Anda di halaman 1dari 191

Berpikir Kritis

(Critical
Thinking)
DtR
Apa sih Berpikir Kritis (Critical Thinking) itu? Dan
gimana cara ngelakuinnya?
Nah, flowchart berikut mencoba menjelaskan apa yang
dimaksud dengan Berpikir Kritis dan gimana caranya
Berpikir Kritis dengan menguraikan dan memetakan
indikator, tujuan, input, proses, dan outputnya.
First of all, apa sih definisi dari Berpikir Kritis itu?

Well, Berpikir Kritis dapat didefinisikan sebagai cara


berpikir dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengevaluasi suatu argumen yang terdapat pada sebuah
informasi.

Kata kuncinya: identifikasi, analisis, evaluasi.


Jadi, indikator yang mendeskripsikan kemampuan Berpikir Kritis itu
dapat diuraikan ke dalam 3 kategori, yaitu

Mampu mengidentifikasi
01 suatu argumen.

Mampu menganalisis
02 suatu argumen.

Mampu mengevaluasi
03 suatu argumen.
Pada indikator 1, yakni "mampu mengidentifikasi
suatu argumen", parameternya ada 2, yaitu

1) Mampu mengidentifikasi apakah suatu informasi


mengandung argumen atau tidak.

2) Mampu mengidentifikasi apakah suatu argumen


merupakan argumen deduktif atau argumen
induktif.
Pada indikator 2, yakni "mampu menganalisis
suatu argumen", parameternya juga ada 2, yaitu

1) Mampu menentukan validitas dari suatu


argumen deduktif.

2) Mampu menentukan kekuatan dari suatu


argumen induktif.
Pada indikator 3, yakni "mampu mengevaluasi
suatu argumen", parameternya ada 1, yaitu
(1) Mampu menyelidiki sejauh mana keakuratan
suatu argumen.

Penyelidikan ini memeriksa lingkup dan batasan


serta seluruh hal yang relevan dan signifikan
yang harus diperhitungkan dalam argumen.
Pada indikator 3, penyelidikan keakuratan dari
suatu argumen dapat kita uraikan menjadi 2 hal,
yaitu
a) Memeriksa bagaimana lingkup dan batasan
dari suatu argumen.

b) Memeriksa hal apa saja yang relevan dan


signifikan yang harus dipertimbangkan
dalam suatu argumen.
Untuk bisa memahami apa yang dimaksud dengan
Berpikir Kritis, kita mesti mengerti beberapa istilah
terlebih dahulu, di antaranya: argumen, kesimpulan,
premis, argumen deduktif, argumen induktif, validitas
dari suatu argumen deduktif, dan kekuatan dari suatu
argumen induktif.
Mengenai apa itu argumen, kesimpulan,
premis, argumen deduktif, argumen induktif,
argumen deduktif yang valid, argumen deduktif
yang tidak valid, argumen induktif yang kuat,
dan argumen induktif yang lemah dapat
dipelajari melalui uraian berikut:
Apa sih Argumen itu? Well, flowchart berikut
mencoba menguraikan dan memetakan
secara runtut mengenai (1) apa itu argumen,
(2) apa aja komponen-komponen
penyusunnya, (3) apa aja tipe-tipenya, dan
(4) gimana nentuin sejauh mana kita dapat
menerima/mempertahankan suatu argumen:
Untuk memperjelas flowchart-nya, maka perlu kita uraikan secara lebih detail
maksud flowchart-nya gimana.
Nah, biar runtut, uraiannya akan disampaikan per poin. So, let's start:

1. Pernyataan adalah kalimat yang dapat dinilai benar atau salah.

2. Argumen adalah kumpulan pernyataan yang terdiri dari kesimpulan dan


alasan yang menjadi dasar kenapa suatu kesimpulan tersebut dapat
diterima/dipertahankan.
3. Alasan yang menjadi dasar kenapa suatu kesimpulan dapat
diterima/dipertahankan dapat disebut Premis.
4. Mengacu pada poin 2 dan 3, definisi argumen dapat kita sederhanakan
sebagai berikut:

“Argumen adalah kumpulan pernyataan yang terdiri dari kesimpulan dan premis.”
5. Argumen dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kategori, yaitu Argumen
Deduktif dan Argumen Induktif.

6. Argumen Deduktif adalah argumen yang kesimpulannya tidak


melenceng (keluar) dari premisnya.

7. Argumen Induktif adalah argumen yang kesimpulannya mengikuti


kemungkinan dari premisnya.
8. Argumen Deduktif dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu Argumen
Deduktif yang Valid dan Argumen Deduktif yang Tidak Valid.

9. Argumen Deduktif yang Valid adalah argumen deduktif yang penentuan


kesimpulannya tidak melenceng (keluar) dari premisnya.

10. Argumen Deduktif yang Tidak Valid adalah argumen deduktif yang
penentuan kesimpulannya melenceng (keluar) dari premisnya.
11. Argumen Induktif dapat diuraikan menjadi 2, yaitu Argumen Induktif yang
Kuat dan Argumen Induktif yang Lemah.

12. Argumen Induktif yang Kuat adalah argumen deduktif yang penentuan
kesimpulannya mengikuti kemungkinan dari premisnya.

13. Argumen Induktif yang Lemah adalah argumen deduktif yang penentuan
kesimpulannya tidak mengikuti kemungkinan dari premisnya.
Penyusunan kerangka berpikir dalam mendefinisikan argumen dan
memetakan tipe-tipenya ini mengacu pada literatur-literatur yang membahas
tentang logika dan berpikir kritis.

Nah, berikut adalah literatur-literatur yang dijadikan acuan:


¹ Bassham, G., Irwin, W., Nardone, H., & Wallace, J.M. (2002). Critical
Thinking: A Student's Introduction. 4th Edition. New York: McGrawHill.

² Bowell, T., Cowan, R., & Kemp, G. (2002). Critical Thinking: A Concise
Guide. 5th Edition. New York: Routledge.

³ Hurley, P.J. & Watson, L. (2012). A Concise Introduction to Logic. 13th


Edition. Boston: Cengage Learning.

⁴ Copi, I.M., Cohen, C., & McMahon, K. (1998). Introduction to Logic. 14th
Edition. New York: Routledge.
OK, supaya lebih paham, kita langsung aja simulasi bagaimana Berpikir Kritis
dengan mengambil studi kasus ke salah satu bentuk Argumen Deduktif berupa
Silogisme Hipotetik.

Gambaran mengenai Silogisme Hipotetik-nya bisa dilihat pada uraian berikut:


Jika P Maka Q

"Jika P, maka Q (P→Q )" sama dengan "Jika tidak Q,


maka tidak P (~Q→~P)". P→Q = ~Q→~P.

"Jika P, maka Q (P→Q )" tidak sama dengan "Jika Q,


maka P". P→Q ≠ Q→P.

"Jika P, maka Q (P→Q )" tidak sama dengan "Jika tidak


P, maka tidak Q (~P→~Q)". P→Q ≠ ~P→~Q.

Sederhana, tapi beneran penting banget


Barangkali akan lebih terbayang jika kita menggunakan contoh.

Misal pernyataannya adalah "Jika terjadi hujan, maka tanah basah".

Misal "terjadi hujan" kita simbolkan dengan lambang P dan "tanah basah"
kita simbolkan dengan lambang Q.

Terjadi hujan = P

Tanah basah = Q
(1) Jika terjadi hujan, maka tanah basah = P→Q

(2) Jika tidak terjadi hujan, maka tanah tidak basah = ~P→~Q

(3) Jika tanah basah, maka terjadi hujan = Q→P

(4) Jika tanah tidak basah, maka tidak terjadi hujan = ~Q→~P
Pernyataan pada poin 2 yakni "Jika tidak terjadi hujan, maka tanah tidak
basah (~P→~Q)" adalah tidak tepat, karena jika tidak terjadi hujan (~P),
maka tanah tetap bisa basah (Q), misal karena ada orang yang sedang
menyiram tanah, ada orang main air, dll.

Pernyataan pada poin 3 yakni "Jika tanah basah, maka terjadi hujan
(Q→P)" juga tidak tepat, karena tanah yang basah (Q) bukan berarti telah
terjadi hujan (P). Bisa saja tanah tersebut basah karena misal ada simulasi
penyemprotan oleh petugas pemadam kebakaran, dll.
Contoh lain misal pada pernyataan "Jika saya lapar, maka saya makan"

"Jika saya lapar, maka saya makan" bukan berarti "Jika saya tidak lapar,
maka saya tidak makan".

"Jika saya lapar, maka saya makan" juga bukan berarti "Jika saya makan,
maka saya lapar".
"Jika saya lapar, maka saya makan" bukan berarti "Jika saya tidak lapar,
maka saya tidak makan".

Jika saya tidak lapar, saya tetap bisa makan, misal karena (a) ingin update
slide story, (b) ngiler ngeliat teman makan, (c) kalah taruhan, (d) dan lain-
lain.
"Jika saya lapar, maka saya makan" juga bukan berarti "Jika saya makan,
maka saya lapar".

Jika saya makan, juga bukan berarti saya lapar. Bisa saja saya makan
karena kepengen aja, padahal gak sedang lapar, dll.
Dalam kasus P→Q:
(1) Q→P disebut konvers dari P→Q
(2) ~P→~Q disebut invers dari P→Q
(3) ~Q→~P disebut kontraposisi dari P→Q

Nah. P→Q tidak sama dengan konversnya (Q→P). P→Q juga tidak sama
dengan inversnya (~P→~Q). P→Q sama dengan kontraposisinya
(~Q→~P).
Menarik kesimpulan bahwa P→Q sama dengan konversnya (Q→P)
disebut Affirming the Consequent Fallacy (ACF).

Menarik kesimpulan bahwa P→Q sama dengan inversnya (~P→~Q)


disebut Denying the Antecedent Fallacy (DAF).

Berikut sebagian contoh ACF dan DAF:


Terdapat kata "logis" pada cuitannya, namun apakah cuitannya sendiri
logis?

Pernyataan 1: Jika seseorang tidak argumentatif, maka ia melakukan


demonstrasi (~P -> Q)

Pernyataan 2: Seseorang melakukan demonstrasi (Q)

Kesimpulan: Seseorang tersebut tidak argumentatif (~P)


Pernyataan 1: Jika terjadi hujan, maka tanah basah (P -> Q)

Pernyataan 2: Tanah basah (Q)

Kesimpulan: Telah terjadi hujan (P)

Apakah kesimpulannya benar?


Pernyataan 1: Jika seseorang berolahraga, maka ia berkeringat (P -> Q)

Pernyataan 2: Seseorang berkeringat (Q)

Kesimpulan: Seseorang tersebut sedang berolahraga (P)

Apakah kesimpulannya valid?


Yup. Seluruh kesimpulan pada ketiga kasus di atas adalah tidak valid
karena tidak logis.

Logika adalah aturan penarikan kesimpulan. Suatu kesimpulan dapat


disebut logis ketika ia sesuai dengan logika. Ketiga kasus di atas adalah
contoh penarikan kesimpulan yang tidak logis, disebutnya Affirming the
Consequent Fallacy.
Bentuk formula Affirming the Consequent Fallacy sebagai berikut:

Premis 1: P -> Q
Premis 2: Q
Kesimpulan: P

Contoh.
Premis 1: Jika terjadi hujan, maka tanah basah
Premis 2: tanah basah
Kesimpulan: Terjadi hujan

Nah. Padahal, tanah basah bukan berarti telah terjadi hujan.


Kenapa disebut Affirming the Consequent?

Jadi, dalam kalimat "Jika P, maka Q" yang dapat dimodelkan dengan "P ->
Q". P disebut sebab (antecedent) dan Q disebut akibat (consequent).

Jadi, Affirming the Consequent itu maksudnya "jika consequent-nya


diafirmasi (dianggap benar)".
Coba kita lihat lagi modelnya.

Premis 1: P -> Q
Premis 2: Q
Kesimpulan: P

Affirming the Consequent itu dapat dilihat pada premis 2 yang mengafirmasi
Q.

Jadinya
Premis 1: Jika P maka Q
Premis 2: Q diafirmasi
Kesimpulan: P terjadi
Kebetulan cuitan beliau terdapat bentuk Fallacy lain, yakni Denying the
Antecedent, jadi sekalian di bahas pada utas kali ini.

Pernyataan: Jika seseorang tidak kuat dalam berargumentasi, maka


mereka akan melakukan demonstrasi (~P -> Q)

Pernyataan berikutnya: Jika seseorang kuat dalam berargumentasi, maka


mereka tidak akan melakukan demonstrasi (P -> ~Q).
Bentuk formula Denying the Antecedent Fallacy sebagai
berikut:

Premis 1: P -> Q
Premis 2: ~P
Kesimpulan: ~Q

Contoh.
Premis 1: Jika terjadi hujan, maka tanah basah
Premis 2: Tidak terjadi hujan
Kesimpulan: Tanah tidak basah
Padahal, walaupun tidak terjadi hujan, tanah tetap mungkin basah (misal
karena ada penyiraman oleh mobil pemadam kebakaran, dll).

Kenapa disebut Denying the Antecedent?

Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa dalam "Jika P, maka Q (P ->


Q)", P disebut sebab (antecedent) dan Q disebut akibat (consequent).

Jadi, Denying the Antecedet itu maksudnya "jika antecedent-nya di-deny


(dianggap keliru)".
Coba kita lihat lagi modelnya.
Premis 1: P -> Q
Premis 2: ~P
Kesimpulan: ~Q

Denying the Antecedent itu dapat dilihat pada premis 2 yang


men-deny (menganggap keliru) P.

Jadinya
Premis 1: Jika P maka Q
Premis 2: P dianggap keliru
Kesimpulan: Q tidak terjadi
Sederhananya gini:

(1) P -> Q
(2) Q -> P
(3) ~P -> ~Q

Poin 2 disebut Konvers, bisa juga disebut Affirming the


Consequent

Poin 3 disebut Invers, bisa juga disebut Denying the


Antecedent
Intinya,
(a) poin 1 tidak sama dengan poin 2
(b) poin 1 tidak sama dengan poin 3
Sumber literatur:

Denying the Antecedent Fallacy


(https://en.wikipedia.org/wiki/Denying_the_antecedent…)

Affirming the Consequent Fallacy


(https://en.wikipedia.org/wiki/Affirming_the_consequent…)

Logically Falacious: The Ultimate Collection of Over 300 Logical Fallacies


(https://logicallyfallacious.com)
Jadi gini. Misal ada suatu argumen yang terurai sebagai berikut:

Premis 1: Jika terjadi hujan, maka jalanan basah


Premis 2: Terjadi hujan Kesimpulan: Jalanan basah

Kesimpulannya valid dong? Ya, gak?


Well, kondisi jalanan pada premis 1 itu bisa kita ilustrasikan kayak gini:
Kan di premis 1 disebutkan bahwa jika terjadi
hujan, maka jalanan basah.

Kemudian di premis 2-nya disebutkan bahwa


terjadi hujan.

Berarti kalo kondisi sebagaimana premis 2


terjadi (yakni hujan), maka jalanannya basah.

Ilustrasinya kayak gini:


Coba kita tengok lagi ke parameter 3 dari Kemampuan Berpikir Kritis.

Ingat, tugas kita ada 2, yaitu


(a) Memeriksa bagaimana lingkup dan batasan dari suatu argumen.
(b) Memeriksa hal apa saja yang relevan dan signifikan yang harus
dipertimbangkan dalam suatu argumen.
Pertanyaannya gini:

Bener gak sih kalo premis 1 bilang "jika terjadi hujan, maka jalanan basah"
dan premis 2-nya bilang "terjadi hujan", maka kita bisa menentukan suatu
kesimpulan bahwa "jalanan basah"?

Bener gak? Bisa gak kesimpulannya kita terima?


Kesimpulannya bisa-bisa aja sih diterima, tapi tidak akurat.

Kenapa gak akurat? Karena kita gak tahu kondisi detailnya gimana.

Let's say emang terjadi hujan, tapi hujannya gak mengenai jalan, terus
apakah bisa kita simpulkan bahwa jalanannya basah?
Pun kita gak tahu jalan yang ditinjau ini yang mana dan hujan yang ditinjau
ini hujan di daerah mana.

Misal jalan yang ditinjau adalah jalan di Banjarmasin dan hujan yang ditinjau
adalah hujan di Jakarta.

Apakah hujan di Jakarta akan menyebabkan jalan di Banjarmasin basah?


OK, supaya spesifik kita detailkan deh, bahwa jalan yang ditinjau adalah
jalan yang berbentuk persegi panjang dengan lebar 5 m dan panjang 50 m
di mana setiap titiknya memiliki detail koordinat tertentu.

(Ini udah sepsifik banget, nih! Koordinatnya ada di setiap sudut jalan)
Kalo lokasi jalannya udah spesifik dan hujan terjadi di lokasi jalan tersebut,
udah bisa disimpulin bahwa "jalanan basah" dong?
Eits, tunggu dulu, Zainudin!

Material jalannya apa dulu?

Kita dari tadi kan mengasumsikan bahwa materialnya adalah aspal, tapi
emang beneran aspal, nih?
Kalo material jalannya adalah beton, kesimpulan "jalanan basah" masih bisa
diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah keramik, kesimpulan "jalanan basah" masih
bisa diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah kayu, kesimpulan "jalanan basah" masih bisa
diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah rumput, kesimpulan "jalanan basah" masih
bisa diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah batu-batu, kesimpulan "jalanan basah" masih
bisa diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah paving block, kesimpulan "jalanan basah"
masih bisa diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah besi wiremesh, kesimpulan "jalanan basah"
masih bisa diterima, gak?
Kalo material jalannya adalah spons penyerap cairan, kesimpulan "jalanan
basah" masih bisa diterima, gak?
Oke, deh. Asumsikan kalo material jalannya aspal.

So, apakah argumen berupa


Premis 1: Jika terjadi hujan, maka jalanan basah
Premis 2: Terjadi hujan
Kesimpulan: Jalanan basah dapat diterima dan dipertahankan?
Hehe, tunggu dulu, cuy! Siapa tahu di atas jalanannya ada jembatan
Atau bisa juga loh di atas jalannya ada atap. Hehehe
Kayaknya udah kebayang mengenai gimana berpikir kritis ya.

Jadi, apakah argumen berupa


Premis 1: Jika terjadi hujan, maka jalanan basah
Premis 2: Terjadi hujan
Kesimpulan: Jalanan basahdapat diterima dan dipertahankan?

Jawaban dalam kerangka Berpikir Kritis: Tergantung!!!!


Intinya dari Berpikir Kritis adalah kita mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengevaluasi suatu argumen yang terdapat pada sebuah informasi.

Terutama banget di tahap "mengevaluasi" sih.

Kita mesti nyelidikin sejauh mana keakuratan suatu argumen dengan


memeriksa sejauh mana lingkup dan batasan dari suatu argumen serta
memetakan hal apa saja yang relevan dan signifikan yang harus
dipertimbangkan dalam argumen tersebut.
Well. Berikut ringkasan step-by-step dalam Berpikir Kritis dalam 3 tahap:

Tahap 1: Mengidentifikasi Suatu Argumen

Tahap 2: Menganalisis Suatu Argumen

Tahap 3: Mengevaluasi Suatu Argumen


Tahap 1: Mengidentifikasi Suatu Argumen

Definisi argumen adalah suatu klaim yang didukung oleh alasan-alasan


(argument is a claim defended with reason).

Nah, jadi kalo ada orang yang menyampaikan suatu klaim tanpa
dasar/alasan, berarti orang tersebut tidak sedang berargumen.
Tahap 2: Menganalisis Suatu Argumen

Well, ketika kita udah mengidentifikasi suatu argumen, berarti kita udah tahu
klaimnya apa dan dasar/alasannya apa.

So, langkah selanjutnya adalah menyelidiki apakah argumen (klaim dan


alasannya) tersebut dapat diterima dan dipertahankan.
Tahap 3: Mengevaluasi Suatu Argumen

Pada tahap ini kita berusaha menyelidiki sejauh mana suatu argumen dapat
diterima/dipertahankan.

Jadi, kita mesti tahu lingkup dan batasan suatu argumen dan hal relevan
dan signifikan apa aja yang harus dipertimbangkan dalam argumen
tersebut.
Alright. So, penyusunan kerangka berpikir dalam memahami apa itu Berpikir
Kritis (Critical Thinking) ini gak mungkin bisa terlaksana dan selesai tanpa
membaca dan memahami literatur-literatur terkait Berpikir Kritis.

Nah, berikut adalah literatur-literatur yang dijadikan acuan:


¹ Bassham, G., Irwin, W., Nardone, H., & Wallace, J.M. (2002). Critical Thinking: A Student's Introduction. 4th Edition. New
York: McGrawHill.
² Bowell, T., Cowan, R., & Kemp, G. (2002). Critical Thinking: A Concise Guide. 5th Edition. New York: Routledge.
³ Cohen, M. (2015). Critical Thinking Skills for Dummies. New Jersey: John Wiley & Sons.
Gimana sih Berpikir Kritis dalam membaca buku?

Nah, jadi gini:


(1) Baca suatu buku
(2) Pahami isi bukunya
(3) Petakan argumen-argumennya
(4) Periksa apakah argumen-argumennya dapat diterima/dipertahankan
(5) Selidiki sejauh mana argumen-argumennya dapat
diterima/dipertahankan
Well, agar maksud dari cuitannya lebih jelas dipahami, maka pengertian dari
Argumen mesti kita uraikan nih, soalnya kata "Argumen" muncul di langkah
ke-3, ke-4, dan ke-5.

So, Argumen itu apa sih?

Jadi, argument is a claim defended with reason(s).


Argumen dapat didefinisikan sebagai kumpulan pernyataan yang terdiri dari
kesimpulan dan alasan-alasan yang menjadi dasar kenapa kesimpulan
tersebut dapat diterima/dipertahankan.

Alasan-alasan yang menjadi dasar suatu kesimpulan dapat


diterima/dipertahankan bisa disebut Premis.

Singkatnya, argumen dapat kita definisikan sebagai kumpulan pernyataan


yang terdiri dari kesimpulan dan premis-premis.
Pada tahap kedua udah jelas ya. Intinya kita memahami isi buku.

Pada tahap ketiga, kita menentukan apa aja argumen yang terdapat di buku
yang kita baca.

Pada tahap keempat, kita memeriksa apakah argumen-argumen yang


terdapat pada buku tersebut dapat diterima/dipertahankan.
Cara memeriksa argumennya gimana?

Caranya sederhana:

(1) Periksa apakah premis-premisnya benar (dalam arti dapat


diterima).

(2) Periksa apakah penalaran (proses dalam menentukan


suatu kesimpulan dari premis-premis yang dijadikan dasar
dalam penentuan kesimpulan)-nya benar.
Kalo argumennya dapat diterima/dipertahankan, kita lanjut ke tahap
selanjutnya (tahap kelima), yakni tahap evaluasi argumen.

Pada tahap ini, kita akan nyelidikin sejauh mana sih kebenaran argumen
yang sudah kita periksa pada tahap sebelumnya itu bisa kita
terima/pertahankan.
Caranya mengevaluasi argumennya gimana?

Well, cara mengevaluasi argumennya dengan (1) Menyelidiki asumsi dasar,


lingkup, dan batasan dari argumen tersebut. (2) Menyelidiki hal relevan dan
signifikan apa aja yang belum dipertimbangkan dalam argumen tersebut.

Critical Reading sangat erat kaitannya dengan Critical Thinking, ngebahas


Critical Reading gak bisa gak ngebahas Critical Thinking, soalnya keduanya
udah satu kesatuan.

Nah, bias baca apa itu Critical Thinking ya…


Berikut adalah literatur-literatur yang dijadikan acuan dalam utas tentang Critical Reading ini:
¹ Barnet, S., Bedau, H., & O'Hara, J. (2008). Critical Thinking, Reading, and Writing: A Brief Guide to Argument.
9th Edition. Boston: Bedford/St. Martin's.
² Bassham, G., Irwin, W., Nardone, H., & Wallace, J.M. (2002). Critical Thinking: A Student's Introduction. 4th
Edition. New York: McGrawHill.
³ Wall, A. & Wall, R. (2005). The Complete Idiot's Guide to Critical Reading. New York: Penguin Group.
Tambahan: Berikut uraian tentang pernyataan tunggal & majemuk
(konjungtif, disjungtif, implikatif, & biimplikatif), quantifier (universal &
existential), dan penarikan kesimpulan (modus ponens, modus tollens, &
silogisme hipotetik). Semoga bermanfaat.
Logika adalah aturan penalaran dalam menarik kesimpulan. Penalaran dan
kesimpulan yang logis adalah yang sesuai dengan logika.

Nah. Terus gimana sih menalar yang sesuai dengan logika tuh?

Well. Berikut sebagian dasar logika dari buku "Discrete Mathematics and Its
Application":
Sumber literatur: Kenneth H. Rosen. Discrete Mathematics and Its
Applications. 7th Edition. New York: McGraw-Hill, 1999.

Dokumennya dapat diakses melalui tautan berikut (dan selamat belajar)

https://notendur.hi.is/mbh6/html/_downloads/Discrete%20Mathematics%20a
nd%20Its%20Applications%20-%20Kenneth%20Rosen%20(2012).pdf
Uraian pada flowchart tersebut hanya menjelaskan 3 hal, yaitu
(1) proposisi tunggal dan majemuk (konjungtif, disjungtif,
implikatif, dan biimplikatif);
(2) quantifier (universal dan existential); dan
(3) penarikan kesimpulan (modus ponens, modus tollens, dan
silogisme hipotetik).
Ketiga hal tersebut merupakan ringkasan dari 4 subbab pada bab 1 (The
Foundations: Logic and Proofs), yaitu (a) propositional logic, (b) applications
of propositional logic, (c) predicates and quantifiers, dan (d) rules of
inference.
Sebenarnya masih banyak lagi rules of inference (aturan penarikan
kesimpulan) di samping 3 rules yang sudah dikemukakan (modus ponens,
modus tollens, dan silogisme hipotetik).

Walaupun uraiannya masih tergolong dangkal, semoga sedikit banyaknya


dapat bermanfaat
Untuk melengkapi, berikut adalah uraian mengenai kekeliruan dalam
menalar yang diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu fallacy of relevance
dan fallacy of insufficient evidence.

Materi ini diambil dari buku "Critical Thinking: A Student's Introduction".


LOGICAL FALLACIES

Logic adalah aturan berpikir benar. Pernyataan yg tidak sesuai dengan


logika disebut Logical Fallacy. Dengan memahami apa saja yg termasuk
Logical Fallacy, diharapkan kita dapat menghindarinya.

Apa saja kekeliruan2 dalam berlogika tersebut?

Berikut lengkapnya
Logical Fallacy dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu Fallacy of
Relevance (Kekeliruan Dikarenakan Ketidakrelevanan) dan Fallacy of
Insufficient Evidence (Kekeliruan Dikarenakan Ketidakcukupan Bukti).
Ad Hominem

Ad Hominem merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan menolak


argumen seseorang atas dasar fakta terkait kepribadian/kepersonalan
orang tersebut (di mana fakta pribadi yang disuguhkan tidak ada
hubungannya dengan argumen).
Circumstantial Ad Hominem

Circumstantial Ad Hominem merupakan kekeliruan dalam berlogika


dikarenakan menolak argumen seseorang atas dasar keadaan sekitar
orang tersebut.
Ad Hominem Tu Quoque

Ad Hominem Tu Quoque merupakan kekeliruan dalam berlogika


dikarenakan menolak argumen seseorang atas dasar ketidakkonsistenan
tindakan ataupun perkataan dari orang tersebut.
Two Wrongs Make a Right

Two Wrongs Make a Right merupakan kekeliruan dalam berlogika


dikarenakan membenarkan kesalahan dengan menunjukkan kesalahan lain
yang sama buruknya atau bahkan lebih buruk.
Appeal to Fear

Appeal to Fear merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


membenarkan sesuatu karena rasa takut.
Appeal to Pity

Appeal to Pity merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


membenarkan sesuatu karena rasa kasihan.
Appeal to Belief of Majority

Appeal to Belief of Majority merupakan kekeliruan dalam berlogika


dikarenakan membenarkan sesuatu karena hal tersebut diyakini benar oleh
mayoritas orang.
Straw Man

Straw Man merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan mengganti


argumen orang lain secara sengaja dengan argumen lain yang dapat
diserang.
Red Herring

Red Herring merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


mengalihan topik yang sedang dibicarakan secara sengaja agar topik yang
sedang diperdebatkan menjadi terabaikan.
Equivocation

Equivocationt merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


menggunakan istilah yang memiliki lebih dari 1 makna (ambigu).
Circular Reasoning

Circular Reasoning merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


menganggap X adalah benar karena Y, namun pada saat yang bersamaan
juga menganggap Y adalah benar karena X.
Inappropriate Appeal to Authority

Inappropriate Appeal to Authority merupakan kekeliruan


dalam berlogika dikarenakan menyatakan bahwa sesuatu
adalah benar karena hal tersebut disampaikan oleh orang
yang dipandang ahli tanpa menyampaikan sebab dari
benarnya sesuatu tersebut.
Appeal to Ignorance

Appeal to Ignorance merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


menyatakan bahwa sesuatu adalah benar (tanpa bukti dan penjelasan yang
logis) karena tidak ada yang membuktikan sesuatu tersebut adalah salah
dan sebaliknya.
False Alternatives

False Alternatives merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


hanya menyuguhkan alternatif tertentu dan menyembunyikan kemungkinan
alternatif lain secara sengaja.
Loaded Question

Loaded Question merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


menanyakan sesuatu yang mengandung asumsi yang mungkin tidak benar.
Questionable Cause

Questionable Cause merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


menyimpulkan bahwa sesuatu merupakan sebab terjadinya sesuatu yang
lain tanpa bukti yang cukup.
Hasty Generalization

Hasty Generalization merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


mengeneralisasikan suatu hal dengan sample yang tidak dapat
merepresentasikan sebuah populasi.
Slipery Slope

Slipery Slope merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


menyimpulkan suatu hal akan menyebabkan suatu hal lainnya yang negatif
tanpa bukti yang cukup.
Weak Analogy

Weak Analogy merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan


membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang tidak sebanding.
Inconsistency

Inconsistency merupakan kekeliruan dalam berlogika dikarenakan membuat


suatu pernyataan yang tidak konsisten dengan pernyataan setelahnya dan
atau bertolakbelakang.
Pustaka rujukan: Bassham, G., Irwin, W., Nardone, H., LaBossiere, M.C. (2002). Forty Two Fallacies. Bennet, B. (2016). Logically Fallacious: The Ultimate
Wallace, J.M. (2010). Critical Thinking: A Student's Collection of Over 300 Logical Fallacies.
Introduction. 4th edition. New York: The McGraw-Hill
Companies.
Logic (logika) adalah aturan berpikir benar. Pernyataan yang tidak sesuai
dengan logika disebut Logical Fallacy (kekeliruan dalam berlogika).
Semoga dengan kita tahu dan paham mengenai Logical Fallacies, kita
akan dapat menalar lebih baik dalam berlogika.

Sudi kiranya pembaca jika ada kekeliruan dari apa yang saya utas,
semoga saya bisa menjadi lebih benar lagi. Terimakasih. Semoga
bermanfaat.
Untuk pustaka rujukannya sendiri, saya mendapatkannya dari sumber
yang dapat didownload bebas.

Berikut adalah link-nya:


Bassham, G., Irwin, W., Nardone, H., Wallace, J.M. (2010). Critical Thinking: A Student's Introduction.
4th edition. New York: The McGraw-Hill Companies.

Link: http://s3.amazonaws.com/engrade-
myfiles/4008228113384505/Students_Guide_to_Critical_Thinking.pdf

Bennet, B. (2016). Logically Fallacious: The Ultimate Collection of Over 300 Logical Fallacies.

Link: http://logicallyfallacious.com

LaBossiere, M.C. (2002). Forty Two Fallacies.

Link: http://triviumeducation.com/texts/42Fallacies.pdf
Tambahan:

Kemarin tidak sedikit yang bingung pada contoh "Jika terjadi hujan, maka
tanah basah" yang nilainya sama dengan "Jika tanah tidak basah, maka
tidak terjadi hujan".

Karena bisa aja tanahnya tidak basah walaupun terjadi hujan, misal
tanahnya berada di bawah atap.
Nah. Berikut penjelasannya (melalui diagram venn) kenapa
"Jika tanah tidak basah, maka tidak terjadi hujan" pada
pernyataan awal "Jika terjadi hujan, maka tanah basah" itu
absolut valid:
"Jika terjadi hujan, maka tanah basah (P→Q)" itu sama
dengan "Jika tanah tidak basah, maka tidak terjadi hujan
(~Q→~P)".

Tapi bukankah bisa saja tanah tidak basah (~Q) walaupun


terjadi hujan (P)? Misal tanahnya berada di bawah atap,
sehingga pas hujan tanahnya tidak basah.
Contoh yang paling pas yang dapat mendeskripsikan "Jika P, maka Q"
secara akurat itu adalah "Jika ayam, maka hewan"

"Jika ayam, maka hewan (P→Q)" tidak sama dengan "Jika bukan ayam,
maka bukan hewan (~P→~Q)".

"Jika ayam, maka hewan (P→Q)" juga tidak sama dengan "Jika hewan,
maka ayam (Q→P)".

"Jika ayam, maka hewan (P→Q)" sama dengan "Jika bukan hewan, maka
bukan ayam (~Q→~P)".
Well. Penjelasan mengenai pernyataan "Jika P, maka Q" juga
bisa dideskripsikan melalui pendekatan diagram venn.

Jika dideskripsikan dengan menggunakan pendekatan


diagram venn, maka bentuk pernyataan "Jika P, maka Q"
akan terlihat sebagai berikut:
Kalo pernyataan "Jika P maka Q" dipetakan ke dalam diagram
venn, maka P adalah himpunan bagian dari Q. Artinya, area P
berada di dalam wilayah Q.

Sehingga 1) Jika P maka Q = Jika tidak Q maka tidak P 2)


Jika P maka Q ≠ Jika Q maka P 3) Jika P maka Q ≠ Jika tidak
P maka tidak Q
Selain menggunakan pendekatan diagram venn untuk memahami maksud
pernyataan "Jika P maka Q" dan menguraikan konsekuensi-
konsekuensinya, kita juga bisa menggunakan pendekatan mind mapping.

Untuk pendekatan mind mapping dapat dilihat pada utas berikut:


TABLE OF CONTENTS

01 About the Project Sneak Peek 04


Here you could describe the Here you could describe the
topic of the section topic of the section

02 Major Requirements Project Stages 05


Here you could describe the Here you could describe the
topic of the section topic of the section

03 Project Goals Our Team 06


Here you could describe the Here you could describe the
topic of the section topic of the section
OUR COMPANY
Mercury is the closest planet to the Sun and
the smallest one in the Solar System—it’s only
a bit larger than our Moon. The planet’s name
has nothing to do with the liquid metal, since
Your Logo it was named after the Roman messenger
god, Mercury
WHAT WE ARE WORKING ON

Neptune Mercury
Neptune is the fourth- Mercury is the smallest
largest planet in our planet in our Solar
Solar System System

Jupiter Saturn
Jupiter is a gas giant Saturn is composed
and the biggest planet mostly of hydrogen and
in our Solar System helium
ABOUT THE PROJECT
Mercury is the closest planet to the Sun and the
smallest one in the Solar System—it’s only a bit
larger than our Moon. The planet’s name has
nothing to do with the liquid metal, since it was
named after the Roman messenger god, Mercury
ABOUT THE PROJECT

Venus has a beautiful name and is the second


planet from the Sun. It’s terribly hot—even hotter
than Mercury—and its atmosphere is extremely
poisonous. It’s the second-brightest natural object
in the night sky after the Moon

Mercury is the closest planet to the Sun and the


smallest one in the Solar System—it’s only a bit
larger than our Moon. The planet’s name has
nothing to do with the liquid metal, since it was
named after the Roman messenger god, Mercury
‘‘This is a quote. Words full of
wisdom that someone important
said and can make the reader get
inspired’’

-SOMEONE FAMOUS
Venus has a beautiful name and is the second
planet from the Sun. It’s terribly hot—even
hotter than Mercury—and its atmosphere is
extremely poisonous. It’s the second-brightest
natural object in the night sky after the Moon

NOW
Mercury is the closest planet to the Sun and
the smallest one in our Solar System—it’s only
a bit larger than our Moon. The planet’s name
has nothing to do with the liquid metal, since
it was named after the Roman messenger god

FUTURE
MAJOR REQUIREMENTS

Venus
01
Venus has a beautiful name,
but it’s terribly hot

Mars
02 Despite being red, Mars is
actually a cold place

Saturn
03 Saturn is composed mostly of
hydrogen and helium
BUDGET

30% 10% 40% 20%

Venus Mars Mercury Saturn


Venus has a Despite being red, Mercury is the Saturn is composed
beautiful name, but Mars is actually a smallest planet in mostly of hydrogen
it’s terribly hot cold place our Solar System and helium

€6,000,000
If you want to modify this graph, click on it, follow the link, change de data and replace it
PROJECT GOALS

Mars
If you want to change
the size of the graphs,
27%

Venus
70% and then drag the
orange handles
Mercury
select the blue part of
52%
the circle
PROJECT GOALS

Mercury Venus Saturn


Mercury is the smallest Venus has a beautiful Saturn is composed mostly
planet in our Solar System name, but it’s terribly hot of hydrogen and helium

Neptune Mars Jupiter


Neptune is the farthest Despite being red, Mars is Jupiter is the biggest planet
planet from the Sun actually a cold place in our Solar System
PREDICTED RESULTS

$5M
Mars is a cold place

100
Venus has a beautiful name

150
Saturn is the ringed planet

To modify this graph, click on it,


follow the link, change de data
and replace it
2012 2015 2018 2020 2022
SNEAK PEEK
Mercury is the closest planet to the Sun and the
smallest one in the Solar System—it’s only a bit
larger than our Moon. The planet’s name has
nothing to do with the liquid metal, since it was
named after the Roman messenger god, Mercury
SNEAK PEEK
Insert your multimedia content here. You can replace the image in the screen
with your own work. Just delete this one and add yours
A PICTURE
ALWAYS
REINFORCES
THE CONCEPT
A PICTURE
IS WORTH A
THOUSAND
WORDS
PROJECT STAGES

01. Venus 02. Mars


Venus has a beautiful Despite being red, Mars
name, but it’s terribly hot is actually a cold place

03. Saturn 04. Mercury


Saturn is composed of Mercury is the closest
hydrogen and helium planet to the Sun
PROJECT STAGES

Mercury
Mercury is the closest
planet to the Sun

Neptune
It’s the farthest
planet from the Sun

Saturn
It’s composed of
hydrogen and helium
TIMELINE
Venus is the second Mercury is the closest
planet from the Sun planet to the Sun

2013 2016

2012 2015 2019


Despite being red, Saturn is composed of Neptune is the farthest
Mars is a cold place hydrogen and helium planet from the Sun
TIMELINE

S M T W T F S
Start

End
OUR PARTNERS

Venus Neptune Saturn


Venus is the second Neptune is the farthest Saturn is composed of
planet from the Sun planet from the Sun hydrogen and helium
OUR TEAM

John Doe Jenna Doe Thomas Doe


You can replace the You can replace the You can replace the
image on the screen image on the screen image on the screen
with your own with your own with your own
THANKS
Do you have any questions?

youremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
images by Freepik

Please keep this slide for attribution.


ALTERNATIVE RESOURCES

Find more illustrations like these on Stories by Freepik


RESOURCES
Vectors
● Development ● Grades
● Calendar ● Search engine
● Charts ● Connected
● Documents ● Add files
● Hiring ● Notebook
● Collaboration ● File searching
● Working ● Experts
● Secure data ● Resume folder
● Growing ● Organizing projects
● Images ● Brainstorming
● Devices ● Checklist

Photos Icons
● Book stack with copy space ● Essential collection icon pack
● Colleagues looking charts
Stories by Freepik
Create your Story with our illustrated concepts. Choose the style you like the most, edit its colors, pick
the background and layers you want to show and bring them to life with the animator panel! It will boost
your presentation. Check out How it Works.

Pana Amico Bro Rafiki


Use our editable graphic resources...
You can easily resize these resources, keeping the quality. To change the color, just ungroup the resource and
click on the object you want to change. Then, click on the paint bucket and select the color you want. Don’t
forget to group the resource again when you’re done.
JANUARY FEBRUARY MARCH APRIL MAY JUNE

PHASE 1

Task 1

Task 2

PHASE 2

Task 1

Task 2

JANUARY FEBRUARY MARCH APRIL

PHASE 1

Task 1

Task 2
...and our sets of editable icons
You can resize these icons, keeping the quality.
You can change the stroke and fill color; just select the icon and click on the paint bucket/pen.
In Google Slides, you can also use Flaticon’s extension, allowing you to customize and add even more icons.
Educational Icons Medical Icons
Business Icons Teamwork Icons
Help & Support Icons Avatar Icons
Creative Process Icons Performing Arts Icons
Nature Icons
SEO & Marketing Icons

Anda mungkin juga menyukai