Anda di halaman 1dari 3

NAMA : NI PUTU SURYA WIRADNYANI

KELAS :B
NIM : 2109511038
IMUNOLOGI
Penggumpalan atau aglutinasi (kompleks antigen-antibodi menghasilkan
gumpalan sel atau partikel tak-aktif), atau endapan (gumpalan antigen yang dapat larut)
atau kematian sel (kompleks antigen-antibodi menghasilkan peningkatan berbagai
reaksi yang menyebabkan sel mengalami lisis). Perlindungan yang muncul dari
produksi antibodi disebut imunitas humoral.
ANTIBODY
Antibodi adalah molekul protein yang masuk ke dalam kelas protein yang
dinamakan immunoglobulin. Molekul dasar imunoglobulin terdiri atas empat rantai
asam amino, dua rantai ringan (L) identik dan dua rantai berat (H) identik, yang
disambungkan oleh ikatan di-sulfid. Untuk rantai berat ada satu kelompok, dan untuk
rantai ringan ada dua kelompok (κ dan λ, yang hanya salah satu diantaranya diaktifkan
di semua sel). Berbentuk polipeptida, antibodi tentu saja merupakan produk dari gen.
ANTIGEN SEL DARAH MERAH
Antigen sel darah merah adalah antigen yang terjadi pada permukaan sel darah
merah. Kebanyakan antigen adalah glikoprotein, yang berada dalam bentuk berbeda
yang terkait dengan sekuen berbeda dari gula yang menempel ke rantai polipeptida.
Antibodi yang menyerang sebagian besar golongan sel darah merah diproduksi hanya
setelah ada tantangan (challenge) dengan antigen yang tepat. Pengecualian untuk ini
adalah sistem J pada sapi dan sistem AB pada kucing. Sebagai contoh, antibodi anti-A
terdapat pada hampir seluruh kucing yang memiliki antigen B.
Karena secara normal hewan tidak membawa antibodi untuk antigen sel darah
merah, ini telah dianggap bahwa transfusi darah pada hewan bisa dilaksanakan secara
aman dengan jenis darah apapun yang tersedia, dan tidak ada kebutuhan untuk
penggolongan jenis darah sebelum transfusi. Akan tetapi, transfusi dengan darah yang
tidak diketahui jenisnya dan dipilih secara acak akan menimbulkan reaksi transfusi
jika, tanpa diketahui oleh dokter hewan, resipien telah ditransfusi sebelumya dengan
darah yang mengandung antigen yang sama.
Neonatal Isoerythrolysis
Jantung dan laju pernapasannya meningkat, dan mereka biasanya mati dalam
beberapa hari. Penyakit ini dikenal sebagai neonatal isoerythrolysis, NI atau penyakit
haemolytic dari anak baru lahir. Pada kasus kuda, jawabannya terdapat pada feto-
maternal haemorrhage yang kadang-kadang terjadi selama kebuntingan atau kelahiran,
yang melepaskan sel-sel darah merah dari fetus ke dalam sirkulasi darah induk.
Anggap bahwa fetus telah mewarisi antigen Aa dari bapaknya, yaitu bapak dan
fetus positif untuk Aa (ditulis sebagai Aa+). Anggap juga bahwa ibunya tidak memiliki
antigen Aa (ditulis sebagai Aa-). Ketika sel dari fetus masuk ke ibu, dia mengenali
antigen Aa sebagai non–self, sebab dia tidak mempunyai antigen tersebut. Oleh karena
itu dia menghasilkan antibodi anti-Aa dalam serumnya. Antibodi anti-Aa ini ditransfer
bersama dengan seluruh antibodi lain ke dalam kolostrum ibu, yang diminum anaknya.
Alasan untuk gejala klinis dari NI ini sekarang mestinya terbukti.
Secara sederhana, NI pada belo dapat dicegah dengan melarang belo minum
kolostrum induknya selama 24—36 jam pertama, sampai molekul protein tidak lagi
diserap oleh usus kecil belo. Prosedur yang lebih efisien adalah menentukan jenis
golongan darah semua induk, dan kemudian melakukan skrining selama 4 minggu
terakhir masa kebuntingan hanya pada induk-induk yang Aa negatif, yaitu yang tidak
memiliki antigen Aa.
The Major Histocompatibility Complex (MHC)
Ada satu grup lokus yang terkait secara erat yang memainkan peran yang jauh
lebih penting daripada lokus lainnya. Karena peran utamanya tersebut, grup lokus ini
disebut major histocompatibility complex (MHC).
Region kelas I mengandung beberapa gen, yang masing-masing menyandi satu
polipeptida yang bergagung dengan polipeptida lain, disebut β2-mikroglobulin
(disandi oleh sebuah lokus pada kromosom lain) untuk membentuk suatu molekul yang
disebut histoglobulin kelas I. Region kelas II mengandung gen-gen yang menyandi dua
tipe polipeptida berbeda (rantai α dan β) yang menyatu untuk membentuk satu molekul
histoglobulin kelas II. Region kelas III mengandung gabungan gen-gen yang memiliki
fungsi luas, hanya beberapa diantaranya yang terlibat dalam respon imun.
Jumlah total gen yang teridentifikasi dalam MHC adalah lebih dari 100, dan
jumlah ini selalu bertambah. Beberapa diantaranya tidak berfungsi, karena telah
diinaktikan oleh mutase.
Pada ayam, MHC merupakan sistem golongan darah B, yang aslinya
diidentifikasi dalam konteks antigen pada permukaan sel darah merah. Meskipun daya
tarik awal pada MHC timbul dari perannya dalam penolakan jaringan, sejak itu menjadi
semakin jelas bahwa MHC memainkan peran penting dalam respon imun terhadap
patogen dan parasit. Kenyataannya, MHC merupakan ruang mesin dari respon imun
terhadap penyakit.
Menentukan Phenotip dan Genotip pada MHC
Salah satu ciri menonjol dari MHC dari penentuan phenotip dan genotip ribuan
individu pada banyak spesies adalah polimorfisme ekstrimnya: ada banyak alel pada
sebagian besar lokus. Konsekuensi dari polimorfisme ini adalah hampir setiap individu
mempunyai genotip MHC unik; peluang dua individu yang terpilih secara acak
memiliki satu set alel MHC yang sama adalah sangat kecil. Karena lokus lokus MHC
terpaut secara dekat, satu set alel (satu per lokus) yang terdapat pada kromosom tertentu
biasanya diwariskan sebagai unit tunggal yang disebut haplotype.
Kaitan antara MHC dan penyakit
Pada level molekuler, ada bukti meyakinkan tentang perbedaan antara
histoglobulin dalam kemampuannya menyajikan peptida asing. Dan pada level
organisme, ada beberapa contoh yang terdokumentasi secara baik tentang keterkaitan
MHC/penyakit. Tampaknya banyak kemajuan akan dibuat dalam lingkup keterkaitan
MHC/penyakit pada beberapa tahun mendatang, sekarang teknologi PCR
memungkinkan genotyping secara akurat pada level sekuen basa.
Kaitan-kaitan MHC Lainnya
Selain untuk transplantasi dan imunitas, MHC tampaknya memegang peranan
penting dalam pemilihan pasangan dan dalam menentukan keberhasilan reproduksi.
Sebagai contoh, beberapa data yang menarik dari percobaan dengan tikus
menunjukkan bahwa jika diberikan pilihan pada pasangan kawin, keduanya baik jantan
maupun betina cenderung untuk memilih pasangan yang sebagian besar
histoglobulinnya berbeda, yakni ada kecenderungan perkawinan dipilih berdasarkan
histoincompatibilitas. Lebih lanjut, ada bukti yang menunjukkan bahwa perbedaan di
antara phenotip MHC yang berbeda didasarkan pada bau (odour).
Pentingnya MHC dalam pemilihan pasangan dan keberhasilan reproduksi
masih tetap merupakan pertanyaan terbuka saat ini, khususnya dalam kaitannya dengan
ternak. Namun demikian, dengan pentingnya kemampuan reproduksi ternak, peranan
MHC sebaiknya diinvestigasi secara lengkap, apalagi saat ini teknologi PCR
memungkinkan genotyping secara detail dan akurat. Akhirnya, sangat penting untuk
melakukan penelitian yang mempelajari keterkaitan antara MHC dan sifat produksi
ternak. Alasan utama penelitian semacam itu adalah bahwa jika MHC mempunyai
pengaruh pada resistensi terhadap penyakit, mungkin ada dampaknya pada produksi
ternak yang lebih sehat diharapkan lebih produktif.

Anda mungkin juga menyukai