Anda di halaman 1dari 15

PEMETAAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH

BERDASARKAN PENYAKIT DAN KARAKTERISTIK WILAYAH


MENGGUNAKAN HYBRID KORESPONDENSI
Al Azhar1*, Latifah Rahayu Siregar 2, Nany Salwa 3
123
Jurusan Statistika, FMIPA, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia
E-mail: azharal200@gmail.com*; latifah.rahayu@unsyiah.ac.id; nanysalwa@gmail.com
Abstrak Informasi Artikel
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan Sejarah Artikel:
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, untuk mendukung Diajukan
keberhasilan pembangunan kesehatan diperlukan suatu informasi dan data 21 Februari 2023
penunjang pembangunan kesehatan terutama mengenai penyakit yang tersebar di
suatu wilayah, serta penyebab terjadinya suatu penyakit pada masyarakat. Penelitian
ini bertujuan untuk mengelompokkan penyebaran penyakit menular dan tidak
Kata Kunci:
menular serta karakteristik wilayah di Provinsi Aceh tahun 2021 menggunakan Pembangunan
analisis Hybrid Korespondensi, yaitu penggabungan antara analisis Korespondensi kesehatan
dan Biplot Komponen Utama. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi Hybrid
berupa pengelompokkan penyakit dan karakterisitk wilayah kabupaten/kota di korespondensi
Provinsi Aceh tahun 2021 agar pemerintah dapat segera mengambil kebijakan untuk Biplot komponen
mengatasi masalah tersebut. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data utama
dari variabel penyakit menular dan penyakit tidak menular serta karakteristik
Korespondensi
wilayah sebanyak 230 amatan. Analisa data dimulai dari Uji Independensi
menggunakan Uji Chi-square didapatkan bahwa terdapat hubungan antara variabel
kabupaten/kota dengan variabel penyakit serta karakteristik wilayah, kemudian
membentuk peta korespondensi antara kabupaten/kota dengan penyakit, selanjutnya
titik koordinat pemetaan vektor karakteristik wilayah dipetakan ke peta yang
dihasikan oleh analisis korespondensi. Didapatkan hasil suatu peta persepsi yang
dapat menampilkan objek (kabupaten/ kota), kategori kolom (penyakit), dan
karakteristik objek (karakteristik wilayah) secara bersamaan dalam satu peta.
Persetase keragaman yang dihasilkan oleh pemetaan ini menghasilkan 92,96%
artinya kualtias peta yang dihasilkan sudah cukup baik.
Abstract
Health development is part of national development that aims to improve the health Keyword:
status of the community as high as possible. To support the achievement of health Health development
development, information and data to support health development are needed, Correspondence
especially regarding diseases that are spread in an area, as well as the causes of
hybrid
disease in the community. This study aims to classify the spread of communicable and
non-communicable diseases as well as regional characteristics in Aceh Province in Principal
2021 using Hybrid Correspondence analysis, which is a combination of component biplot
Correspondence analysis and Main Component Biplot. It is hoped that this research Correspondence
can provide information in the form of disease grouping and characteristics of
districts/cities in Aceh Province in 2021 so that the government can immediately
adopt policies to address this problem. The data used in this study are data from the
variables of communicable and non-communicable diseases and regional
characteristics of 230 observations. Data analysis was started from the Independence
Test using the Chi-square Test with the finding that there was a relationship between
district/city variables and disease variables and regional characteristics, then
forming a correspondence map between districts/cities and disease, then the
coordinate points of the vector plots of regional characteristics were mapped onto the
resulting map by correspondence analysis. A perception map is produced that can
display objects (regencies/cities), column categories (disease), and object
characteristics (regional characteristics) simultaneously in one map. The percentage
diversity produced by this fishery yields 92.96%, meaning that the quality of the map
produced is quite good

1
1. Pendahuluan
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan harus diimbangi
dengan intervensi perilaku yang memungkinkan masyarakat lebih sadar dengan melakukan
hidup sehat. Perilaku tersebut menjadi prasyarat pembangunan kesehatan yang berkelanjutan.
Keberhasilan pembangunan kesehatan didukung oleh adanya ketersediaan data dan informasi
yang akurat bagi proses pengambilan keputusan dan perencanaan program. Data yang paling
dibutuhkan adalah data mengenai penyakit yang diderita di suatu wilayah serta karakteristik dari
wilayah tersebut. Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2021, Provinsi Aceh
merupakan salah satu provinsi dengan kondisi kesehatan yang tergolong rendah, yaitu peringkat
jumlah kabupaten/kota sehat menurut provinsi tahun 2021 berada pada urutan ke-28 dari 34
provinsi di Indonesia. Provinsi Aceh hanya memiliki 1 dari 23 kabupaten/kota yang tergolong
sehat. Hal tersebut menjadi suatu permasalahan yang sangat mengkhawatirkan.
Dinas kesehatan Provinsi Aceh tahun 2021 menyebutkan bahwa secara garis besar
terdapat dua jenis penyakit yaitu penyakit menular dan tidak menular. Penyakit menular
merupakan penyakit yang diakibatkan infeksi bakteri, virus, jamur, maupun parasit yang
menyebar dari satu orang ke orang lainnya. Penyakit tidak menular merupakan penyakit yang
tidak bisa ditularkan oleh penderita ke orang lain, jenis penyakit ini berkembang secara
perlahan dan terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Beberapa penyakit yang termasuk
golongan penyakit menular antara lain tuberkulosis (TBC), pneumonia, diare, kusta, sedangkan
penyakit tidak menular yaitu penyakit hipertensi, diabetes melitus, orang dengan gangguan jiwa
(ODGJ). Beberapa penyakit tersebut umumnya diderita oleh masyarakat kabupaten/kota di
Provinsi Aceh. Banyak faktor penyebab terjadinya penyakit beberapa diantaranya seperti
kepadatan penduduk, perumahan dan pengolahan makanan, dimana ketiga hal tersebut menjadi
karakteristik suatu wilayah.
Kepadatan penduduk sangat erat hubungannya dengan kesehatan suatu masyarakat,
dimana semakin tinggi kepadatan penduduk maka semakin tinggi risiko penyebaran penyakit
menular yang cepat dan meluas. Selain itu kepadatan penduduk yang tinggi juga dapat
berpengaruh terhadap gaya hidup yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan kondisi
lingkungan yang buruk sehingga berdampak terhadap penyebaran penyakit tidak menular [13].
Sanitasi juga menjadi hal yang harus diperhatikan, sanitasi yang buruk dapat menyebabkan
penularan berbagai macam penyakit. Pencegahan penyebaran suatu penyakit dapat dilakukan
dengan memperhatikan kualitas air dan akses pada air bersih, ketersediaan jamban, pengolahan
air limbah, pembuangan sampah dan lainnya [13]. Selain kepadatan penduduk dan sanitasi,
tempat pengolahan makanan atau TPM juga harus diperhatikan dengan cara mengelola
makanan secara efektif untuk mencegah gangguan kesehatan akibat dari penyakit yang
ditimbulkan dari pengolahan makanan yang tidak higienis [13].
Berdasarkan penjelasan tersebut penyebaran penyakit menular dan tidak menular
merupakan suatu hal yang sangat mengkhawatirkan. Pemerintah selaku pemangku kebijakan
perlu melakukan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit yang tepat. Sebagai langkah
awal perlu dilakukan identifikasi hubungan antara karakteristik wilayah dengan penyebaran
penyakit menular dan tidak menular untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Aceh yang dapat
dilakukan secara visual. Beberapa metode yang digunakan adalah Multiple Correspondence
Analysis, General Procrustean Analysis, Analisis Hybrid Korespondensi, Analisis Biplot dan
Analysis of Multiple Distance Matrices. Metode Multiple Correspondence Analysis, General
Procrustean Analysis, Analisis Biplot dan Analysis of Multiple Distance Matrices terdapat
beberapa kekurangan, yaitu tidak dapat memetakan objek, karakteristik objek, dan kategori
kolom dalam satu peta. Penelitian ini menggunakan Analisis Hybrid Korespondensi
dikarenakan dapat memetakan objek, karakteristik objek, dan kategori kolom dalam satu peta.
Analisis Hybrid Korespondensi merupakan metode yang menggabungkan Analisis
Korespondensi dan Biplot Komponen utama, sehingga diperoleh peta objek, kategori kolom,
dan karakteristik objek dalam satu peta. Hal ini dikarenakan pemetaan objek pada Analisis
2
Korespondensi ataupun Biplot komponen Utama sama-sama berdasarkan pada skor faktor
matriks efek baris. Pada analisis ini, data kategori kolom untuk setiap objek berbentuk tabel
kontingensi dengan sel merupakan data diskrit dan data variabel karakteristik untuk setiap
objek merupakan data kontinus [13].
Penelitian terdahulu mengenai Analisis Hybrid Korespondensi, seperti yang dilakukan
[13] dimana Analisis Hybrid Korespondensi digunakan untuk memetakan kesamaan tingkat
penerimaan masyarakat tiap kecamatan terhadap kebijakan pemerintah daerah Kabupaten
Malinau, dan memetakan hubungannya dengan jumlah akseptor dan jumlah kelahiran bayi tiap
kecamatan di Kabupaten Malinau. Dihasilkan bahwa dari 14 kecamatan yang diteliti, terdapat 4
kecamatan yang menerima atau menyetujui keputusan dari pemerintah daerah Kabupaten
Malinau. Penelitian lainnya yang mengenai Hybrid Korespondensi yaitu dilakukan oleh [13]
dengan judul pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan
penyakit dan penyebabnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 10 penyakit
terbanyak yang diderita oleh masyarakat pada kabupaten/ kota di Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Dihasilkan penyakit-penyakit yang dominan pada setiap kabupaten serta penyebab yang
dominan seperti Kabupaten Dompu dan Sumbawa Barat dominan terhadap penyakit pilek
dengan penyebab penyakit yang dominannya adalah rumah sehat belum memenuhi syarat
(RSBM). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Juliadi terdapat perbedaan dari variabel yang
digunakan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada indikator yang
digunakan oleh dinas Kesehatan Aceh tahun 2021 yaitu penyakit menular dan tidak menular
serta karakteristik wilayah. Maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan peta persepsi
berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Aceh menggunakan analisis Hybrid Korespondensi.
Peta persepsi yang digambar berdasarkan penyakit menular dan tidak menular serta
karakteristik dari wilayah secara bersamaan dalam satu peta.

2. Tinjauan Kepustakaan
2.1 Penyakit
Beberapa pengertian mengenai penyakit antara lain menurut Gold Medical Dictionary
penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara
tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi struktur, bagian,
organ atau sistem dari tubuh. Sedangkan menurut Arrest Hofte Amsterdam, penyakit bukan
hanya berupa kelainan yang terlihat dari luar saja, tetapi juga suatu keadaan terganggu dari
keteraturan fungsi dari tubuh. Dari kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penyakit adalah suatu keadaan gangguan bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada didalam
keadaan yang tidak normal [13].

2.2 Penyakit Menular


Penyakit menular merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit
yang dapat ditularkan melalui media tertentu. Penyakit menular sering disebut penyakit infeksi
karena penyakit ini ditularkan melalui berbagai macam media seperti udara, jarum suntik,
transfusi darah, tempat makan atau minum, dan lain sebagainya [1]. Beberapa penyakit menular
menurut [1] diantaranya: Tuberkulosis, pneumonia, diare, kusta dan covid-19.

2.3 Penyakit Tidak Menular


Penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak dapat ditularkan kepada orang lain.
Penyakit tidak menular biasanya terjadi karena faktor keturunan dan gaya hidup yang tidak
sehat. Meskipun kita dekat atau kontak fisik penderita penyakit tidak menular kita tidak akan
tertular penyakit tersebut [1]. Beberapa penyakit tidak menular menurut [1] diantara lain:
hipertensi, diabetes melitus dan orang dalam gangguan jiwa (ODGJ).

2.4 Karakteristik Wilayah


2.4.1 Sanitasi Tidak Layak
Sanitasi adalah salah satu sektor yang penting dalam kehidupan sehari-hari pada suatu
pemukiman masyarakat. Sanitasi yang baik diperlukan untuk menciptakan kebersihan dan
kenyamanan di lingkungan tempat tinggal. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di
3
beberapa aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat serta
munculnya beberapa penyakit [1]. Definisi rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak
adalah apabila fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain
dilengkapi dengan jenis kloset leher angsa atau plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat
pembuangan akhir tinja tangka (septic tank) atau sistem pengolahan air limbah (SPAL) dan
fasilitas buang air besar yang digunakan sendiri atau Bersama [1]

2.4.2 Tempat Pengolahan Makanan (TPM) Tidak Memenuhi Syarat


Produksi makanan secara efektif merupakan hal yang penting untuk mencegah gangguan
kesehatan sebagai akibat dari penyakit yang ditimbulkan dari pengolahan makanan yang tidak
higienis [1]. Pengawasan makanan dan minuman merupakan salah satu bagian yang penting
dalam segala aktivitas kesehatan masyarakat. Mengingat adanya kemungkinan penyakit akibat
makanan dan minuman. Pengawasan makanan dan minuman meliputi kegiatan usaha yang
ditujukan kepada kebersihan dan kemurnian makanan dan minuman agar tidak menimbulkan
penyakit.

2.4.3 Kepadatan Penduduk


Kepadatan penduduk merupakan perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah
yang ditempati. Kepadatan penduduk juga menunjukkan jumlah rata-rata penduduk yang dapat
dipengaruhi oleh kebudayaan, fisiografis, dan lain-lain (Edwart & Azhar, 2019). Kepadatan
penduduk dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Jumlah penduduk suatu wilayah
KP=
Luas wilayah

2.5 Analisis Korespondensi


Analisis korespondensi merupakan bagian analisis multivariat yang mempelajari
hubungan antara dua atau lebih variabel dengan memperagakan baris dan kolom secara
serempak dari tabel kontingensi dua arah dalam ruang vektor berdimensi rendah [1]. Analisis
korespondensi digunakan untuk mereduksi dimensi variabel dan menggambarkan profil vektor
baris dan vektor kolom suatu matriks data dari tabel kontingensi.

2.6 Biplot Komponen Utama


Analisis biplot komponen utama atau juga disebut dengan biplot klasik adalah salah satu
teknik statistika deskriptif berupa representasi grafik yang dapat menyajikan secara simultan n buah
objek dan p buah variabel dalam satu grafik berdimensi dua. Empat hal penting yang bisa
didapatkan dari tampilan biplot adalah (Rifkhatussa’diyah et al., 2014):
1. Kedekatan antar objek yang diamati
Mengetahui objek yang memiliki kemiripan karakteristik dengan objek lain. Dua objek
dikatakan memiliki karakteristik yang sama jika digambarkan sebagai dua titik dengan posisi
yang berdekatan.
2. Keragaman variabel
Melihat apakah ada variabel yang memiliki nilai keragaman yang hampir sama untuk setiap
objek. Variabel yang memiliki nilai keragaman kecil digambarkan dengan vektor pendek
sedangkan variabel yang memiliki nilai keragaman besar digambarkan dengan vektor panjang.
3. Korelasi antar variabel
Mengetahui bagaimana suatu variabel mempengaruhi atau dipengaruhi variabel lain.variabel
akan digambarkan sebagai garis berarah. Dua variabel yang memiliki nilai korelasi positif
digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit
(¿ 90 ° ). Dua variabel yang memiliki nilai korelasi negatif digambarkan sebagai dua buah
garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut lebar (¿ 90 ° ). Dua variabel yang
tidak berkorelasi digambarkan sebagai garis dengan sudut mendekati 90 ° (siku-siku).
4. Nilai variabel pada suatu objek
Melihat keunggulan dari setiap objek. Suatu objek dikatakan memiliki nilai di atas rata-rata
jika objek tersebut terletak searah dengan arah vektor variabel. Jika objek terletak berlawanan
4
dengan arah dari vektor variabel maka objek tersebut dikatakan memiliki nilai di bawah rata-
rata. Jika objek hampir berada di tengah-tengah maka objek itu dikatakan memiliki nilai yang
dekat dengan rata-rata.

2.7 Analisis Hybrid Korespondensi


Analisis hybrid korespondensi merupakan metode yang menggabungkan biplot komponen
utama dan analisis korespondensi, dimana untuk memetakan objek dan kategori kolom menggunakan
metoda analisis korespondensi dan untuk memetakan karakteristik objek menggunakan biplot
komponen utama. Hybrid korespondensi untuk pemetaan karakteristik objek dihitung dengan
menggunakan biplot komponen utama yang selanjutnya dipetakan ke peta yang dihasilkan oleh
analisis korespondensi, sehingga objek, karakteristik objek dan kategori kolom dapat dipetakan
bersama-sama.

3. Metode Penelitian
3.1. Data dan Variabel Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Aceh tahun 2021. Data terdiri dari variabel penyakit menular dan penyakit
tidak menular, serta karakteristik wilayah di kabupaten/kota Provinsi Aceh. Data digunakan
sebanyak 230 amatan dengan skala untuk setiap variabel adalah rasio. Adapun rincian variabel
yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada tabel 3.1.
Tabel 3. 1 Variabel yang digunakan dalam penelitian
Keterangan
Notasi Definisi Variabel
Variabel
X1 Jumlah penderita tuberkulosis (TBC)
X2 Jumlah penderita pneumonia pada balita
Penyakit
X3 Jumlah penderita diare Menular
X4 Jumlah penderita kusta
X5 Jumlah kasus konfirmasi covid-19
X6 Jumlah penderita hipertensi
X7 Jumlah penderita diabetes melitus
Penyakit tidak
Jumlah sasaran orang dengan gangguan jiwa Menular
X8
(ODGJ) berat
Persentase keluarga dengan akses fasilitas
X9
sanitasi yang tidak layak
Persentase tempat pengolahan makanan Karakteristik
X10
(TPM) tidak memenuhi syarat kesehatan Wilayah
X11 Kepadatan penduduk

3.2 Prosedur Analisis Data


Tahapan prosedur analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menyusun tabel kontingensi untuk data penyakit menular dan tidak menular berdasarkan
karakterisitk wilayah.
2. Melakukan uji kebebasan untuk variabel penyakit dan karakterisitk wilayah dengan
menggunakan Uji Chi-Square.
3. Melakukan analisis hybrid korespondensi
5
Analisis data dilakukan mulai dari melakukan analisis korespondensi sehingga
menghasikan skor faktor kategori kolom dan skor faktor objek. Skor faktor objek menjadi
acuan untuk pemetaan karakteristik objek, sehingga skor faktor objek dikorelasikan
dengan variabel karakteristik untuk mendapatkan matriks komponen utama.
A. Analisis korespondensi
a) Mengitung jumlah baris (r) dan jumlah kolom (c) berdasarkan persamaan (2.2).
b) Membuat matriks diagonal baris (Dr) dan matriks diagonal kolom (Dc) berdasarkan
persamaan (2.3) dan (2.4).
c) Menghitung matriks profil baris (R) dan matriks profil kolom (C) berdasarkan persamaan
(2.5) dan (2.6).
d) Menghitung nilai eigen ( λ) berdasarkan persamaan (2.7).
e) Membuat matriks diagonal akar nilai eigen (Dµ) berdasarkan persamaan (2.8).
f) Menghitung vektor eigen (e i) dan nilai eigen ( λ i) berdasarkan persamaan (2.9).
g) Mendefinisikan A sebagai sumbu utama kolom berdasarkan persamaan (2.10).
h) Mendefinisikan B sebagai sumbu utama baris berdasarkan persamaan (2.11).
i) Menghitung skor faktor objek (F) dan skor faktor kategori kolom (G) berdasarkan
persamaan (2.12).

B. Biplot komponen utama


Analisis biplot komponen utama dilakukan untuk mendapatkan koordinat untuk pemetaan
vektor karakteristik objek
a) Menghitung korelasi ( ρij ) antara variabel karakteristik (Z) dengan skor faktor objek (F)
berdasarkan persamaan (2.13).
b) Menghitung matriks komponen (A) utama berdasarkan persamaan (2.14).
c) Menghitung matriks efek kolom (H) sebagai koordinat pemetaan vektor karakteristik
berdasarkan persamaan (2.15).

C. Pemetaan hybrid korespondensi dengan biplot komponen utama


a) Kolom 1 dari F adalah titik koordinat objek untuk dimensi 1, dan kolom 2 dari F adalah titik
koordinat objek untuk dimensi 2.
b) Kolom 1 dari G adalah titik koordinat kategori kolom untuk dimensi 1, dan kolom 2 dari G
adalah titik koordinat kategori kolom untuk dimensi 2
c) Kolom 1 dari H adalah titik koordinat vektor karakteristik objek untuk dimensi 1, dan kolom
2 dari H adalah titik koordinat vektor karakteristik objek untuk dimensi 2
4. Menghitung persentase keragaman yang diterangkan oleh peta
a. Menghitung τ dari nilai eigen ( λ) berdasarkan persamaan (2.19).
b. Menjumlahkan baris 1 dan baris dua dari τ
5. Penarikan kesimpulan

4. Hasil dan Pembahasan


4.1. Analisis Deskriptif
Deskripsi dari data dilakukan dengan menampilkan diagram batang berdasarkan ketiga
kategori variabel. Gambaran data untuk kategori penyakit menular ditampilkan pada Gambar
4.1.

6
Kota Subulussalam

Kota Langsa

Kota Banda Aceh

Bener Meriah

Nagan Raya

Gayo Lues

Aceh Utara

Pidie

Aceh Barat

Aceh Timur

Aceh Selatan

Simeulue
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

Jumlah Penyakit Menular

Covid-19 Kusta Diare Pneumonia TBC

Gambar 4.1. Jumlah penyakit menular setiap kab/kota di Aceh


Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa penyakit menular yang paling banyak diderita
di Provinsi Aceh pada tahun 2021 yaitu diare dengan jumlah kasus 43.843, dengan kasus
terbanyak di Kabupaten Aceh Timur berjumlah 4.357 kasus. Kasus penyakit menular terbanyak
selanjutnya yaitu covid-19, TBC, pneumonia, dan kusta. Penyakit covid-19 dengan jumlah kasus
37.696 dengan kasus terbanyak di Kota Banda Aceh berjumlah 12.055 kasus. Penyakit TBC
dengan jumlah kasus 7.170, dengan kasus terbanyak di Kabupaten Aceh Utara berjumlah 671
kasus. Penyakit pneumonia dengan jumlah kasus 1.325, dengan kasus terbanyak di Kabupaten
Pidie berjumlah 312 kasus. Penyakit kusta dengan jumlah kasus 333, dengan kasus terbanyak di
Kota Banda Aceh berjumlah 61 kasus.
Selain penyakit menular terdapat juga penyakit tidak menular yang diderita oleh
masyarakat di kabupaten/kota di Provinsi Aceh diantaranya hipertensi, diabetes melitus, dan
ODGJ. Berikutnya gambaran data untuk kategori penyakit tidak menular ditampilkan pada
Gambar 4.2.

7
Kota Subulussalam
Kota Lhokseumawe
Kota Langsa
Kota Sabang
Kota Banda Aceh
Pidie Jaya
Bener Meriah
Aceh Jaya
Nagan Raya
Aceh Tamiang
Gayo Lues
Aceh Barat Daya
Aceh Utara
Bireuen
Pidie
Aceh Besar
Aceh Barat
Aceh Tengah
Aceh Timur
Aceh Tenggara
Aceh Selatan
Aceh Singkil
Simeulue
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 110000

Jumlah penyakit tidak menular


ODGJ Diabetes Melitus Hipertensi
Gambar 4.2. Jumlah penyakit tidak menular setiap kab/kota di Aceh
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa penyakit tidak menular yang paling banyak
diderita di Provinsi Aceh pada tahun 2021 yaitu hipertensi dengan jumlah kasus 1.036.425 ,
dengan kasus terbanyak di Kabupaten Bireuen berjumlah 95.663 kasus. Kasus penyakit tidak
menular terbanyak selanjutnya yaitu diabetes melitus dan ODGJ. Penyakit diabetes melitus
dengan jumlah kasus 183.527, dengan kasus terbanyak di Kabupaten Aceh Singkil berjumlah
76.954 kasus. Penyakit ODGJ dengan jumlah kasus 9.306, dengan kasus terbanyak di
Kabupaten Aceh Utara berjumlah 1.317 kasus.
Berdasarkan grafik yang sudah dijelaskan diatas maka dapat dibuat tabel deskripsi data
untuk penyakit menular dan tidak menular. Berikut deskripsi data untuk penyakit menular dan
tidak menular serta karaterisitik wilayah di Provinsi Aceh pada tahun 2021 ditampilkan pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Persentase penyakit menular dan tidak menular
Frekuens
Variabel Definisi Variabel Persentase
i
TBC 7170 8%
Penumonia 1325 1%
Penyakit menular Diare 43843 49%
Kusta 333 0,4%
Covid-19 37696 42%
Total 90367 100%
Hipertensi 1036425 84%
Penyakit tidak
menular Diabetes melitus 183527 15%
ODGJ 9306 1%
Total 1229258 100%

8
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui di Provinsi Aceh tahun 2021 terdapat penyakit
menular dengan persentase diare sebesar 49%, covid-19 sebesar 42%, TBC sebesar 8%,
pneumonia sebesar 1%, dan kusta sebesar 0,4%. Penyakit tidak menular dengan persentase
hipertensi sebesar 84%, diabetes melitus sebesar 15%, dan ODGJ sebesar 1%.

4.2 Uji Chi-Square


Sebelum melakukan analisis korespondensi perlu dilakukannya uji independensi menggunakan
uji Chi-square untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel kabupaten/kota dengan variabel
penyakit serta karakteristik wilayah di Provinsi Aceh pada tahun 2021. Uji idependensi menggunakan
uji Chi-square dengan simulasi P-value menggunakan taraf signifikan 5% dapat dilihat pada lampiran
3 dengan kriteria penolakan P-value ¿ α dengan hipotesis sebagai berikut:
H 0 : Tidak ada hubungan antara variabel kabupaten/kota dengan variabel penyakit serta karakteristik
wilayah
H 1 : Ada hubungan antara variabel kabupaten/kota dengan variabel penyakit serta karakteristik
wilayah
Didapatkan P-value ¿ α yaitu sebesar (2,2×10−16< 0.05). Berdasarkan kriteria uji, diperoleh
kesimpulan H 0 ditolak yang artinya terdapat hubungan antara variabel kabupaten/kota dengan variabel
penyakit serta karakteristik wilayah.

4.3 Analisis Korespondensi

Tabel 4.4 Nilai singular, nilai inersia, proporsi inersia dan proporsi kumulatif
Nilai Proporsi
Sumbu Singular Nilai Inersia Inersia Proporsi Kumulatif
1 0,4683 0,2193 0,7422 0,7421
2 0,2352 0,0553 0,1874 0,9296
3 0,1300 0,0169 0,0574 0,9870
4 0,0458 0,0021 0,0072 0,9942
5 0,0316 0,001 0,0036 0,9978
6 0,0224 0,0005 0,0018 0,9996
7 0,0100 0,0001 0,0004 1,0000
Total 0,9433 0,2952 1  

Tabel 4.4 diatas merupakan tabel penguraian nilai singular yang digunakan untuk mengetahui
nilai variabilitas data asli mampu dijelaskan oleh setiap dimensi yang dihasilkan. Pada tabel terdapat 7
dimensi beserta nilai singular, nilai inersia, proporsi inersia serta proporsi kumulatif yang mampu
menjelaskan variabilitas data. Nilai inersia total adalah sebesar 0,2952 menunjukkan jumlah bobot
kuadrat jarak titik-titik ke pusat, massa dan jarak yang didefenisikan. Namun pada kenyataanya pada plot
korepondensi tidak mampu memvisualisasikan apabila dimensi yang digunakan dalam jumlah besar.
Sehingga untuk memudahkan dalam memvisualisasikan plot korespondensi dan interpretasi plot maka
dilakukan hanya dalam 2 dimensi. Dua akar ciri pertama diperoleh persentase proporsi kumulatif sebesar
0,9295. Hal ini menunjukkan bahwa grafik dua dimensi yang dihasilkan dari analisis korespondensi
mampu menjelaskan variabilitas data asal sebesar 92,96% dari inersia total. Uraian proporsi masing-
masing dimensi sebagai berikut :
1. Dimensi 1 menjelaskan variabilitas data sebesar 74,22%
2. Dimensi 2 menjelaskan variabilitas data sebesar 18,74%

9
Tabel 4.5 Persen keragaman (inersia) dan titik koordinat kabupaten/kota dan penyakit dalam dua dimensi
Dimensi 1 2
Persen Keragaman 74,2% 18,7%
Simeulue 0,050 0,100
Aceh Singkil 1,284 0,094
Aceh Selatan -0,294 -0,099
Aceh Tenggara -0,258 -0,115
Aceh Timur -0,257 -0,135
Aceh Tengah -0,301 -0,035
Aceh Barat -0,196 -0,030
Aceh Besar -0,110 0,213
Pidie 0,282 0,497
Bireuen -0,077 -0,086
Aceh Utara -0,097 -0,120
Kabupaten/kota Aceh Barat Daya 0,300 0,126
Gayo Lues -0,372 -0,158
Aceh Tamiang -0,203 -0,066
Nagan Raya -0,165 -0,079
Aceh Jaya -0,151 -0,110
Bener Meriah -0,195 -0,115
Pidie Jaya 0,772 0,031
Kota Banda Aceh -0,093 0,857
Kota Sabang -0,225 -0,097
Kota Langsa -0,235 -0,069
Kota Lhokseumawe -0,158 0,025
Kota Subulussalam -0,307 -0,027
TBC -0,188 0,347
Pneumonia -0,077 0,467
Diare -0,157 0,13
Kusta -0,084 0,76
Penyakit Covid-19 -0,135 1,336
Dimensi 1 2
Hipertensi -0,192 -0,057
Diabetes Melitus 1,165 -0,013
ODGJ -0,194 0,195

Tabel 4.5 diatas merupakan tabel persen keragaman (inersia) dan titik koordinat kabupaten/kota
yang digunakan untuk menggambarakan peta hubungan kabupaten/kota dan penyakit dari hasil Analisis
Korespondensi yang disajikan pada gambar dibawah ini:

10
Gambar 4.4. Peta kabupaten/kota dan penyakit hasil dari analisis korespondensi
Gambar 4.4 diatas merupakan peta korespondensi dari kabupaten/kota dan penyakit di Provinsi
Aceh tahun 2021. Dimensi 1 dan dimensi 2 menjelaskan mengenai keragaman data. Tabel 4.4
menginformasikan bahwa dimensi 1 adalah nilai singularnya 0,7422 atau sebesar 74,22% dari total nilai
singular, ini artinya bahwa dimensi 1 mengandung informasi sebesar 74,22% dari total data sedangkan
dimensi 2 nilai singularnya 0,1874 atau sebesar 18,74% dari total data. Sehingga total informasi yang
didapatkan dari dimensi satu dan dua adalah sebesar 92.96% dari total data. Segitiga hitam menunjukkan
jenis penyakit meliputi TBC, pneumonia, diare, kusta, covid-19, hipertensi, diabetes melitus, ODGJ.
Sementara bulatan hijau menunjukkan kategori kabupaten/kota. Beberapa segitiga hitam yang berada
lebih dekat terhadap bulatan hijau menunjukkan bahwa kabupaten/kota tersebut memiliki kemiripan
dengan jenis penyakit.
Terdapat beberapa kabupaten/kota yang berada di sekitar penyakit hipertensi, yaitu Nagan Raya,
Bireuen, Aceh Barat, Aceh Tengah, Subulussalam, Langsa, Aceh Jaya, Bener Meriah, Aceh Tenggara,
Sabang, Aceh Timur, Gayo Lues, Aceh Tamiang, Aceh selatan, Aceh Utara. Begitu juga dengan jenis
penyakit yang lain contohnya ODGJ, TBC, dan diare berada di sekitar Aceh Besar. Aceh singkil sangat
dekat dengan penyakit diabetes melitus dimana hal tersebut menandakan Aceh singkil dominan dengan
penyakit diabetes melitus. Pada beberapa provinsi terlihat berada pada posisi antara dua atau lebih
segitiga hitam, hal ini menunjukkan bahwa provinsi tersebut selain relatif dominan pada salah satu jenis
penyakit juga relatif dominan pada jenis penyakit lainnya. Contohnya adalah Banda Aceh dan Aceh Besar
yang terletak diantara beberapa penyakit yaitu ODGJ, pneumonia, TBC, dan kusta, Banda Aceh selaian
dominan dengan penyakit kusta juga terlihat terletak relatif cenderung dengan penyakit covid-19. Pidie
terlihat trelatif cenderung dengan penyakit pneumonia, hal ini karena Pidie memiliki kasus pneumonia
yang cenderung tinggi, namun memiliki beberapa kasus jenis penyakit lain yang cenderung rendah.
Grafik korespondensi menunjukkan juga beberapa kabupaten/kota yang tidak memiliki kedekatan dengan
penyakit manapun, seperti Pidie Jaya, Aceh Barat Daya, Simeulue. Hal ini terjadi karena masing-masing
dari kabupaten/kota tersebut memiliki kasus penyakit yang kecil dibandingkan kabupaten/kota yang lain.

4.4 ANALISIS HYBRID KORESPONDENSI


Titik koordinat pemetaan vektor karakteristik wilayah dipetakan ke peta yang dihasikan oleh
analisis korespondensi, sehingga diperoleh peta dua dimensi antara kabupaten/kota, penyakit, serta
karakteristik wilayah dalam satu peta.

11
Tabel 4.6 Titik koordinat pemetaan vektor karakteristik wilayah
Dimensi 1 2
Sanitasi tidak layak -0,101 -0,008
Karakteristik
TPM tidak memenuhi syarat -0,066 -0,046
wilayah
Kepadatan penduduk -0,196 1,948

Hasil dari analisis hybrid korespondensi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 4.5. Peta Hybrid Korespondensi


Berdasarkan Gambar 4.5 merupakan peta hybrid korespondensi, diketahui bahwa suatu wilayah
yang terletak searah dengan vektor variabel karakteristik menunjukkan tingginya nilai variabel
karakteristik (karakterisitik wilayah) untuk wilayah tersebut, atau dapat diinterpretasikan bahwa
karakteristik penyebab penyakit untuk wilayah tersebut mempunyai nilai di atas rata-rata seluruh
kabupaten/kota. Sebaliknya, jika suatu wilayah terletak berlawanan arah dengan vektor variabel
karakteristik maka nilai variabel karakteristiknya rendah atau di bawah nilai rata-rata seluruh
kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut maka informasi yang didapatkan berdasarkan vektor
karakteristik objek dengan sumbu pada peta dapat ditentukan.
Arah vektor tempat pengolahan makanan tidak memenuhi syarat dan sanitasi tidak layak
menunjukkan sudut yang kurang dari 90° atau mendekati sudut 0° yang berarti kedua variabel memiliki
karakteristik yang hampir sama. Kedua variabel tersebut juga searah dengan Nagan Raya, Bireuen, Aceh
Barat, Aceh Tengah, Subulussalam, Langsa, Aceh Jaya, Bener Meriah, Aceh Tenggara, Sabang, Aceh
Timur, Gayo Lues, Aceh Tamiang, Aceh selatan, Aceh Utara, Pidie Jaya, Aceh Singkil, Aceh Barat Daya,
oleh karena itu faktor penyebab penyakit untuk kabupaten/kota tersebut adalah tempat pengolahan
makanan tidak memenuhi syarat dan sanitasi tidak layak. Begitu juga sebaliknya, wilayah dengan arah
yang berlawanan memiliki tempat pengolahan makanan tidak memenuhi syarat dan sanitasi tidak layak
yang rendah.
Sedangkan kepadatan penduduk berlawanan arah dengan vektor tempat pengolahan makanan
tidak memenuhi syarat dan sanitasi tidak layak (sudut lebih dari 90° atau sudut mendekati 180° ) yang
berarti berkorelasi negatif. Kepadatan penduduk searah dengan Banda Aceh, Aceh Besar, Lhokseumawe,
Pidie, Simeulue yang berarti faktor penyebab penyakit di kabupaten/kota diatas adalah kepadatan
penduduk.

12
5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:


1. Kualitas hasil pemetaan hybrid korespondensi kabupaten/kota di Provinsi Aceh berdasarkan
karakteristik wilayah dan penyebaran penyakit menular dan tidak menular relatif baik dengan
persentase keragaman sebesar 92,96%.
2. Penyebaran penyakit menular dan tidak menular dengan karakteristik wilayah dapat dilihat
sebagai berikut:
a. Kondisi hipertensi umumnya terjadi di daerah Nagan Raya, Bireuen, Aceh Barat, Aceh
Tengah, Subulussalam, Langsa, Aceh Jaya, Bener Meriah, Aceh Tenggara, Sabang,
Aceh Timur, Gayo Lues, Aceh Tamiang, Aceh selatan, Aceh Utara, Pidie Jaya, Aceh
Singkil, Aceh Barat Daya dengan faktor penyebab yang dominan yaitu tempat
pengolahan makanan tidak memenuhi syarat dan sanitasi tidak layak.
b. Penyakit ODGJ, TBC, serta pneumonia umumnya terjadi di daerah Aceh Besar dengan
faktor penyebab yang dominan yaitu kepadatan penduduk.
c. Penyakit diare umumya terjadi di daerah Lhokseumawe dengan faktor penyebab yang
dominan yaitu kepadatan penduduk.
d. Penyakit kusta dan covid-19 umumnya terjadi di daerah Banda Aceh dengan dengan
faktor penyebab yang dominan yaitu kepadatan penduduk.
e. Penyakit diabetes melitus umumnya terjadi di daerah Aceh Singkil namun tidak searah
dengan vektor karakteristik wilayah, hal tersebut terjadi dikarenakan faktor penyebab
penyakit di Aceh Singkil kecil dibandingkan kabupaten/kota yang lain.
f. Pada peta juga menunjukkan beberapa kabupaten/kota yang tidak memiliki kedekatan
dengan penyakit serta tidak searah dengan vektor karakterisitk wilayah, seperti Pidie
Jaya, Aceh Barat Daya, dan Simeulue. Hal ini terjadi karena masing-masing dari
kabupaten/kota tersebut memiliki kasus penyakit dan faktor penyebab penyakit yang
kecil dibandingkan kabupaten/kota yang lain

13
Daftar Pustaka

[1] A Andika, F., Safira, A., Mustina, N., & Marniati. (2020). Edukasi Tentang Pemberantasan Penyakit
Menular Pada Siswam Sma 5 Kota Banda Aceh. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(1), 29–33.
[2] Cahyani, D. I., Kartasurya, M. I., & Rahfiludin, M. Z. (2020). Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
dalam Perspektif Implementasi Kebijakan (Studi Kualitatif). Jurnal Kesehatan Masyarakat
Indonesia, 15(1), 10–18.
[3] Dakwani, T. (2018). Higienis dan Sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) di pada 100 Gudang
di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Tahun 2018, Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(1), 69-74.
[4] Depkes RI. (2004). Kumpulan Modul Kursus Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman.
[5] Dinas Kesehatan Provinsi Aceh. (2020). Profil Kesehatan Aceh Tahun 2020. Dinas Kesehatan Aceh,
Aceh.
[6] Dinas Kesehatan Provinsi Aceh. (2021). Profil Kesehatan Aceh Tahun 2021. Dinas Kesehatan Aceh,
Aceh.
[7] Edwart, A. O., & Azhar, Z. (2019). Pengaruh Tingkat Pendidikan, Kepadatan Penduduk Dan
Ketimpangan Pendapatan Terhadap Kriminalitas di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi Dan
Pembangunan, 1(3), 759–768.
[8] Fitria Citra, S., Muzalifah, T., & Ibrahim, L. (2021). Analisis Kesesuaian Penerima dan Penggunaan
Dana Bantuan Sosial Pandemi Covid-19 pada Masyarakat Gampong Sapik dan Gampong Air
Berudang, Aceh Selatan. Jurnal Riset dan Pengabdian Masyarakat, 1(1), 12–23.
[9] Fitriani, Goejantoro, R., & Nohe, D. A. (2016). Analisis Hibrid Korespondensi Untuk Pemetaan
Persepsi. 7(1), 77–84.
[10] Ginanjar, I. (2011). Hybrid Korespondensi Untuk Menganalisis Objek Berdasarkan Kategori Kolom
dan Karakteristik Objek, Jurnal Seminar Nasional Statistika, 2(1), 303-313.
[11] Greenacre, M. J. (2007). Correspondence Analysis in Practice 2nd ed. Universitat Pompeu Fabra
Barcelona, Barcelona.
[12] Gunarto, M., & Syarif, M. A. (2014). Penggunaan Analisis Biplot pada Pemetaan Perguruan Tinggi
Swasta di Kota Palembang. Forum Manajemen Indonesia 6.
[13] Irwan. (2019). Epidemiologi Penyakit Menular 3rd ed. Absolute Media, Yogyakarta.
[14] Johnson, R. A., & Wichern, D. W. (2002). Applied Multivariate Statistical Analysis 5th ed. Springer
Heidelberg Dordrecht London, New York.
[15] Juliadi, L., Komalasari, D., & Fitriyani, N. (2018). Hybrid Korespondesi pada Pengelompokkan
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Berdasarkan Penyakit dan Penyebabnya.
Universitas Mataram, 53(9), 1–14.
[16] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2021.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia , Jakarta
[17] Leleury, Z. A., & Wokanubun, A. E. (2015). Analisis Biplot Pada Pemetaan Karakteristik
Kemiskinan Di Provinsi Maluku. Jurnal Ilmu Matematika Dan Terapan, 9(1), 21–31.
[18] Mauladi, F., Jati, D. R., & Fitriangga, A. (2017). Analisis Pengaruh Perubahan Iklim dan Sanitasi
Lingkungan Terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan
Basah, 5(1).
[19] Permana, I. S., & Sumaryana, Y. (2018). Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Kulit
Menggunakan Metode Forward Chaining. Jumantaka, 1(1), 361–370.
[20] Putra, M. S., & Maliki, I. (2022). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Protokol Kesehatan
di Era Pandemik covid-19 di Desa Mata Mamplam Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Islamika
Granada, 3(1), 109–114.
[21] Rencher, A. C. (2002). Methods of Multivariate Analysis 2nd ed. John Wiley & Sons, Canada.
[22] Rifkhatussa’diyah, E. F., Yasin, H., & Rusgiyono, A. (2014). Analisis Biplot Komponen Utama Pada
Bank Umum (Commercial Bank) yang Beroperasi di Jawa Tengah. Jurnal Gaussian , 3(1), 61–70.
[23] Sa’ban, L. M. A., Sadat, A., & Nazar, A. (2020). Jurnal PKM Meningkatkan Pengetahuan
Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi Lingkungan. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(1),
10–16.
[24] Safriani, M., & Silvia, C. S. (2018). Studi Perencanaan Bangunan Ipal Di Desa Blang Beurandang,
Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Teknik Sipil Dan Teknologi Konstruksi, 4(1).
[25] Setiawan, A., Pradipta, F. V., Aj, B. L., Hasnida, I. S. D., Kismiantini. (2021). Analisis Risiko
14
Relatif Penderita Hipertensi Di KotaYogyakarta dengan Menggunakan Regresi Poisson. Jurnal
Pendidikan Matematika dan Matematika, 4(1), 1–6.
[26] Sudayasa, I. P., Rahman, M. F., Eso, A., Jamaluddin, J., Parawansah, P., Alifariki, L. O.,
Arimaswati, A., & Kholidha, A. N. (2020). Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular
Pada Masyarakat Desa Andepali Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe. Jurnal of Community
Engagement in Health, 3(1), 60–66.
[27] Syafitri, A. (2017). Pengawasan tempat pengololaan makanan oleh Dinas Kesehatan di Kota
Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2(2), 187–194.
[28] Warganegara, E., & Nur, nida nabilah. (2016). Faktor Risiko Perilaku Penyakit Tidak Menular.
Majority, 5(2), 88–94.

15

Anda mungkin juga menyukai