Anda di halaman 1dari 58

PERTEMUAN 3

ANTIGEN
1.

2.

3.
4.

Definisi
dan
peran
antigen.
Interaksi antara antigen
dan antibodi.
Molekul reseptor antigen.
Struktur molekul MHC
(Major Histocompatibility
Complex)kelas I dan II.

PRODI
FARMASI

STIKES BTH TASIKMALAYA

ANTIGEN

Secara spesifik imunogen adalah bahan yang dapat


merangsang sel B atau sel T atau keduanya.
Antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk
respon imun yang dirangsang oleh imunogen spesifik
seperti antibodi dan atau (T cell Receptor) / TCR.
Epitop atau determinan antigen adalah bagian dari
antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan
reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi
yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari
antibodi atau oleh reseptor antibodi.

Secara fungsional antigen dibagi menjadi


imunogen dan hapten. Contoh hapten adalah
dinitrofenol, berbagai antibiotik dan obat lainnya
dengan berat molekul kecil. Hapten biasanya
dikenal oleh sel B, sedangkan protein pembawa
oleh sel T.

Antigen dapat dibagi menurut epitop, spesifisitas, ketergantungan terhadap sel T dan sifat kimiawi :

1. Pembagian antigen menurut epitop


a. Undeterminan, univalen
Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu molekul
b. Undeterminan, multivalen (hapten)
Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut
ditemukan pada satu molekul (polisakarida)
c. Multideterminan, univalen
Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap
macamnya (kebanyakan protein)
d. Multideterminan, multivalen
Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu
molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks
secara kimiawi) (kimia kompleks)

2. Pembagian antigen menurut spesifisitas


a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies
b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tertentu
c.Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk
individu dalam satu spesies
d. Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ
tertentu
e. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri

3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T


a. T dependen, yang memerlukan pengenalan oleh sel T
terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respon antibodi.
Kebanyakan antigen protein termasuk dalam golongan ini.
b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan
sel T untuk membentuk antibodi. Kebanyakan antigen
golongan ini berupa molekul besar polimerik yang dipecah
di dalam tubuh secara perlahan-lahan, misalnya
lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan dan flagelin
polimerik bakteri.

4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi


a. Hidrat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein yang
merupakan bagian permukaan sel banyak mikroorganisme dapat
menimbulkan respon imun terutama pembentukan antibodi. Contoh
lain adalah respon imun yang ditimbulkan golongan darah ABO,
sifat antigen dan spesifisitas imunnya berasal dari polisakarida
pada permukaan sel darah merah
b. Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila
diikat protein molekul pembawa. Lipid dianggap sebagai hapten,
contohnya adalah sfingolipid.

c. Asam nukleat
Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat
menjadi imunogenik bila diikat protein molekul
pembawa. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya
tidak imunogenik. Respon imun terhadap DNA
terjadi pada penderita dengan LES.
d. Protein
Kebanyakkan protein adalah imunogenik dan pada
umumnya mulltidetermnan dan univalen.

Determinan

antigen-

Epitop

dan

paratop

Epitop atau determinan antigen adalah bagian dari


antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan
reseptor antibodi, menginduksi pembentukan
antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh
bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi.
Makromolekul dapat memiliki berbagai epitop yang
masing-masing merangsang produksi antibodi
spesifik yang berbeda. Paratop adalah bagian dari
antibodi yang megikat epitop atau TCR yang
megikat epitop pada antigen.

ANTIBODI

Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan


serum yang mengandung berbagai bahan larut
tanpa sel. Bahan tersebut mengandung molekul
antibodi yang digolongkan dalam protein yang
disebut globulin/imunoglobulin. Dua cirinya yang
penting ialah spesfitas dan aktivitas biologik.
Fungsi utamanya adalah mengikat antigen dan
mengantarkannya ke sistem efektor pemusnahan.

Imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang


berasal dari proliferasi sel B yang terjadi setelah
kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk
secara spesifik akan mengikat antigen baru lainnya
yang sejenis. Bila serum protein tersebut dipisahkan
dengan cara elektroforesis, maka imunoglobulin
ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gama,
meskipun ada beberapa imunoglobulin yag juga
ditemukan dalam fraksi globulin alfa dan beta.

Semua molekul imunoglobulin mempunyai 4 rantai


polipeptida dasar yang terdiri atas 2 rantai berat (heavy
chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik. Ada
2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) yang terdiri atas
230 asam amino serta 5 jenis rantai berat yang tergantung
pada kelima jenis imunoglobulin IgM, IgG, IgE, IgA dan
IgD. Rantai berat terdiri atas 450-600 asam amino,
sehingga berat dan panjang rantai berat tersebut adalah
dua kali rantai ringan. Molekul imunoglobulin
mempunyai rumus molekul yang heterogen, meskipun
hanya terdiri dari 4 unit polipeptida dasar.

Imunoglobulin G

IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat


molekul 160.000 dalton. Kadarnya dalam darah sekitar 13 mg/ml,
merupakan 75% dari seua imunoglobulin. IgG ditemukan dalam
berbagai cairan seperti darah, CSS (Cairan serebro spinal) dan juga
urin.
IgG dapat menembus plasenta masuk ke jnin dan berperan pada
imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dan komplemen bekerja
saling membantu sebagai opsonin pemusnahan antigen. IgG memiliki
sifat opsonin yang efektif karena sel-sel fagosit, monosit dan makrofag
mempunyai reseptor untuk fraksi Fc dari IgG (Fc-R) sehingga dapat
mempererat hubungan antara fagosit dengan sel sasaran.
IgG pada manusia terdiri atas 4 subkelas yaitu IgG1, IgG2, IgG3
dan IgG4 yang berbeda dlam sifat dan aktivitas biologik.

Imunoglobulin A

IgA dengan berat molekul 165.000 dalton ditemukan dalam


serum dengan jumlah sedikit. Kadarnya terbanyak ditemukan
dalam cairan sekresi saluran nafas, cerna dan kemih, air mata,
keringat, ludah dan dalam air susu ibu yang lebih berupa IgA
sekretori (sIgA) yag merupakan bagian terbanyak.
IgA terdiri atas 2 subkelas yaitu IgA1 (93%) dan IgA2 (7%).
Fungsi IgA adalah sebagai berikut:

sIgA melindungi tubuh dari patogen oleh karena dapat bereaksi


dengan molekul adhesi dari patogen potensial sehingga mencegah
adherens dan kolonisasi patogen tersebut dalam sel pejamu

IgA dapat bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit


dan makrofag memiliki reseptor untuk Fc (Fc-R) sehingga dapat
meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralisasi
toksin. IgA diduga juga berperan dalam imunitas cacing pita.
Baik IgA dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralkan
toksin atau virus dan mencegah terjadinya kontak antara toksin
atau virus dengan sel alat sasaran
IgA dalam serum dapat mengaglutinasikan kuman, mengganggu
motilitasnya sehingga memudahkan fagositosis (opsonisasi) oleh
sel polimorfonuklear
Berperan dalam imunitas pada saluran cerna. Imunoglobulin dalam
cairan lambung terdiri atas 80% IgA, 13% IgM dan 7% IgG.

Imunoglobulin M

Nama M berasal dari makro-globulin dan berat


molekul IgM adalah 900.000 dalton. IgM
mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan
imunoglobulin terbesar. IgM merupakan Ig paling
efisien dalam aktivasi komplemen. Kebanyakan sel
B mengekspresikan IgM pada permukaannya
sebagai respon antigen. IgM dibentuk paling dahulu
pada respon imun primer terhadap kebanyakan
antigen dibanding dengan IgG. IgM juga merupakan
Ig yang predominan diproduksi janin.

Imunoglobulin M

IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme


patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan
aglutinator poten antigen. Pada respon primer,
timbulnya IgG didahului oleh IgM, sedangkan pada
respon sekunder pembentukan imunoglobulin
berlangsung lebih cepat dan untuk waktu yang
lebih lama, Ig mencapai titer yang tinggi terutama
terdiri atas IgG.

Imunoglobulin D

IgD ditemukan dalam serum dengan kadar sangat


rendah. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
karena IgD tidak dilepas sel plasma dan sangat
rentan terhadap degradasi oleh proses proteolitik.
IgD merupakan komponen permukaan utama sel B
dan petanda dari diferensiasi sel B yang lebih
matang. IgD tidak mengikat komplemen,
mempunyai aktivitas antibodi terhadap antigen
berbagai makanan dan autoantigen seperti
komponen nukleus.

Imunoglobulin E

IgE mudah diikat sel mast, basofil dan eosinofil


yang memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE
(Fc-R). IgE dibentuk setempat oleh sel plasma
dalam selaput lendir saluran nafas dan cerna.
Selain pada alergi, kadar IgE yang tinggi
ditemukan pada infeksi cacing, skistosomiasis,
penyakit hidatid, trikinosis dan diduga berperan
pada imunitas parasit.

INTERAKSI ANTARA ANTIGEN-ANTIBODI

Antigen adalah bahan yang dapat diikat secara


spesifik oleh molekul reseptor pada sel T. Antibodi
dapat mengenal hampir setiap molekul biologik
sebagai antigen seperti hasil metabolik hidrat
arang, lipid, hormon, makromolekul kompleks
hidrat arang, fosfolipid, asam nukleat dan protein.

Pengenalan antigen oleh antibodi melibatkan ikatan


nonkovalen dan reversibel. Berbagai jenis interaksi
nonkovalen dapat berperan pada ikatan antigen
seperti faktor elektrostatik, ikatan hidrogen,
interaksi hidrofobik dan lainnya. Kkuatan ikatan
antara satu antibodi dan epitop disebut afinitas
atibodi. Antigen polivalen memiliki lebih dari satu
determinan. Kekuatan ikatan antibodi dengan
epitop antigen keseluruhan disebut afinitas.

Antigen monovalen atau epitop masing-masing pada


permukaan sel, akan berinteraksi dengan masing-masing
ikatan tunggal molekul antibodi. Meskipun afinitas
interaksi tersebut dapat tinggi, aviditas keseluruhan
adalah rendah. Bila ditemukan banyak determinan yang
cukup dekat pada permukaan sel, satu molekul IgG
mengikat 2 epitop yang menghasilkan aviditas lebih
tinggi. IgM mempunyai 10 ikatan antigen identik yang
secara teoritis dalam interaksi polivalen dapat mengikat
secara simultan 10 determian dengan aviditas sangat
tinggi.

Antibodi merupakan komponen imunitas didapat


yang melindungi tubuh terhadap infeksi
mikroorganisme dan produknya yang toksik. Oleh
karena itu interaksi antara antigen dan antibodi
sangat penting dan banyak digunakan in vitro untuk
tujuan diagnostik. Penggunaan reaksi invitro anta
antigen-antibodi disebut serologi.

Interaksi antara antigen dan antibodi dapat


menimbulkan berbagai akibat antara lain presipitasi
(bila antigen merupakan bahan larut dalam cairan
garam fisiologik), aglutinasi (bila antigen
merupakan bahan tidak larut/partikel-partikel
kecil), netralisasi (toksin) dan aktivasi komplemen.
Kebanyakan reaksi tersebut terjadi oleh adanya
interaksi antara antigen multivalen dan antibodi
yang sedikitnya memiliki 2 tempat ikatan per
molekul.

Titer antibodi adalah pengenceran tertinggi yang


menunjukkan aglutinasi atau presipitasi. Untuk
menentukan titer antibodi, dibuat pengenceran
serial serum dan selanjutnya ditambahkan sejumlah
antigen yang konstan dan campuran larutan
tersebut
diinkubasi
dan
diperiksa
untuk
aglutinasi/presipitasi.

MAJOR HISTOCOMPATIBILITY
COMPLEX (MHC)

Farmasi
STIKES BTH

TITA NOFIANTI, M.Si., Apt

Imunogenetika adalah suatu konsep pendekatan genetik


yang mengendalikan perbedaan reaktivitas/respon imun
dan kerentanan (susceptibility) tubuh terhadap suatu
kejadian sakit.
Konsep ilmu tersebut berkembang sangat cepat pada
abad ke 20, diawali dengan ditemukannya sistem ABO
pada penggolongan darah pada tahun 1900 oleh
Landsteiner, dkk berdasarkan adanya antigen pada
permukaan sel darah merah serta antibodi pada
serumnya, yang menggunakan metode imunologik untuk
membedakan pewarisan genetik antar individu.

Konsep imunogenetika yang merupakan perpaduan


antara ilmu genetik dan imunologi menghasilkan
penemuan konsep golongan darah selain sistem
ABO, misalnya golongan darah sistem Rhesus,
sistem MN dsb, ternyata memberikan manfaat
klinis
terutama
untuk
mendapatkan
kompatibilitas/kesesuaian
golongan
darah
khususnya menghindari reaksi penolakan pada
transfusi darah atau transfusi komponen darah.

Tahap selanjutnya, transplantasi organ/jaringan


memerlukan suatu konsep pendekatan yang dapat
menjelaskan kontrol genetik terhadap perbedaan
antigenik/ yang ekspresinya tidak pada membran
sel darah merah (erythrocyte membrane) namun
pada sel yang mempunyai kompetensi imunologik.
Konsep
tersebut berdasar pada kesesuaian
(compatibility) jaringan antara donor dan resipien
pada proses transplantasi, oleh karena itu fenomena
tersebut diatas dinamai histocompatibility.

Konsep histocompatibility tersebut lazim


dikenal sebagai major histocompatibility
complex (MHC) yang merupakan istilah umum
(general concepts).
MHC pada tikus (mice) disebut sebagai sistem
H2; pada manusia yang ditemukan oleh Jean
D'ausset pada tahun 1958, disebut HLA
(Human Leukocyte Antigen); pada anjing
disebut DLA dan pada rhesus disebut RhLA.

Peta skematik lokus MHC pada manusia, mencit, kera dan anjing

Struktur Dasar sistem MHC

Gen MHC adalah kompleks gen pada suatu


regio dari kromosom tertentu yang diukur
dengan meiotic analysis pada panjang 2
sampai 3 centimorgans (cM) dan terdiri dari 23 juta pasangan nukleotida.
Panjangnya bervariasi dari satu spesies ke
spesies lainnya dan mempunyai variasi di
dalam satu spesies antara satu individu dengan
individu lainnya.

Pada umumnya jumlah gen (lokus) MHC pada


mamalia terdiri dari 2 kelas yaitu Class I MHC
gene dan Class II MHC gene sehingga
ekpresinya disebut sebagai Class I MHC
molecules dan Class II MHC molecules.
Perkembangan pada dekade terakhir ini telah
dilakukan suatu penelitian tentang peran
biologik gen yang mengendalikan Class III
MHC molecules, namun sampai saat ini
kesimpulan yang didapat masih mengundang
kontroversi.

Ekspresi gen MHC umumnya terdapat pada


hampir semua sel somatik namun ekspresinya
bervariasi pada berbagai jaringan dan tipe sel,
terutama pada organ tertentu.
Pada semua spesies ekspresi MHC tertinggi
terdapat pada sel limfoid, dan ekspresi yang
lebih rendah terdapat pada jaringan liver, paru
dan jantung.

Molekul MHC adalah molekul peptida


yang terdapat pada permukaan sel dan
dikendalikan oleh gen MHC yang
mempunyai sifat polimorfik, serta
mempunyai fungsi utama memproses dan
mempresentasikan antigen kepada sel
imunokompeten yaitu sel limposit T
helper.

Ekspresi gen MHC kelas I dan kelas II,


berupa molekul peptida pada permukaan
sel mempunyai kemiripan dalam struktur
namun berbeda dalam ikatan antar
domain dan berbeda pula dalam
fungsi/manfaat biologiknya

1.
2.
3.
4.

Komposisi fungsi molekul


MHC kelas I terdiri 4
bagian:
Peptide/antigen binding
region
Immunoglobulin like
region
Transmembran region
Cytoplasmic region

Bagian pertama dari molekul MHC yang disebut


peptida/antigen binding region mempunyai fungsi
biologik melakukan pengikatan dengan molekul antigen
asing. Bagian ini mempunyai susunan 180 asam amino
yang terbagi pada rantai 1 dan rantai 2.
Bagian kedua terdiri dari rantai 3 dan rantai 2
mikroglobulin. Rantai 3 terdiri dari 90 asam amino dan
homolog dengan domain constan dari imunoglobulin.
Fungsi biologik rantai 3 adalah tempat ikatan dengan
molekul CD8.
Bagian ke 3 adalah polipeptida yang tersusun dari 25
asam amino dan merupakan perpanjangan dari rantai 3.
Fungsi biologik bagian ini adalah jalur menuju
sitoplasma dan merupakan tempat tertanamnya molekul
MHC.

MHC Kelas II

Komposisi,
fungsi
struktur
MHC kelas II mirip dengan
molekul MHC kelas I, juga
terdiri dari 4 bagian.
Pada bagian peptida binding
region terdapat rantai 1 dan 1
yang masing-masing tersusun
dari 90 asam amino. Fungsi
biologik rantai 1 dan 1 adalah
berinteraksi
secara
selektif
dengan peptida antigen melalui
rantai 1 dan 1 yang berlekuk
membentuk 8 stranded helix.

Konsep genetik polimorfisme molekul MHC kelas II


menentukan struktur kimia pada cekungan juga
menentukan spesifitas dan afinitas peptide binding serta
T cell recognition.
Pada bagian imunoglobulin like region terdapat rantai 2
dan 2 yang masing-masing tersusun dari 90 asam amino
dan pada dasarnya bersifat non polimorfik. Fungsi
biologik dari bagian ini diperkirakan untuk interaksi non
kovalen antara dua rantai.
Pada molekul MHC kelas II bagian transmembran dan
sitoplasmik mempunyai kemiripan fungsi dengan bagian
yang sama dari molekul MHC kelas I.

Manfaat Biologik Sistem MHC


Misi
utama dari sistem imun adalah berkemampuan
membedakan antigen self (diri) dan non sel (asing), yang
selanjutnya akan terjadi proses / rangkaian stimulasi berupa
respon imun yang efektif yang mampu mengeliminasi antigen
non self tersebut.
Sistem MHC sebagai perangkat sistem imun yang mempunyai
kemampuan membedakan antigen self (diri) dan nonself
(asing), dengan melalui tahapan pertama menangkap isyarat
dari antigen yang diproses oleh APC (antigen presenting
cells) misalnya sel mononuklear, sel dendritik dan lain
sebagainya, proses selanjutnya muncul kode genetik dari gen
MHC kelas II untuk memproduksi molekul MHC kelas II.

Suatu
antigen
ekstraseluler
secara
konvensional akan mengalami endositosis
dan internalisasi melalui vesikel yang
dilapisi clathrin dan selanjutnya mengalami
degradasi menjadi peptida melalui early
endosome, late endosome dan akhirnya ke
lisosom. Enzim yang berperan antara lain
cathepsin B dan D yang keduanya terdapat
pada endosom maupun lisosom.

Rantai dan molekul MHC kelas II terbentuk di


endoplasmik retikulum setelah dikode DNA/gen
MHC dan ditranskripsikan oleh RNA.
Kedua rantai tersebut akan diselimuti oleh rantai
invarian dibantu calnexin, dengan tujuan mencegah
terjadinya pengisian pada tempat pengikatan (binding
site). Kemudian ditransportasikan ke aparat Golgi dan
selanjutnya ke early endosome dan ke late endosome.
Pengikatan peptida oleh molekul MHC kelas II terjadi
pertama kali di kompartemen prelysosomal di mana
terakumulasi hasil sintesis molekul MHC kelas II dan
kemudian diekspresikan ke permukaan sel (Brodsky
et al., 1996).

Hasil ekspresi gen MHC kelas II (molekul


MHC kelas II) akan mempresentasikan
determinan antigen tersebut kepada sel
limfosit T helper melalui reseptor pada
permukaan sel yang disebut T Cell Reseptor
(TCR).

Interaksi antara molekul MHC kelas II, peptida


antigen dan molekul TCR tersebut akan
memberikan immunological excitment, kemudian
timbul proses imun selanjutnya yang perannya
diawali oleh limfosit T dan lazim disebut T cell
repertoire yang berupa rangkaian respon imun dan
berakhir dengan eliminasi antigen nonself tersebut.
Interaksi dari kompleks trimolekuler tersebut
sebenarnya merupakan langkah awal dalam proses
imunitas spesifik, terutama dalam upaya
memberdayakan imunologik pada hospes.

Alur Kerja MHC Kelas II Intraseluler

Peptida antigen sebelum diikat oleh molekul MHC kelas


I, mengalami degenerasi di dalam sitosol dan kemudian
mengalami proteolisis oleh ensim proteolitik/proteosome
menjadi
peptidapeptida
yang
kemudian
ditransportasikan ke endoplasmik retikulum melalui TAP
transporter protein.
Rantai 1 molekul MHC kelas I dan molekul 2
microglobulin akan diselimuti oleh protein ER-resident
dibantu oleh calnexin. Kompleks tersebut akan
mengalami disosiasi setelah berikatan dengan peptida,
dan setelah terbentuk ikatan molekul MHC kelas Ipeptida antigen baru diekspresikan ke permukaan sel.

Ekspresi MHC kelas I tersebut


terdapat pada targeting cells (sel
target yang mengandung antigen
intraseluler) yang akan bereaksi
dengan TCR dari cytotoxic T
limphocytes (CTL) untuk proses
eliminasi antigen tersebut.

Alur Kerja MHC Kelas I Intraseluler

Karakter Biologik MHC


Salah satu karakteristik pada MHC adalah
polymorphisme
yang
menunjukkan
beragamnya ekspresi yang aktual dari gen
MHC yang terdapat pada suatu populasi.
Hal tersebut karena adanya sejumlah
besar alel yang berperan dan terdapat
pada interbreeding populations.

Secara teoritik tingginya tingkat polymorphism


suatu gen adalah akibat salah satu kejadian
dari mutation rate, selection, genetic hitchhiking atau kombinasi ketiganya.
Penjelasan yang terbanyak dari tingginya
polymorphism tersebut berdasarkan adanya
selection molekul MHC karena beragamnya
fungsi biologik yang harus dijalankan oleh
sistem imun.

Peristiwa mutasi pada sistem MHC pada kelompok


mamalia jarang terjadi, meskipun secara relatif terdapat
kejadian rekombinasi pada kompleksitas sistem MHC.
Pada kejadian genetic hitch hiking terdapat perubahan
dalam frekwensi dari varian gen yang ada dalam suatu
populasi tergantung pada perubahan gen yang berakibat
perbedaan fungsi biologik. Secara teoritis kejadian
genetic hitch hiking berperan terhadap adanya
polymorphism MHC karena kejadian tersebut merupakan
hasil peristiwa setelah kejadian selection.

Anda mungkin juga menyukai