Anda di halaman 1dari 28

BAB VII

KONSEP-KONSEP DASAR LOGIKA


Dalam bagian yang lalu kita membahas apa itu argumen dan apa bedanya dengan
yang bukan argumen. Di sini akan diperkenalkan beberapa konsep dasar logika yang
penting untuk membedakan argumen yang baik dan argumen yang tidak baik.
Dalam mengevaluasi setiap argumen seseorang selalu mengajukan pertanyaan:
1) Apakah premisnya benar?
2) Apakah premisnya berupa alasan yang baik untuk melahirkan kesimpulan?
Pertanyaan pertama, tentang bagaimana caranya memutuskan apakah suatu
premis argumen benar atau salah, akan dijelaskan secara detil dalam bab selanjutnya.
Dalam bagian ini kita memusatkan perhatian pada pertanyaan kedua. Apa artinya kalau
dalam suatu argumen terdapat alasan yang baik untuk kesimpulannya, dan bagaimana
kita tau bahwa alasan yang seperti itu tersedia?.
1.
Deduksi dan induksi.
Bagian ini memperkenalkan beberapa konsep yang paling mendasar dan penting
dalam logika yaitu argumen deduktif dan induktif. Semua argumen bersifat deduktif atau
induktif.
Sebelum mengevaluasi sebuah argumen perlu kita mengetahui jenis argumen
yang bagaimana yang akan kita evaluasi. Secara tradisional argumen dibagi menjadi dua
tipe: argumen deduktif dan argumen induktif. Oleh karena standar untuk mengevaluasi
kedua jenis argumen tersebut berbeda maka penting sekali memahami perbedaan kedua
tipe argumen itu.
Semua argumen memerlukan tersedianya dukungan yaitu, bukti dan alasanalasan -untuk kesimpulan. Tetapi semua argumen berbeda sekali dalam jumlah dukungan
yang mereka perlu sediakan. Beberapa argumen membuktikan kesimpulannya dengan
teliti (rigorous), logika yang tak dapat dielakkan (inescapable logic). Sementara argumen
yang lain hanya memperlihatkan bahwa kesimpulannya masuk akal (plausible) atau
mungkin atau barangkali diberi premis. Argumen tipe yang pertama adalah argumen
deduktif dan yang tipe yang kedua adalah argumen induktif. Suatu argumen disebut
deduktif apabila kesimpulannya dituntut mengikuti premis. Sebuah argumen disebut
induktif apabila kesimpulannya hanya mengikuti kemungkinan yang lahir dari premis itu.
Berikut ini contoh argumen deduktif:
Semua manausia adalah makhluk hidup
Sokrates adalah manusia
Oleh karena itu, Sokrates adalah makhluk hidup
Jika Abdullah sekolah di Ukrida ia tinggal di Jakarta
Abdullah Sekolah di Ukrida
Jadi, Abdullah tinggal di Jakarta
Perhatikan bagaimana kesimpulan dari argumen deduktif tersebut mengalir dari premis
dengan jenis logika yang tak terelakkan(inescapable logic). Setiap kesimpulan harus

secara logika; dengan cara ini, bila diberikan sebuah premis, kesimpulan tidak mungkin
lagi salah. Argumen adalah deduktif bila premisnya bermaksud menyatakan jenis yang
rigorous (teliti), dukungan logika yang rapat untuk kesimpulannya.
Argumen deduktif menuntut tersedianya dasar-dasar konklusif secara logika bagi
kesimpulannya. Yaitu, mencoba untuk memperlihatkan bahwa kesimpulannya benar
diajukan oleh sebuah premis yang tegas.
Di pihak lain, argumen induktif hanya menegaskan bahwa kesimpulannya adalah
mungkin atau barang kali diberikan oleh premis yang diajukan. Inilah contoh argumen
induktif:
Hasil angket mengungkapkan 25 % mahasiwa FK disiplin olah raga
Simon adalah mahasiswa FK
Karena itu, Simon mungkin disiplin olah raga
Sudah tiga kali berturut-turut Rektor Ukrida adalah Pendeta
Oleh karena itu, Rektor Ukrida berikutnya mungkin juga Pendeta.
Sejauh ini penyakit kanker belum dapat disembuhkan
Kemungkinan penyakit kanker tidak dapat disembuhkan
Brankas itu kebongkaran tadi malam
Orang yang membongkar mengetahui nomor kombinasi
Dua orang yang mengetahui nomor kombinasi: Andi dan Laura.
Andi butuh uang untuk membayar uang kuliah
Andi terlihat berada disekitar Brankas tadi malam
Oleh karena itu, adalah masuk akal menyimpulkan, Andi membongkar brankas.
Kadang-kadang dikatakan bahwa perbedaan mendasar dari deduktif dan induktif
adalah bahwa deduksi berangkat dari premis yang umum ke kesimpulan yang khusus
(partikular), mengingat induksi bergerak dari premis yang partikular ke kesimpulan yang
umum. Pendapat yang demikian tidak selamanya benar.
Di sini kita beri contoh sebuah argumen deduktif yang bergerak bukan dari premis
yang umum ke kesimpulan yang partikular tetapi dari premis yang partikular ke premis
yang umum.
Siti Aminah ketua kelas pada tahun ajaran 2005/2006 (partikuklar)
Rosa ketua kelas pada tahun 2006/2007(partikuklar)
Budi ketua kelas pada tahun 2007/2008 (partikuklar)
Salah satu syarat menjadi ketua kelas adalah memiliki IP tertinggi (partikuklar)
Oleh karena itu, semua yang pernah ketua kelas memiliki IP tertinggi. (Umum)
Sebaliknya berikut ini adalah contoh argumen induktif yang bergerak dari premis umum
ke kesimpulan yang partikular.
Semua mahasiswa Malaysia pulang ketika libur antar semester (umum)
Oleh karena itu, Siti bin Abdulah pulang ketika libur antar semester (partikular)
Sebetulnya sangat mungkin mendapatkan contoh setiap kombinasi premis atau
kesimpulan umum atau khusus baik dalam bentuk induktif maupun dalam bentuk
deduktif. Oleh karena itu adalah salah, kalau kita memandang bahwa ciri penalaran

induktif selalu ditandai dengan pola penalaran khusus ke umum, dan ciri penalaran
deduktif selalu ditandai dengan pola penalaran khusus ke umum.
Apa yang membuat argumen menjadi induktif atau deduktif bukanlah berdasarkan
bahwa premis atau kesimpulannya dari pola khusus atau umum Berikut ini ringkasan
kunci perbedaan penalaran induktif dan deduktif.
No
1
2
3
4
5
6

Argumen deduktif menuntut:


Jika premisnya benar kesimpulannya
benar
Kesimpulan menyusul segera dari
premis
Premis mengadakan fakta
meyakinkan untuk kebenaran
kesimpulan
Adalah mungkin untuk semua premis
benar dan kesimpulannya salah
Kebenaran premis menjamin
kebenaran kesimpulan
Adalah tidak tentu secara logika
menegaskan premis dan menyangkal
kesimpulan, mengartikan bahwa jika
engkau telah menerima sebuah
premis, engkau harus menerima
kesimpulannya.

Argumen Induktif menuntut:


Jika premisnya benar kesimpulannya,
mungkin benar
Kesimpulan menyusul mungkin dari
premis
Premis mengadakan fakta yang baik
(tetapi tidak meyakinkan) untuk
kesimpulan yang benar
Tidak mungkin premis benar dan konklusi
salah.
Kebenaran premis membuat kebenaran
kesimpulan meyakinkan.
Meskipun secara logika konsisten
menegaskan si premis dan menolak
kesimpulan, kesimpulan mungkin saja
benar jika premis benar.

2.

Menentukan argumen deduktif atau induktif.


Telah kita lihat bahwa sebuah argumen dikatakan deduktif jika premisnya
menyediakan dasar yang kuat untuk kesimpulan, dan kita ketahui bahwa sebuah argumen
dikatakan induktif jika premisnya bermaksud untuk menyediakan hanya dasar barangkali
benar dalam kesimpulannya. Kendati demikian tidak selalu mudah untuk mengenali
maksud pembicara atau penulis. Dengan alasan itu kadang-kadang sulit untuk
menentukan apakah sebuah argumen partikular adalah deduktif atau induktif. Oleh karena
itu dalam menentukan apakah suatu argumen deduktif atau induktif perlu menerapkan
empat tes: tes kata-kata indikator, test keharusan yang ketat, test pola umum, dan test
prinsip kemurahan.
Test kata-kata indikator. Sebagaimana kita menggunakan kata-kata indikator
untuk menandai penegasan sebuah premis atau konklusi, demikianlah kita menggunakan
kata-kata indikator untuk menandai bahwa argumen kita induktif atau deduktif. Contoh,
kata-kata seperti perlu menurut biasanya mengindikasikan bahwa argumen tersebut
adalah deduktif. Berikut ini adalah kata-kata yang biasanya dipakai sebagai indikator
argumen deduktif: pastilah, pasti, mutlak, kesimpulannya, menurut logikanya..., adalah
logis menyimpulkan..., secara logis mengimplikasikan.., akhirnya adalah... , pasti
sebabnya ... dsb. Jadi pertanyaan sederhana adalah: Apakah dalam kalimatnya ada katakata indikator itu? Beberapa kata seperti kata: barangkali, perlu, kemungkinan,
adalah masuk akal menduga bahwa..., adalah rasional untuk mengasumsikan bahwa...,
seseorang berharap bahwa..., adalah sebuah taruhan yang baik bahwa..., kemungkinannya

bahwa..., dsb. semua itu biasanya isyarat argumen mengarah ke induktif. Tes kata-kata
indikator sering menolong, kendati demikian, ada dua keterbatasan dari test kata-kata
indikator: Pertama, banyak argumen tidak memiliki kata-kata indikator deduksi atau
induksi.
Contoh:
Hukuman mati perlu dihapus oleh karena orang yang tidak bersalah dapat kena
hukuman mati.
Dalam contoh ini tidak ada kata-kata indikator yang menuntun kita untuk menentuk an
apakah deduktif atau induktif. Kedua, alasan-alasan sering kali mnggunakan indikator
yang tersamar atau tidak terlihat. Misalnya dengan menggunakan kata-kata: adalah logis
mengasumsikan..., ketika suatu konteks membuat jelas bahwa sebuah argumen tidak
dimaksudkan untuk secara strik deduktif. Untuk kasus seperti di atas pembahasannya
perlu tersendiri.
Tes keharusan yang ketat.
Semua argumen deduktif mengklaim, secara eksplisit atau implisit, bahwa
konklusinya harus mengikuti premis. Lebih jauh lagi, dari pengalaman (1) bahwa hampir
semua orang tidak mau mengajukan argumen deduktif yang terang-terangan berbunyi
jelek, dan (2) hampir semua orang tidak mau mengajukan yang secara logika argumenargumen konklusif kecuali kalau mereka bermaksud mengajukan secara logika argumenargumen konklusif. Dari fakta yang sederhana itu biasanya kita mengetahui apakah
sebuah argumen itu deduktif atau induktif. Oleh karena itu pertanyaan sederhana yang
penting adalah, Apakah kesimpulan itu mengikuti keharusan yang ketat dari premis?
Uji keharusan tersebut dapat dirumuskan sbb.:
Setiap konklusi argumen logis harus mengikuti ketat premisnya atau sama sekali
tidak logis. Jika suatu konklusi argumen harus mengikuti ketat secara logis
premisnya, maka argumen itu biasanya argumen deduktif. Jika suatu konklusi
argumen tidak harus mengikuti ketat secara logis premisnya, maka argumen itu
biasanya argumen induktif.
Perhatikan contoh berikut:
1) Sutrisno adalah seorang bapak. Oleh karena itu, Sutrisno adalah pria.
2) Ani adalah anak berusia enam tahun. Oleh karena itu, Ani tidak dapat berlari
menempuh satu kilo meter dalam satu menit.
3) Jika Mukhlis telah dimakan seekor buaya, maka Mukhlis mati.
Mukhlis mati. Maka Mukhlis telah dimakan seekor buaya.
Apakah konklusi dalam argumen pertama (Sutrisno adalah seorang laki-laki)
mengikuti dengan logika ketat premisnya? (Sutrisno adalah seorang bapak). Akankah
benar bahwa Sutrisno adalah seorang bapak, namun salah bahwa ia seorang laki-laki?
Jelas tidak, oleh karena dalam definisi, setiap bapak adalah laki-laki, tidak pernah ada
orang yang disebut bapak (sebetulnya) adalah perempuan; adalah keharusan bahwa
seorang bapak adalah laki-laki. Oleh karena itu, berdasarkan tes keharusan yang ketat
argumen yang pertama dalah deduktif.
Bagaimana dengan argumen yang kedua ? Akankah benar bahwa Ani (anak yang
berusia 6 tahun) salah karena tidak dapat berlari sejauh satu kilo meter dalam satu menit?
Betul. Secara fisik, tidaklah mungkin seorang anak berusia enam tahun mampu berlari
sejauh satu kilo meter (60 km/h); ini berlaku terhadap manusia umumnya. Tetapi secara
logika tidak ada kontradiksi jika ada seorang anak (ajaib) yang berusia enam tahun

mampu berlari sejauh satu kilo meter dalam waktu satu menit. Oleh karena itu, secara
logika adalah mungkin, bahwa premisnya benar dan kesimpulannya salah. Jadi,
kesimpulan tidak mengikuti keharusan logika ketat premisnya. Maka dapatlah dikatakan
bahwa argumennya adalah induktif.
Argumen yang ketiga lebih ruet. Jelas bahwa konklusinya (Mukhlis telah dimakan
seekor buaya) tidak mengikuti dari premis, oleh karena kedua premisnya benar dan
kesimpulannya salah. Biasanya yang seperti ini disebut argumen induktif. Tetapi
sebetulnya tidak induktif karena premisnya partikular dan kesimpulannya juga partikular.
Bentuk ini adalah kasus, di mana penulis/pembicara menggunakan pola penalaran yang
hampir selalu deduktif, namun sebenarnya bentuk induktif. Oleh karena itu
pembahasannya tersendiri.
Test Pola Umum.
Test pola umum berbunyi apakah argumennya memiliki pola yang menjadi
karakteristik deduktif atau induktif? Oleh karena karakteristik argumen deduktif dan
induktif biasanya jelas, menuturkan-pola penalaran ceritera, kita dapat menerapkan pola
tes biasa untuk menentukan penalaran yang mana yang paling cocok. Perhatikanlah
argumen berikut:
Jika kita di Jakarta, maka kita di Indonesia.
Kita ada di Jakarta.
Oleh karena itu, kita berada di Indonesia.
Argumen ini memiliki pola atau bentuk partikular yang sering dalam pola penalaran
deduktif. Pola umum argumen tersebut adalah:
Jika pernyataan pertama adalah benar, maka pernyataan kedua adalah benar.
Pernyataan pertama adalah benar.
Oleh karena itu pernyaan kedua adalah benar.
Oleh karena terlalu janggal dan terlalu berpanjang lebar mengatakan pernyataan
pertama, pernyataan kedua, dst. logisian umumnya menggunakan huruf untuk
menunjukkan pernyataan tersebut. Jadi kita mengatakan kita di Jakarta dengan A
dan pernyataan kita di Indonesia dengan B. Singkatnya:
Jika A maka B
A
Maka B
Inilah sebuah pola argumen yang disebut modus ponens, suatu ungkapan Latin yang
mengartikan mode affirmatif. Oleh karena nyata secara logika pola penalaran yang
dapat di percaya, pola argumen ini biasanya disebut sebagai deduktif.
Modus ponens adalah satu pola yang paling umum dalam penalaran deduktif.
Selanjutnya kita akan belajar berbagai bentuk pola penalaran deduktif dan induktif.
Sekali kita mengerti pola itu, kita dapat mengidentifikasi penalaran deduktif dan induktif
dalam contoh sehari-hari.
Tes Azas Kemurahan
Ketika menafsirkan suatu argumen atau perikop yang tidak jelas, kesangsian
selalu memberi keuntungan kepada pengargumen. Tidak pernah menghubungkan kepada
seorang pengargumen sebuah argumen yang lebih lemah ketika sebuah petunjuk layak
mengijinkan kita menghubungkan suatu argumen yang lebih kuat. Dan tak pernah dapat
menafsirkan suatu paragrap sebagai sebuah argumen yang buruk bila kenyataan yang

masuk akal memungkinkan kita untuk menafsirkan semuanya sebagai bukan sebuah
argumen.
Prinsip azas kemurahan melayani dua tujuan dalam pemikiran kritis.
Pertama, cara itu membantu kemauan baik dan saling pengertian dalam sebuah argumen
dengan meminta bahwa kita memperbaiki orang lain dengan semangat murah hati dan
penuh hormat sebagaimana halnya kita sendiri menginginkan argumen kita diperbaiki
oleh orang lain. Lebih penting lagi, kita mempromosikan penemuan kebenaran dengan
desakan bahwa kita menghadapkan argumen-argumen yang kita sendiri menerimanya
menjadi versi yang paling kuat dan versi yang lebih masuk akal dari argumen itu.
Contohnya.
Ruben mengatakan bahwa ia makan di Restauran Cianjur kemarin.
Restauran Cianjur telah terbakar sebulan yang lalu.
Oleh karena itu, pastilah Ruben berbohong atau salah.
Apakah argumen ini deduktif atau induktif? Mari kita coba uji. Pertama, apakah di situ
ada kata indikator deduktif atau induktif? Jawabnya: ada. Kata pastilah, dan kita telah
sebutkan di atas bahwa kata indikator pastilah sering kali pertanda argumen deduktif.
Tetapi acap kali juga kita lihat bahwa orang sering memakai kata-kata indikatorkhususnya kata-kata indikator deduksi-dengan longgar atau tidak tepat. Jadi test yang
pertama ini, meskipun jelas mengatakan bahwa argumen itu adalah deduktif, tidak dapat
diperlakukan sebagai konklusif. Kedua, Apakah konklusinya mengikuti dengan
keharusan ketat dari premis itu? Jawabnya, tidak. Meskipun agaknya tidak dapat
dipercaya, pastilah dapat dipahami bahwa restauran Cianjur itu dengan cepat telah
direhabilitasi dan dibuka kembali untuk umum. Inilah yang mempengaruhi kita untuk
melihatnya sebagai argumen induktif. Ketiga, apakah argumen itu memiliki pola
penalaran karakteristik deduktif atau karakteristik induktif. Sungguh tidak. Dus, tes
ketiga tidak dapat diterapkan. Singkatnya, tes yang pertama menunjukkan bahwa
argumen itu deduktif, yang kedua induktif dan yang ketiga tidak dapat diterapkan. Jadi
yang mana yang kita pakai. Atas sebuah pepetah anak sungai tanpa dayung?.
Tidak, oleh karena di sinilah prinsip tes kemurahan berfungsi menyelamatkan.
Menurut prinsip itu kita harus selalu menafsirkan sebuah argumen ragu-ragu dengan cara
yang paling disenangi pengargumen tersebut. Dalam kasus ini, kita ragu-ragu apakah
argumen itu akan diperlakukan sebagai deduktif atau sebagai induktif. Tetapi sadarilah:
Apabila kita memperlakukannya sebagai deduktif, jelaslah argumen deduktif tersebut
sangat buruk, sejauh kesimpulannya terang tidak mengikuti premis. Di pihak lain jika kita
memperlakukannya sebagai induktif, jelaslah argumen induktif tersebut argumen yang
baik, sejauh premisnya, kalau benar, memberikan kemungkinan kesimpulan. Jadi cara
yang paling murah hati untuk menafsirkan sebuah argumen itu adalah menafsirkannya
dengan induktif. Inilah yang dimaksud jika kita menafsirkan dengan tes kemurahan.
Bagaimanapun, prinsip itu dapat dikatakan demikian: Sebuah prinsip tidak akan
pernah menafsirkan argumen yang buruk sebagai yang terbaik. Prinsip kemurahan
adalah sebuah prinsip penafsiran dan bukan prinsip memperbaiki argumen. Maksud
dasaranya adalah untuk menolong kita untuk memutuskan argumen apa yang nyata
diajukan, bukan menempatkan suatu argumen yang buruk menjadi suatu argumen yang
baik. Dus, prinsip itu dipakai hanya apabila terdapat ketidaktentuan tentang bagaimana
sebuah argumen ditafsirkan. Dan tidak dipakai apabila telah jelas argumen apa yang
dikemukakan.

Pengecualian Tes Keharusan Ketat.


Telah diperlihatkan bahwa suatu argumen pada umumnya diperlakukan sebagai
induktif jika konklusinya tidak perlu mengikuti premisnya. Berikut kita lihat bahwa ada
pengecualian.
Sebuah argumen yang kesimpulannya tidak perlu mengikuti premis
namun diperlakukan sebagai deduktif adalah apabila:
1) bahasa atau konteks memperlihatkan dengan jelas bahwa pengargumen
mengajukan argumen konklusif secara logika, tetapi sebenarnya, argumen itu
secara logika bukan konklusif. Atau...
2) argumennya memiliki sebuah pola penalaran yang secara karakteristik deduktif,
dan argumen itu tidak lagi mengindikasikan secara jelas ciri induktif.
Contoh untuk yang pertama:
Phinisi Nusantara berlayar mengelilingi dunia. Karena itu, perlu menyusul,
bahwa dunia adalah sebuah bulatan.
Kata perlu menyusul mengindikasikan bahwa argumen itu diartikan deduktif. Dalam
kasus ini jelas bahwa konklusi tidak menyusul dari premis, oleh karena masih mungkin
bagai sebuah kapal untuk berlayar kendati dunia ini dikatakan bulat lonjong, bulat telur
yang sungguh lain dari pada bola.
Contoh untuk yang kedua:
Jika saya adalah Anwar Ibrahim, maka saya adalah makhluk hidup
Saya bukan Anwar Ibrahim
Oleh karena itu, saya bukan makhluk hidup
Contoh ini adalah argumen yang buruk. Premis tidak menyediakan dukungan apa pun
untuk kesimpulan, secara logika kurang banyak dukungan konklusifnya. Kendati
demikian argumen itu dipandang sebagai deduktif karena menggunakan suatu pola
penalaran yang hampir tanpa cacat berciri deduktif.
Petunjuk untuk membedakan
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
1)
2)

3)
4)

5)

Jika konklusi perlu menyusul dari premis, maka argumen selamanya deduktif.
Jika kesimpulan tidak perlu menyusul dari premis, maka argumen biasanya
adalah induktif kecuali (a). bahasa atau konteks argumen membuat jelas
argumen itu adalah deduktif atau (b). Argumennya memiliki suatu pola
penalaran yang secara karakteristik adalah deduktif.
Jika sebuah argumen memiliki pola penalaran yang secara karakteristiknya
deduktif, maka argumen itu dinyatakan sebagai deduktif kecuali kalau di situ
ada kenyataan yang jelas bahwa argumen bermaksud menjadi induktif.
Jika sebuah argumen memiliki sebuah pola penalaran yang secara
karakteristiknya induktif, maka argumen itu dinyatakan sebagai induktif
kecuali, kalau di situ ada kenyataan yang jelas bahwa argumen bermaksud
menjadi deduktif.
Beberapa argumen sering berisi kata-kata indikator, - kata-kata seperti
barangkali, perlu, dan pasti, - yang menyediakan petunjuk menolong dalam
menentukan apakah sebuah argumen deduktif atau induktif. Ingatlah, kata-kata
indikator itu sering dipakai dengan longgar atau tidak tepat.

6)

Jika ada kesangsian yang menonjol tentang apakah sebuah argumen deduktif
atau induktif, tafsirkanlah argumen tersebut dengan cara yang lebih
menyenangkan pengargumennya.

BAB VIII
POLA UMUM PENALARAN DEDUKTIF
Yang termasuk dalam pola-pola umum penalaran deduktif adalah silogisme
hipotetis, silogisme kategoris, argumen dengan eliminasi, argumen yang didasarkan pada
matematika, dan argumen definisi.
3.a. Silogisme hipotetis.
Silogisme hipotetis adalah argumen tiga jalur-yaitu suatu argumen yang tepatnya
terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan. Silogisme hipotetis adalah sebuah silogisme
yang berisi sekurang-kurangnya satu pernyataan kondisional (jika-maka).
Contoh:
Jika Dono ingin sembuh, Dono harus makan obat maag
Dono telah sembuh
Jadi, Dono telah makan obat maag
Jika saya ingin beasiswa cukup, saya harus lebih rajin belajar
Kini beasiswa saya telah cukup
Jadi, saya telah lebih rajin belajar
Perhatikanlah bahwa kedua silogisme di atas memiliki bentuk yang sama.
Jika A maka : B
A
Oleh karena itu: B
Pola seperti ini disebut modus ponen. Argumen dengan pola seperti ini terdiri dari
satu prmis kondisional, sebuah premis kedua yang menegaskan kebenarannya si
anteseden (bagian kalimat : jika), dari sebuah kondisi, dan sebuah konklusi yang
menegaskan sebagai benar si konsekuen (bagian kalimat maka) dari kondisi. Variasi
yang lain dari silogisme hipotetis adalah:
Argumen berangkai
Modus tollens (penyangkalan konsekuen)
Penyangkalan anteseden
Pembenaran konsekuen.
Argumen berangkai, terdiri dari tiga pernyataan kondisional yang bertautan dalam satu
jalan.
Jika A maka B,
Jika B maka C.
Oleh karena itu, jika A maka C
Contoh
Jika Ukrida libur panjang, Mahasiswa Malaysia pulang kampung
Jika Mahasiwa Malaysia pulang kampung, semua membawa oleh oleh
Ukrida libur panjang, Mahasiswa Malaysia bawa oleh-oleh.
Pola argumen modus tollens adalah sebagai berikut:
Jika A maka B

Bukan B
Oleh karen itu, bukan A
Argumen seperti ini kadang-kadang disebut argumen penyangkalan konsekuen
oleh karena terdiri dari satu premis kondisional, sebuah premis kedua yang menyangkal
(misalnya menegaskan salah) konsekuen kondisional, dan sebuah kesimpulan/konklusi
yang menyangkal anteseden dari kondisional. Contoh:
Jika Alamsyah studi di FK Ukrida, ia ada di Jakarta.
Alamsyah tidak studi di Jakarta
Maka, Alamsyah tidak studi di Ukrida.
Modus ponens, argumen berangkai, dan modus tollens adalah pola-pola penalaran
deduktif yang handal secara secara logika. Yaitu, setiap argumen yang memiliki salah
satu dari pola tersebut secara absolut dijamin benar, dengan syarat premisnya juga benar.
Tetapi tidak semua pola penalaran deduktif sepenuhnya handal dengan cara ini. Ada dua
pola yang secara logika tidak handal: menyangkal si anteseden dan mengafirmasi si
konsekuen. Argumen-argumen yang menyangkal sebuah anteseden memiliki pola seperti
ini:
Jika A maka B
Bukan A
Oleh karena itu, bukan B
Contoh:
Jika Shakespeare menulis Perang dan Damai, maka ia adalah penulis besar
Shakespeare tidak menulis Perang dan Damai
Oleh karena itu, Shakespeare bukan penulis besar
Jika Soeharto meninggal tahun 2002, maka dia wafat pada abad 21
Suharto tidak meninggal pada tahun 2002
Oleh karena itu Suharto tidak meninggal pada abad 21.
Perhatikan bahwa dalam contoh di atas premis benar dan kesimpulan salah. Ini
memperlihatkan dengan segera bahwa pola penalaran argumen tersebut bukanlah pola
pnalaran yang secara logika benar. Cacat lain dari pola penlaran deduktif adalah
mengafirmasi konsekuen, polanya sbb.
Jika A maka B
B
Oleh karena itu, A
Contoh:
Jika kita berada di bulan, maka kita sedang berada di solar sistem
Kita sedang berada dalam solar sistem
Oleh karena itu kita sedang berada di Bulan.
Jika Napoleon adalah seorang perempuan, ia adalah seorang manusia
Napoleon adalah seorang manusia
Oleh karena itu, Napoleon adalah seorang perempuan
Apa yang ditunjukkan argumen di atas adalah bahwa kedua premis benar dan
kesimpulan salah. Jadi, jelaslah bahwa mengafirmasi konsekuen bukanlah suatu pola
penalaran yang handal secara logika. Oleh karena modus ponens, modus tollens, dan
argumen berantai adalah pola penalaran yang secara logika handal, semua di perlakukan

sebagai deduktif. Penyangkalan anteseden dan pengafirmasian konsekuen bukanlah pola


penalaran yang handal. Walau begitu, semuanya diperlakukan sebagai deduktif, oleh
karena memiliki pola penalaran yang berkarakteristik deduktif.
3.b. Silogisme Kategoris
Pola umum yang lain dari penalaran deduktif adalah silogisme kategoris.
Silogisme kategoris dapat didefinisikan sebagai tiga- baris- argumen dalam mana setiap
pernyataan mulai dengan kata : semua, beberapa, atau tidak.
Contoh:
Semua kerbau adalah herbivora
Semua herbivora adalah pemakan rumput
Oleh karena itu, semua kerbau pamakan rumput
Tidak seekor ikan pun mammalia
Semua hiu adalah ikan
Oleh karena itu, tidak ada ikan hiu adalah mammalia
Beberapa mahasiswa yang lulus dengan IPK yang tinggi adalah anak dokter
Semua anak dokter telah menikah
Oleh karena itu, beberapa mahasiswa yang lulus dengan IPK yang tinggi telah
menikah.
Beberapa mahasiswa yang gendut kesulitan naik tangga
Semua yang naik tangga mengaku terpaksa olah raga.
Oleh karena itu, beberapa mahasiswa yang gendut
merasa terpaksa olah raga
Oleh karena penalaran kategorial seperti ini adalah bentuk yang biasa dari pnalaran logis
yang tepat/keras (rigorous), argumen seperti itu hampir selamnya diperlakukan sebagai
deduktif.
3.3.

Argumen dengan eliminsai


Argumen dengan eliminasi adalah argumen yang minta mengesampingkan secara
logika kemungkinan variasi, hingga hanya satu kemungkinan yang tertinggal. Contoh:
Budi pergi ke antara perpustakaan atau ke kantin atau ke kamar mandi
Tetapi Budi tidak ada di perpustakaan dan di kamar mandi.
Oleh karena itu, Budi pergi ke kantin.
Salah satu di antara Budi, Eko, Rian adalah pembunuh itu
Jika Budi atau Eko yang melakukan pembunuhan itu, maka bencana telah terjadi
Bencana tidak terjadi
Jadi, baik Budi maupun Eko bukan pembunuhnya
Oleh karena itu, Rian adalah pembunhnya.
Jika maksud dari argumen yang seperti itu adalah mengeluarkan setiap kemungkinan
secara logika kecuali satu, maka argumen yang seperti itu adalah deduktif.
3.4.
Argumen yang didasarkan pada matematika
Matematika adalah suatu model logika, penalaran yang step-by-step.
Matematikawan tidak menuntut konklusinya hanya sama atau kemungkinan. Tapi mereka

10

menuntut menunjukkan atau membuktikan konklusinya dengan dasar persis seperti


konsep dan penalaran matematik. Suatu argumen yang didasarkan pada matematika
adalah suatu argumen dalam mana konklusinya dituntut tergantung banyak atau
seluruhnya pada perhitungan matematika (barangkali dalam konjungsi/kata sambung
dengan satu atau lebih premis matematika). Contohnya:
Lima lebih banyak dari empat
Empat lebih banyak dari tiga
Olah karena itu, lima lebih banyak dari dua
Aisah tidak dapat berlari lebih dari 5 km/jam.
Aisah berjarak 7 km dari Ukrida
Oleh karena itu, Aisah tidak dapat sampai di Ukrida kurang dari satu jam
Kecepatan cahaya rata-rata 186 000/detik
Jarak matahari ke bumi lebih dari 93 juta km dari bumi
Oleh karena itu, lebih dari 8 menit agar sinar matahari mencapai bumi.
Oleh karena argumen matematik umumnya adalah model penalaran logika persis,
argumen yang didasarkan matematik paling tepat diperlakukan sebagai deduktif. Akan
tetapi argumen matematika juga dapat menjadi induktif, dengan contoh:
Doni mengatakan mahasiswa wanita ada 5, pria 7,
dan 4 dosen makan di kantin.
Oleh karena itu, ada 20 orang makan di kantin
Di sini konklusi tidak mengikuti hukum premis: jika premisnya benar dan konklusinya
salah (misalnya karena salah menghitung mahasiswa pria). Terhadap argumen seperti itu
harus diperlakukan induktif.
3.5.
Argumen dari definisi
Argumen dari definisi adalah argumen yang konklusinya dihadirkan sebagai
benar oleh definisi- yaitu sebagai yang diikuti sebuah definisi dari kata-kata kunci atau
kalimat kunci yang digunakan dalam argumen. Contoh:
1) Daniel adalah ahli cardiologi. Oleh karena itu Daniel adalah Dokter.
2) Bertha adalah seorang nenek. Oleh karena itu, Bertha adalah wanita
3) Allah, dengan definisi, adalah hakikat yang maha besar. Tidak ada sesuatu yang
lebih besar yang dapat dipahami berada. Allah, oleh definisi, berada.
Apabila sebuah pernyataan diikuti dengan definisi harus benar jika definisi yang relevan
itu benar, argumen definisi selamanya induktif. Penjelasan mengenai pola-pola umum
deduktif di atas dapat diringkas sbb.:
Argumen dengan eliminasi, dan argumen dari definisi, seharusnya diperlakukan sebagai
deduktif. Silogisme hipotetis yang handal secara logika, silogisme kategorial, dan
argumen yang didasarkan dengan matematika, selamanya diperlakukan dengan deduktif.
Silogisme hipotetis yang tidak handal secara logika, silogisme kategorial, dan argumen
yang didasarkan dengan matematika selamanya diperlakukan sebagai deduktif kecuali
kalau faktanya jelas bahwa semuanya bermaksud induktif.

11

BAB IX
POLA UMUM PENALARAN INDUKTIF
Ada enam karakteristik penalaran induktif:
Generalisasi induktif
Argumen prediktif
Argumen dari kuasa
Argumen statistik
Argumen dari analogi.
4.1.
Generalisasi induktif
Sebuah generalisasi, secara term dipakai dalam berpikir kritis, adalah suatu pernyataan
yang menggunakan atribut : semua, kebanyakan/paling banyak, beberapa sebagai kata
yang terdapat dalam kalimatnya.
Contoh:
Semua warga negara yang berumur tujuh belas tahun memiliki hak suara.
Banyak mahasiswa bekerja sambil kuliah
Laki-laki suka sepak bola
Wanita suka memasak
Pencurian adalah melanggar hukum
Sembilan puluh persen penduduk percaya ada mahluk halus
Mahasiswa FK angkatan program KBK sangat sibuk
Sebuah generalisasi induktif adalah sebuah argumen dalam mana generalisasi dituntut
mungkin sekali benar atas dasar informasi dari beberapa anggota golongan partikular.
Contoh:
Semua tulang dinosaurus yang telah ditemukan sejauh ini telah berumur 65 juta
tahun.
Oleh karena itu, kemungkinan umur semua tulang dinosaurus lebih dari 65 tahun.
Enam bulan yang lalu saya bertemu orang Selangor, mereka sangat ramah
Di Tanah Abang saya berjumpa dengan beberapa pedagang Selangor, mereka
sangat ramah
Dua minggu yang lalu saya satu pesawat dengan beberapa orang tua mahasiswa
dari Selangor, mereka sangat ramah.
Oleh karena itu, semua orang Selangor sangat ramah.
Dari 302 orang pendaftar masuk Ukrida, 150 orang diterima.
Oleh karena itu, 50% pendaftar masuk Ukrida di terima.
Sejauh tuntutan generalisasi induktif kesimpulannya lebih condong kemungkinan dari
pada pasti maka argumen tersebut adalah induktif.
4.2.
Argumen Prediktif
Sebuah prediksi adalah suatu pernyataan tentang apa yang akan terjadi pada waktu yang
akan datang. Suatu argumen prediktif adalah suatu argumen dalam mana sebuah ramalan
dibela dengan alasan. Argumen prediktif berada di antara pola-pola penalaran induktif
yang umum.
Contoh:
Rata-rata di bulan januari musim hujan di Jakarta.

12

Oleh karena, itu pada bulan Januari yang akan datang kemungkinan akan banjir di
Jakarta
Kebanyakan Dekan FK masa lalu adalah orang tua
Oleh karena itu, kemungkinan Dekan FK yang akan datang adalah orang tua
Sejauh ini setiap musim hujan terdapat wabah demam berdarah
Oleh karena itu, musim hujan yang akan datang akan terjadi wabah demam
berdarah.
Sejauh tidak ada istilah pasti pada masa yang akan datang (artinya tetap bersifat ramalan,
bisa benar bisa tidak) maka argumen yang berisi ramalan biasanya adalah argumen
induktif. Kendati demikian ramalan dapat ditarik juga dari argumen deduktif. Contohnya:
Jika Tono mungkin sudah tiba di kampus, maka Siti mungkin juga sudah tiba di
kampus.
Tono mungkin sudah tiba di kampus
Oleh karena itu, Siti juga mungkin sudah tiba di kampus
Meskipun argumen ini mengandung prediksi tetapi argumen ini adalah deduktif, sejauh
kesimpulan benar dan premis juga benar.
4.3.
Argumen kuasa.
Argumen kuasa menegaskan bahwa sebuah klaim benar, dan kemudian mendukung klaim
itu dengan mengutip kata-kata (orang) yang dianggap berkuasa atau kesaksian orang
yang mengatakan klaim tersebut benar.
Contoh:
Lebih banyak orang Indonesia mati karena sakit jantung dari pada sakit kanker.
Dari mana saya tahu? Saya tahu dari dokter.
Kompas memberitakan bahwa penderita radang tenggorokan meningkat pada
bulan ini. Selama ini pemberitaan kompas lebih objektif dibanding koran lain.
Oleh karena itu, kemungkinan benar penderita radang tenggorokan meningkat
bulan ini.
Rumah tua itu ada hantunya. Tetangga saya melihatnya malam jumat yang lalu.
Oleh karena kita tidak pernah dapat memastikan keandalan berita yang dikatakan saksi
atau sumber berita apakah betul atau tidak betul maka argumen kuasa umumnya
diperlakukan induktif. Kendati demikian argumen kuasa ada juga yang bersifat deduktif.
Contoh:
Apa pun yang diajartan Kitab Suci adalah benar.
Kitab suci mengajarkan kepada kita saling mengasihi.
Oleh karena itu, kita harus saling mengasihi.
Oleh karena kesimpulan argumen ini segera mengikuti dari premis dengan ketat, maka
argumen tersebut adalah deduktif.
4.4.
Argumen Kausal
Argumen kausal adalah sebuah argumen yang menegaskan atau menyangkal bahwa
sesuatu sebab, telah disebabkan, atau akan menyebabkan yang lain.

13

Contoh:
Hidupkan. Lampu senter saya tidak hidup. Saya yakin baterainya telah mati.
Saya tidak dapat mengakses internet. Jaringan internet lagi rusak.
Tugas kelompok tidak dapat saya serahkan besok. Saya mungkin tidak lulus
ujian.
Telah dikatakan bahwa satu hal disebabkan hal lain. Tidak ada hal yang tidak ada
penyebabnya. Sebab yang satu disebabkan yang lain dan sebab yang lain disebabkan oleh
yang lain lagi, dst. Oleh karena itu argumen kausal adalah argumen induktif. Kendati
demikian ada juga argumen kausal yang berbentuk deduktif. Contohnya:
Jika Tini menggunakan lampu senter setiap malam maka baterainya habis.
Tini menggunakan baterai setiap malam
Oleh karena itu, baterai Tini habis.
4.5.
Argumen Statistik
Argumen Statistik adalah argumen yang menyandarkan diri pada data statistik yaitu
persentasi dari suatu kelompok yang dimilki karakteristik partikular.
Contoh:
30 % mahasiswa FK Ukrida adalah berkebangsaan Malaysia.
Hasan Basri adalah mahasiswa FK Ukrida.
Jadi Hasan Basri mungkin berkebangsaan Malaysia.
Hampir semua mahasiswa FK Ukrida mahir komputer.
Dodi adalah mahasiswa FK Ukrida.
Jadi, Dodi mungkin mahir komputer
Oleh karena data-data statistik umumnya dipakai untuk mendukung klaim, yang
ditampilkan lebih condong sebagai kemungkinan dari pada sebagai kepastian maka
argumen statistik diperlakukan sebagai argumen induktif. Tetapi perlu dicatat juga bahwa
fakta statistik dapat juga dipakai dalam penalaran deduktif.
Contoh:
Jika 40 % suara memilih Ridwan, maka ia terpilih jadi ketua senat FK
2008/2009.
Sekitar 40 % pemilih mendukung Ridwan.
Olah karena itu, Ridwan kemungkinan terpilih jadi ketua senat FK 2008/2009.
4.6.
Aragumen analogi.
Sebuah analogi adalah sebuah perbandingan dari dua (lebih) hal yang dikatakan sama
dalam hal tertentu.
Contoh:

Atom adalah miniatur dari sistem solar.

Mata manusia bekerja seperti kamera yang canggih


Sebuah argumen analogi adalah sebuah argumen yang konklusinya dituntut (diklaim)
tergantung pada sebuah analogi (perbandingan atau persamaan) di antara dua atau tiga
hal.
Contoh:
Ancol adalah tempat wisata, memiliki poliklinik.
Ragunan, seperti Ancol, adalah juga tempat wisata
Oleh karena itu, kemungkinan juga Ragunan memiliki poliklinik.

14

Dr.Susanto adalah alumnus FK Ukrida, bertangan dingin, ramah, teliti, cekatan


dan sabar.
Dr. Aisah bin Maidan adalah alumnus FK Ukrida.
Oleh karena itu, Dr. Aisah bin Maidan barangkali bertangan dingin, ramah, teliti,
cekatan dan sabar.
Perhatikan, di antara kedua premis ada kesamaannya (sama-sama alumnus FK Ukrida).
Oleh karena itu adalah mungkin, keduanya masih memiliki kesamaan-kesamaan yang
lain (bertangan dingin, ramah, teliti, cekatan dan sabar). Apabila konklusi pola argumen
seperti ini dituntut mengikuti hanya kemungkinan dari premis, argumen yang demikian
adalah argumen deduktif. Akan tetapi tidak semua argumen analogi adalah induktif.
Contoh:
1) Kendaraan bermotor menyebabkan ribuan kematian setiap tahunya, dan
memproduksi bahaya dan serangan asap
2) Merokok penyebab ribuan kematian setiap tahunya, dan memproduksi bahaya
dan serangan asap
3) Dus jika peraturan merokok ditetapkan berat, maka peraturan kendaraan
bermotor juga ditetapkan berat
4) Tetapi peraturan kendaraan bermotor tidak ditetapkan berat
5) Oleh karena itu, peraturan merokok juga sebaiknya tidak ditetapkan berat.
Contoh di atas adalah argumen analogi oleh karena pusat kesimpulan, (pernyataan 5),
dituntut tergantung pada sebuah analogi antara mobil dan merokok. Walau demikian,
argumen ini adalah deduktif oleh karena secara logika ia tidak konsisten untuk
menegaskan semua premis dan juga menyangkal kesimpulan.
Dari semua diskusi di atas, singkat kata, dapat diringkaskan demikian:
Generlisasi induktif, argumen dari definisi, adalah selamanya induktif.
Argumen prediktif, argumen kuasa, argumen kausal, argumen statistik, dan argumen
analogi pada umumnya adalah induktif, kendati tidak selamanya.
5.
Validitas Deduktif.
Telah diperlihatkan bahwa klaim argumen deduktif, implisit atau eksplisit, konklusinya
menyusul segera dari premisnya. Argumen deduktif yang handal adalah sebuah argumen
dalam mana konklusinya sungguh bertindak mengikuti premis. Dalam Logika, sebuah
argumen deduktif disebut sebuah argumen deduktif yang sah (valid).
Secara formal dapat dikatakan bahwa sebuah argumen deduktif yang sah (valid)
adalah sebuah argumen di mana tidak mungkin semua premis benar dan kesimpulannya
salah. Dengan kata lain, sebuah argumen yang valid adalah (argumen valid untuk yang
pendek) sebuah argumen yang kondisinya sbb.:
Jika premis benar, konklusi harus benar.
Kesimpulan harus menyusul mutlak segera setelah premis.
Premis itu menyiapkan dasar-dasar konklusif secara logika demi kebenaran
konklusi
Kebenaran dari premis menjamin kebenaran dari konklusi
Adalah tidak konsisten secara logika menegaskan semua premis se-benar dan sepenyangkalan konklusi.
Dalam bahasa sehari-hari valid biasanya disebut baik atau benar. Misalnya, kita
mendengar orang mengatakan bahwa seseorang bertujuan yang jelas atau menawarkan

15

sebuah dukungan yang tepat. Dalam Ilmu logika, valid tidak hanya sekedar benar
atau baik, tetapi juga harus dipakai dengan teknik dan cara yang tepat seperti yang telah
dijelaskan di atas.
Seperti telah dijelaskan terdahulu, bahwa untuk mengetahui apakah sebuah
argumen itu sah (valid) atau tidak sah (invalid), tidak perlu harus mengetahui apakah
sebuah kesimpulan dan premis dari sebuah argumen itu benar atau salah. Sebenarnya
beberapa argumen yang sah juga memiliki premis yang jelas salah dan konklusi yang
juga jelas salah.
Contonya:
Semua segi empat adalah lingkaran
Semua lingkaran adalah segi tiga
Oleh karena itu, semua segi empat adalah segi tiga.
Contoh argumen sah yang memiliki premis yang salah dan kesimpulan yang benar.
Contoh:
Semua buah-buahan adalah sayur- sayuran
Bayam adalah satu buah-buahan
Oleh karena itu, bayam adalah sayur-sayuran
Contoh argumen sah yang memiliki premis yang salah dan kesimpulan yang salah:
Jika kau membaca buku ini maka kau akan hidup
Kau sedang membaca buku ini
Oleh karena itu , kau akan hidup
Jika kau kencing di sini, kau adalah anjing
Kau kencing di sini
Oleh karena itu, kau adalah anjing.
Akan tetapi hanya satu kombinasi kebenaran atau kesalahan yang tidak dapat diperoleh
argumen sah. Tidak ada argumen sah yang memperoleh semua premis benar dan
kesimpulan salah. Inilah kebenaran penting mengiringi sebuah argumen valid yang
sangat bersifat definisi. Karena argumen sah, dengan definisi, adalah sebuah argumen
dalam mana kesimpulan mungkin benar kalau premis benar, tidak ada argumen sah yang
semua premisnya benar dan kesimpulannya salah.
Sebuah argumen deduktif yang kesimpulannya tidak mutlak mengikuti dari
premis adalah dinyatakan menjadi argumen deduktif tidak sah.
Contoh:
Semua anjing adalah binatang
Lassi adalah binatang
Oleh karena itu, Lassi adalah anjing
Jika saya adalah paman seekor monyet, maka saya adalah binatang
Saya bukanlah paman monyet
Jadi, saya bukanlah binatang
Semua appel adalah sayur-sayuran
Semua buah-buahan adalah sayur-sayuran
Oleh karena itu, semua appel adalah buah-buahan

16

Semua anjing adalah kucing


Semua kucing adalah ikan paus
Oleh karena itu, semua ikan paus adalah anjing
Semua argumen di atas tidak sah. Argumen pertama memiliki premis benar dan
kesimpulan benar. Argumen kedua memiliki dua premis dan sebuah kesimpulan yang
salah. Argumen yang ketiga, memiliki premis yang salah dan sebuah kesimpulan yang
benar. Argumen ke empat, memiliki premis yang salah dan kesimpulan salah.
Pendek kata: sebuah argumen tidak sah dapat memiliki kombinasi kebenaran mau
pun kesalahan dalam premis-premisnya dan kesimpulannya. Sebuah argumen sah dapat
memiliki berbagai kombinasi kecuali satu: tidak ada argumen yang dapat memiliki dua
premis dan satu kesimpulan yang salah.
Karena sebuah kesimpulan argumen mengalir mutlak atau tidak mutlak dari
premisnya, kesimpulan yang seperti itu mengikuti argumen deduktif, baik yang sah
maupun yang tidak sah. Alasan itu juga berlaku untuk semua argumen deduktif apakah
100 % sah atau 100 % tidak sah. Salah satau dari argumen deduktif menyediakan dasardasar kesimpulan secara logika atau sama sekali tida tersedia. Jika ada, maka argumennya
sah. Jika tidak ada maka argumennya tidak sah. Jadi tidak ada argumen deduktif dapat
menjadi agak sah atau sangat sah. Validitas deduktif, dengan definisi, tidak
bertingkat-tingkat.
Kesalahan umum untuk memahami konsep validitas deduktif adalah bahwa
valid berarti benar. Valid tidak berarti benar. Valid berarti, bahwa sebuah
argumen dinalar dengan baik, bahwa pola penalarannya adalah pola penalaran yang
secara logika handal, bahwa kesimpulan/ konklusi mutlak menyusul dari premis. Oleh
karena itu tes dasar dari validitas deduktif bukan apakah premis tersebut sungguh benar.
Bahkan pertanyaan dasarnya adalah, Jika premis argumen adalah benar, akankah
kesimpulannya juga harus benar? Jika jawabannya benar, maka argumen itu adalah
valid. Jika jawabannya tidak, maka argumen itu tidak sah.
Contoh:
Menara Eifel ada di Paris
Paris ada di Prancis.
Jadi, menara Eifel ada di Prancis.
Jika premis argumen ini benar, (jawabnya: tentu benar) maka kesimpulannya juga tentu
benar. Betul sekali bahwa, adalah sungguh kontraditoris menegaskan bahwa Eifel ada di
Paris dan Paris ada di Prancis lalu segera menyangkal keberadaan Eifel itu ada di Prancis.
Dus argumen tiu adalah deduktif.
Contoh kedua
Semua anjing adalah kucing
Semua kucing adalah kambing
Oleh karena itu, semua anjing adalah kambing.
Di sini baik premis maupun kesimpulan adalah salah. Apakah dengan demikian argumen
ini tidak valid? Tidak. Oleh karena jika premis benar, maka kesimpulan juga akan benar.
Jadi argumen ini benar.
Banyak orang seperti kambing
Banyak orang seperti anjing
Oleh karena itu, banyak orang yang seperti kambing juga seperti anjing

17

Di sini baik premis maupun konklusi benar. Apakah kesimpulannya menyusul mutlak
setelah premisnya ? Tidak. Karena secara logika masih mungkin bahwa kelompok orang
yang seperti kambing tidak overlap seluruhnya dengan orang yang seperti anjing. Dus, di
sini tidak ada kontradiksi yang telah terlibat dalam penegasan premis dan penyangkalan
kesimpulan. Jadi argumen itu adalah invalid. Contoh terakhir:
Tidak ada anjing adalah kucing.
Beberapa anjing adalah bukan keluarga berantakan.
Oleh karena itu, keluarga berantakan adalah bukan kucing.
Apakah argumen ini sah?Apakah kesimpulan mengikuti premis secara perlu? Dalam hal
ini logika argumen adalah kompleks; jadi tidak mudah untuk mengatakannya. Sebenarnya
suatu argumen adalah tidak valid tetapi kebanyak kita sulit melihat pengenaan intuisi
logikanya. Untunglah ada beberapa cara menguji apakah sebuah argumen sah atau tidak
sah.
Mengapa konsep validitas logika sebagai konsep yang terpenting dalam logika?
Oleh karena validitas adalah dasar dari semua yang eksak, penalaran yang teliti (rigorous)
langsung pada penemuan kebenaran. Pendeknya, validitas penting oleh karena validitas
menyiapkan kebenaran. Hanya dengan penalaran yang sah dapat kita menalar secara tepat
(rigorously) dari satu kebenaran ke kebenaran.
Penting kita pahami dalam konsep validitas, bahwa kita tidak dapat mengira
bahwa setiap argumen yang sah adalah argumen yang baik. Perhatikan contoh berikut.
Semua tubuh surgawi adalah keju hijau
Bulan itu adalah tubuh surgawi
Oleh karena itu, bulan terdiri dari keju hijau.
Contoh ini adalah argumen yang sah. Tetapi juga terbukti sebagai argumen yang buruk.
Apa yang mau ditunjukkan adalah bahwa kita tidak hanya menginginkan argumen itu sah
tetapi juga harus memiliki premis yang benar. Argumen deduktif menginginkan kedua
sifat itu, yakni bahwa argumen deduktifnya sah dan premisnya benar. Ini yang dimaksud
dengan argumen deduktif yang bunyi. Argumen deduktif yang tidak sah (invalid) atau
memiliki sekurang-kurangnya satu premis yang salah, atau kedua premisnya salah
disebut argumen deduktif yang tidak bunyi.
KEKUATAN ARGUMEN INDUKTIF
Argumen induktif, seperti halnya argumen deduktif, dapat digunakan untuk penalaran
yang baik atau untuk penalaran yang miskin. Suatu argumen dengan penalaran induktif
yang baik disebut argumen induktif kuat. Tepatnya, sebuah argumen induktif kuat adalah
yang kesimpulannya mengikuti kemungkinan dari premis. Sebuah argumen induktif kuat
adalah argumen induktif yang mengikuti kondisi berikut:

Jika premisnya benar, maka konklusinya kemungkinan benar.

Premis menyiapkan kemungkinan, tetapi kesimpulan secara logika, dasar dari


kesimpulan.

Sebuah premis, jika benar, membuat kesimpulan menjadi mungkin.


Contoh argumen induktif kuat:
Kebanyakan mahasiswa memiliki notebook
Sani adalah mahasiswa
Jadi, Sani kemungkinan memiliki notebook

18

98 % mahasiswa FK tidak merokok


Kemal adalah mahasiswa FK Ukrida
Jadi, Kemal kemungkinan tidak merokok
Semua mantan Dekan FK adalah dokter
Dekan FK yang sekarang adalah seorang Dokter
Jadi, masuk akal kalau menduga Dekan FK yang akan datang juga adalah
Dokter
Sebuah argumen induktif tidak kuat disebut argumen lemah. Sebuah argumen
induktif adalah sebuah argumen yang mana kesimpulannya kemungkinan tidak mengikuti
premis . Dengan kata lain sebuah argumen induktif lemah adalah sebuah argumen
induktif dalam mana sebuah premis, bahkan jika dianggap benar sekali pun, tidak
membuat kesimpulan menjadi mungkin.
Contoh:
55 % mahasiswa Ukrida adalah penggemar bulu tangkis
Jumardi Soleh, mahasiswa berasal dari Malaysia, adalah penggemar bulu
tangkis
Oleh karena itu, Jumardi Soleh kemungkinan penggemar bulu tangkis
Semua dokter yang lulus terbaik selama ini adalah wanita
Jadi, masuk akal jika dokter yang lulus terbaik tahun depan kemungkinan adalah
juga wanita.
Oleh karena kesimpulan dari argumen di atas kemungkinan tidak benar meskipun kita
mengasumsikan premis benar, argumen itu adalah argumen induktif lemah.
Sama seperti argumen deduktif sah, argumen kuat secara induktif dapat memiliki
berbagai variasi benar atau salah dalam kesimpulan. Beberapa argumen kuat secara
induktif memiliki premis yang salah dan kemungkinan konklusi salah.
Contoh:
Semua Wakil Presiden RI sebelumnya adalah wanita.
Jadi masuk akal jika Wakil Presiden yang akan datang adalah wanita.
Ada juga argumen induktif kuat yang memiliki premis yang salah dan sebuah konklusi
yang barang kali benar.
Contoh:
Setiap presiden yang sebelumnya adalah Golkar atau PDIP
Oleh karena itu, presiden yang akan datang adalah Golkar atau PDIP
Dan beberapa argumen induktif kuat memiliki premis benar dan barang kali kesimpulan
benar.
Setiap presiden yang sebelumnya adalah berumur di atas 50 tahun
Oleh karena itu, barang kali presiden yang akan datang adalah di atas 50 tahun
Baimana pun, seperti dalam argumen deduktif sah, ada satu kombinasi kebenaran atau
kesalahan yang tidak dapat dimiliki argumen induktif kuat. Karena, dengan definisi,
sebuah argumen induktif adalah sebuah argumen dalam mana konklusi mengikuti
barangkali dari premis, tidak ada argumen induktif kuat dapat memiliki premis benar dan
sebuah kesimpulan yang barangkali salah.

19

Di pihak lain, argumen-argumen induktif lemah, seperti argumen deduktif tidak


sah, dapat memiliki setiap kombinasi benar atau salah dalam premis dan kesimpulan.
Contoh:
Kebanyakan dokter alumni Ukrida perhatian sama pasien
Oleh karena itu, siapa pun yang tamat dari Ukrida bekerja di Rumah Sakit.
Kebanyakan dekan Ukrida adalah pria
Oleh karena itu, dekan Ukrida yang akan datang adalah profesor
Semua yang pernah menjadi presiden Indonesia adalah pria
Oleh karena itu, barangkali Presiden Indonesia yang akan datang adalah dari
kalangan cendekiawan
Kebanyakan pecandu alkohol semakin sehat
Oleh karena itu, barang kali pengusaha buah-buahan akan bangkrut.
Semua argumen induktif di atas lemah. Yaitu bahwa kesimpulannya barangkali tidak
mengikuti premis, meskipun mungkin premisnya benar. Argumen yang pertama memiliki
premis yang benar dan kesimpulannya benar. Argumen yang kedua, premisnya benar dan
kesimpulannya salah. Argumen yang ketiga, memiliki argumen yang salah dan
kesimpulan yang kemungkinan benar. Argumen yang keempat memiliki premis yang
salah dan kemungkinan kesimpulan salah.
Contoh ini menjelaskan, apakah argumen induktif adalah kuat atau lemah secara
umum tidak tergantung pada kenyataan premis atau kesimpulan benar atau salah.
Agaknya, malah tergantung pada apakah sebuah kesimpulan akan barangkali benar jika
premis benar. Dus, dasar test dari kekuatan induktif adalah, Jika premis argumen induktif
semua benar, apakah kesimpulan menjadi benar? Jika jawaban tidak maka argumen itu
adalah induktif lemah.
Dalam banyak hal, konsep kekuatan induktif mirip dengan konsep valditas
deduktif. Akan tetapi ada dua perbedaannya: Pertama, kekuatan induktif, seperti halnya
validitas deduktif, melakukan perbandingan. Argumen deduktif, 100 % valid atau 100 %
invalid. Argumen induktif kebalikannya, dapat menjadi kurang atau lebih kuat secara
induktif.
Contoh:
Menurut ramalan cuaca 60 % kemungkinan hujan turun pada hari ini.
Oleh karena itu, barangkali hujan turun pada hari ini.
Menurut ramalan cuaca 90 % kemungkinan hujan turun pada hari ini.
Oleh karena itu, barangkali hujan turun pada hari ini.
Menurut ramalan cuaca 30 % kemungkinan hujan turun pada hari ini.
Oleh karena itu, barangkali hujan turun pada hari ini.
Menurut ramalan cuaca 10 % kemungkinan hujan turun pada hari ini.
Oleh karena itu, barangkali hujan turun pada hari ini.
Yang pertama dan kedua adalah argumen induktif kuat, karena kesimpulan barangkali
benar jika premis benar. Bagaimana pun argumen yang kedua lebih kuat dari yang

20

pertama oleh karena memberi dukungan yang lebih kuat bagi kesimpulannya
dibandingkan dengan argumen yang pertama. Demikian juga argumen yang ketiga
terhadap argumen yang keempat, yang kedua terhadap yang ketiga dan argumen yang
keempat adalah yang terlemah memberi dukungan bagi kesimpulannya.
Jadi, tidak demikian argumen deduktif, tidak ada argumen deduktif yang satu
lebih kuat dengan yang lain, sementara dalam argumen induktif yang sedemikian kita
temukan tingkat-tingkatan itu.
Kedua, perbedaan penting lain antara argumen deduktif sah dengan argumen
induktif kuat adalah bahwa argumenyang secara deduktif sah tetap 100% sah walau pun
premis baru ditambahkan, argumen yang secara induktif kuat dapat dikuatkan atau
dilemahkan oleh penambahan premis baru.
Contoh:
90 % mahasiswa FK Ukrida lulus dalam waktu 5 tahun
Rizky adalah mahasiwa FK Ukrida
Oleh karena itu, Rizky kemungkinan akan lulus dalam waktu 5 tahun
Argumen induktif seperti ini relatif kuat. Nah kita dapat menambahkan sebuah
premis agar menjadi lebih kuat lagi:
90 % mahasiswa FK Ukrida lulus dalam waktu 5 tahun
Rizky adalah mahasiwa FK Ukrida
(Rizky adalah mahasiwa FK Ukrida yang sangat cerdas, rajin, tekun dan memiliki
IPK tertinggi)
Oleh karena itu, Rizky kemungkinan akan lulus dalam waktu 5 tahun
Atau dapat ditambahkan kebalikannya:
90 % mahasiswa FK Ukrida lulus dalam waktu 5 tahun
Rizky adalah mahasiwa FK Ukrida
(Rizky adalah mahasiwa FK Ukrida yang pemalas, suka bolos dan suka melawan
dosen)
Oleh karena itu, Rizky kemungkinan akan lulus dalam waktu 5 tahun
Sebaliknya, argumen deduktif sah tetap sah kendati pun ditambahkan premis baru.
Sebuah argumen induktif dapat secara induktif kuat dan masih tetap lemah.
Contoh:
Semua presiden RI memakai peci waktu upacara
Oleh karena itu, barangkali presiden RI yang akan datang memakai peci waktu
upacara.
Meskipun argumen ini secara induktif kuat, namun ini adalah argumen yang lemah oleh
karena premisnya jelas salah. Presiden wanita, Megawati, tidak pernah memakai peci
waktu upacara. Jadi premis jelas salah. Sebuah argumen induktif yang baik harus
keduanya benar (secara induktif dinalar dengan baik) dan semua premis benar. Jika
argumen induktif kuat dan premisnya benar maka disebut argumen yang dapat
dipercaya/kuat (a cogent argumen). Jika sebuah argumen keduanya secara induktif lemah
dan semua premisnya salah maka disebut argumen yang tidak dapat dipercaya/tidak kuat
(a cogent argumen).
Contoh:.
Semua presiden AS adalah suami
Oleh karena itu, kemungkinan presiden AS yang akan datang adalah pria.

21

Semua presiden AS yang lalu dalah dari Demokrat


Oleh karena itu, barang kali presiden AS yang akan datang adalah Demokrat.
Semua presiden AS yang lalu dalah dari Demokrat
Oleh karena itu, barang kali presiden AS yang akan datang adalah Republik
Argumen yang pertama meyakinkan (cogent) karena bertemu kedua kondisi argumen
yang meyakinkan: premisnya benar dan argumennya secara induktif kuat. Argumen yang
kedua, tidak meyakiankan oleh karena salah satu kondisi aargumen yang meyakinkan
salah: premisnya salah. Argumen yang ketiga, tidak meyakinkan oleh karena kedua
kondisi argumen meyakinkan salah: premisnya salah dan argumennya secara induktif
lemah.

Ringkasan Definisi Kunci.


Argumen:
Serangkaian pernyataan dalam mana suatu klaim (yang disebut konklusi)
dikedepankan dan dibela dengan alasan (disebut premis)
Argumen deduktif:
Adalah sebuah argumen dalam mana konklusi dituntut atau dimaksudkan untuk
perlu mengikuti premis premis.
Argumen induktif:
Sebuah argumen dalam mana sebuah konklusi dituntut atau dimaksudkan untuk
mengikuti kemungkinan dari premis.
Argumen sah:
Sebuah argumen dalam mana konklusinya harus mengikuti premis-yaitu sebuah
argumen deduktif di mana tidak mungkin bagi sebuah premis menjadi benar dan
kesimpulan salah.
Argumen tidak sah:
Sebuah argumen dalam mana konklusinya tidak harus mengikuti premis-yaitu
sebuah argumen deduktif di mana mungkin bagi sebuah premis menjadi benar
dan kesimpulan salah.
Argumen suara:
Sebuah argumen deduktif yang keduanya sah dan kedua premisnya benar
Argumen tanpa suara:
Sebuah argumen deduktif yang tidak sah atau pada akhirnya satu salah, premis
atau keduanya.
Argumen kuat:
Sebuah argumen induktif yang kesimpulannya kemungkinan mengikuti premis
yaitu sebuah argumen induktif dalam mana tak mungkin kesimpulannya salah
jika premis benar.
Argumen lemah:
Sebuah argumen induktif yang kesimpulannya kemungkinan tidak mengikuti
premis yaitu sebuah argumen induktif dalam mana tak mungkin bahwa jika
premis benar, kesimpulannya benar.
Argumen meyakinkan:
Sebuah argumen induktif yang keduanya kuat dan semua premisnya benar
Argumen tidak meyakinkan:

22

Sebuah argumen induktif yang lemah atau pada akhiranya satu premis salah,
atau keduanya salah

Menguji Validitas
Memutuskan apakah suatu argumen sah atau tidak sah merupakan kegiatan tersendiri.
Berikut ini dikemukakan tes informal tiga jenjang yang kadang-kadang dapat digunakan
untuk menguji validitas suatu argumen.
Langkah pertama:
Lihat apakah premisnya benar kesimpulanya salah. Jika demikian maka argumen itu
tidak sah. Jika tidak demikian, maka argumen itu tidak sah, atau kita tidak dapat
menentukan apakah premis dan kesimpulan salah atau benar. Maka masuk ke
langkah ke dua.
Langkah kedua.
Lihat jika kau dapat memahami suatu kemungkinan skenario di mana premisnya
mungkin benar dan kesimpuannya mungkin salah. Jika dapat maka argumennya tidak
sah. Jika tidak dapat, dan tidak jelas bahwa kesimpulan mengikuti secara sah dari
premis, maka teruskan ke langkah tiga.
Langkah ke tiga.
Cobalah membuat contoh kebalikan- sejenis argumen paralel itu-yang membuktikan
bahwa argumen itu tidak sah. Jika dapat mengkonstruksi kebalikan yang demikian,
maka agrumennya tidak sah. Jika tidak dapat, biasanya dapat mengamankan
kesimpulan yang argumennya sah.
Langkah pertama:
Sebuah argumen sah adalah sebuah argumen yang kesimpulannya tidak mungkin salah.
Dus tes sederhana untuk validitas adalah untuk memeriksa apakah premis sungguhsungguh benar dan kesimpulan sungguh-sungguh salah. Jika demikian maka argumen
tersebut tidak sah.
Jika Michael Jordan adalah pemain base ball terbesar dunia maka dia adalah
atlet besar.
Michael Jordan adalah atlet besar.
Oleh karena itu, Michael Jordan adalah pemain base ball terbesar dunia.
Di sini dua premisnya adalah benar dan kesimpulannya adalah salah. Dus argumen
tersebut adalah tidak sah.
Untunglah, karena argumen induktif dapat memiliki setiap kombinasi kebenaran
atau kesalahan dan argumen sah dapat memiliki setiap kombinasi kecuali premis benar
dan sebuah kesimpulan salah, tes langkah pertama tidak menghasilkan apa-apa tentang
kesahan dan ketidaksahan argumen yang tidak memiliki kombinasi dari premis yang
benar dan kesimpulan yang salah. Dengan argumen yang seperti itu kita harus
melanjutkan ke langkah dua.
Langkah dua:
Langkah dua melibatkan sejenis pikiran eksperimen.
Karena sebuah argumen sah adalah sebuah argumen dalam mana tidak mungkin bagi
sebuah kesimpulan menjadi salah jika premisnya benar, kita dapat lihat bahwa sebuah
argumen adalah tidak sah jika kita dapat membayangkan setiap lingkungan yang secara

23

logika mungkin dalam mana premis adalah benar dan kesimpulan salah. Perhatikan
contoh berikut:
Professor Butterfingers sedang mengerjakan bom hidrogen ketika terjadi ledakan
di depannya.
Oleh karena itu, Professor Butterfingers meninggal.
Dapatkah kita bayangkan setiap situasi, tetapi yang tidak sama atau tidak mungkin, dalam
mana premis argumen ini benar dan kesimpulan salah? Pasti. Barangkali professor
Butterfingers nyatanya adalah robot yang tidak terhancurkan dalam penyamaran ini. Atau
pada saat bom meledak ia terlempar dengan pesawatnya mengorbit ke angkasa. Banyak
hal dapat dibayangkan sehingga premis benar dan kesimpulan salah. Jadi kesimpulan
tidak menyusul segera secara logika dari premis. Jadi argumen ini tidak sah secara
deduktif. Contoh lain:
Jutaan orang Amerika adalah Demokrat
Jutaan orang Amerika adalah berambut pirang
Oleh karena itu, setidak-tidaknya beberapa orang Amerika yang demokrat pasti
berambut pirang
Di sini tidak sulit membayangkan lingkungan dalam mana premis benar dan kesimpulan
salah (bayangkan sebuah dunia yang alasannya aneh, adalah tidak sesuai aturan
mengatakan berambut pirang menjadi demokrat). Fakta belaka yang kita dapat
bayangkan sebuah dunia memperlihatkan bahwa sebuah konklusi tidak mengikuti perlu
dari premis.
Sayang sekali, eksperimen gagasan jenis pekerjaan ini hanya mungkin bila
seseorang dapat membayangkan dengan jelas suatu lingkungan dalam mana semua
premis benar dan kesimpulan salah. Akan tetapi, kadang-kadang, kita bertemu argumen
(misalnya argumen yang kompleks secara logika) yang mana sulit untuk melakukannya.
Langkah tiga:
Langkah tiga juga melibatkan sejenis eksperimen pikiran tetapi lebih tajam
dielaborasi dibanding langkah dua. Dalam langkah dua pertanyaannya: Apakah ada cara
yang dapat dipahami bahwa argumen partikular ini memiliki semua premis benar dan
sebuah kesimpulan salah?. Sementara itu dalam langkah tiga kita bertanya: Apakah ada
cara yang dapat dipahami bahwa setiap argumen dengan pola logika partikular ini
memiliki semua premis benar dan sebuah kesimpulan salah?. Jika jawabnnya ya, maka
argumen itu tidak sah (invalid).
Langkah tiga, melibatkan sebuah prosedur yang biasanya disebut metode
kebalikan pembuktian tidak sah (counterexample method of proving invalidity). Contoh
metode ini:
Langkah pertama:
Tentukan pola logika, atau bentuk, dari argumen yang sedang kau uji
ketidaksahannya, gunakan surat (A,B,C dst) untuk mewakili semua term dalam
argumen.
Langkah dua:
Rancanglah sebuah argumen yang kedua yang bentuknya persis sama seperti
argumen yang kau uji tetapi memiliki premis-premis yang benar dan sebuah
kesimpulan jelas salah.
Metode itu bekerja oleh karena sebuah argumen yang sah tidak pernah memiliki
premis yang benar dan kesimpulan yang salah. Dus setiap berjumpa dengan argumen

24

yang premisnya benar dan kesimpulannya salah, kita dapat mengetahui bahwa itu adalah
tidak sah. Oleh karena validitas lebih ditentukan oleh bentuk logika dari argumen dari
pada oleh kebenaran aktual atau kesalahan aktual premis dan kesimpulan. Kita juga
mengetahui segera bahwa setiap argumen yang memiliki bentuk yang seperti itu harus
tidak sah. Jika dapat menemukan contoh-banding (counterexample), bentuk argumen
seperti itu memiliki semua premis benar dan sebuah kesimpulan salah), maka engkau
juga dapat membuktikan bahwa semua bentuk argumen seperti itu adalah tidak sah.
Berikut kita coba menerapkan metode contoh-banding dalam argumen dengan
mengandaikan ingin mengetahui apakah valid atau invalid.
Contoh pertama:
Beberapa orang Demokrat adalah konservatif, dan beberapa orang Demokrat
adalah pihak-pemilih.Oleh karena itu, beberapa orang konservatif adalah pihak
pemilih.
Langkah pertama dalam metode-contoh adalah menentukan bentuk logika dari suatu
argumen. Agar supaya kita terhindar dari kesalah dalam menentukannya maka perlu kita
memberi nomor pada setiap langkah argumen tersebut dengan kesimpulan yang terakhir.
1. Beberapa orang Demokrat adalah konservatif,
2. Beberapa orang Demokrat adalah pihak pemilih.
3. Oleh karena itu, beberapa orang konservatif adalah pihak pemilih
(Catatan: bahwa dalam logika, beberapa, selamnya mengartikan sekurang-kurangnya
satu,- yaitu beberapa dan barang kali semua. Beberapa tidak pernah diartikan
beberapa tetapi tidak semua. Jadi, dalam logika, ketika kita mengatakan beberapa
anjing adalah binatang, kita mengatikan bahwa Sekurang-kurangnya satu anjing adalah
binatang, (Yang mana adalah benar), bukan beberapa tetapi tidak semua anjing adalah
binatang. (Yang adalah salah).
Berikut, kita menandai kalimat-kalimat seperti di atas untuk mewakili term yang
beraneka ragam dalam sebuah argumen. Misalnya, Jika penggunaan As untuk
mewakili Demokrat, Bs untuk mewakili konsevatif, dan Cs mewakili pihak
pemilih. Maka kita mendapatkan hasil sbb.:
1. Beberapa As adalah Bs
2. Beberapa As adalah Cs
3. Oleh karena itu, beberapa Bs adalah Cs.
Inilah bentuk sebuah logika argumen dalam contoh. 1. Jika telah dapat menentukan
bentuk seperti ini, kita telah melengkapi langkah pertama metode contoh banding.
Langkah kedua dalam metode contoh banding melibatkan usaha mengkonstruksi
sebuah argumen yang kedua yang bentuknya persis sama sperti argumen yang dites tetapi
(tidak sama dengan yang pertama)
telah secara jelas premis-premisnya benar dan konklusinya jelas salah. Dengan bentukbentuk argumen yang sangat tidak sah, mungkin saja kita mengkontruksi contoh banding
yang seperti itu, misalnya dengan menggunakan beberapa term: anjing-anjing,
kucing-kucing, binatang-binatang, orang-orang, wanita-wanita, buah-buahan,
appel-appel, dst. yang semuanya itu menunjukkan beberapa dan bukan satu (jamak dan
bukan tunggal). Gunakan term binatang-binatang sebagai substitusi term As, dan
anjing-anjing sebagai substitusi term Bs, dan term kucing-kucing sebagai
pengganti term Cs, kita dapat mengkonstruksi sebuah argumen yang memiliki bentuk

25

yang sama dengan argumen dalam contoh 1 itu, tetapi jelas-jelas memiliki premis yang
benar dan sebuah kesimpulan yang salah.
Misalnya:
1. Beberapa binatang adalah anjing. (benar)
2. Beberapa binatang adalah kucing. (benar)
3. Oleh karena itu, beberapa kucing adalah anjing. (salah)
Dengan ini kita telah mengkonstruksi sebuah contoh banding terhadap argumen.
Contoh lain:
1. Beberapa buah-buahan adalah apple.(benar)
2. Beberfapa buah-buahan adalah mangga. (benar)
3. Beberfapa apple adalah mangga. (salah)
1. Beberapa orang politisi adalah dari partai Golkar. (benar)
2. Beberapa orang politisi adalah dari partai PDIP. (benar)
3. Oleh karena itu, beberapa orang Golkar adalah orang PDIP. (salah)
Contoh kedua:
Jika betul Allah ada, maka hidup ini bermakna. Sebab itu, Allah benar ada, karena
hidup ini bermakna.
Kita mencoba memberi nomer dari kalimat di tersebut atas:
1. Jika betul Allah ada, maka hidup ini sungguh bermakna
2. Hidup ini sungguh bermakna
3. Oleh karena itu Allah betul ada.
Sekarang kita identifikasi bentuk argumen tersebut. Gunakanlah A untuk mewakili
kalimat/pernyataan Allah betul ada, dan B untuk pernyataan Hidup ini bermakna,
maka kita akan mendapatkan:
1. Jika A maka B
2. B
3. Maka, A.
Akhirnya, kita mencoba untuk mendapatkan sebuah argumen yang persis sama bentuknya
tetapi jelas premisnya benar dan kesimpulannya salah. Mulai dengan memperhatikan
contoh berikut:
1. Jika Nuri adalah seekor burung, maka nuri adalah binatang .(benar)
2. Nuri adalah seekor binatang. (benar)
3. Maka, Nuri adalah seekor burung. (benar).
Dalam contoh ini semua benar baik kedua premis maupun sebuah kesimpuannya. Nah,
bukan yang seperti yang dimaksudkan, sebab seharusnya semua premis jelas adalah
benar dan kesimpulannya jelas adalah salah. Perhatikan contoh berikut ini:
1. Jika John F Kennedy dibunuh oleh pelaku tunggal, maka John F Kennedy
meninggal .(benar)
2. John F Kennedy telah meninggal .(benar)
3. Maka, John F Kennedy dibunuh oleh pelaku tunggal (benar?/salah?)
(Hingga kini belum jelas siapa pembunuh John F Kennedy, konon salah satu dugaan
adalah pelaku tunggal, dugaan lain adalah suatu sindikat. Sebab itu kesimpulan
argumen di atas bisa benar dan bisa salah. Yang diharapkan juga bukan seperti itu,
tetapi kesimpulannya harus jelas salah.
Contoh:

26

1. FK Ukrida berada di Jakarta. (benar)


2. Jakarta adalah ibu kota Indonesia. (benar)
3. Maka, FK Ukrida adalah ibu kota Indonesia. (salah).
1. Jika Jakarta berada di Sumatera, maka Jakarta berada di Indonesia. (benar)
2. Jakarta berada di Indonesia. (benar)
3. Jakarta berada di Sumatera. (salah).
Contoh-contoh ini adalah contoh-banding yang kita cari-cari. Kini kita telah buktikan
bahwa contoh dua tidak memiliki bentuk sebuah argumen yang sah dan karena itu tidak
sah.
1. Jika Jakarta berada di Sumatera, maka Jakarta berada di Indonesia. (benar)
2. Jakarta berada di Indonesia. (benar)
3. Jakarta berada di Sumatera. (salah).
Perhatikan juga contoh ketiga:
Contoh ketiga:
Beberapa orang anggota DPR adalah dari PDIP. Karena itu, beberapa orang
anggota DPR adalah politisi, karena semua anggota DPR adalah politisi.
Pertama: kita perlu menomori ke dua premis dan satu kesimpulannya
1. Beberapa orang anggota DPR adalah dari PDIP
2. Semua anggota DPR adalah politisi.
3. Karena itu, beberapa orang anggota PDIP adalah politisi.
Selanjutnya, kita identifikasi bentuk argumen tersebut.
1. Beberapa As adalah Bs
2. Semua As adalah Cs
3. Oleh karena itu, beberapa Bs adalah Cs.
Terakhir, kita mencoba membuat sebuah contoh-banding
1. Beberapa anjing adalah kucing. (benar)
2. Semua anjing adalah binatang menyusui . (benar)
3. Karena itu, beberapa binatang adalah binatang menyusui. (benar)
1. Beberapa mangga adalah hijau (benar)
2. Semua mangga adalah buah-buahan. (benar)
3. Oleh karena itu semua yang berwarna hijau adalah buah-buahan. (benar)
Bukan yang seperti yang kita maksudkan, walau kedua premisnya benar tetapi
kesimpulannya juga masih benar. Perhatikan juga contoh berikut.
1. Beberapa mahasiswa keranjingan dangdut. (benar)
2. Semua mahasiswa keranjingan pisang gorang. (salah)
3. Oleh karena itu, beberapa orang yang keranjingan dangdut adalah juga
keranjingan pisang gorang (benar)
Contoh di atas ini juga salah, oleh karena bukan hanya kesimpulannya benar tetapi
sebuah premisnya juga salah. Dalam hal ini, kita patut mencurigai bahwa alasan tidak
mendapatkan sebuah contoh-banding adalah bawa di situ tidak ditemukan contoh
banding, karena hal yang menyenangkan adalah sah. Dan, itulah persoalannya.
Seseorang dapat bekerja hingga kiamat mencoba lewat sebuah contoh-banding ke sebuah
argumen dalam contoh tiga dan tidak pernah berhasil, karena bentuk argumen itu seperti
menjamin sebuah kesimpulan yang benar jika menembak dalam premis yang benar.

27

Inilah pertanyaan penting: Untuk tujuan apa mengeluarkan anduk itu?. Untuk tujuan apa
tepatnya menyimpulkan bahwa sebuah alasan tidak menemukan sebuah contoh-banding
terhadap sebuah argumen partikular yang tidak imjinatif secara mencukupi atau
mengadakan dalam percobaanmu tetapi, agaknya, bahwa argumen tersebut hanya sah?
Jadi menggunakan contoh banding tidak akan sempurna. Akan tetapi, sebagai
suatu aturan, sesudah tiga atau empat percobaan pada umumnya sudah wajarlah apabila
kita mengasumsikan bahwa tidak ditemukan contoh banding dengan cara itu. Akan tetapi,
untuk mengujinya, aturannya adalah: Cobalah sebanyak-banyaknya percobaan sejauh
dimungkinkan.

28

Anda mungkin juga menyukai