KAJIAN TEORI
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 Media
Dian Idriana (2011) Media adalah alat perantara dalam komunikasi. Kata media
berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak kata medium. Secara harfiah,
media berarti perantara, yaitu perantara antara sumber pesan (a source) dengan menerima
pesan (a receiver). Beberapa hal yang termasuk ke dalam media adalah film, televisi,
diagram, media cetak (printed material), komputer, dan lain sebagainya.
Suranto (2005) Media ialah “suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan
pesan dari seorang komunikator kepada komunikan”. Sukiman (2012) Media juga dapat
diartikan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan
peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran secara efektif.
Yang dimaksut dalam penelitian ini media pembelajaran adalah suatu perantara
yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau pelajaran dengan tujuan agar
merangsang peserta didik untuk belajar. Sedangkan penggunaan media pembelajaran
merupakan cara yang dilakukan untuk menyampaikan informasi berupa materi
pembelajaran. Adanya media diharapkan proses pembelajaran akan lebih mudah bagi
peserta didik, karena media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu
dalam belajar, selain itu media juga dapat memberikan motivasi bagi peserta didik untuk
belajar.
2.1.2 Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah berarti “tengah”,
“perantara” atau “pengantar”. Dalam bahasa, media adalah perantara sebagaimana
yang dikutip dalam Azhar Arsyad (2011: 3), mengatakan bahwa media apabila
dipahami secara garis besar adalah manusia, media, atau kejadian yang
membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan
sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses
belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau
7
elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual
atau verbal.
Menurut Daryanto (2010: 4), media merupakan salah satu komponen
komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran
merupakan proses komunikasi. Dalam proses pembelajaran pada hakekatnya
adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan
berupa isi/ ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik
verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non verbal, proses ini dinamakan encoding.
Penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding.
Media bukan hanya berupa alat ataupun bahan saja, tetapi merupakan suatu
alat penunjang yang mampu membantu siswa agar dapat memperoleh
pengetahuan. Penggunaan media pembelajaran harus memperhatikan karakteristik
dan kemampuan pada masing-masing media pembelajaran agar mereka dapat
memilih media mana yang sesuai dengan minat, kondisi dan kebutuhan siswa.
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah media yang digunakan dalam pembelajaran yang berupa alat bantu bagi
guru sebagai sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke peserta didik guna
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Melalui penggunaan media
pembelajaran diharapkan dapat mempengaruhi minat dan hasil belajar peserta
didik.
8
Media yang memiliki daya liput luas dan serenta, seperti radio dan televisi.
Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat, waktu, dan ruang, serta dapat
menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama.
Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat.
Media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus
dalam menggunakannya, seperti film, sound slide, film rangkai, yang harus
menggunakan tempat yang tertutup dan gelap.
3. Dilihat dari cara atau Teknik pemakaiannya, media dapat dibagi
menjadi:
Media yang diproyeksikan, seperti film slide, film strip, dan transparansi.
Jenis media tersebut membutuhkan alat proyeksi khusus dalam menggunakannya,
seperti film projector untuk memproyeksikan film, slide projector untuk
memproyeksikan film slide, operhead projector (OHP) untuk memproyeksikan
transparansi.
Media yang tidak diproyeksikan, yaitu jenis media yang tidak membutuhkan
alat proyeksi khusus dalam operasionalnya, seperti gambar, foto, lukisan, dan
radio.
10
termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan
keinginan.
4. Representasi isi
Materi harus benar-benar representatif, misalnya materi simulasi atau
demonstrasi. Pada dasarnya materi pelajaran baik sosial maupun sain dapat
dibuat menjadi media video.
11
9. Mampu berperan sebagai media utama dalam menggambarkan realitas sosial
yang akan dipelajari
10. Mampu berpran sebagai storyteller yang dapat memancing kreatifitas peserta
didik dalam mengekpresikan gagasannya.
12
belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan
berakhirnya puncak proses belajar. Menurut Hamalik tahun 2010 hasil belajar adalah pola-
pola perbuatan, nilai- nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap, serta apersepsi dan
abilitas. Sudjana menyebutkan hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Setelah melalui proses belajar
siswa diharapkan mampu menunjukkan mereka dapat mencapai tujuan belajar yaitu hasil
belajar.
Jadi, hasil belajar adalah sesuatu yang diadakan oleh hasil usaha berupa
kemampuan- kemampuan yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif,
psikomotorik setelah memalui proses belajar, sehingga terbentuk perubahan tingkah laku
yang diharapkan mampu mencapai tujuan belajar.
Anas Sudijono (2009) Sebagaimana telah dimaklumi, dalam sejarah pengukuran
dan penilaian pendidikan tercatat, bahwa pada kurun waktu tahun empat puluhan, beberapa
orang pakar pendidikan di Amerika Serikat yaitu Benjamin S. Bloom, M. D. Englehard, E.
Frust, W. H. Hill, Daniel R. Krathwohl dan didukung pula oleh Ralph E. Tylor,
mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan pendidikan yang disebut
taxonomy. Ide untuk membuat taksonomi itu muncul lebih kurang setelah mereka
berkumpul dan mendiskusikan pengelompokan tujuan pendidikan, yang akhirnya
melahirkan suatu karya Bloom dan kawan- kawannya itu, dengan judul: Taxonomy of
Educational Objectives
Benjamin S, Bloom DKK (1956) itu berpendapat bahwa taksonomi
(pengelompokan) tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu pada tiga jenis domain
(daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
1. Ranah proses berfikir (cognitive domain)
2. Ranah nilai atau sikap (affective domain)
3. Ranah keterampilan (psychomotor domain).
Menurut Rusman (2015) Taksonomi (pengelompokan) tujuan Pendidikan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Hasil Belajar Kognitif
Pengetahuan (Knowledge) adalah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom dalam ranah kognitif ini terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai
13
dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang
tersebut adalah.
a. Pengetahuan (knowledge) yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk dapat menggali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta, atau istilah
tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.
b. Pemahaman (Comprehension) yaitu kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru
dan dapat memanfaatkannyatanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain.
Ke mampuanini dijabarkan lagi menjadi tiga yaitu menerjemahkan, menafsirkan,
dan mengeksplorasi.
c. Penerapan atau Aplikasi (Application) yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk mengeluarkan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip,
dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret.
d. Analisis (Analysis) yaitu jenjang pengetahuan yang menuntut peserta didik untuk
menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau
komponen pembentukannya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga
yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang
terorganisasi.
e. Sintesis (Synthesis) yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor.
Hasil yag diperoleh dapat berupa tulisan, rencana, atau mekanisme.
f. Evaluasi (Evaluation) adalah merupakan jenjang berfikir paling tinggi dalam ranah
kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi disini merupakan
kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai
atau ide, misalnya seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka iaakan
mampu memilih satu pilihan yang terbaik, sesuai dengan patokan-patokan atau
kriteria yang ada.
14
nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya
bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi
Menurut Anas sujiono (2015) Ranah afektif ini oleh Krathwohl dan kawan-kawan
ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu : (1) receiving (2)
responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by a value or value complex.
Pengelompokan lima jenjang tersebut dapat dijelaskan dibawah ini:
1. Receiving atau Attending adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah. situasi,
gejala, dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan
keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attending sering diberi pengertian
sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu obyek.
2. Responding mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan
menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikutsertakan
dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya
dengan salah satu cara
3. Valuing Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau penghargaan
terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan,
dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Contoh hasil belajar afektif
jenjang valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk
berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah- tengah kehidupan
masyarakat.
4. Organization artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai
baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Mengatur dan
mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem
organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain,
pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
5. Characterization by Value or Value Complex yakni keterpaduan semua sistem nilai
yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam
suatu hierarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten padasistemnya dan
telah mempengaruhi emosinya. Ini merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena
sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana.
15
3. Hasil Belajar Psikomotorik
Menurut Rusmiati, DKK (2012) Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan
dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotorik ini sebenarnya merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang
baru tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku). Hasil belajar
kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta
didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang
terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektifnya.
Cheppy Riyana (2007) Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar.
Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di
sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran. Namun tidak berarti bahwa ranah-ranah yang lainnya tidak dipakai dalam
menilai hasil belajar siswa, maka untuk bisa menyatukan ranah-ranah tersebut ada prinsip-
prinsip penilaian yang harus diperhatikan, yaitu : Dalam menilai hasil belajar hendaknya
dirancang sedemikian rupa sehingga jelas yang harus dinilai, materi penilaian, alat
penilaian, dan interpretasi hasil penelitian. Sebagai patokan atau rambu-rambu dalam
merancang penilaian hasil balajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang
digunakan.
4. Alat Penilaian Hasil Belajar
1. Tes Subjektif
Webster’s Collage mengutarakan serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain
yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok. Bentuk-bentuk tes adalah sebagai berikut:
Abdul Majid (2009) Tes tertulis dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
siswa dalam jumlah yang besar, tempat terpisah dan waktu yang bersamaan. Tes tertulis
dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam jumlah yang besar, tempat
terpisah dan waktu yang bersamaan. Karena sifatnya yang tertulis prosedurnya hanya
membagikan lembar soal tertulis kepada siswa, siswa mengerjakan soal hingga selesai lalu
lembar tes dikembalikan atau dikumpulkan kepada panitia atau pengawas.
Nana Sudjana (2014) Tes uraian terbatas pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal
tertentu atau di tentukan batasan-batasan tertentu. Pembatasan bisadari segi ruang
lingkup, sudut pandang dan indikator- indikatornya.
16
Nana Sudjana (2014) Tes Objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar.
Hal ini dikarenakan luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes, juga lebih
mudah dalam melakukan penskoran. Tes obyektif dikenal dalam beberapa bentuk seperti,
soal jawaban singkat, benar salah, menjodohkan, dan pilihan ganda.
Farida Yusuf Tayibnapis (2014) Tes lisan adalah tes dengan menggunakan bahasa
lisan. Pendekatan lisan bertujuan untuk mengungkapkan sebanyak mungkin pengetahuan
dan pemahaman siswa tentang materi yang diuji. Tes lisan memberikan kesempatan
kepada siswa dan guru. untuk menentukan seberapa baik orang dapat mengatur dan
menyimpulkan dan mengekspresikan dirinya.
Farida Yusuf Tayibnapis (2014) Tes Tindakan (performance test) merupakan
penilaian dengan berbagai macam tugas. Tes tindakan memungkinkan situasi dimana siswa
diminta untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan yang telah
didapatkannya. Pengetahuan yang telah didapatkannya kemudian dituangkan kedalam
berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh penguji.
Teknik non-tes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak melalui tes. Yang
tergolong teknik non-tes adalah:
1. Suharsimi (2013) Skala bertingkat (rating scale) misalnya mulai dari tidak
memuaskan , dan sangat memuaskan.
2. Sugiono (2017:142) Kuesioner (questioner) merupakan metode pengumpulan data
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya.
3. Herdiyansyah (2009:136) Daftar cocok (check list) mdoe dalam observasi yang
mampu memberikan ketenangan mengenai muncul atau tidaknya perilaku dengan
memberikan tanda (√) ditempat yang sudah disediakan.
4. Sugiyono (2016) Wawancara (interview) digunakan sebagai teknik mengumpulkan
data jika peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, serta juga peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam.
5. Sugiyono (2018) Pengamatan (observation) merupakan teknik pengumpulan data
yang mempunyai ciri yang spesiik bila dibandingkan dengan teknik yang lain.
6. Suharsimi Arikunto (2009) Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan
seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup,
17
maka peneliti dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan
sikap dari objek yang diteliti.
7. Suharsimi Arikunto (2009) Teknik tes maupun teknik non-tes merupakan alat
evaluasi yang dapat digunakan untuk mengukur suatu prestasi belajar ataupun
prestasi dalam pekerjaan. Akan tetapi masing-masing alat evaluasi memiliki
karakteristik dan kesesuaian terhadap obyek yang diteliti.
Teknik tes maupun teknik non-tes merupakan alat evaluasi yang dapat digunakan
untuk mengukur suatu prestasi belajar ataupun prestasi dalam pekerjaan. Akan tetapi
masing-masing alat evaluasi memiliki karakteristik dan kesesuaian terhadap obyek dan
konteks yang ingin di evaluasi.
18
semua siswa dalam suatu pendidikan adalah keterampilan sosialnya. Selanjutanya
keterampilan menar, memilih dan mengolah dan nng akan datang. Beberapa
pengertian IPS menurut para ahli:
Moeljono Cokrodikarjo (2004) menyatakan pendapat bahwa ilmu
pengetahuan sosial merupakan bentuk perwujudan dari pendekatan Intersisipliner
ilmu sosial dari berbagai cabang ilmu sosial yaitu, sosiologi, antropologi, budaya,
psikologi, sejarah, geografi,ekonomi, ilmu politik, dan ekologi manusia yang
diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang
dosederhanakan agar mudah di pahami.
Nu’man Soemantri (2001) mengemukakan pendapat bahwa IPS merupakan
rangkuman dari ilmu – ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat
SD, SMP, SLTP dan SLTA.
S. Nasution(1997) mengemukakan bahwa IPS merupaan pelajaran fungsi
atau gabungan sejmlah mata pelajaran sosial dan merupakan bagian
darikurikulum sekolah yang sangat berhubungan antara peran manusia dalam
masyarakat yang terdiri atas berbagai ilmu.
2. Pengertian Pembelajaran IPS
Menurut Ali Hamzah, Muhlisrarini (2014) Kata pembelajaran bisa
dikatakan diambil dari kata instruction yang berarti serangkaian kegiatan yang
dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Dalam
pembelajaran segala kegiatan berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa,
ada interaksi siswa yang tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara fisik lahiriah,
akan tetapi siswa dapat berinteraksi dan belajar melalui media cetak, elektronik,
media kaca dan televisi, serta radio. Dalam suatu definisi pembelajaran dikatakan
upaya untuk siswa dalam bentuk kegiatan memilih, menetapkan, dan
mengembangkan metode dan strategi yang optimal untuk mencapai hasil belajar
yang diinginkan.
Kokom Komalasari (2011) Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau
didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek
didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan
efisien. Pasal 1 butir 20 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,
pembelajaran adalah suatu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
19
sumber belajar pada suatu lingkunganbelajar. Ada terkandung lima komponen
pembelajaran, yaitu interaksi, peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan
lingkungan belajar. Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008) adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku
atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa
belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi
tertentu. Berdasarkan pengertian IPS dan pembelajaran diatas dapat disimpulkan
bahwa Pembelajaran IPS adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada
peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik
memperoleh kompetensi tentang bahan IPS yang dipelajari.
20
5. membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan
keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
24
2.3 Kerangka Berfikir
Menurut Sugiono (2014) Sekarang dalam bukunya Business Research mengemukakan
bahwa, kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan
dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.
Kerangka berfikir penelitian ini seperti pada gambar berikut ini:
25
2.4 Hipotesis Penelitian
Rukaesih A. (2015) Hipotesis penelitian merupakan suatu perkiraan atau jawaban
sementara terhadap masalah yang harus dipecahkan dan harus dapat diuji kebenarannya
secara empiris. Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian yaitu :
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Hipotesis alternatif disebut juga dengan hipotesis tandingan atau hipotesis kerja.
Ha: Ada keefektian hasil belajar IPS kelas VIII dengan menggunakan media
pembelajaran video
2. Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis nol adalah suatu hipotesis yang akan diuji kebenarannya.
H0: Tidak ada keefektifan hasil belajar IPS kelas VIII dengan
menggunakan media pembelajaran video.
26