manusia yang memang dapat melihat dan mendengar, namun tidak dapat
yang buta, yang tuli, atau yang buta huruf. Pasal 3 dan pasal 11 dalam
buku ini, serta beberapa pasal dalam jilid-jilid lain dari buku seri
ini, memuat kisah nyata tentang hamba-hamba Tuhan yang pernah menyusun
terasing yang sama sekali tidak peduli akan hal tulisan atau bahan
itu.
umumnya sangat maju dan berpendidikan tinggi. Namun bagi orang Jepang
dengan bahasa Jepang yang ditulis. Banyak seluk beluk yang harus
diperagakan dengan raut muka dan sikap badan. Oleh karena itu, orang
Firman Allah dalam bentuk yang sungguh lain daripada yang lain.
Mungkin kisah nyata yang paling menarik tentang berbagai macam usaha
kelainannya itu, ialah cerita tentang jari yang melihat. Cerita itu
dimulai hampir dua abad yang lalu, dengan seorang bocah Perancis
Louis Braile dilahirkan pada tahun 1809, di sebuah desa yang letaknya
tiga puluh kilometer di sebelah timur ibu kota Paris. Ayahnya seorang
ketika ia berusaha membuat lubang dengan penggerek, alat itu selip dan
buah apel dengan buah jeruk, alat penggerek dengan alat pengikis,
sekolah itu anak-anak tuna netra pun dapat belajar membaca buku.
Memang di sekolah itu ada buku-buku khusus untuk orang buta. Setiap
buku itu besar sekali, karena di dalamnya setiap huruf harus dicetak
waktu yang singkat, ia telah berhasil membaca semua buku yang ada di
kota itu kurang dari dua puluh jilid. Tetapi ia berbesar hati bila
alat musik gesek yang mirip biola tetapi ukurannya lebih besar). Ada
juga bengkel pembuat sepatu di sekolah itu, dan si Louis begitu rajin
Pada umur dua belas tahun, Louis Braille sempat bertemu dengan mantan
guru kepala sekolah khusus itu, yakni orang yang mula-mula medapat
sangat menghargai jasa guru pensiunan yang sudah tua itu. Namun ia pun
rindu menemukan suatu cara untuk menghasilkan banyak buku bagi orang
sendiri. Setiap huruf dalam abjad baru itu harus cukup sederhana, dan
harus juga cukup kecil sehingga dapat dirasakan oleh ujung jari
manusia.
pada waktu malam," kata guru kepala itu. "Di tempat yang sedang
lilin atau lampu. Jadi, melalui sistem ini, para tentara dapat
Nah, ini dia! kata Louis Braille dalam hati. Ia sudah menemukan
prinsip abjad baru yang sangat dirindukannya itu. Aku dapat membuat
tonjolan-tonjolan kecil seperti ini, dengan menggunakan alat penggerek
dari bengkel ayahku. Tetapi . . . sistem sang perwira ini masih kurang
enam bintik tonjolan; susunan itu tingginya tiga bintik dan lebarnya
membuat sebuah abjad baru. Dan abjad itu dapat dijamah dengan cepat
bocah Perancis yang baru berumur 15 tahun. Memang sistemnya itu masih
sistem tulisannya itu. Ia pun meninggal tahun 1852 pada umur relatif
lambat laun sistemnya itu terbukti secara tuntas sebagai cara yang
paling praktis untuk menyediakan banyak buku bagi kaum tuna netra.
Kitab lengkap yang pertama-tama dicetak dalam tulisan Braille itu
dan bahasa Inggris ialah, Doa Bapa Kami. Pada masa sekarang, sudah ada
Banyak orang buta di seluruh dunia yang dapat menerima Berita Baik,
tahun. Dengan jari yang melihat, kaum tuna netra di mana-mana dapat