Anda di halaman 1dari 8

TUGAS FARMAKOKINETIKA

Nama : Alfared S. Simanjuntak


NIM : 2021321021
Kelas : Karyawan

1. IKATAN OBAT PROTEIN

Obat bisa berinteraksi dengan protein plasma/ jaringan/ makromolekul lain

membentuk suatu kompleks. Pembentukan kompleks ini sering disebut “ikatan obat

protein”.

Ikatan obat protein adalah pembentukan kompleks obat-protein. Kompleks ini

dibentuk oleh obat yang berkaitan dengan protein. Ikatan obat protein dapat

memberikan informasi menganai kegunaan terapeutik yang tepat dari obat dan

perkiraan kemungkinan interaksi obat. Ikatan obat dengan protein plasma atau

jaringan ini, terjadi pada saat proses distribusi obat.

Ikatan obat protein dibedakan atas ikatan obat protein tidak kooperatif dan

ikatan obat protein kooperatif. Ikatan obat-protein yang terjadi merupakan ikatan

obat-protein dari satu jenis obat. Ikatan obat-protein dapat bersifat reversibel atau

ireversibel.

Ikatan Reversibel adalah ikatan mudah putus, karena adanya ikatan hidrogen.

Sedangkan Ikatan Ireversibel adalah ikatan kuat dengan adanya ikatan kovalen,

berkaitan dengan toksisitas obat.


Berbagai obat mengadakan interaksi dengan plasma atau jaringan protein atau

dengan makromolekul yang lain seperti melanin dan DNA, membentuk kompleks

makromolekul obat. Formasi kompleks obat protein disebut: protein–binding

(pengikatan protein terhadap obat) dan mungkin merupakan proses reversible (dapat

balik) atau irreversible (tidak dapat balik). Ikatan obat dengan protein yang tidak

dapat balik ( irreversible drug- protein binding) umumnya merupakan hasil dari

aktifasi kimia obat, dimana kemudian mengadakan pengikatan yang kuat terhadap

protein atau makromolekul dengan ikatan kimia kovalen. Pengikatan obat yang tidak

dapat balik (irreversible), yang ditemukan dalam waktu yang cukup lama dapat

menyebabkan berbagai jenis keracunan obat, seperti kasus karsinogenesis kimia, atau

dalam jangka waktu yang pendek, seperti dalam kasus obat dalam bentuk perantara

(intermediated) kimia yang reaktip, misalnya: Hepatotoksisitas dari dosis tinggi

acetaminophen, yang akan membentuk metabolit antara (intermediated metabolite)

reaktip yang berinteraksi dengan protein hati. Umumnya obat akan berikatan atau

membentuk kompleks dengan protein melalui proses bolak balik (reversibel). Ikatan

obat-protein yang bolak balik menyatakan secara tidak langsung bahwa obat

mengikat protein dengan ikatan kimia yang lemah, misalnya; ikatan hydrogen atau

ikatan van deer waals. Asam amino yang menyusun rantai protein mempunyai gugus

hydroxyl, carboxyl, atau berbagai tempat yang ada, untuk interaksi obat yang bolak

balik. Obat dapat mengikat berbagai komponen makromolekuler dalam darah,

meliputi: albumin, a1 - asam glycoprotein, lipoprotein, immunoglobulin ( IgG ),

erythrocyte ( RBC ).
Faktor yang mempengaruhi Ikatan Obat-Protein yaitu :

1. Obat

 Sifat fisika kimia dari obat

 Konsentrasi total obat dalam tubuh

2. Protein

 Jumlah protein yang berguna untuk pengikatan obat-protein

 Kualitas atau fisiko kimia alamiah dari protein hasil sintesa

3. Afinitas antara obat dan protein

 Meliuti besaenya tetapan asosiasi

4. Interaksi obat

 Kompetisi antara obat oleh bahan lain pada tempat pengikatan protein.

 Pergantian protein dengan bahan yang akan memodifikasi afinitas obat

terhadap protein. (contoh, aspirin acetylasi lysine sisa albumin)

5. Kondisi patofosiologis dari pasien

 Sebagai contoh, Pengikatan obat-protein mungkin berkurang pada pasien

uremik dan pada pasien dengan penyakit hati.


Pengaruh Ikatan Obat-protein pada volume distribusi

1. Ikatan obat protein dalam plasma atau jaringan mempengaruhi VD

2. Obat-obat yang terikat kuat pada protein plasma mempunyai fraksi obat bebas

rendah (fu) dalam cairan plasma.

3. Obat terikat protein plasma tidka mudah berdifusi ke jaringan.

4. Obat-obat dengan ikatan protein plasma rendah, mempunyai f u besar, umumnya

berdifusi ke jaringan lebuh mudah, dan mempunyai VD lebih besar.


2. KLIRENS (HEPATIS & RENALIS)
Klirens merupakan suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa

mempermasalahkan mekanisme prosesnya.

laju ekskresi μg/menit ml


Klirens ¿ = =
konsentrasi plasma μg/ml menit

A. Klirens Hepatik

Konsep Klirens sangat penting dalam farmakokinetik dan dapat

diterapkan pada organ dan digunakan sebagai ukuran dari eliminasi obat oleh

organ. Klirens Hepatik adalah volume darah yang mengaliri (perfusi) hati

yang terbersihkan dari obat per satuan waktu. Klirens hepatik (Clh) juga sama

dengan klirens tubuh total (CIT) dikurangi klirens ginjal (CLr). Klirens

hepatik dapat dihitung dari presentase obat yang ditemukan kembali dalam

urin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi klirens hepatik obat yaitu aliran

darah ke hati, klirens intrinsic, dan fraksi obat terikat protein. Bila darah

arterial yang mengandung obat melewati hati! maka satu bagian tertentu obat

hilang oleh metabolisme atau ekskresi biker. Oleh karena itu konsentrasi obat

dalam vena lebih kecil dibandingkan konsentrasi obat dalam arteri. Klirens

intrinsik digunakan untuk menggambarkan kemampuan hati untuk

menghilangkan obat dalam keadaan tidak adanya pembatasan aliran, sebagai

pencerminan aktivitas yang melekat dari mixed-function oxidase. Obat-obat


yang berikatan dengan protein tidak dapat melewati membran sel dengan

mudah. obat-obat bebas dalam plasma dapat melewati dinding sel dan

mencapai tempat dari mixed-function oxidase. Sering dianggap bahwa

konsentrasi obat dalam hati di sekitar mixed-function oxidase sama dengan

konsentrasi obat bebas dalam darah. oleh karena itu kenaikan konsentrasi obat

bebas dalam darah akan membuat obat lebih tersedia untuk  ekstraksi hepatik.

B. Klirens Renalis

Klirens Renal ialah volume melalui ginjal yang dibersihkan dari obat

selama satu menit untuk senyawa yang hanya disaring melalui glomerulus,

klirens renal lama dengan GFR.

Mekanisme Klirens Ginjal :

Proses ekskresi obat lewat ginjal

1. Filtrasi glomerulus

 Tekanan hidrostatika sebagai daya dorong

 Filtrasi terjadi bagi molekul kecil (BM<500)

 Obat terikat protein tidak terfiltrasi

 Laju filtrasi glomerulus (GFR) diukur dengan menggunakan suatu obat

yang dieleminasi hanya dengan filtrsi

2. Sekresi aktif tubular : memerlukan energi

 Dikenal dua sistem transport aktif di ginjal: (1) asam lemah dan (2)

basa lemah
 Mengukur sekresi aktif biasanya dilakukan pembandingan dengan

obat yang sudah diketahui proses dan laju klierenya melalui ginjal

3. Reabsorpsi tubulus distal

 Obat dapat direabsorpsi kembali di tubular baik secara aktif

maupun pasif.

 Reabsorpsi obat-obat asam atau basa lemah dipengaruhi oleh pH

cairan tubulus ginjal (pH urin) dan pKa obat

 pKa suatu obat adalah tetap, tetapi pH urin berubah dari 4,5-8

 pH urin berbantung pada: diet, patofisiologi, dan obat

Faktor-faktor yang mempengaruhi klirens renal :

1. Umur

2. Jenis kelamin (klirens pada wanita sekitar 10% lebih rendah daripada pria)

3. Penyakit yang diderita (nephritis, pyelonephritis, neophrosclerosis, gagal-

ginjal) dan juga pada gagal jantung.


3. FISIOLOGI DISTRIBUSI OBAT
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan
dan cairan tubuh. Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor
yaitu:
a) Aliran darah.
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ
berdasarkan jumlah aliran darah. Organ dengan aliran darah terbesar adalah jantung,
hepar, dan ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak, dan otot
lebih
lambat.
b) Permeabilitas kapiler.
Distribusi obat tergantung pada struktur kapiler dan struktur
obat.
c) Ikatan protein.
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein
dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja.
Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein
tinggi bila >80% obat terikat protein.

Anda mungkin juga menyukai