Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

Disusun Oleh :

Akbar Faisal 21262011622


Faza Ajriya Ryandana 21262011046
Anggi Farizki 21262011054
Juwita 21262011622
Jidan Alfauzi 21262011245
Ahmad Saefudin 21262011651
Muhamad Dandi Herdiyana 21262011053
Yudha Kirana 18113355
Ridwan Munawar Shidiq 21262011523
Nisa Nur Rizki 21262011146
Mamad anshori lubis 21262011487
Ragil 18113131
Syafa Rezhakhama 21262011025
Asri Nurfadhilah 21262011427

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga makalah yang berjudul "PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN" dapat terselesaikan dengan baik. Kami juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada berbagai pihak atas kontribusi dan dukungan baik berupa materi maupun
pikirannya.
Makalah ini ditulis guna memenuhi tugas Pancasila yang telah diberikan kepada kami.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan. Akhir kata,
kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak terutama pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 22 Juni 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI………...…………………………………………………………………………...2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………...2
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….3
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………4
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………….4
BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………………………………….5
A. Pengertian Paradigma……………………………………………………………………..5
B. Pengertian Reformasi……………………………………………………………………...6
C. Pancasila Sebagai Dasar Cita-cita Reformasi……………………….…………………….9
D. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum……………………………………..…11
E. Pancasila Sebagai Paradigma Politik………………………………………………….…12
F. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi……………………………………...13
G. Pengertian Aktualisasi Pancasila Terhadap Keberadaan Nilai-nilai Pancasila…………..14
H. Macam-macam Aktualisasi Pancasila……………………………………………………15
I. Pengertian Korupsi Secara Teoritis……………………………………………………...16
J. Tindak Pidana Korupsi dalam Deskripsi Normatif………………………………………17
BAB III PENUTUP…………………………………...………………………………………...18
Kesimpulan ………………………………………………………………………………….18
Saran…………………………………………………………………………………………18
BAB IV DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………19

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Ada beberapa hal
yang perlu masa zaman dahulu terkait sejarah indonesia sebelum proses dan setelah
perumusan pancasila sebagai dasar negara. Hal ini berkaitan dengan perjuangan kerajaan
dalam mempertahankan ekstitensi bangsa indonesia. Adapun kerajaan dan masa
kebangkitan seperti kerajaan kutai, sriwijaya, majapahit, dan masa kebangkitan
indonesia. Pancasila juga merupakan sebagai dasar Negara bangsa Indonesia hingga
sekarang telah mengalami perjalanan waktu yang tidak sebentar, dalam rentang waktu
tersebut banyak hal atau peristiwayang terjadi menemani perjalanan Pancasila, sehingga
berdirilah pancasila seperti sekarang ini didepan semua bangsa Indonesia. Mulai
peristiwa pertama saat pancasila dicetuskan sudah menuai banyak konflik diinternal para
pencetusnya hingga sekarang pun di era reformasi dan globalisasi Pancasilamasih hangat
diperbincangkan oleh banyak kalangan berpendidikan terutama kalangan Politikdan
mahasiswa.
Kebanyakan dari para pihak yang memperbincangkan masalah Pancasilaadalah
mengenai awal dicetuskan nya Pancasila tentang sila pertama. Memang dari sejarahawal
perkembangan bangsa Indonesia dapat kita lihat bahwa komponen
masyarakatnyaterbentuk dari dua kelompok besar yaitu kelompok agamais dalam hal ini
didominasi oleh kelompok agama Islam dan yang kedua adalah kelompok Nasionalis.
Kedua kelompok tersebut berperan besar dalam pembuatan rancangan dasar Negara kita
tercinta ini. Maka, setelah banyak aspek memperbincangkan pancasila sebagai dasar
Negara ini dibuat sebagai catatan perjalanan Pancasila dari jaman ke jaman, agar
kitasenantiasa tidak melupakan sejarah pembentukan Pancasila sebagai dasar Negara, dan
juga dapat digunakan untuk rnenjadi penengah bagi pihak yang sedang berbeda pendapat
tentangdasar Negara supaya ke depan kita tetap seperti semboyan kita yaitu "Bhinneka
Tunggal Ika". Terutama hal tersebut dalam penerapan nya dalam kehidupan kita,
Termasuk di lingkungan sekitar kita.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari paradigma?
2. Bagaimana pancasila sebagai paradigma pembangunan dan reformasi?
3. Apa saja macam-macam dari aktualisasi pancasila?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian paradigma
2. Mengetahui pancasila sebagai paradigma pembangunan dan reformasi
3. Mengetahui macam-macam dari aktualisasi pancasila

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Paradigma
Istilah “Paradigma” pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan
terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh
yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S.
Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure of Scientific Revolution” paradigma
juga merupakan suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsiasumsi teoretis yang umum
(merupakan suatu sumber nilai). Sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum,
metode, seru penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri
serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Paradigma itu juga sendiri merupakan
asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi nilai (merupakan sumber nilai) sehingga
merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan yang
menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan sendiri.
Arti paradigma ditinjau dari asal-usul dari beberapa bahasa diantaranya, menurut
bahasa inggris paradigma berarti keadaan lingkungan. Sedangkan menurut bahasa yunani
paradigma yakni ‘para’ yang berarti disamping, disebelah, dan dikenal. Kemudian
menurut kamus psikologi paradigma diartikan sebagai satu model atau pola
mendemonstrasikan semua fungsi yang memungkinkan dari apa yang tersajikan.
Ilmu pengetahuan sifatnya sangat dinamis hal ini disebabkan oleh semakin
banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga dalam perkembangannya terdapat
suatu kemungkinan yang sangat besar ditemukannya kelemahan-kelemahan pada teori
yang telah ada, dan jikalau demikian maka ilmuwan akan kembali pada asumsi-asumsi
dasar serta asumsi teoretis sehingga dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan
kembali meng-kaji paradigma dari ilmu pengetahuan tersebut atau dengan lain perkataan
ilmu pengetahuan harus mengkaji dasar ontologis.
Misalnya dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada suatu hasil
penelitian inilah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkaji manusia dan
masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik maka
temyata hasil dari ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu aspek

5
saja dari objek ilmu pengetahuan yaitu manusia. Oleh karena itu kalangan ilmuwan sosial
kembali mengkaji paradigma ilmu tersebut yaitu manusia. Berdasarkan hakikat-nya manusia
dalam kenyataan objektifnya bersifat ganda bahkan multidimensi.

B. Pengertian Reformasi
Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara
dibawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan
negara Indonesia. Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah mengembalikan
tatanan kenegaraan ke arah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama
bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang
baik pada masa orde lama maupun orde baru. Oleh karena itu proses reformasi walaupun
dalam walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan
sumber nilai yang jelas yang merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.
Secara historis telah kita pahami bersama bahwa para pendiri negara telah
menentukan suatu asas, sumber nilai serta sumber norma yang fundamental dari negara
Indonesia yaitu Pancasila, yang bersumber dari apa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
sendiri yaitu nilai-nilai yang merupakan pandangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia.
Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan keadilan adalah ada secara
objektif dan melekat pada bangsa Indonesia yang merupakan pandangan dalam
kehidupan bangsa sehari-hari. Oleh karena itu bilamana bangsa Indonesia meletakkan
sumber nilai, dasar filosofi serta sumber norma kepada nilai-nilai tersebut bukanlah suatu
keutusan yang bersifat politis saja melainkan suatu keharusan yang bersumber dari
kenyataan hidup pada bangsa Indonesia sendiri sehingga dengan lain perkataan
bersumber pada kenyataan objektif pada bangsa Indonesia sendiri. Maka dalam
kehidupan politik kenegaraan dewasa ini yang sedang melakukan reformasi bukan berarti
kita akan mengubah cita-cita, dasar nilai serta pandang hidup bangsa melainkan
melakukan perubahan dengan menata kembali dalam suatu platform yang bersumber
pada nilai-nilai dari sila-sila tersebut dalam segala bidang reformasi, antara lain dalam
bidang hukum, politik, ekonomi serta bidang-bidang lainnya.
Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering

6
diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan terhadap
sumbernya itu sendiri. Mungkinkah reformasi total dewasa ini akan mengubah kehidupan
bangsa Indonesia menjadi tidak berketuhanan, tidak berkemanusiaan, tidak berpersatuan,
tiak berkerakyatan serta tidak berkeadilan, dan kiranya hal itu tidak mungkin dilakukan.
Oleh karena itu justru sebaliknya reformasi itu harus memiliki tujuan , dasar , cita-cita
serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia Nilai-nilai Pancasila itulah yang
merupakan paradigma Reformasi Total tersebut.
1. Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini bangsa Indonesia
menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia tenggara
sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah. Terlebih lagi merajalelanya
paraktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme pada hampir seluruh instansi serta lembaga
pemerintahan, serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang di kalangan para pejabat
dan pelaksana pemerintahan negara membawa rakyat semakin menderita.
Sistem politik dikembangkan ke arah sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu
sistem “korporatik”(Nasikun, 1998: 5). Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan
dan partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir
seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik
cendikiawan dan kelompok wiraswastawan oligopilstik dan bekerjasama dengan
masyarakat bisnis internasional.
Pancasila yang seharusnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi negara dan
aparat pelaksana negara dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik,
semua kebijaksanaan dan tindakan penguasa mengatasnamakan Pancasila, bahkan
kebijaksanaan dan tindakan yang bertentangan sekalipun diistilahkan sebagai
pelaksanaan Pancasila yang murni dan konsekuen.
Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka
timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendikiawan
dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya ‘Reformasi’ di
segala bidang terutama bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Awal keberhasilan gerakan Reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya
Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya

7
Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian
diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie
inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia
untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama pengubahan 5 paket UU. Politik
tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan
hukum sehingga perlu diwujudkan UU Anti Monopoli. UU Persaingan Sehat, UU
Kepailitan, UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU
Perlindungan Buruh dan lain sebagainya (Nopirin, 1998 : 1).
2. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Makna ‘Reformasi’ secara etimologis berasal dari kata ‘reformation’ dengan akar
kata ‘reform’ yang secara semantik bermakna ‘make or become better by removing or
putting right what is bad or wrong’ (Oxford Advanced Learner’s Divtionary of Current
English, 1980, dalam Wibisono, 1998 : 1). Secara harfiah reformasi memiliki makna:
suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang
menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-
nilai ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda, 1998).
Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-
penyimpangan.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas
(landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa
dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk
mengembalikan kepada dasar nilai-nilai sebagaimana yang dicita-citakan oleh
bangsa Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka
struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk
mengembalikan pada suatu tatanan struktural yang ada karena adanya suatu
penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem
negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat sebagaimana
terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Selain itu reformasi harus diarahkan pada

8
suatu perubahan kearah transparansi dalam setiap kebijaksanaan dalam
penyelanggaraan negara karena hal ini sebagai manifestasi bahwa rakyatlah
sebagai asal mula kekuasaan negara dan untuk rakyatlah segala aspek kegiatan
negara.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan ke arah kondisi serta keadaan
yang lebih baik. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah
peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan
bangsa.

C. Pancasila Sebagai Dasar Cita-cita Reformasi


Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia. Sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarah. Nampaknya tidak diletakkan dalam
kedudukan dan fungsi yang sebenarnya. Asas kekeluargaan sebagaimana terkandung
dalam nilai Pancasila disalahgunakan menjadi praktek nepotisme, sehingga merajalela
kolusi dan korupsi.
Oleh karena itulah maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka
perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi, (Hamengkubuwono X,
1998 : 8) sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan
mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme serta pada akhirnya menuju
pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia.
Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan
pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adapun secara rinci aebagai berikut :
1. Reformasi yang Berketuhanan Yang maha Esa, yang berarti bahwa suatu
gerakan ke arah perubahan harus mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik
bagi kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan. Karena hakikatnya manusia
adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa adalah sebagai makhluk yang

9
sempurna yang berakal budi sehingga senantiasa bersifat dinamis, sehingga
selalu melakukan suatu perubahan ke arah suatu kehidupan kemanusiaan yang
lebih baik. Maka reformasi harus berlandaskan moral religius dan hasil
reformasi harus meningkatkan kehidupan keagamaan.
2. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berarti bahwa
reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai-nilai martabat manusia
yang beradab. Oleh karena itu reformasi harus dilandasi oleh moral
kemanusiaan yang luhur, yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan bahkan reformasi mentargetkan ke
arah penataan kembali suatu kehidupan negara yang menghargai harkat dan
martabat manusia, yang secara kongkrit menghargai hak-hak asasi manusia.
Sekaligus reformasi yang berkemanusiaan yang harus membrantas sampai
tuntas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang telah sedemikian mengakar pada
kehidupan kenegaraan pemerintahan Orba (lihat Hamengkubuwono X, 1998 :
8).
3. Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan, sehingga
reformasi harus menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia.
Demikian juga reformasi harus senantiasa dijiwai asas kebersamaan sebagai
suatu bangsa Indonesia.
4. Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan sebab justru
permasalahan dan gerakan reformasi adalah pada prinsip kerakyatan. Penataan
kembali secara menyeluruh dalam segala aspek pelaksanaan pemerintahan
negara harus meletakkan kerakyatan sebagai paradigmanya. Rakyat adalah
sebagai asal mula kekuasaan negara dan sekaligus sebagai tujuan kekuasaan
negara.
5. Visi dasar reformasi harus jelas, yaitu demi terwujudnya Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan
penataan kembali dalam berbagai bidang kehidupan negara harus memiliki
tujuan yang jelas, yaitu terwujudnya tujuan bersama sebagai negara hukum
yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Oleh karena itu
hendaklah disadari bahwa gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan

10
penataan kembali, pada hakikatnya bukan hanya bertujuan demi perubahan itu
sendiri, namun perubahan dan penataan demi kehidupan bersama yang
berkeadilan.
Dalam perspektif Pancasila gerakan reformasi sebagai suatu upaya untuk menata
ulang dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan
keterbukaan Pancasila dalam kebijaksanaan dan penyelenggaraan negara. Oleh karena itu
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang ‘reformatif’ artinya memiliki aspek
pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat,
dalam mengantisipasi perkembangan zaman, yaitu dengan jalan menata kembali
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat, akan tetapi nilai-
nilai esensialnya bersifat tetap yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan
dan Keadilan.

D. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum


Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap
pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang
melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-
perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Agenda yang lebih kongkret yang
diperjuangkan oleh para reformis yang paling mendesak adalah reformasi bidang hukum.
Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat
runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah sau subsistem yang mengalami kerusakan parah
selama Orde Baru adalah bidang hukum.
Oleh karena kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam
berbagai bidang misalnya politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia
ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan
tersebut. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa dalam melakukan reformasi tidak
mungkin dilakukan secara spekulatif saja melainkan harus memiliki dasar, landasan serta
sumber nilai yang jelas, dan dalam masalah ini nilai- nilai yang terkandung dalam
Pancasila yang merupakan dasar cita-cita reformasi.

11
E. Pancasila Sebagai Paradigma Politik
Landasan aksiologis bagi sistem politik Indonesia adalah sebagaimana terkandung
dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 alinea IV. Nilai
demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam pancasila sabagai fondasi bangunan
yang dikehendaki oleh para pendiri Negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan
berdasarkan suasana kerohanian. Dalam realisasinya baik pada masa orde lama dan orde
baru, Negara mengarah pada praktek otoritarianisme yang mengarah pada porsi
kekuasaan yang terbesar kepada presiden.
Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif terjabarkan dalam pasal-pasal
UUD 1945 yaitu Pasal 1 ayat (2) menyatakan:
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”

Pasal 2 ayat (2) menyatakan:


“Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan,
menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang”

Pasal 5 ayat (1) menyatakan:


“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat”

Pasal 6 ayat (2) menyatakan:


“Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan rakyat dengan suara
terbanyak”
Target yang sangat vital dalam proses reformasi dewasa ini adalah
menyangkut penjabaran sistem kekuasaan rakyat dalam sistem politik Indonesia.
Walaupun gelombang protes dari masyarakat yang merupakan aspirasi murni dari rakyat
untuk melakukan perubahan terhadap susunan keanggotaan DPR, MPR tidakmungkin
dilakukan hanya dengan sekedar copot dan diganti dengan orang lain yang dianggap
aspiratif tanpa melalui dasar-dasar aturan normatif dan konstitusional. Oleh karena itu

12
untuk melakukan perubahan terhadap susunan keanggotaan MPR, DPR, maka terlebih
dahulu harus melakukan reformasi terhadap peraturan perundangan yang merupakan
dasar acuan penyusunan keanggotaan MPR, DPR.
Demi terwujudnya supra struktur politik yang benar-benar demokratis dan
spiratif maka sangat penting untuk dilakukan penataan kembali infrastruktur politik,
terutama tentang partai politik. Untuk itu perlu dilakukan reformasi terhadap peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang partai politik tersebut. Pada masa orde baru
ketentuan tentang partai politik diatur dalam Undang-undang Politik yaitu UU No. 3
Tahun 1975 dan UU No.3 tahun 1958 , tentang partai politik dan golongan karya.
Para pendiri Negara serta penggali nilai-nilai pancasila menentukan
pancasila sebagai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta memformalkan
UUD 1945 sebagai sebagai Undang-undang dasar Negara dimaksudkan untuk
mewujudkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi dalam praktek
pelaksanaannya tetapi ternyata berbeda dengan nilai Pancasila serta semangat dalam
UUD 1945 . Pancasila sebagai Dasar Negara, Asas Kerohanian Negara, sebagai Sumber
Nilai dan Norma Negara, suasana kerohanian dari UUD Negara dalam implementasinya
diperalat sebagai sarana legitimasi politik penguasa, untuk mempertahankan
kekuasaannya.
Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan melakukan cita-cita
kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu,
masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan
realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat,
aspirasi serta tuntutan masyarakat. Yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh
berkembangnya demokrasi di negara Indonesia.

F. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi


Tidak terwujudnya pelembagaan proses politik yang demokratis, mengakibatkan
hubungan pribadi merupakan mekanisme utama dalam hubungan sosial, politik, dan
ekonomi dalam suatu Negara. Kelemahan atas sistem hubungan kelembagaan demokratis
tersebut memberikan peluang bagi tumbuh kembangnya hubungan antara penguasa
politik dengan pengusaha, bahkan antara birokrat dengan pengusaha (Sanit, 1998:85).

13
Terlebih lagi karena lemahnyasistem kontrol kelembagaan.
Sistem ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru bersifat “birokratik
otoritarian” yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi dalam membuat
keputusan-keputusan nasional hampir sepenuhnya berada ditangan penguasa bekerjasama
dengan kelompok militer. Adapun kelompok penguasa didukung oleh pemerintah
bekerjasama dengan masyarakat bisnis internasional,dan terlebih lagi kuatnya pengaruh
otoritas kekuasaan keluarga pejabat Negara termasuk presiden (William Liddle,
1995:74).
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis
pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai pancasila yang mengutamakan
kesejahteraan seluruh bangsa adalah:
1. Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap
pemerintah.
2. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Ekonomi.
3. Transformasi struktur, guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu
diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses
ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan
system ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh
bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat,
sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
G. Pengertian Aktualisasi Pancasila Terhadap Keberadaan Nilai-nilai Pancasila
Dalam aktualisasi Pancasila ini, penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk
norma-norma, dijumpai dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma
moral. Sedangkan pengaktulisasinya dikaitkan dengan tingkah laku semua warga negara
dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara.
Keberadaan nilai-nilai Pancasila bergantung atau terletak pada bangsa Indonesia itu
sendiri. Pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa:
a. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia
sebagai kausa materials. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian
kritis, serta hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.

14
b. Nilai- nilai Pancasila merupakan filsafat (Pandangan hidup) bangsa Indonesia
sehingga merupakan jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai atas
kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
c. Nilai- nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai- nilai kerohanian
yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan etis, estetis dan nilai
religius yang manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia
karena bersumber pada kepribadian bangsa(Lihat Darmodiharjo,1996).
Selama bangsa Indonesia memiliki kehendak bersama untuk membangun bangsa
di atas dasar nilai- nilai Pancasila, yang diistilahkan pancasila sebagai Paradigma dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara yang berisi asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi
teoritis yang umum yang merupakan suatu sumber nilai dan sumber hukum sehingga
Pancasila patut diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
H. Macam-macam Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi Pancasila
obyektif dan subyektif :
1. Aktualisasi Pancasila yang Objektif
Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang
kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif,
eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang – bidang aktualisasi
lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang
– undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan
lainnya. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya seperti politik,
ekonomi,hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang-undang, GBHN,
pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lannya. Adapun
aktualisasi Pancasila Subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu
terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat.
Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga negara biasa, aparat
penyelenggara negara, penguasa negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan
politik perlu mawas diri agar memiliki moral Ketuhanan dan Kemanusiaan
sebagaimana terkandung dalam Pancasila.

15
2. Aktualisasi Pancasila yang Subjektif
Aktualisasi Pancasila subyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi,
perorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa
dan setiap orang Indonesia dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara
dan masyarakat. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini justru lebih penting dari
aktualisasi yang objektif, karena aktualisasi subjektif ini merupakan persyaratan
keberhasilan aktualisasi yang objektif. Pelaksanaan Pancasila yang subjektif sangat
berkaitan dengan kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan
Pancasila. Pelaksanaan Pancasila yang subjektif akan terselenggara dengan baik
apabila suatu keseimbangan kerohanian yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan
dimana kesadaran wajib hukum telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral,
sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib untuk
melaksanakan Pancasila bukan hanya akan menimbulkan akibat moral, dan ini lebih
ditekankan pada sikap dan tingkah – laku seseorang. Sehingga Aktualisasi Pancasila
yang subjektif berkaitan dengan norma – norma moral.

I. Pengertian Korupsi Secara Teoritis


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini
Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan
guna mencari keuntungan,  dan merugikan kepentingan umum. Menurut saya sendiri
tindakan korupsi merupakan tindakan dimana para pejabat public menggelapkan uang
untuk kepentingan pribadi sebagai pemuas kebutuhan dalah kehidupannya. Jadi korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi,
salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang
dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)
untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatas namakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Hal itu akan masuk dalam dalam

16
pembahasan saya mengenai tindak korupsi Masyarakat Pancasila Dalam Persepektif
Paradigma Konflik Dan Sruktural Fungsional

J. Tindak Pidana Korupsi dalam Deskripsi Normatif


Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif
dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999)
1. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan
Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999)
2. Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
3. Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana
Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
4. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara
Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
5. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang
Nomor 20 Tagun 2001)
6. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Paradigma dapat diartikan sebagai cara pandang, nilai-nilai, metode-metode,
prinsip dasar, atau cara memecahkan masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada
masa tertentu.Paradigma juga diartikan sebagai pandangan mendasar dari para ilmuan
tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan
Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara
dibawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan
negara Indonesia.
Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah mengembalikan tatanan
kenegaraan ke arah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa
Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang baik pada
masa orde lama maupun orde baru. Dengan demikian reformasi harus diikuti juga dengan
reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi pada berbagai instansi
pemerintahan.

B. Saran
Di Indonesia Pancasila dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar bagi
Negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan alat pemersatu bangsa. Sedangkan
Reformasi sendiri adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara
dibawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan
negara Indonesia.

Oleh karena itu hendaknya kita semua sebagai rakyat yang menjujung tinggi nilai
Pancasila, ikut andil dalam membangun bangsa dan mengontrol jalannya pemerintahan
kita agar menuju Indonesia yang lebih baik lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Herdianto,Heri dan Hamdayama, Jamananta. 2010. Cerdas, Kritis, dan Aktif Berwarganegara.
Jakarta:Erlangga.
Indrawati,Dewi.2012.Pendidikan Kewarganegaraan. Surakarta:PT Widya Duta Grafika.
M.S, Kaelan.2004. Pendidikan Pancasila edisi reformasi. Yogyakarta:Paradigma.
Sutrisno, Slamet.1982. Pancasila Sebagai Metode cetakan ke-1, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Pipin Hanapiah, Drs. 2001. Pancasila Sebagai Paradigma
https://media.neliti.com/media/publications/266370-aktualisasi-nilai-pancasila-dalam-kehidu-
8e2cb993.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai