian.43

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dapat diartikan sebagai cara

pengumpulan data sebagai penentu keberhasilan dari penelusuran. Jika

42
Fihna Indriyani, “Analisis Hukum Islam Tentang Ahli Waris Pengganti (Studi Komparasi di
Indonesia dan Pakistan)” (Undergraduate Thesis, Lampung, Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung, 2022), 17.
43
Asep Hermawan, Penelitian Bisnis - Paragidma Kuantitatif, I (Jakarta: Grasindo, 2005), 168.
ada kesalahan ketika menggunakan metode pengumpulan data, maka

akibatnya akan berimbas ke hasil penelitian yang dilakukan.44

Berdasarkan dari jenis penelitian ini yang tergolong ke dalam

penelitian kualitatif melalui kajian kepustakaan, maka penelitian ini

memakai cara dokumentasi dalam mengumpulkan data. Dokumentasi

sendiri memperoleh data menggunakan proses pengumpulan data dari

sumber-sumber data yang di dapat dari dokumen-dokumen, catatan,

literatur, atau penelusuran-penelusuran sebelumnya yang berhubungan

dengan penelusuran yang akan dilaksanakan.45

5. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan serangkaian proses mengelola atau

pengolahan data yang telah dikumpulkan, baik itu untuk ditelaah,

dikelompokkan, ditafsirkan ataupun diverifikasi.46 Di dalam penelitian

ini data yang sudah di dapat selanjutnya akan di analisis menggunakan

dua cara, yaitu:

a. Metode Komparatif

Membandingkan dua pemikiran tokoh yang berbeda (pemikiran

Sunni dan pemikiran Muhammad Syahrur), tehadap satu

permasalahan yaitu tentang batasan harta wasiat.47

44
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, 1 ed., 2 (Jakarta: Prenada Media, 2006), 123.
45
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi penelitian kualitatif, I (Sukabumi: CV Jejak
(Jejak Publisher), 2018), 145.
46
Mamik, Metodologi Kualitatif, I (Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2015), 133.
47
Novitasari Novitasari, “Analisis Pembagian Waris Menurut Imam Syaf’i dan Hazairin (Studi
Komparatif)” (Undergraduate Thesis, Banten, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana
Hasanuddin Banten, 2021), 25.
b. Metode Deskriptif

Mengolah data dengan cara memberi gambaran terhadap masalah

yang diteliti sesuai dengan fakt dari data-data yang sudah

dikumpulkan.48

48
Rudi Samsudin, “Kritik Hermeneutika Ma’na Cum Maghza Sahiron Syamsuddin dan
Penerapannya Terhadap Pemahaman Ayat-Ayat Waris” (Undergraduate Thesis, Lampung,
Universita Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2022), 18.
Daftar Pustaka

Ahmad Zayadi dan Mahasiswa IAT IAIN Salatiga. Menuju Islam Moderat. 2 ed.
Yogyakarta: Zayadi E-publishing House, 2020.
Aisyah, Dika Ayu Nur. “Konflik Keluarga Akibat Tanah Warisan Dijual Secara
Sepihak Oleh Salah Satu Ahli Waris Perspektif Kompilasi Hukum Islam:
Studi di Desa Belotan Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan.”
Undergraduate, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2022.
http://etheses.uin-malang.ac.id/34234/.
Albi Anggito dan Johan Setiawan. Metodologi penelitian kualitatif. I. Sukabumi:
CV Jejak (Jejak Publisher), 2018.
Al-mundziri, Zaki Al-din ’abd Al-azhim. Ringkasan Shahih Muslim. I. Bandung:
PT Mizan Publika, 2008.
Amir Syarifuddin. Hukum Kewarisan Islam. I. Jakarta: Prenada Media, 2015.
Anshori, Abdul Ghofur. Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia.
Yogyakarta: UGM Press, 2018.
Asep Hermawan. Penelitian Bisnis - Paragidma Kuantitati. I. Jakarta: Grasindo,
2005.
Asmara, Musda, Rahadian Kurniawan, dan Linda Agustian. “Teori Batas
Kewarisan Muhammad Syahrur dan Relevansinya dengan Keadilan
Sosial.” De Jure, I, 12 (2020).
Aulawi, Anif. “Studi Komparasi Pengangkatan Ahli Waris Dalam Wasiat
Menurut KUHPerdata Dan Kompilasi Hukum Islam.” Skripsi, Institut
Agama Islam Negeri Kudus, 2019. http://repository.iainkudus.ac.id/4638/.
Awaru, A. Octamaya Tenri. Sosiologi Keluarga. Bandung: Media Sains
Indonesia, 2021.
Baqi, Muhammad Fu’ad Abdul. Hadits Shahih Bukhari - Muslim (HC). Jakarta:
Elex Media Komputindo, 2017.
Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuantitatif. 1 ed. 2. Jakarta: Prenada
Media, 2006.
Cahyani, Tinuk Dwi. Hukum Waris Dalam Islam: Dilengkapi Contoh Kasus dan
Penyelesaiannya. Malang: UMMPress, 2018.
Casrameko. Pengantar Ilmu Kalam. I. Pekalongan: Penerbit NEM, 2019.
Daniel, Yudi Irfan. Aqidah Islam. Yayasan Do’a Para Wali, 2014.
Elva Mahmudi dan Elfia. “Pemikiran Muhammad Syahrur tentang Wasiat.” Al-
Ahkam, 2, X (Desember 2019).
Evanirosa, Christina Bagenda, Hasnawati, Fauzana Annova, Khisna Azizah,
Nursaeni, Maisarah, dkk. Metode Penelitian Kepustakaan (Library
Research). Bandung: Media Sains Indonesia, 2022.
Fihna Indriyani. “Analisis Hukum Islam Tentang Ahli Waris Pengganti (Studi
Komparasi di Indonesia dan Pakistan).” Undergraduate Thesis, Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2022.
Hasanudin. Fiqh Mawaris: Problematika dan Solusi. I. Jakarta: Prenada Media,
2020.
Jamaluddin. “Studi Komparatif Konsep Waris Menurut Hazairin dan Muhammad
Syahrur.” PhD Thesis, Intitut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2021.
Khalifah, Muhammad Thaha Abul Ela. Hukum Waris : Pembagian Warisan
Berdasarkan Syariat Islam (Ahkamul Mawarits: 1.400 Mas’alah
Miratsiyah). I. Solo: Tiga Serangkai, 2007.
Kuncoro, N. M. Wahyu. WARIS : Permasalahan dan Solusinya. I. Jakarta: RAIH
ASA SUKSES, 2015.
Maghfirah, Lailatul. “Amtsal dalam Al-Qur’an: Studi Komparatif Al-Qurthubi
dan Hamka Terhadap Surah Ibrahim ayat 24-27.” Undergraduate,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2021. http://etheses.uin-
malang.ac.id/27352/.
Mamik. Metodologi Kualitatif. I. Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2015.
Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. 5 ed. Jakarta:
Prenada Media, 2017.
Maulana, Adam. Menyelami Hakikat Ahlussunnah wal Jama’ah. Pekalongan:
Penerbit NEM, 2022.
Muhardinata, Imam. Pembagian Warisan Masyarakat Muslim Minangkabau:
Studi Kasus Di Percut Sei Tuan. I. Yogyakarta: Deepublish, 2019.
Muhibbin, Moh, dan Abdul Wahid. Hukum Kewarisan Islam: Sebagai
Pembaruan Hukum Positif di Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Sinar
Grafika, 2022.
Mutmainnah, Iin, dan Muhammad Sabir. “Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Beda
Agama (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor:
368K/AG/1995).” Diktum, 2, 17 (Desember 2019): 188–210.
Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya
Ilmiah. 7 ed. Jakarta: Prenada Media, 2016.
Novitasari, Novitasari. “Analisis Pembagian Waris Menurut Imam Syaf’i dan
Hazairin (Studi Komparatif).” Undergraduate Thesis, Universitas Islam
Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2021.
Putra, Muh Yunan. Aborsi Hasil Pemerkosaan (Analisis Metode Istinbath Hukum
Ulama Salaf dan Khalaf). I. Indramayu: Penerbit Adab, 2021.
Riyadlul, Ahyatusyifa’. “Studi Komparatif Pemikiran Hazairin dan Muhammad
Syahrur Tentang Persamaan Waris Laki-Laki dan Perempuan.” PhD
Thesis, Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2020.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah Jilid V. I. Jakarta: Republika Penerbit, 2018.
Samsudin, Rudi. “Kritik Hermeneutika Ma’na Cum Maghza Sahiron Syamsuddin
dan Penerapannya Terhadap Pemahaman Ayat-Ayat Waris.”
Undergraduate Thesis, Universita Islam Negeri Raden Intan Lampung,
2022.
Sarmadi, A. Sukris. Hukum Waris Islam di Indonesia: Perbandingan Kompilasi
Hukum Islam dan fiqh Sunni. Ngaglik, Sleman, Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2013.
Simanjuntak. Hukum Perdata Indonesia. 3 ed. Jakarta: Kencana, 2017.
Subeitan, Syahrul Mubarak. “Wasiat Wajibah dan Implementasinya Terhadap
Hukum Keluarga Di Indonesia.” Comparativa, 2, 1 (Desember 2020).
“Surah Al-Baqarah - ‫ورة البقرة‬
َ ‫س‬ُ | Qur’an Kemenag.” Diakses 27 November 2022.
https://quran.kemenag.go.id/surah/2/189.
Suryati. Hukum Waris Islam. I. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017.
Syaikhu. Akulturasi Hukum Waris; (Paradigma Konsep Eklektisisme dalam
Kewarisan Adat Dayak). I. Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2021.
———. Isu Keberlakuan Hukum Sengketa Kewarisan. Yogyakarta: Penerbit K-
Media, 2018.
Syarifah, Masykurotus, dan Ach.Maulana Elbe. “Metode Waris Perspektif
Muhammad Shahrur Serta Upaya Rekonsiliasi dengan ‘Urf.” Kabilah, I, 6
(Juni 2021).

Anda mungkin juga menyukai