(Critical
Thinking)
DtR
Apa sih Berpikir Kritis (Critical Thinking) itu? Dan
gimana cara ngelakuinnya?
Nah, flowchart berikut mencoba menjelaskan apa yang
dimaksud dengan Berpikir Kritis dan gimana caranya
Berpikir Kritis dengan menguraikan dan memetakan
indikator, tujuan, input, proses, dan outputnya.
First of all, apa sih definisi dari Berpikir Kritis itu?
Mampu mengidentifikasi
01 suatu argumen.
Mampu menganalisis
02 suatu argumen.
Mampu mengevaluasi
03 suatu argumen.
Pada indikator 1, yakni "mampu mengidentifikasi
suatu argumen", parameternya ada 2, yaitu
“Argumen adalah kumpulan pernyataan yang terdiri dari kesimpulan dan premis.”
5. Argumen dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kategori, yaitu Argumen
Deduktif dan Argumen Induktif.
10. Argumen Deduktif yang Tidak Valid adalah argumen deduktif yang
penentuan kesimpulannya melenceng (keluar) dari premisnya.
11. Argumen Induktif dapat diuraikan menjadi 2, yaitu Argumen Induktif yang
Kuat dan Argumen Induktif yang Lemah.
12. Argumen Induktif yang Kuat adalah argumen deduktif yang penentuan
kesimpulannya mengikuti kemungkinan dari premisnya.
13. Argumen Induktif yang Lemah adalah argumen deduktif yang penentuan
kesimpulannya tidak mengikuti kemungkinan dari premisnya.
Penyusunan kerangka berpikir dalam mendefinisikan argumen dan
memetakan tipe-tipenya ini mengacu pada literatur-literatur yang membahas
tentang logika dan berpikir kritis.
² Bowell, T., Cowan, R., & Kemp, G. (2002). Critical Thinking: A Concise
Guide. 5th Edition. New York: Routledge.
⁴ Copi, I.M., Cohen, C., & McMahon, K. (1998). Introduction to Logic. 14th
Edition. New York: Routledge.
OK, supaya lebih paham, kita langsung aja simulasi bagaimana Berpikir Kritis
dengan mengambil studi kasus ke salah satu bentuk Argumen Deduktif berupa
Silogisme Hipotetik.
Misal "terjadi hujan" kita simbolkan dengan lambang P dan "tanah basah"
kita simbolkan dengan lambang Q.
Terjadi hujan = P
Tanah basah = Q
(1) Jika terjadi hujan, maka tanah basah = P→Q
(2) Jika tidak terjadi hujan, maka tanah tidak basah = ~P→~Q
(4) Jika tanah tidak basah, maka tidak terjadi hujan = ~Q→~P
Pernyataan pada poin 2 yakni "Jika tidak terjadi hujan, maka tanah tidak
basah (~P→~Q)" adalah tidak tepat, karena jika tidak terjadi hujan (~P),
maka tanah tetap bisa basah (Q), misal karena ada orang yang sedang
menyiram tanah, ada orang main air, dll.
Pernyataan pada poin 3 yakni "Jika tanah basah, maka terjadi hujan
(Q→P)" juga tidak tepat, karena tanah yang basah (Q) bukan berarti telah
terjadi hujan (P). Bisa saja tanah tersebut basah karena misal ada simulasi
penyemprotan oleh petugas pemadam kebakaran, dll.
Contoh lain misal pada pernyataan "Jika saya lapar, maka saya makan"
"Jika saya lapar, maka saya makan" bukan berarti "Jika saya tidak lapar,
maka saya tidak makan".
"Jika saya lapar, maka saya makan" juga bukan berarti "Jika saya makan,
maka saya lapar".
"Jika saya lapar, maka saya makan" bukan berarti "Jika saya tidak lapar,
maka saya tidak makan".
Jika saya tidak lapar, saya tetap bisa makan, misal karena (a) ingin update
slide story, (b) ngiler ngeliat teman makan, (c) kalah taruhan, (d) dan lain-
lain.
"Jika saya lapar, maka saya makan" juga bukan berarti "Jika saya makan,
maka saya lapar".
Jika saya makan, juga bukan berarti saya lapar. Bisa saja saya makan
karena kepengen aja, padahal gak sedang lapar, dll.
Dalam kasus P→Q:
(1) Q→P disebut konvers dari P→Q
(2) ~P→~Q disebut invers dari P→Q
(3) ~Q→~P disebut kontraposisi dari P→Q
Nah. P→Q tidak sama dengan konversnya (Q→P). P→Q juga tidak sama
dengan inversnya (~P→~Q). P→Q sama dengan kontraposisinya
(~Q→~P).
Menarik kesimpulan bahwa P→Q sama dengan konversnya (Q→P)
disebut Affirming the Consequent Fallacy (ACF).
Premis 1: P -> Q
Premis 2: Q
Kesimpulan: P
Contoh.
Premis 1: Jika terjadi hujan, maka tanah basah
Premis 2: tanah basah
Kesimpulan: Terjadi hujan
Jadi, dalam kalimat "Jika P, maka Q" yang dapat dimodelkan dengan "P ->
Q". P disebut sebab (antecedent) dan Q disebut akibat (consequent).
Premis 1: P -> Q
Premis 2: Q
Kesimpulan: P
Affirming the Consequent itu dapat dilihat pada premis 2 yang mengafirmasi
Q.
Jadinya
Premis 1: Jika P maka Q
Premis 2: Q diafirmasi
Kesimpulan: P terjadi
Kebetulan cuitan beliau terdapat bentuk Fallacy lain, yakni Denying the
Antecedent, jadi sekalian di bahas pada utas kali ini.
Premis 1: P -> Q
Premis 2: ~P
Kesimpulan: ~Q
Contoh.
Premis 1: Jika terjadi hujan, maka tanah basah
Premis 2: Tidak terjadi hujan
Kesimpulan: Tanah tidak basah
Padahal, walaupun tidak terjadi hujan, tanah tetap mungkin basah (misal
karena ada penyiraman oleh mobil pemadam kebakaran, dll).
Jadinya
Premis 1: Jika P maka Q
Premis 2: P dianggap keliru
Kesimpulan: Q tidak terjadi
Sederhananya gini:
(1) P -> Q
(2) Q -> P
(3) ~P -> ~Q
Bener gak sih kalo premis 1 bilang "jika terjadi hujan, maka jalanan basah"
dan premis 2-nya bilang "terjadi hujan", maka kita bisa menentukan suatu
kesimpulan bahwa "jalanan basah"?
Kenapa gak akurat? Karena kita gak tahu kondisi detailnya gimana.
Let's say emang terjadi hujan, tapi hujannya gak mengenai jalan, terus
apakah bisa kita simpulkan bahwa jalanannya basah?
Pun kita gak tahu jalan yang ditinjau ini yang mana dan hujan yang ditinjau
ini hujan di daerah mana.
Misal jalan yang ditinjau adalah jalan di Banjarmasin dan hujan yang ditinjau
adalah hujan di Jakarta.
(Ini udah sepsifik banget, nih! Koordinatnya ada di setiap sudut jalan)
Kalo lokasi jalannya udah spesifik dan hujan terjadi di lokasi jalan tersebut,
udah bisa disimpulin bahwa "jalanan basah" dong?
Eits, tunggu dulu, Zainudin!
Kita dari tadi kan mengasumsikan bahwa materialnya adalah aspal, tapi
emang beneran aspal, nih?
Kalo material jalannya adalah beton, kesimpulan "jalanan basah" masih bisa
diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah keramik, kesimpulan "jalanan basah" masih
bisa diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah kayu, kesimpulan "jalanan basah" masih bisa
diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah rumput, kesimpulan "jalanan basah" masih
bisa diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah batu-batu, kesimpulan "jalanan basah" masih
bisa diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah paving block, kesimpulan "jalanan basah"
masih bisa diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah besi wiremesh, kesimpulan "jalanan basah"
masih bisa diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah spons penyerap cairan, kesimpulan "jalanan
basah" masih bisa diterima, gak?
Oke, deh. Asumsikan kalo material jalannya aspal.
Nah, jadi kalo ada orang yang menyampaikan suatu klaim tanpa
dasar/alasan, berarti orang tersebut tidak sedang berargumen.
Tahap 2: Menganalisis Suatu Argumen
Well, ketika kita udah mengidentifikasi suatu argumen, berarti kita udah tahu
klaimnya apa dan dasar/alasannya apa.
Pada tahap ini kita berusaha menyelidiki sejauh mana suatu argumen dapat
diterima/dipertahankan.
Jadi, kita mesti tahu lingkup dan batasan suatu argumen dan hal relevan
dan signifikan apa aja yang harus dipertimbangkan dalam argumen
tersebut.
Alright. So, penyusunan kerangka berpikir dalam memahami apa itu Berpikir
Kritis (Critical Thinking) ini gak mungkin bisa terlaksana dan selesai tanpa
membaca dan memahami literatur-literatur terkait Berpikir Kritis.
Pada tahap ketiga, kita menentukan apa aja argumen yang terdapat di buku
yang kita baca.
Caranya sederhana:
Pada tahap ini, kita akan nyelidikin sejauh mana sih kebenaran argumen
yang sudah kita periksa pada tahap sebelumnya itu bisa kita
terima/pertahankan.
Caranya mengevaluasi argumennya gimana?
Nah. Terus gimana sih menalar yang sesuai dengan logika tuh?
Well. Berikut sebagian dasar logika dari buku "Discrete Mathematics and Its
Application":
Sumber literatur: Kenneth H. Rosen. Discrete Mathematics and Its
Applications. 7th Edition. New York: McGraw-Hill, 1999.
https://notendur.hi.is/mbh6/html/_downloads/Discrete%20Mathematics%20a
nd%20Its%20Applications%20-%20Kenneth%20Rosen%20(2012).pdf
Uraian pada flowchart tersebut hanya menjelaskan 3 hal, yaitu
(1) proposisi tunggal dan majemuk (konjungtif, disjungtif,
implikatif, dan biimplikatif);
(2) quantifier (universal dan existential); dan
(3) penarikan kesimpulan (modus ponens, modus tollens, dan
silogisme hipotetik).
Ketiga hal tersebut merupakan ringkasan dari 4 subbab pada bab 1 (The
Foundations: Logic and Proofs), yaitu (a) propositional logic, (b) applications
of propositional logic, (c) predicates and quantifiers, dan (d) rules of
inference.
Sebenarnya masih banyak lagi rules of inference (aturan penarikan
kesimpulan) di samping 3 rules yang sudah dikemukakan (modus ponens,
modus tollens, dan silogisme hipotetik).
Berikut lengkapnya
Logical Fallacy dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu Fallacy of
Relevance (Kekeliruan Dikarenakan Ketidakrelevanan) dan Fallacy of
Insufficient Evidence (Kekeliruan Dikarenakan Ketidakcukupan Bukti).
Ad Hominem
Sudi kiranya pembaca jika ada kekeliruan dari apa yang saya utas,
semoga saya bisa menjadi lebih benar lagi. Terimakasih. Semoga
bermanfaat.
Untuk pustaka rujukannya sendiri, saya mendapatkannya dari sumber
yang dapat didownload bebas.
Link: http://s3.amazonaws.com/engrade-
myfiles/4008228113384505/Students_Guide_to_Critical_Thinking.pdf
Bennet, B. (2016). Logically Fallacious: The Ultimate Collection of Over 300 Logical Fallacies.
Link: http://logicallyfallacious.com
Link: http://triviumeducation.com/texts/42Fallacies.pdf
Tambahan:
Kemarin tidak sedikit yang bingung pada contoh "Jika terjadi hujan, maka
tanah basah" yang nilainya sama dengan "Jika tanah tidak basah, maka
tidak terjadi hujan".
Karena bisa aja tanahnya tidak basah walaupun terjadi hujan, misal
tanahnya berada di bawah atap.
Nah. Berikut penjelasannya (melalui diagram venn) kenapa
"Jika tanah tidak basah, maka tidak terjadi hujan" pada
pernyataan awal "Jika terjadi hujan, maka tanah basah" itu
absolut valid:
"Jika terjadi hujan, maka tanah basah (P→Q)" itu sama
dengan "Jika tanah tidak basah, maka tidak terjadi hujan
(~Q→~P)".
"Jika ayam, maka hewan (P→Q)" tidak sama dengan "Jika bukan ayam,
maka bukan hewan (~P→~Q)".
"Jika ayam, maka hewan (P→Q)" juga tidak sama dengan "Jika hewan,
maka ayam (Q→P)".
"Jika ayam, maka hewan (P→Q)" sama dengan "Jika bukan hewan, maka
bukan ayam (~Q→~P)".
Well. Penjelasan mengenai pernyataan "Jika P, maka Q" juga
bisa dideskripsikan melalui pendekatan diagram venn.
Neptune Mercury
Neptune is the fourth- Mercury is the smallest
largest planet in our planet in our Solar
Solar System System
Jupiter Saturn
Jupiter is a gas giant Saturn is composed
and the biggest planet mostly of hydrogen and
in our Solar System helium
ABOUT THE PROJECT
Mercury is the closest planet to the Sun and the
smallest one in the Solar System—it’s only a bit
larger than our Moon. The planet’s name has
nothing to do with the liquid metal, since it was
named after the Roman messenger god, Mercury
ABOUT THE PROJECT
-SOMEONE FAMOUS
Venus has a beautiful name and is the second
planet from the Sun. It’s terribly hot—even
hotter than Mercury—and its atmosphere is
extremely poisonous. It’s the second-brightest
natural object in the night sky after the Moon
NOW
Mercury is the closest planet to the Sun and
the smallest one in our Solar System—it’s only
a bit larger than our Moon. The planet’s name
has nothing to do with the liquid metal, since
it was named after the Roman messenger god
FUTURE
MAJOR REQUIREMENTS
Venus
01
Venus has a beautiful name,
but it’s terribly hot
Mars
02 Despite being red, Mars is
actually a cold place
Saturn
03 Saturn is composed mostly of
hydrogen and helium
BUDGET
€6,000,000
If you want to modify this graph, click on it, follow the link, change de data and replace it
PROJECT GOALS
Mars
If you want to change
the size of the graphs,
27%
Venus
70% and then drag the
orange handles
Mercury
select the blue part of
52%
the circle
PROJECT GOALS
$5M
Mars is a cold place
100
Venus has a beautiful name
150
Saturn is the ringed planet
Mercury
Mercury is the closest
planet to the Sun
Neptune
It’s the farthest
planet from the Sun
Saturn
It’s composed of
hydrogen and helium
TIMELINE
Venus is the second Mercury is the closest
planet from the Sun planet to the Sun
2013 2016
S M T W T F S
Start
End
OUR PARTNERS
youremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com
Photos Icons
● Book stack with copy space ● Essential collection icon pack
● Colleagues looking charts
Stories by Freepik
Create your Story with our illustrated concepts. Choose the style you like the most, edit its colors, pick
the background and layers you want to show and bring them to life with the animator panel! It will boost
your presentation. Check out How it Works.
PHASE 1
Task 1
Task 2
PHASE 2
Task 1
Task 2
PHASE 1
Task 1
Task 2
...and our sets of editable icons
You can resize these icons, keeping the quality.
You can change the stroke and fill color; just select the icon and click on the paint bucket/pen.
In Google Slides, you can also use Flaticon’s extension, allowing you to customize and add even more icons.
Educational Icons Medical Icons
Business Icons Teamwork Icons
Help & Support Icons Avatar Icons
Creative Process Icons Performing Arts Icons
Nature Icons
SEO & Marketing Icons