Anda di halaman 1dari 78

PERTEMUAN 3

ANTIGEN
1. Definisi dan peran
antigen.
2. Interaksi antara antigen
dan antibodi.
3. Molekul reseptor antigen.
4. Struktur molekul MHC
(Major Histocompatibility
Complex) kelas I dan II.

PRODI
FARMASI STIKES BTH TASIKMALAYA
ANTIGEN
 Secara spesifik imunogen adalah bahan yang dapat
merangsang sel B atau sel T atau keduanya.
 Imunogen : substan yang mampu menginduksi respon
imun humoral atau seluler Imunogenik
 Antigen (imunogen) adalah bahan yang dapat
merangsang respon imun atau bahan yang dapat
bereaksi dengan antibodi yang sudah ada..
 Antigen adalah bahan / substan yang berinteraksi
dengan produk respon imun yang dirangsang oleh
imunogen spesifik seperti antibodi dan atau (T cell
Receptor) / TCR. Sebagai target dari respon imun
Antigenik
 Epitop atau determinan antigen adalah bagian dari
antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan
reseptor antibodi, menginduksi pembentukan
antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh
bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi.
 Epitop atau determinan antigen adalah bagian
antigen yang dapat merangsang sistem imun dengan
sangat kuat. Satu antigen dapat memiliki satu atau
lebih determinan antigen.
 Hapten adalah antigen yang molekulnya berukuran
kecil yang tidak dapat menginduksi respon imun
jika sendirian, tetapi menjadi imunogenik jika
bersatu dengan carrier.
 Secara fungsional antigen dibagi menjadi
imunogen dan hapten. Contoh hapten adalah
dinitrofenol, berbagai antibiotik dan obat lainnya
dengan berat molekul kecil. Hapten biasanya
dikenal oleh sel B, sedangkan protein pembawa
oleh sel T.
Antigen dapat dibagi menurut epitop, spesifisitas,
ketergantungan terhadap sel T dan sifat kimiawi :

1. Pembagian antigen menurut epitop


a. Undeterminan, univalen
Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu molekul
b. Undeterminan, multivalen (hapten)
Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan
tersebut ditemukan pada satu molekul (polisakarida)
c. Multideterminan, univalen
Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari
setiap macamnya (kebanyakan protein)
d. Multideterminan, multivalen
Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada
satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan
kompleks secara kimiawi) (kimia kompleks)
2. Pembagian antigen menurut spesifisitas

a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies


b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tertentu
c.Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk
individu dalam satu spesies
d. Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ
tertentu
e. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri
3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel
T
a. T dependen, yang memerlukan pengenalan oleh sel T
terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respon
antibodi. Kebanyakan antigen protein termasuk dalam
golongan ini.
b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa
bantuan sel T untuk membentuk antibodi. Kebanyakan
antigen golongan ini berupa molekul besar polimerik
yang dipecah di dalam tubuh secara perlahan-lahan,
misalnya lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan dan
flagelin polimerik bakteri.
4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
a. Hidrat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein
yang merupakan bagian permukaan sel banyak
mikroorganisme dapat menimbulkan respon imun terutama
pembentukan antibodi. Contoh lain adalah respon imun
yang ditimbulkan golongan darah ABO, sifat antigen dan
spesifisitas imunnya berasal dari polisakarida pada
permukaan sel darah merah
b. Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi
imunogenik bila diikat protein molekul pembawa. Lipid
dianggap sebagai hapten, contohnya adalah sfingolipid.
c. Asam nukleat
Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat
menjadi imunogenik bila diikat protein molekul
pembawa. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya
tidak imunogenik. Respon imun terhadap DNA
terjadi pada penderita dengan LES.
d. Protein
Kebanyakkan protein adalah imunogenik dan pada
umumnya mulltidetermnan dan univalen.
Determinan antigen- Epitop dan
paratop
 Epitop atau determinan antigen adalah bagian dari
antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan
reseptor antibodi, menginduksi pembentukan
antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh
bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi.
Makromolekul dapat memiliki berbagai epitop
yang masing-masing merangsang produksi antibodi
spesifik yang berbeda. Paratop adalah bagian dari
antibodi yang megikat epitop atau TCR yang
megikat epitop pada antigen.
ANTIGEN-ANTIBODI KOMPLEK

HAPTEN-CARRIER KOMPLEK
RESEPTOR ANTIGEN
3 Elemen yg dapat mengenal dan mengikat antigen :
1. Antibodi
2. TCR
3. MHC
ANTIBODI
 Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan
serum yang mengandung berbagai bahan larut
tanpa sel. Bahan tersebut mengandung molekul
antibodi yang digolongkan dalam protein yang
disebut globulin/imunoglobulin.
 Dua cirinya yang penting ialah spesfitas dan
aktivitas biologik. Fungsi utamanya adalah
mengikat antigen dan mengantarkannya ke sistem
efektor pemusnahan.
 Antibodi (imunoglobulin) merupakan kelas
molekul yang dihasilkan oleh sel plasma
(proliferasi dari limfosit B) dan dibantu oleh
limfosit T dan makrofag yang dirangsang oleh
antigen asing
 Imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang
berasal dari proliferasi sel B yang terjadi setelah
kontak dengan antigen.
 Antibodi yang terbentuk secara spesifik akan
mengikat antigen baru lainnya yang sejenis.
 Bila serum protein tersebut dipisahkan dengan cara
elektroforesis, maka imunoglobulin ditemukan
terbanyak dalam fraksi globulin gama, meskipun
ada beberapa imunoglobulin yag juga ditemukan
dalam fraksi globulin alfa dan beta.
 Semua molekul imunoglobulin mempunyai 4 rantai
polipeptida dasar yang terdiri atas 2 rantai berat
(heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang
identik. Serta 2 regio : variabel (V) dan constant
(C)
 Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) yang
terdiri atas 230 asam amino serta 5 jenis rantai
berat yang tergantung pada kelima jenis
imunoglobulin IgM, IgG, IgE, IgA dan IgD.
 Rantai berat terdiri atas 450-600 asam amino, sehingga
berat dan panjang rantai berat tersebut adalah dua kali
rantai ringan.
 Molekul imunoglobulin mempunyai rumus molekul
yang heterogen, meskipun hanya terdiri dari 4 unit
polipeptida dasar.
 Enzim papain memecah molekul antibodi dalam
fragmen masing-masing.
 Fab : Fragmen Antigen Binding .
 Fc : Fragmen crystallizable
Rumus Bangun Dasar
Imunoglobulin
Imunoglobulin G (IgG)

 IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat


molekul 160.000 dalton. Kadarnya dalam darah sekitar 13 mg/ml,
merupakan 75% dari semua imunoglobulin. IgG ditemukan dalam
berbagai cairan seperti darah, CSS (Cairan serebro spinal) dan juga urin.
 IgG dapat menembus plasenta masuk ke janin dan berperan pada imunitas
bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dan komplemen bekerja saling
membantu sebagai opsonin pemusnahan antigen. IgG memiliki sifat
opsonin yang efektif karena sel-sel fagosit, monosit dan makrofag
mempunyai reseptor untuk fraksi Fc dari IgG (Fcγ-R) sehingga dapat
mempererat hubungan antara fagosit dengan sel sasaran.
 IgG pada manusia terdiri atas 4 subkelas yaitu IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4
yang berbeda dalam sifat dan aktivitas biologik.
 Molekul ini berfungsi sebagai pelindung terhadap organisme dan toksin
yang bersirkulasi, mengaktifkan komplemen dan meningkatkan
keefektifan sel fagositik
Imunoglobulin A (IgA)

 IgA dengan berat molekul 165.000 dalton ditemukan


dalam serum dengan jumlah sedikit. Kadarnya
terbanyak ditemukan dalam cairan sekresi saluran
nafas (sekret respiratorius), cerna dan kemih, air mata,
keringat, ludah dan dalam air susu ibu yang lebih
berupa IgA sekretori (sIgA) yag merupakan bagian
terbanyak.
 IgA terdiri atas 2 subkelas yaitu IgA1 (93%) dan IgA2
(7%).
 sIgA melindungi tubuh dari patogen oleh karena dapat
bereaksi dengan molekul adhesi dari patogen potensial
sehingga mencegah adherens dan kolonisasi patogen
tersebut dalam sel pejamu
Fungsi IgA adalah sebagai berikut:

 IgA dapat bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil,


monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk Fcα (Fcα-
R) sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik
komplemen dan menetralisasi toksin. IgA diduga juga
berperan dalam imunitas cacing pita.
 Baik IgA dalam serum maupun dalam sekresi dapat
menetralkan toksin atau virus dan mencegah terjadinya
kontak antara toksin atau virus dengan sel alat sasaran
 IgA dalam serum dapat mengaglutinasikan kuman,
mengganggu motilitasnya sehingga memudahkan
fagositosis (opsonisasi) oleh sel polimorfonuklear
 Berperan dalam imunitas pada saluran cerna.
Imunoglobulin dalam cairan lambung terdiri atas 80% IgA,
13% IgM dan 7% IgG.
Imunoglobulin M (IgM)

 Nama M berasal dari makro-globulin dan berat


molekul IgM adalah 900.000 dalton.
 IgM mempunyai rumus bangun pentamer dan
merupakan imunoglobulin terbesar.
 IgM merupakan Ig paling efisien dalam aktivasi
komplemen.
 Kebanyakan sel B mengekspresikan IgM pada
permukaannya sebagai respon antigen.
 IgM dibentuk paling dahulu pada respon imun primer
terhadap kebanyakan antigen dibanding dengan IgG.
 IgM juga merupakan Ig yang predominan diproduksi
janin.
Imunoglobulin M
 IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme
patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan
aglutinator poten antigen.
 Pada respon primer, timbulnya IgG didahului oleh
IgM, sedangkan pada respon sekunder
pembentukan imunoglobulin berlangsung lebih
cepat dan untuk waktu yang lebih lama, Ig
mencapai titer yang tinggi terutama terdiri atas IgG.
Imunoglobulin D (IgD)

 IgD ditemukan dalam serum dengan kadar sangat


rendah. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh karena
IgD tidak dilepas sel plasma dan sangat rentan terhadap
degradasi oleh proses proteolitik.
 IgD merupakan komponen permukaan utama sel B dan
petanda dari diferensiasi sel B yang lebih matang.
 IgD tidak mengikat komplemen, mempunyai aktivitas
antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan
autoantigen seperti komponen nukleus.
Imunoglobulin E (IgE)

 IgE mudah diikat sel mast, basofil dan eosinofil


yang memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE
(Fcε-R).
 IgE dibentuk setempat oleh sel plasma dalam
selaput lendir saluran nafas dan cerna. Selain pada
alergi, kadar IgE yang tinggi ditemukan pada
infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid,
trikinosis dan diduga berperan pada imunitas
parasit.
INTERAKSI ANTIGEN (Ag) –
ANTIBODI (Ab)
Sisi pengikat Ag pada regio variabel (V) Ab berikatan dengan
sisi penghubung determinan pada Ag komplek imun.

1. Fiksasi komplemen :
 Ab mengikat komplemen diaktivasi melalui “jalur
klasik” :
 Opsonisasi : Ag diselubungi Ab/komplemen fagositosis
 Sitolisis : ruptur membran plasma isi seluler keluar
 Inflamasi : produk komplemen melalui aktivasi sel mast,
basofil, dan trombosit
2. Netralisasi
 Ab menutup sisi toksik antigen no danger

3. Aglutinasi (penggumpalan)
 Terjadi jika antigen adalah materi partikulat, seperti
bakteri.

4. Presipitasi
 Terjadi jika antigen dapat larut
Reaksi Ag - Ab
Fungsi Antibodi
 Antibodi merupakan komponen imunitas didapat
yang melindungi tubuh terhadap infeksi
mikroorganisme dan produknya yang toksik. Oleh
karena itu interaksi antara antigen dan antibodi
sangat penting dan banyak digunakan in vitro untuk
tujuan diagnostik. Penggunaan reaksi invitro antara
antigen-antibodi disebut serologi.
 Interaksi antara antigen dan antibodi dapat
menimbulkan berbagai akibat antara lain presipitasi
(bila antigen merupakan bahan larut dalam cairan
garam fisiologik), aglutinasi (bila antigen
merupakan bahan tidak larut/partikel-partikel
kecil), netralisasi (toksin) dan aktivasi komplemen.
Kebanyakan reaksi tersebut terjadi oleh adanya
interaksi antara antigen multivalen dan antibodi
yang sedikitnya memiliki 2 tempat ikatan per
molekul.
 Titer antibodi adalah pengenceran tertinggi yang
menunjukkan aglutinasi atau presipitasi. Untuk
menentukan titer antibodi, dibuat pengenceran
serial serum dan selanjutnya ditambahkan sejumlah
antigen yang konstan dan campuran larutan
tersebut diinkubasi dan diperiksa untuk
aglutinasi/presipitasi.
Aktivitas Sel B dalam reaksi antigen-antibody
Interaksi Antibodi - Antigen
 Satu cara sistem imun membentuk antibodi yang
mempunyai spesifikasi yang berbeda dengan cara
membuat kombinasi yang berbeda pada rantai
ringan dan berat pada bagian V.
 Cara menghasilkan keragaman ini dikenal dengan
istilah combinatorial diversity
 Suatu antigen ekstraseluler secara
konvensional akan mengalami endositosis
dan internalisasi melalui vesikel yang
dilapisi clathrin dan selanjutnya mengalami
degradasi menjadi peptida melalui early
endosome, late endosome dan akhirnya ke
lisosom. Enzim yang berperan antara lain
cathepsin B dan D yang keduanya terdapat
pada endosom maupun lisosom.
Antigens must be processed in order
to be recognised by T cells

T
Y
Cell surface peptides of Ag
presented by cells that express
MHC antigens
Soluble
Soluble
native Ag
peptides
of Ag Cell surface
Cell surface
native Ag peptides
of Ag

ANTIGEN
PROCESSING

No T cell No T cell No T cell No T cell T cell


response response response response
response
MAJOR HISTOCOMPATIBILITY
COMPLEX (MHC)

Farmasi
STIKES BTH
 Imunogenetika adalah suatu konsep pendekatan
genetik yang mengendalikan perbedaan
reaktivitas/respon imun dan kerentanan (susceptibility)
tubuh terhadap suatu kejadian sakit.
 Konsep ilmu tersebut berkembang sangat cepat pada
abad ke 20, diawali dengan ditemukannya sistem ABO
pada penggolongan darah pada tahun 1900 oleh
Landsteiner, dkk berdasarkan adanya antigen pada
permukaan sel darah merah serta antibodi pada
serumnya, yang menggunakan metode imunologik
untuk membedakan pewarisan genetik antar individu.
 Konsep imunogenetika yang merupakan
perpaduan antara ilmu genetik dan imunologi
menghasilkan penemuan konsep golongan darah
selain sistem ABO, misalnya golongan darah
sistem Rhesus, sistem MNs dsb, ternyata
memberikan manfaat klinis terutama untuk
mendapatkan kompatibilitas/kesesuaian golongan
darah khususnya menghindari reaksi penolakan
pada transfusi darah atau transfusi komponen
darah.
 Tahap selanjutnya, transplantasi organ/jaringan
memerlukan suatu konsep pendekatan yang dapat
menjelaskan kontrol genetik terhadap perbedaan
antigenik/ yang ekspresinya tidak pada membran sel
darah merah (erythrocyte membrane) namun pada sel
yang mempunyai kompetensi imunologik.
 Konsep tersebut berdasar pada kesesuaian
(compatibility) jaringan antara donor dan resipien
pada proses transplantasi, oleh karena itu fenomena
tersebut diatas dinamai histocompatibility.
 Konsep histocompatibility tersebut lazim
dikenal sebagai major histocompatibility
complex (MHC) yang merupakan istilah umum
(general concepts).
 MHC pada tikus (mice) disebut sebagai sistem

H2; pada manusia yang ditemukan oleh Jean


D'ausset pada tahun 1958, disebut HLA
(Human Leukocyte Antigen); pada anjing
disebut DLA dan pada rhesus disebut RhLA.
Peta skematik lokus MHC pada manusia, mencit, kera dan anjing
Struktur Dasar sistem MHC

 Gen MHC adalah kompleks gen pada suatu


regio dari kromosom tertentu yang diukur
dengan meiotic analysis pada panjang 2
sampai 3 centimorgans (cM) dan terdiri dari 2-
3 juta pasangan nukleotida.
 Panjangnya bervariasi dari satu spesies ke
spesies lainnya dan mempunyai variasi di
dalam satu spesies antara satu individu dengan
individu lainnya.
 Pada umumnya jumlah gen (lokus) MHC pada
mamalia terdiri dari 2 kelas yaitu Class I MHC
gene dan Class II MHC gene sehingga ekpresinya
disebut sebagai Class I MHC molecules dan Class
II MHC molecules.
 Perkembangan pada dekade terakhir ini telah
dilakukan suatu penelitian tentang peran biologik
gen yang mengendalikan Class III MHC
molecules, namun sampai saat ini kesimpulan
yang didapat masih mengundang kontroversi.
 Ekspresi gen MHC umumnya terdapat pada
hampir semua sel somatik namun ekspresinya
bervariasi pada berbagai jaringan dan tipe sel,
terutama pada organ tertentu.
 Pada semua spesies ekspresi MHC tertinggi

terdapat pada sel limfoid, dan ekspresi yang


lebih rendah terdapat pada jaringan liver, paru
dan jantung.
 Molekul MHC adalah molekul peptida
yang terdapat pada permukaan sel dan
dikendalikan oleh gen MHC yang
mempunyai sifat polimorfik, serta
mempunyai fungsi utama memproses dan
mempresentasikan antigen kepada sel
imunokompeten yaitu sel limposit T
helper.
 Ekspresi gen MHC kelas I dan kelas II,
berupa molekul peptida pada permukaan
sel mempunyai kemiripan dalam struktur
namun berbeda dalam ikatan antar
domain dan berbeda pula dalam
fungsi/manfaat biologiknya
 Komposisi fungsi molekul
MHC kelas I terdiri 4
bagian:
1. Peptide/antigen binding
region
2. Immunoglobulin like
region
3. Transmembran region
4. Cytoplasmic region
Bagian pertama dari molekul MHC yang disebut
peptida/antigen binding region mempunyai fungsi
biologik melakukan pengikatan dengan molekul
antigen asing. Bagian ini mempunyai susunan 180
asam amino yang terbagi pada rantai a1 dan rantai
a2.
Bagian kedua terdiri dari rantai a3 dan rantai b2
mikroglobulin. Rantai a3 terdiri dari 90 asam amino
dan homolog dengan domain constan dari
imunoglobulin. Fungsi biologik rantai a3 adalah
tempat ikatan dengan molekul CD8.
Bagian ke 3 adalah polipeptida yang tersusun dari 25
asam amino dan merupakan perpanjangan dari rantai
a3. Fungsi biologik bagian ini adalah jalur menuju
sitoplasma dan merupakan tempat tertanamnya
molekul MHC.
MHC Kelas II

 Komposisi, fungsi struktur


MHC kelas II mirip dengan
molekul MHC kelas I, juga
terdiri dari 4 bagian.
 Pada bagian peptida binding
region terdapat rantai a1 dan b1
yang masing-masing tersusun
dari 90 asam amino. Fungsi
biologik rantai a1 dan b1
adalah berinteraksi secara
selektif dengan peptida antigen
melalui rantai a1 dan b1 yang
berlekuk membentuk 8 stranded
helix.
Konsep genetik polimorfisme molekul MHC kelas II
menentukan struktur kimia pada cekungan juga
menentukan spesifitas dan afinitas peptide binding
serta T cell recognition.
Pada bagian imunoglobulin like region terdapat rantai
a2 dan b2 yang masing-masing tersusun dari 90 asam
amino dan pada dasarnya bersifat non polimorfik.
Fungsi biologik dari bagian ini diperkirakan untuk
interaksi non kovalen antara dua rantai.
Pada molekul MHC kelas II bagian transmembran
dan sitoplasmik mempunyai kemiripan fungsi dengan
bagian yang sama dari molekul MHC kelas I.
 Rantai a dan b molekul MHC kelas II terbentuk di
endoplasmik retikulum setelah dikode DNA/gen
MHC dan ditranskripsikan oleh RNA.
 Kedua rantai tersebut akan diselimuti oleh rantai
invarian dibantu calnexin, dengan tujuan mencegah
terjadinya pengisian pada tempat pengikatan (binding
site). Kemudian ditransportasikan ke aparat Golgi dan
selanjutnya ke early endosome dan ke late endosome.
 Pengikatan peptida oleh molekul MHC kelas II terjadi
pertama kali di kompartemen prelysosomal di mana
terakumulasi hasil sintesis molekul MHC kelas II dan
kemudian diekspresikan ke permukaan sel (Brodsky
et al., 1996).
 Hasil ekspresi gen MHC kelas II (molekul
MHC kelas II) akan mempresentasikan
determinan antigen tersebut kepada sel
limfosit T helper melalui reseptor pada
permukaan sel yang disebut T Cell Reseptor
(TCR).
 Interaksi antara molekul MHC kelas II, peptida
antigen dan molekul TCR tersebut akan
memberikan immunological excitment, kemudian
timbul proses imun selanjutnya yang perannya
diawali oleh limfosit T dan lazim disebut T cell
repertoire yang berupa rangkaian respon imun dan
berakhir dengan eliminasi antigen nonself tersebut.
 Interaksi dari kompleks trimolekuler tersebut
sebenarnya merupakan langkah awal dalam proses
imunitas spesifik, terutama dalam upaya
memberdayakan imunologik pada hospes.
Alur Kerja MHC Kelas II Intraseluler
Alur Kerja MHC Kelas I Intraseluler
 Peptida antigen sebelum diikat oleh molekul MHC kelas
I, mengalami degenerasi di dalam sitosol dan kemudian
mengalami proteolisis oleh enzim proteolitik/proteosome
menjadi peptida- peptida yang kemudian
ditransportasikan ke endoplasmik retikulum melalui TAP
transporter protein.
 Rantai a1 molekul MHC kelas I dan molekul b2
microglobulin akan diselimuti oleh protein ER-resident
dibantu oleh calnexin. Kompleks tersebut akan
mengalami disosiasi setelah berikatan dengan peptida,
dan setelah terbentuk ikatan molekul MHC kelas I-
peptida antigen baru diekspresikan ke permukaan sel.
 Ekspresi MHC kelas I tersebut
terdapat pada targeting cells (sel
target yang mengandung antigen
intraseluler) yang akan bereaksi
dengan TCR dari cytotoxic T
limphocytes (CTL) untuk proses
eliminasi antigen tersebut.
Karakter Biologik MHC
 Salah satu karakteristik pada MHC adalah
polymorphisme yang menunjukkan
beragamnya ekspresi yang aktual dari gen
MHC yang terdapat pada suatu populasi.
Hal tersebut karena adanya sejumlah
besar alel yang berperan dan terdapat
pada interbreeding populations.
 Secara teoritik tingginya tingkat polymorphism
suatu gen adalah akibat salah satu kejadian dari
mutation rate, selection, genetic hitch-hiking
atau kombinasi ketiganya.
 Penjelasan yang terbanyak dari tingginya

polymorphism tersebut berdasarkan adanya


selection molekul MHC karena beragamnya
fungsi biologik yang harus dijalankan oleh
sistem imun.
 Peristiwa mutasi pada sistem MHC pada kelompok
mamalia jarang terjadi, meskipun secara relatif terdapat
kejadian rekombinasi pada kompleksitas sistem MHC.
 Pada kejadian genetic hitch hiking terdapat perubahan
dalam frekwensi dari varian gen yang ada dalam suatu
populasi tergantung pada perubahan gen yang berakibat
perbedaan fungsi biologik. Secara teoritis kejadian
genetic hitch hiking berperan terhadap adanya
polymorphism MHC karena kejadian tersebut merupakan
hasil peristiwa setelah kejadian selection.
Manfaat Biologik Sistem MHC
 Misi utama dari sistem imun adalah berkemampuan
membedakan antigen self (diri) dan non sel (asing), yang
selanjutnya akan terjadi proses / rangkaian stimulasi
berupa respon imun yang efektif yang mampu
mengeliminasi antigen non self tersebut.
 Sistem MHC sebagai perangkat sistem imun yang
mempunyai kemampuan membedakan antigen self (diri)
dan nonself (asing), dengan melalui tahapan pertama
menangkap isyarat dari antigen yang diproses oleh APC
(antigen presenting cells) misalnya sel mononuklear, sel
dendritik dan lain sebagainya, proses selanjutnya muncul
kode genetik dari gen MHC kelas II untuk memproduksi
molekul MHC kelas II.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai