Anda di halaman 1dari 18

TEMPLATE PENULISAN TOR PROPOSAL TESIS

PRODI MAGISTER PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA


SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA

Tesis pada program studi Magister Pengembangan Sumberdaya Manusia (MPSDM)


dapat bertujuan untuk discovery atau practice. Discovery yaitu tesis bertujuan untuk
menemukan novelty atau kebaruan bagi literatur terdahulu. Sedangkan practice yaitu tesis
bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di organisasi.

I. Latar Belakang Penelitian


Latar belakang penelitian merupakan bagian paling penting dalam suatu tugas akhir.
Latar belakang penelitian merupakan bagian awal yang memaparkan mengenai urgensi
penelitian secara akademis maupun praktis. Berikut ini merupakan 5 poin inti yang harus
dijelaskan dalam bagian latar belakang penelitian (Lange & Pfarrer, 2017) :

1. Common Ground
Common Ground merupakan bagian pembuka artikel yang membahas sesuatu yang
umum terkait topik penelitian (common knowledge). Selain itu, common ground juga
berisi tentang bagaimana penulis dapat memetakan literatur-literatur terdahulu yang
membahas topik utama penelitian. Tujuan dari bagian ini adalah mengajak pembaca
masuk ke dalam topik penelitian.

2. Complication
Complication merupakan gap penelitian, dapat berupa research gap maupun
fenomena gap. Terjadinya gap tersebut mengakibatkan perlunya dilakukan penelitian
tersebut. Research gap adalah perbedaan hasil penelitian empiris sebelumnya yang
saling berkontradiksi. Sedangkan fenomena gap adalah perbedaan fenomena yang
terjadi dengan teori yang telah ada.

3. Concern
Concern merupakan bagian yang menjelaskan mengapa gap penelitian dari poin
complication sebelumnya penting untuk dijawab. Pada bagian ini penulis menjelaskan
gap apa yang berusaha diisi oleh penelitian yang akan dilakukan dan memaparkan
dampaknya jika gap tersebut tidak diisi.

4. Course of Action
Course of Action menjelaskan mengenai solusi yang ditawarkan pada penelitian yang
akan dilakukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Pada bagian ini penulis dapat
menjelaskan bagaimana mereka menangani dan menyelesaikan permasalahan

1
penelitian, misalnya dengan menawarkan metode penelitian atau pendekatan teoritis
yang berbeda.

5. Contribution
Bagian contribution berisi tentang kontribusi teoritis dan praktis dari penelitian yang
dilakukan. Kontribusi teoritis adalah kontribusi hasil penelitian yang dilakukan terhadap
pengembangan literatur-literatur terdahulu tentang topik yang diteliti. Sedangkan
kontribusi praktis merupakan kontribusi hasil penelitian yang bermanfaat bagi manajer,
organisasi, maupun masyarakat.

II. Rumusan Masalah Penelitian


Pendekatan penelitian atau metode yang dipilih untuk menyelesaikan permasalahan
penelitian akan berdampak terhadap rumusan permasalahan yang dirumuskan. Jika
pendekatan penelitian yang dipilih adalah pendekatan kualitatif maka rumusan masalahnya
terkait dengan pertanyaan “Apakah, Bagaimanakah, dan Mengapa?” karena bertujuan untuk
mengeksplorasi suatu variabel atau fenomena secara mendalam.
Sedangkan jika pendekatan penelitian yang dipilih adalah pendekatan kuantitatif, maka
rumusan masalahnya adalah “Apakah variabel X berpengaruh terhadap variabel Y?”
“Apakah variabel Z memediasi hubungan antara X dan Y” “Apakah variabel Z
memperlemah atau memperkuat hubungan dari variabel X dan Y” karena bertujuan untuk
mengkonfirmasi hubungan antar variabel yang diteliti.

2.1 Pendekatan Kuantitatif


1. Apakah variabel X berpengaruh terhadap variabel Y?
2. Apakah variabel Z memediasi hubungan antara X dan Y?
3. Apakah variabel Z memperlemah atau memperkuat hubungan dari variabel X dan Y?

2.2 Pendekatan Kualitatif


1. Apakah penyebab terjadinya X dalam organisasi?
2. Mengapa X muncul dalam organisasi?
3. Bagaimana proses terjadinya X dalam organisasi?

2
III. Model Penelitian

3.1 Pendekatan Kuantitatif

Contoh 1 :

X1 Y1

Y2
X2

Contoh 2 :

X1

Z Y

X2

3
Contoh 3 :

X1

X2

4
3.2 Pendekatan Kualitatif

Kerangka Konseptual Penelitian

Fenomena yang menjadi latar belakang :

Tujuan Penelitian

Literature Review

Pendekatan dan Metode Penelitian

Teknik Analisis Data

Variabel dan Informan Penelitian

Daftar Pustaka

Lange, D., & Pfarrer, M. D. (2017). Editors’ comments: Sense and structure—The core
building blocks of an AMR article. Academy of Management Review, 42(3), 407–416.
https://doi.org/10.5465/amr.2016.0225.

5
Contoh TOR dengan Pendekatan Kualitatif - Discovery

Common Ground
Suatu hal yang tidak akan pernah berubah dan tidak dapat dihindari adalah perubahan
itu sendiri (Drucker, 2011). Sebuah organisasi harus mampu mempersiapkan diri dengan baik
agar tidak mengalami kegagalan dalam menghadapi perubahan (Stouten et al., 2018).
Penelitian empiris sebelumnya menemukan bahwa sampai dengan sekitar 70% inisiatif
perubahan gagal, sehingga kemampuan organisasi untuk mengelola dan
mengimplementasikan program perubahan sangatlah penting untuk kesuksesan perubahan
organisasi (Gigliotti et al., 2018; Amis et al., 2004; Beer dan Nohria, 2000). Komponen utama
dari perubahan organisasi yang sukses adalah mendapatkan penerimaan dan dukungan dari
anggota organisasi (Rafferty et al., 2013; Oreg et al., 2011; Bouckenooghe, 2010; Herold et
al., 2007; Walker et al., 2007).
Proses perubahan sebuah organisasi tidak terlepas dari berbagai masalah, terutama
masalah terkait penolakan (resistance) atas perubahan yang terjadi (Stanley et al., 2005).
Lewin (1951) mengemukakan tentang force field theory of change yang digunakan untuk
menggambarkan dinamika perubahan yang terjadi dalam suatu organisasi. Teori ini
menyatakan bahwa akan selalu ada berbagai kekuatan yang menentang adanya perubahan
selain kekuatan yang menginginkan dilakukannya perubahan. The Psychological Model of
Resistance yang diperkenalkan oleh Agboola dan Salawu (2011) menyatakan bahwa resistensi
terhadap perubahan merupakan sebuah konsep yang mencerminkan ketidaknyamanan
(discomfort) anggota organisasi dengan adanya modifikasi proses tertentu dalam organisasi.
Konsep ini menyiratkan bahwa apa yang ditentang anggota organisasi bukanlah perubahan
tetapi akibat dari perubahan yaitu kehilangan sesuatu seperti status, uang atau kenyamanan
yang selama ini didapatkan sebelum proses perubahan terjadi.

Complication
Discomfort telah diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya dalam beberapa konteks,
antara lain penelitian Bareil et al. (2007) yang meneliti pola discomfort with change dalam
suatu organisasi yang sedang dihadapkan pada perubahan struktur organisasi, relokasi tempat
kerja, dan perubahan teknologi pada institusi kesehatan di Canada. Penelitian Bareil et al.
(2007) menemukan bahwa terdapat dua pola discomfort with change, yaitu pola situasional

6
dan disposisional. Discomfort pola disposisional mengacu pada individu itu sendiri terlepas
dari perubahan apa yang terjadi, sedangkan discomfort pola situasional tergantung dari
bagaimana organisasi mengimplementasikan perubahan. Selain itu, penelitian yang dilakukan
oleh Branch et al. (2013) juga meneliti discomfort sebagai variabel mediasi antara self-efficacy
dan readiness to change pada konteks sekolah-sekolah bisnis di Canada dan Amerika Serikat
yang melakukan perubahan organisasi dari segi kurikulum. Namun mengapa discomfort
muncul, apakah reaksi yang ditunjukkan ketika merasa discomfort dan apakah konsekuensi
dari rasa discomfort anggota organisasi yang terjadi dalam proses perubahan organisasi masih
perlu dieksplorasi dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
Selain itu, konteks yang diteliti dalam penelitian ini adalah organisasi non profit yaitu
Perguruan Tinggi, yang mana konteks perubahan organisasi sebelumnya lebih banyak diteliti
pada organisasi profit (Heyden et al., 2017; Heckmann et al., 2016; García-Cabrera dan
Hernández, 2014). Padahal organisasi-organisasi non profit juga menghadapi tantangan akan
perubahan lingkungan. Terbukanya pasar tenaga kerja secara global dan tuntutan masyarakat
dunia yang semakin dinamis telah menyebabkan perubahan yang cukup dramatis pada
karakter dan fungsi pendidikan tinggi di banyak negara di seluruh dunia (Deem et al., 2008).
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisi gap tersebut yaitu dengan
mengeksplorasi secara mendalam discomfort yang terjadi dalam konteks proses perubahan
organisasi non profit.

Concern
Respon negatif dari beberapa dosen yang merasa tidak nyaman tersebut apabila tidak
segera dikelola maka akan menyebabkan resistensi (Bailey dan Raelin, 2015) dan
mengakibatkan proses perubahan Universitas Airlangga menuju World Class University
menjadi gagal. Sebuah proses perubahan tidak akan berhasil apabila tidak ada sinergi dari
semua anggota organisasi (Gigliotti et al., 2018) dalam organisasi tersebut, baik pemerintah
sebagai pencetus, pimpinan perguruan tinggi sebagai pengelola, serta dosen, tenaga
kependidikan, mahasiswa, alumni dan masyarakat sebagai pelaksana. Sinergi sangat
diperlukan untuk meningkatkan komitmen dan kinerja masing-masing stakeholder organisasi
dalam meraih target World Class University (Yang dan Welch, 2012). Oleh karena itu,
penelitian ini menjadi penting agar dapat menjadi pedoman untuk mengelola
ketidaknyamanan (discomfort) yang merupakan pemicu terjadinya resistance to change dalam
7
proses perubahan organisasi. Mengelola discomfort agar tidak menimbulkan resistance to
change mengacu pada teori Lewin (1947) Lewin’s Three-Phase Process yang harus dilakukan
oleh pengelola organisasi pada tahap unfreezing dalam proses manajemen perubahan
organisasi.

Course of action
Menggunakan pendekatan Critical Incident Technique (CIT) peneliti akan melihat titik
penting penyebab, reaksi serta konsekuensi dari discomfort terhadap perubahan yang sangat
sesuai dengan model cause, course dan consequences yang diajukan oleh Grace (2007).
Metode CIT menggali melalui cerita-cerita narasi yang disampaikan langsung oleh informan
mengenai fenomena yang dianggap penting dari insiden kritis (Gremler, 2004), dalam hal ini
adalah discomfort semenjak terjadi perubahan dalam organisasi. CIT merupakan metode yang
paling tepat untuk menggali cerita dari ingatan-ingatan informan mengenai insiden kritis, yaitu
semenjak terjadinya perubahan organisasi yang cukup drastis dari kebijakan sebelumnya
bertransisi menuju kebijakan baru yang dikaitkan dengan berbagai sistem organisasi seperti
rekrutmen, promosi, anggaran, dan lain sebagainya. Perubahan organisasi dikategorikan
sebagai insiden kritis karena termasuk sebagai salah satu momen kritis organisasi akibat cukup
tingginya tingkat kegagalan perubahan organisasi (Gigliotti et al., 2018; Amis et al., 2004;
Beer dan Nohria, 2000). Selain itu, CIT juga merupakan prosedur yang digunakan untuk
memfasilitasi penelitian tentang pengalaman tidak biasa (unusual) atau insiden tidak
menyenangkan, dalam konteks ini discomfort terhadap perubahan (Gremler, 2007).
Pendekatan CIT juga bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam dan meminimalis ir
celah dari metode pengumpulan data menggunakan survey (Grace, 2007). Oleh karena itu,
peneliti meyakini bahwa CIT merupakan metode yang paling tepat untuk menggali informa si
dari informan tentang discomfort setelah terjadi perubahan dalam organisasi tempatnya
bekerja.

Contribution
Studi ini juga memiliki beberapa implikasi penting bagi dunia akademisi. Studi ini
menjawab rekomendasi dari Branch et al. (2013) bahwa discomfort merupakan variabel baru
yang cukup jarang dieksplorasi sehingga membutuhkan pengujian dan validasi dengan
menggunakan metode lain. Penelitian ini juga berkontribusi memberikan bukti empiris dari
8
teori manajemen perubahan Lewin yang diperkenalkan pada tahun 1947 yaitu “Lewin’s Three-
Phase Process”, yang mana bahwa dalam tahap awal perubahan organisasi yaitu unfreezing,
akan selalu muncul discomfort yang harus segera dikelola agar tidak memicu timbulnya
resistance to change. Kemudian dari segi metodologi yang digunakan, penelitian ini
memberikan kontribusi pada karya Flanagan (1954) dan Gremler (2004) dengan menunjukkan
bagaimana CIT dapat diterapkan dalam konteks perubahan organisasi dan juga berkontribusi
pada karya Grace (2007) dengan menerapkan metode cause, course dan consequences yang
disarankan oleh penulis untuk CIT. Penelitian tentang discomfort ini juga berkontribusi secara
praktis bagi manajemen untuk mengelola discomfort yang terjadi dalam proses perubahan
organisasi, agar tingkat resistance to change dan kegagalan perubahan organisasi dapat
diminimalisir (Beer dan Nohria, 2000)

Rumusan Masalah
1. Apakah yang menyebabkan ketidaknyamanan para dosen Universitas Airlangga dengan
adanya proses perubahan organisasi menuju World Class University?
2. Apakah reaksi yang ditunjukkan ketika para dosen Universitas Airlangga merasakan
ketidaknyamanan dengan adanya proses perubahan organisasi menuju World Class
University?
3. Apakah konsekuensi dari ketidaknyamanan para dosen Universitas Airlangga terhadap
proses perubahan organisasi menuju World Class University?

9
Kerangka Konseptual Penelitian

Fenomena yang menjadi latar belakang :


1. Perubahan Universitas Airlangga Menuju World Class University mengakibatkan
perubahan kebijakan bagi dosen sebagai stakeholder utama organisasi (Keputusan
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 522b/M/Kp/IX/2015).
2. Reaksi dan dukungan anggota organisasi sangat penting dalam menentukan
keberhasilan proses perubahan (Heyden et al., 2017).
3. Setiap proses perubahan pasti akan mengusik comfort zone anggota organisasi, yang
kemudian menimbulkan discomfort (Buller, 2015).
4. Uniknya, penelitian empiris yang membahas mengenai discomfort dalam konteks
perubahan organisasi non profit masih perlu dieksplorasi lebih lanjut

Tujuan Penelitian :
1. Menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor penyebab ketidaknyamanan para dosen
Universitas Airlangga dengan adanya proses perubahan organisasi menuju World
Class University.
2. Menganalisis dan menjelaskan reaksi yang ditunjukkan ketika para dosen Universitas
Airlangga merasakan ketidaknyamanan dengan adanya proses perubahan organisasi
menuju World Class University.
3. Menganalisis dan menjelaskan konsekuensi yang terjadi akibat ketidaknyamanan para
dosen Universitas Airlangga terhadap proses perubahan organisasi menuju World
Class University.

Literature Review :
1. Perubahan Organisasi (Rafferty dan Jimmieson, 2017), Manajemen Perubahan
(Stouten et al., 2018), Proses Manajemen Perubahan (Lewin, 1947), Support for
Change (Isett et al., 2013), Resistance to Change (García-Cabrera dan Hernández,
2014), Discomfort (Agboola dan Salawu, 2011).
2. Lewin Three Phase Process (Lewin, 1947), Force Field Theory of Change (Lewin,
1951) dan The Psychological Model of Resistance (Agboola dan Salawu, 2011).

Pengumpulan Data :
Critical Incident Technique dengan in depth interview (Grace, 2007)

Analisa Data :
Content Analysis dalam metode CIT (Gremler, 2004)

Discomfort
Dosen Universitas Airlangga
10
Contoh TOR dengan Pendekatan Kuantitatif - Discovery

Latar Belakang

Tren globalisasi mendorong perguruan tinggi untuk berkembang ke arah


internasionalisasi (Altbach, dkk., 2009) dalam menerapkan strategi, kebijakan, dan prosedur
untuk meningkatkan kualitas pendidikan (Knight, 1997). Hal ini mengakibatkan perguruan
tinggi mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam beberapa dekade terakhir dan
mengarah pada persaingan yang semakin intensif (Lafuente-Ruiz-De-Sabando, dkk., 2018).
Secara umum, perubahan organisasi bertujuan agar organisasi dapat beradaptasi
terhadap lingkungan (Child dan Smith, 1987; Barr, dkk., 1992; Leana dan Barry, 2000) atau
meningkatkan kinerja (Keck dan Tushman, 1993; Boeker, 1997). Laju perubahan di
lingkungan eksternal organisasi yang menjadikan tekanan terhadap perubahan menjadi leb ih
tinggi sehingga organisasi membutuhkan kemampuan untuk mengintegrasikan, membangun,
dan mengkonfigurasi ulang kompetensi internal dan eksternal untuk mengatasi perubahan
lingkungan dengan cepat yang disebut dynamic capabilities (Grant, 1991; Floyd dan
Wooldridge, 1996; Oxtoby dkk., 2002; Teece, 2007; Barreto, 2010). Bentuk baru dari dynamic
capability yang telah berkembang dan diuji dikenal sebagai kemampuan organisasi untuk
berubah (Judge dkk., 2009). Andreeva dan Ritala (2016) menambahkan salah satu representasi
dari dynamic capability adalah kapasitas organisasi untuk berubah.
Organisasi yang memiliki kapasitas perubahan yang baik akan merancang strategi
perubahannya (Judge dan Blocker, 2008). Namun, meskipun strategi perubahan telah
dirancang dengan baik, sekitar 70% dari inisiatif perubahan gagal (Pieterse, dkk., 2012).
Terdapat banyak alasan mengenai penyebab kegagalan perubahan, salah satunya berupa
resistensi individu untuk berubah (Senior dan Swailes, 2010). Artinya, meningkatnya
kapasitas perubahan organisasi tidak selalu diiringi oleh meningkatnya kinerja organisasi
apabila konsep perubahan tidak didukung oleh individu di dalamnya. Hal ini dikarenakan
individu yang memiliki memiliki resistensi terhadap perubahan memiliki kekhawatiran
terhadap status, kehilangan bayaran, atau kehilangan kenyamanan (Dent dan Goldberg, 1999).
Sejauh ini, tidak banyak penelitian mengenai determinan kapasitas organisasi untuk
berubah yang berasal dari eksternal organisasi. Beberapa penelitian mengungkapkan
determinan dari kapasitas organisasi untuk berubah diantaranya Industry stage of development
sebagai variable eksternal (Judge dkk., 2015), National uncertainty avoidance, Founder CEO

11
presence, Organizational financial slack, TMT trust (Judge dkk., 2015), sistem insentif
(Dollman, 1996), dan change experience (Heckman dkk., 2016) sebagai variable internal. Di
sisi lain, Schilke, dkk. (2018) menjelaskan bahwa salah satu anteseden dari dynamic capability
adalah budaya organisasi yang berorientasi pada ektsternal. Dynamic capability yang
diwujudkan sebagai kapasitas organisasi untuk berubah (Andreeva dan Ritala, 2016) diduga
salah satunya dibentuk oleh orientasi pasar yang merupakan budaya yang dapat mendorong
keberhasilan organisasi untuk berubah dengan mengatasi tantangan dan tekanan dari
perubahan (Bugandwa Mungu Akonkwa, 2009) melalui orientasi eksternal orgnisasi (orientasi
pelanggan dan pesaing) (Narver dan Slater, 1990). Untuk mencapai dan mempertahankan
keunggulan kompetitif di lingkungan yang dinamis, organisasi perlu meningkatkan orientasi
pasarnya (Slater, dkk., 2004; Kachoui dan Mavondo, 2018). Hal ini dikarenakan orientasi
pasar mengarah pada pendalaman wawasan terhadap konsumen dan pesaing sebagai eksternal
organisasi (Atuahene-Gima, 2005). Wawasan tersebut kemudian dapat digunakan untuk
mengalokasi dan mengkonfigurasi sumberdaya di lingkungan yang dinamis (Kachoui dan
Mavondo, 2018). Secara khusus, orientasi pasar yang proaktif menginteraksikan kemampuan
organisasi lainnya sehingga dapat saling memperkuat kemampuan-kemampuan tersebut
(Madhavaram and Hunt, 2008; Menguc and Auh, 2006).
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pengembangan teori di bidang
manajemen strategi khususnya dynamic capability. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan masukan kepada jajaran manajer di perguruan tinggi agar proses perubahan
dapat berhasil dengan mengelola kapasitas perubahannya serta menurunkan sikap individu
untuk menolak perubahan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka permasalahan
yang akan ditelaah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah orientasi pasar berpengaruh positif pada kapasitas organisasi untuk berubah di
Universitas Airlangga?
2. Apakah kapasitas organisasi untuk berubah berpengaruh positif pada kinerja Universitas
Airlangga?
3. Apakah resistensi terhadap perubahan memperlemah hubungan antara kapasitas
12
organisasi untuk berubah dan kinerja Universitas Airlangga?

Model Penelitian

HI: Orientasi pasar berpengaruh positif terhadap kapasitas organisasi untuk berubah.
H2: Kapasitas organisasi untuk berubah berpengaruh positif terhadap kinerja.
H3: Resistensi terhadap perubahan memoderasi pengaruh kapasitas organisasi untuk berubah
dan kinerja.

13
Contoh TOR Praktis - Problem Solving

Latar belakang
Common Ground
Banyak perusahaan yang harus memikirkan kembali strategi manajemen dikarenakan
situasi bisnis yang baru dan dengan siklus bisnis yang cepat berubah-ubah. Maka dari itu, perlu
adanya penerapan modern management systems. Modern management systems and
philosophies telah diaplikasikan di beberapa perusahaan untuk meningkatkan strategi
manajemen. Untuk mengembangkan strategi dapat dibantu dengan menggunakan beberapa
tools dari strategic management. Chandler (1962), Selznick (1957), Ansoff (1965) dan
Drucker (1954) salah satu dasar dari strategic management yaitu manajemen berdasarkan
objectives. Management by objectives (MBO) merupakan proses penentuan key objectives dan
apa yang harus organisasi lakukan untuk mencapai objectives organisasi (Drucker, 1954).
Seiring berkembangnya teknologi, tools untuk menentukan tujuan strategi perusahaan
juga mulai berkembang, mulai dari tools MBO, tools Balanced Scorecard (Kaplan and Norton,
1992), KPI yang merupakan tools untuk menilai visi strategi organisasi secara interaktif
terintegrasi dalam strategi organisasi secara menyeluruh (Warren, 2011). Pada tahun 1970
John Doeer memperkenalkan tools Objective and Key Result (OKR) kepada perusahaan intel
yaitu google dan google dapat menjadi sukses karena menerapkan OKR dengan baik. Situasi
inilah yang membuat OKR semakin dikenal dalam dunia bisnis (Decharin, 2018).
Dari situasi google tersebut, OKR merupakan tools baru yang patut dipertimbangkan
untuk meningkatkan performance karyawan. John Doerr mendefinisikan sistem OKR tidak
hanya sebagai skema manajemen berdasarkan critical thinking, collaborative efforts and
structured objectives, tetapi juga metodologi yang dapat membantu management perusahaan
dalam menentukan fokus bisnis berdasarkan tujuan perusahaan. OKR yang efektif jika setiap
tujuan dari organisasi sesuai dengan visi atau strategi perusahaan sehingga dapat mencapai
tujuan perusahaan (Panyachaisana, 2018)

Complication
Penelitian terdahulu terkait OKR dengan judul pengembangan pegawai daru program
OKR: study kasus dari SG group company (Charoenlarpkul dan Tantasanee, 2019). Penelitian
tersebut menggunakan kuantitatif research dengan 93 responden dari power plant section
14
dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil dari penelitian tersebut
organizational direction signifikan dalam mempengaruhi work performance dengan
menggunakan konsep dari OKR.
Sedangkan penelitian ini mengacu pada desain OKR dari sebuah perusahaan jasa di
Surabaya. Dimana desain OKR ini menentukan goals dari setiap jabatan pada divisi keuangan
dan marketing. Terdapat 4 divisi pada perusahaan tersebut, namun core bisnis dari perusahaan
ini adalah marketing dan keuangan dimana kedua divisi ini harus terlebih dahulu dibentuk
OKR nya agar perusahaan dapat fokus memperbaiki dan mengevaluasi kembali tujuan
perusahaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan top-down dan bottom-up untuk
menentukan tujuan masing-masing divisi. Hasil penelitian ini nantinya akan berbentuk desain
tujuan organisasi setiap jabatan mulai dari direktur hingga staf pada divisi tersebut

Concern
Salah satu perusahaan Intel menerapkan MBO dengan menggunakan tools OKR dan
beberapa aspek yang mendukung. Aspek pertama frekuensi objectives perusahaan setiap 3
bulan sekali atau setiap bulan. Yang kedua menggunakan pendekatan top-down and bottom-
up dimana kedua pendekatan ini dipercaya dapat menentukan objectives goals, bukan hanya
dari sisi manajemennya. OKR merupakan metode untuk mengevaluasi capaian organisasi
berdasarkan 2 elemen yaitu ‘identifikasi tujuan’ dan ‘identifikasi key result’. Identifikasi
tujuan dengan menganalisa corporate strategy terlebih dahulu dan identifikasi key result
dengan menggunakan pendekatan top-down and bottom-up untuk menentukan tujuan
organisasi. OKR juga merupakan strategy organisasi dengan menentukan tujuan pada masing-
masing employees (Hanutsaha, 2019). Maka dari itu, metode OKR tepat digunakan untuk
perusahaan yang ingin berkembang dengan mengevaluasi dan memperbaiki strategi
perusahaan.
Saat ini PT. XYZ belum memiliki strategi untuk mengelola manajemen kinerja
karyawan. Sehingga, PT XYZ mengalami masalah terkait dengan pengelolaan manajemen
kinerja karyawan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya sistem manajemen kinerja dan jenjang
karir pada PT. XYZ. Sehingga, PT XYZ kesulitan untuk mempertahankan dan mengelola
karyawan terbaik mereka. Salah satu cara untuk menumbuhkan komitmen kerja karyawan
dengan memperbaiki manajemen kinerja (performance management).

15
Course of action
Tantangan yang dihadapi oleh banyak perusahaan menyebabkan perusahaan harus
melakukan refocus perhatian pada sistem manajemen kinerja (performance management
systems) dan harus menggali lebih dalam cara untuk meningkatkan kinerja karyawan. Dalam
penelitian ini akan digunakan pendekatan model Objective and Key Result (OKR) untuk
menilai dan mengelola manajemen kinerja.
Penelitian ini menggunakan Case study dengan deskripsi empiris tentang berbagai
fenomena dengan menggunakan berbagai sumber data (Rowley, 2002). Sumber data
didapatkan dari observasi dan analisa perusahaan serta interview pada setiap pemangku
jabatan. Penelitian ini juga mengarah pada single case study dimana hanya mengeksplorasi
satu subyek penelitian tertentu karena dianggap memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh
subyek yang lain. Subyek dalam penelitian ini adalah PT XYZ dengan spesifik pada divisi
marketing and finance. Kedua divisi tersebut dipilih dikarenakan divisi marketing dan finance
merupakan divisi core dari PT XYZ. Proses pengambilan data akan dilakukan dengan di
interviewnya setiap jabatan berkaitan dengan beberapa tujuan divisi dan bagaimana cara
individu / jabatan dapat mencapai tujuan masing-masing divisi sehingga nantinya akan
mendukung tujuan dari perusahaan.

Contribution
Penelitian ini berkontribusi bagi pengembangan keilmuan dengan memberikan referensi
konsep desain penilaian kinerja individu yang baru, yaitu pengimplementasian manajemen
kinerja dengan pendekatan OKR. Selain itu, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan
manajer sumber daya manusia di organisasi dapat memanfaatkannya sebagai gambaran untuk
mendesain tujuan perusahaan yang dapat mengukur capaian kinerja setiap jabatan, sehingga
terlihat kekurangan yang perlu diperbaiki. Implikasi praktisnya adalah manajer dapat
mengembangkan sistem manajemen kinerja dengan mengembangkan matrik evaluasi kinerja
yang berbasis Objective and Key Result (OKR), khususnya pada PT. XYZ.

Rumusan Masalah
Bagaimana desain OKR yang sesuai dengan divisi keuangan dan marketing pada PT XYZ?

16
Kerangka Konseptual Penelitian

ANALISA
Corporate Strategy

Struktur Organisasi

Job Analysis

TEORI SINTESA DATA COLLECTING


Performance
Management Observasi
Pengembangan Indicator OKR
OKR Interview

DESAIN PENILAIAN KINERJA

Pada penelitian ini untuk membuat desain penilaian kinerja, terlebih dahulu melakukan
analisa strategi perusahaan. Analisa pada strategi perusahaan merupakan kunci utama
perusahaan dalam menjalankan dan mengembangkan bisnis nya. Dalam strategi perusahaan
dapat diketahui sasaran (objective), tujuan (purpose), atau keinginan (goals) perusahaan yang
nantinya menghasilkan kebijakan atau rencana untuk mencapai tujuan perusahaan (Hax dan
Majluf, (1984); Andrew (1980)). Dari rencana dan tujuan perusahaan yang telah ditentukan,
selanjutnya akan diturunkan kesetiap divisi atau organisasi perusahaan. Maka dari itu, perlu
adanya analisa struktur organisasi untuk mengetahui dan mengukur kinerja setiap divisi.
Dalam struktur organisasi ini jabatan tertinggi adalah direktur utama, selanjutnya direktur
pada setiap divisi (dimana terdapat empat divisi pada PT XYZ), manager, supervisor dan staff.
Rencana dan tujuan perusahaan diturunkan ke setiap divisi disesuaikan dengan analisa
jabatannya dalam hal ini job description dan job spesification. Penyesuaian tujuan perusahaan

17
dengan struktur organisasi dan analisa jabatan ini mempermudah dalam menyusun desain
penilaian kinerja dan membantu perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan.
Setelah melakukan analisa, untuk mendesain penilaian kinerja langkah selanjutnya adalah
mengembangkan indicator objective key result. Pengembangan indicator objective key results
bertujuan untuk mengembangkan kinerja pegawai berdasarkan penilaian kinerja berbasis
objective setiap jabatan dalam satu divisi. Pengembangan indicator ini dapat terbentuk dari
beberapa sumber data yaitu dengan observasi perusahaan dan melakukan interview pada setiap
pemangku jabatan. Hal ini tentunya didukung juga dengan teori performance management dan
teori objective key result sebagai dasar teori dari pengembangan indicator OKR. Langkah
selanjutnya adalah mendesain penilaian kinerja. Dalam desain penilaian kinerja ini akan
ditentukan objective setiap divisi dan jabatan penilaian kinerja. Selanjutnya akan akan disusun
formulasi dari penilaian kinerja tersebut. Desain penilaian kinerja yang telah disusun, nantinya
akan disesuaikan kembali dengan corporate strategy yang telah ditentukan agar perusahaan
dapat mencapai tujuan perusahaan.

18

Anda mungkin juga menyukai