1119138
FAKULTAS KEPERAWATAN
2023
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Media audio visual merupakan salah satu media dalam pembelajaran. Kata
media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah,
perantara atau pengantar. Menurut Gerlach & Early (1971) mengatakan bahwa
media adalah manusia, materi atau kejadian yang dapat membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap (dalam Andri., 2016)
Menurut Suiraoka & Suparisa (2012), film disebut juga dengan live image,
yaitu gambar diam yang meluncur dengan cepat dan diproyeksikan sehingga
memberikan kesan hidup dan bergerak, oleh karena itu film memberikan kesan
yang impresif bagi pemirsanya (Andi.,2016).
Kelebihan media film adalah mengatasi keterbatasan jarak dan waktu, lebih
realistis, menyampaikan pesan dan pendapat siswa dan lain-lain. Penyajian yang
mudah dan singkat, mengembangkan pemikiran, menambah minat dan motivasi
siswa dalam belajar, juga dapat dijadikan sebagai media hiburan bagi siswa dalam
kegiatan pembelajaran dan juga dapat memberikan pesan.
c. Video
Video merupakan salah satu media audio visual yang digunakan dalam
pembelajaran di sekolah yang menampilkan suara, gambar dan gerak secara
bersamaan sehingga efektif untuk penyajian dalam pembelajaran agar siswa tidak
kesulitan dalam menerima informasi (Setiawati, 2012 dalam Andi.,2016).
d. Televisi
Televisi merupakan media yang dapat menampilkan pesan audio visual dan
gerak (sama seperti film). Menurut Omar Hamalik (1985:134), “televisi adalah
gambar bergerak elektronik dengan gabungan atau suara yang menyertainya; baik
gambar maupun suara mencapai mata dan telinga secara bersamaan dari titik siaran
yang jauh”. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa televisi adalah suatu alat
elektronik, yang pada dasarnya sama dengan gambar hidup yang meliputi gambar
dan suara, yang dapat dilihat dan didengar (Andi,2016).
a. Film
b. Video
c. Televisi
a. Kemampuan perseptual
b. Kemampuan psikomotor
Kemampuan psikomotor dalah kemampuan mencakup beberapa faktor antara
lain, kekuatan, kecepatan, ketelitian, dan lain-lain.
c. Kemampuan intelektual
Menurut Robbins & Timothy, 2008 (dalam Rismayanti, 2018), faktor yang
mempengaruhi kemampuan seseorang terdiri dari 2 yaitu :
a. Host adalah faktor yang berasal dari internal yaitu seperti karakteristik manusia
(umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin) dan motivasi yang akan
meningkatkan pengetahuan, sikap, kepercayaan sehingga membuat seseorang
melakukan tindakan.
b. Environment adalah faktor yang berasal dari eksternal seperti lingkungan fisik,
lingkungan sosial dan sarana kesehatan.
c. Agens adalah gaya hidup seperti penggunaan sabun, peraturan sekolah, pola
asuh orang tua, ketersediaan media pendidikan, informasi, dan keberadaan UKS
(Kushartanti, 2012 dalam Rismayanti, 2018).
2.3 Konsep cuci tangan
Cuci tangan merupakan salah satu indikator perilaku hidup bersih sehat
disekolah. Perilaku hidup bersih sehat (PHBS) adalah perilaku seseorang dalam
meningkatkan kesehatan berdasarkan kesadaran, sehingga mampu berperan aktif
untuk mewujudkan lingkungan yang sehat (Notoadmojo. 2007). Perilaku hidup
bersih sehat merupakan suatu contoh pola hidup keluarga yang senantiasa
memperhatikan dan menjaga kesehatan keluarga. Perilaku ini dilakukan atas
kesadaran sendiri sehingga dapat menolong dirinya sendiri dalam menjaga
kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan kesehatan masyarakat (dalam Merta,
2021).
Salah satu anggota tubuh yang paling sering berhubungan dengan mulut,
hidung adalah tangan. Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit, jika
tangan kotor maka tubuh akan beresiko terhadap masuknya mikroorganisme. Cuci
tangan pakai sabun terbukti secara ilmiah berguna mencegah penyebaran penyakit
menular. Cuci tangan pakai sabun dengan benar berguna untuk membunuh kuman
penyakit yang ada ditangan, tangan yang bersih akan mencegah penyakit menular
seperti ISPA, diare, tifus, cacingan dan lain-lain.
2.3.4 Waktu yang efektif dalam mencuci tangan
Menurut Kemenkes RI, 2021 waktu yang efektif dalam mencuci tangan yaitu :
Menurut KEMENKES RI (2021), cuci tangan pakai sabun sangat efektif dalam
mencegah kuman penyakit. Cuci tangan pakai sabun dengan benar dapat mencegah
penyakit-penyakit seperti berikut ini:
a. ISPA
b. Diare
c. Pneumonia
Penelitan lain membuktikan bahwa cuci tangan pakai sabun dapat mencegah
penyakit infeksi cacing, mata dan kulit.
Cuci tangan pakai sabun terbukti efektif mencegah penularan virus corona
karena tangan yang bersih setelah dicuci pakai sabun dapat mengurangi risiko
masuknya virus ke dalam tubuh, prosedur cuci tangan menggunakan sabun yaitu
sebagai berikut :
a) Melepaskan semua benda yang melekat pada tangan, seperti cincin atau
jam tangan.
b) Membuka kran air lalu membasahi tangan dengan air bersih.
c) Gunakan sabun pada tangan secukupnya.
d) Gosok telapak tangan yang satu ke telapak tangan lainnya.
e) Gosok punggung tangan dan sela jari.
f) Gosok telapak tangan dan sela jari dengan posisi saling bertautan.
g) Gosok punggung jari ke telapak tangan dengan posisi jari saling bertautan.
h) Genggam dan basuh ibu jari dengan posisi memutar.
i) Gosok bagian ujung jari ke telapak tangan agar bagian kuku terkena sabun.
j) Gosok tangan yang bersabun dengan air bersih mengalir.
k) Keringkan tangan dengan lap sekali pakai atau tissue.
l) Bersihkan pemutar keran air dengan lap sekali pakai atau tissue.
2. Cuci Tangan dengan Cairan Pembersih Tangan (Hand Rub)
Anak pra sekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun,
dimana anak mulai mengenal dirinya sebagai pria atau wanita dan dapat mengatur
diri dalam toilet training, mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (Yusuf
& Junaedi, 2014 dalam Vivi, 2019).
Pada masa ini anak mulai berkenalan dengan lingkungan diluar rumah dan
anak mulai senang bermain diluar rumah sehingga dibutuhkan suasana yang
bersahabat bagi anak. Anak juga dipersiakan dan penerima rangsang Jugakan untuk
s sekolah, maka panca indera serta memori anak sudah siap, sehingga anak dapat
belajar dengan baik. Orang-orang yang dekat dalam lingkungan anak adalah orang
utama yang harus memberi dukungan pada anak khusunya orang tua. Anak dalam
masa ini membutuhkan tiga kebutuhan pokok yaitu kebutuhan fisik-biomedis
(asuh), kebutuhan emosi atau kasih sayang (asih) dan kebutuhan stimulasi mental
(asah).
Usia prasekolah adalah usia anak dengan rentang tiga hingga enam tahun
(Potter dan Perry, 2009 dalam Noviyanti, 2020). Menurut Maria Montessori
(Elizabeth B. Hurlock, 1978:13 dalam Noviyanti, 2020) berpendapat bahwa usia 3-
6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode
dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat
perkembangannya. Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh hockenberry dan
wilson (2009) bahwa usia prasekolah merupakan usia perkembangan anak antara
usia tiga hingga lima tahun.
Usia tiga hingga lima tahun disebut the wonder years yaitu masa dimana
seorang anak memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu, sangat
dinamis dari kegembiraan ke rengekan, dari amukan ke pelukan. Anak usia
prasekolah adalah penjelajah, ilmuwan, seniman, dan peneliti. Mereka suka belajar
dan terus mencari tahu, bagaimana menjadi teman, bagaimana terlibat dengan
dunia, dan bagaimana mengendalikan tubuh, emosi, dan pikiran mereka (Markham,
2019).
Anak usia prasekolah menurut hockenberry & wilson (2009) sudah siap
dalam menghadapi dan berusaha keras mencapai tugas perkembangan. Froebel
(roopnaire, j.l & johnson, j.e., 1993:56) berpendapat bahwa masa anak merupakan
suatu fase yang sangat penting dan berharga, dan merupakan masa pembentukan
dalam periode kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life).
Anak juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat karena pada
tahap ini anak berada pada masa keemasan (golden period). Jendela kesempatan
(window of opportunity), dan masa kritis (critical period) (DepKes RI, 2010).
Teori pikiran Anak menjadi lebih sadar akan aktivitas mental dan fungsi pikiran
(Thahir, 2018, hlm. 118).
Menurut Thahir (2018), Permainan tidak bisa dipisahkan dari dunia anak
prasekolah. Bermain merupakan merupakan bagian penting dalam perkembangan
tahun pertama masa ini. Bentuk-bentuk permainan yang biasa dilakukan anak
pada masa periode ini adalah :
1. Memasuki tahun kedua, anak suka bermain sendirian.
2. Akhir tahun ketiga, anak mulai bermain dengan anak lain.
3. Pada tahun keempat, anak-anak cenderung bermain pada kelompok khusus
dalam permainan imajinatif dan bangunan.
4. Pada usia kelima, anak menyukai permainan yang memungkinkan untuk
saling mengungguli.
Menurut Ahjuri (2019) Bermain memiliki manfaat yang berharga baik bagi anak
yang di antaranya adalah sebagai berikut :
Pola perilaku sosial pada anak antar lain; meniru, persaingan, kerja sama,
simpati, empati (mengerti perasaan dan emosi orang lain serta membayangkan
dirinya berada di kondisi tersebut), dukungan sosial, berbagi kemudian perilaku
akrab. Sementara itu perilaku tidak sosial antara lain; negativisme, agresif, perilaku
berkuasa, mementingkan diri sendiri, merusak, prasangka (Thahir, 2018, hlm. 125).
Menurut Ahjuri (2019). Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari
dirinya sendiri. Serta berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut
pengakuan dari lingkungan. Jika lingkungan terutama orang tua tidak mengakui dan
memperlakukan secara keras, maka pada anak akan berkembang sikap-sikap keras
kepala, menentang, pemalu, dan menyerah. Beberapa emosi yang berkembang
antara lain:
Menurut Ahjuri (2019), Pada usia 4 tahun perkembangan sosial anak sudah
tampak jelas dengan tanda-tanda sebagai berikut.
Dalam tahap ini, anak secara otomatis mengikuti peraturan tanpa berpikir
ataupun menilai. Anak sebaiknya dilatih untuk berdisiplin, karena ini merupakan
cara mengajarkan berperilaku moral sesuai yang diterima di kelompoknya. Oleh
karena itu, berdasarkan pemahamannya maka pada masa ini anak harus dilatih
mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku (Thahir, 2018). Pada usia
prasekolah berkembang kesadaran sosial anak, yang meliputi sikap simpati, murah
hati, dan sikap kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Sikap ini merupakan
egosentris (mementingkan diri sendiri).
Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap
kelompok sosialnya. Anak dapat belajar memahami perilaku baik boleh diterima
disetujui atau buruk tidak boleh tidak diterima/ tidak disetujui melalui
pengalamannya dalam berinteraksi dengan orang lain. Pada masa ini anak harus
dilatih dibiasakan mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku seperti mencuci
tangan sebelum makan, membaca basmallah sebelum makan, menggosok gigi
sebelum tidur dan lain-lain (Masykuroh., dkk, 2021).
Pada masa ini disebut masa trotzaher, periode perlawanan atau masa krisis.
Masa ini terjadi karena ada perubahan hebat pada anak yaitu dirinya mulai sadar
pada aku-nya, dia suka menyebut nama dirinya apabila berbicara dengan orang lain.
Pertentangan antara kemauan diri dan tuntutan lingkungan dapat mengakibatkan
ketegangan dalam diri anak, sehingga anak jarang merespon atau keras kepala. Pada
sikap anak yang membandel ini merupakan suatu kewajaran karena anak
mengalami perkembangan kepribadian dari sikap dependen ke independen. Untuk
mencegah anak agar tidak bersikap bandel, orang tua seharusnya menghadapi
secara bijak, penuh kasih sayang dan tidak bersikap keras.