Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH APLIKASI BIOTEKNOLOGI

ENZIM

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

Selvy Salfitri (1615041006)

Aditia Yulianto (1615041028)

Heru Ismanto (1615041037)

Luthfia Rahma Riyadi (1615041041)

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

2017
BAB II
ISI

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator (protein katalitik) untuk reaksi-reaksi kimia di
dalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia
kembali ke keadaan semula bila reaksi telah selesai. Suatu katalis adalah suatu agen kimiawi yang mengubah laju
reaksi tanpa harus dipergunakan oleh reaksi tersebut. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya konsentrasi substrat, pH, suhu, dan inhibitor (penghambat). (Campbell, 1987: 98).

Enzim merupakan katalisator pilihan yang diharapkan dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan
dan pemborosan energi karena reaksinya tidak membutuhkan energi, bersifat spesifik dan tidak beracun. Enzim
telah dimanfaatkan secara luas pada berbagai industri produk pertanian, kimia dan industri obat-obatan. Tiga sifat
utama dari biokatalisator adalah menaikkan kecepatan reaksi, mempunyai kekhususan dalam reaksi dan produk
serta kontrol kinetik (Akhdiya, 2003).

Menurut Smith (1981: 39), enzim merupakan komplek molekul organik yang berada dalam sel hidup yang
beraksi sebagai katalisdalam mempercepat laju reaksi kimia. Tanpa enzim, tidak akan ada kehidupan. Meskipun
enzim hanya dibentuk dalam sel hidup, namun beberapa dapat dipisahkan dari selnya dan melanjutkan fungsinya
dalam kondisi in vitro.

Menurut Steve Prentis (1990: 12), enzim adalah katalisator biologis, karena suatu katalisator merupakan
suatu senyawa yang mempercepat laju reaksi kimia. Hampir semua reaksi kimia yang penting bagi kehidupan
akan berlangsung sangat lambat tanpa adanya katalisator yang sesuai. Berbeda dengan katalisator nonprotein (H+,
OH-, atau ion-ion logam), tiap-tiap enzim mengkatalisis sejumlah kecil reaksi, kerapkali hanya satu. Jadi enzim
adalah katalisator yang reaksi-spesifik karena semua reaksi biokimia perlu dikatalis oleh enzim, sehingga terdapat
banyak jenis enzim.

Enzim memegang peranan penting dalam proses pencernaan makanan maupun proses metabolisme zat-zat
makanan dalam tubuh. Fungsi enzim adalah mengurangi energi aktivasi, yaitu energi yang diperlukan untuk
mencapai status transisi (suatu bentuk dengan tingkat energi tertinggi) dalam suatu reaksi kimiawi. Suatu reaksi
yang di katalisis oleh enzim mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah, dengan demikian membutuhkan lebih
sedikit energi untuk berlangsungnya reaksi tersebut. Enzim mempercepat reaksi kimiawi secara spesifik tanpa
pembentukan hasil samping dan bekerja pada larutan dengan keadaan suhu dan pH tertentu. Aktivitas enzim dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu dan pH (Pelczar dan Chan,
2005).

Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan
demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang
dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya
setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan
struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim -amilase hanya dapat digunakan pada proses
perombakan pati menjadi glukosa. Mekanisme kerja enzim berlangsung dalam dua tahap. Banyak enzim
menggunakan lebih dari satu substrat tetapi untuk memahami prinsip dasar kerja enzim dengan mudah dengan
memperhatikan reaksi enzim dengan satu substrat seperti berikut (Primrose, 1987: 40):

Enzim (E) + Substrat (S) kompleks enzim + produk (P)

Substrat (ES)

Segera setelah enzim bergabung dengan substratnya, akan bebas kembali.


Kemampuan enzim yang unik, spesifik terhadap substrat meningkatkan penggunaannya dalam proses
industri secara kolektif yang dikenal dengan istilah teknologi enzim. Teknologi enzim mencakup produksi, isolasi,
purifikasi, menggunakan bentuk yang dapat larut dan akhirnya sampai pada immobilisasi dan penggunaan enzim
dalam skala yang lebih luas melalui sistem reaktor (Anonim, 2016).

Gambar 1. Reaksi Enzim dan Substrat


(Sumber : academia.edu/4266895/Peranan_dan_sumber_enzim)

Peranan teknologi enzim berkontribusi pada pemecahan beberapa masalah vital di era modern seperti
sekarang, misalnya produksi makanan, kekurangan dan pemeliharaan energi, dan peningkatan lingkungan.
Teknologi baru ini dasarnya dari biokimia tetapi diterangkan lebih luas dengan mikrobiologi, kimia, dan proses
alat teknologi yang mendukung keberadaan sains. Enzim menjadi primadona industri bioteknologi saat ini dan di
masa yang akan datang karena melalui penggunaannya, energi dapat dihemat dan akrab dengan lingkungan. Saat
ini penggunaan enzim dalam industri makanan dan minuman, industri tekstil, industri kulit dan kertas di Indonesia
semakin meningkat. Dilaporkan, enzim amilase yang digunakan dalam industri tekstil di Bandung - Jawa Barat,
jumlahnya tidak kurang dari 4 ton per bulan atau sekitar 2- 3 juta dolar Amerika setiap bulannya dan semuanya
diimpor (Anonim, 2016).

2.1 Peranan Mikroba sebagai Sumber Enzim

Enzim adalah protein tidak beracun namun mampu mempercepat laju reaksi kimia dalam suhu dan derajat
keasaman yang lembut. Produk yang dihasilkannya sangat spesifik sehingga dapat diperhitungkan dengan mudah.
Walaupun berat mikroba, seperti contohnya bakteri hanya mencapai sepersejuta gram, kemampuan kimiawinya
cukup mengagumkan. Selnya tersusun atas ribuan jenis zat kimia, kebanyakan diantaranya bersifat sangat
kompleks. Semua zat ini tentunya dibangun dengan reaksi kimia dari bahan-bahan penyusun yang relatif
sederhana yang ditemukan mikroba di lingkungannya. Semua reaksi kimia harus terkoordinasi secara harmonis
dan protein yang disebut enzim memainkan peran utama pada setiap tahap (Anonim, 2016).

Enzim dapat diperoleh dari sel-sel hidup dan dapat bekerja baik untuk reaksi-reaksi yang terjadi di dalam
sel maupun di luar sel. Pemanfaatan enzim untuk reaksi-reaksi yang terjadi di luar sel banyak diaplikasikan dalam
dunia industri seperti industri makanan, deterjen, penyamakan kulit, kosmetik, dll (Moon dan Parulekar, 1993).
Pemanfaatan enzim dapat dilakukan secara langsung menggunakan enzim hasil isolasi maupun dengan cara
pemanfaatan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim yang diinginkan.

A. Mikroorganisme untuk Pengolahan Limbah Industri Rumah Potong Hewan

Industri RPH merupakan salah satu penghasil limbah dari aktivitas industri. Industri RPH ini hampir
dijumpai di setiap kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil. Rumah pemotongan tersebut pada
umumnya belum mempunyai alat pengolahan limbah. Industri RPH membutuhkan banyak air untuk proses
pemotongan hewan. Rata-rata pemakaian air untuk pemotongan adalah 70 liter/ekor. Hampir 99% dari air yang
digunakan dibuang ke badan air sebagai air limbah. Air tersebut digunakan untuk membersihkan kendaraan
pembawa sapi, daging dan lain-lain (Simon et al., 1997).

Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum
lainnya, dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta
mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Limbah cair RPH mengandung bahan organik dengan konsentrasi
tinggi, padatan tersuspensi, serta bahan koloid seperti lemak, protein, dan selulosa. Bahan organik ini dapat
menimbulkan permasalahan lingkungan bila dibuang langsung ke lingkungan (Roihatin, 2006).

Limbah rumah pemotongan hewan (RPH) yang berupa feces urine, isi rumen atau isi lambung, darah
daging atau lemak, dan air cuciannya, dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba
sehingga limbah tersebut mudah mengalami pembusukan. Dalam proses pembusukannya di dalam air,
mengakibatkan kandungan NH3 dan H2S di atas maksimum kriteria kualitas air, dan kedua gas tersebut
menimbulkan bau yang tidak sedap serta dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan yang disertai
dengan reaksi fisiologis tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain menimbulkan gas berbau
busuk juga adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi
biota air (Roihatin, 2006).

Pengolahan limbah pada RPH maupun pada limbah dengan kandungan bahan organik tinggi adalah
dengan melakukan minimalisasi limbah, kemudian dilakukan pengolahan limbah sebelum pembuangan sisa
limbah. Dalam upaya menurunkan kadar pencemar organik yang terkandung di dalam limbah tersebut maka telah
diterapkan pengolahan limbah dengan proses fisika, proses kimia, dan proses biologi. Cara biologi dapat
menurunkan kadar zat organik terlarut dengan memanfaatkan mikroorganisme. Pada dasarnya, cara biologi adalah
pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana. Proses ini sangat peka terhadap faktor suhu, pH,
oksigen terlarut (OD), dan zat-zat beracun. Mikroorganisme yang digunakan untuk pengolahan limbah adalah
bakteri, alga, atau protozoa (Ritmann dan McCarty, 2001).

Pengolahan limbah melibatkan mikroorganisme untuk mendegradasi substrat dalam limbah menjadi
bahan yang tidak mengakibatkan pencemaran. Sebagaimana makhluk hidup lainnya, mikroorganisme ini juga
membutuhkan nutrisi untuk keperluan pertumbuhan dan fungsinya (MetCalf and Eddy, 2003).

Selain membutuhkan nutrisi, mikroorganisme juga membutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai untuk
keperluan pertumbuhan dan fungsinya secara normal. Adanya kandungan nutrisi yang cukup dan seimbang dalam
limbah cair disertai kondisi lingkungan yang sesuai, dapat menjadikan air limbah sebagai media pertumbuhan bagi
mikroorganisme tertentu. Dalam kondisi demikian, mikroorganisme akan mendegradasi bahan-bahan organik dan
anorganik dalam limbah cair melalui metabolisme sel dan metabolisme energi. Adapun mikroba yang dapat
dimanfaatkan untuk proses pengolahan limbah, yaitu genus Bacillus, Aspergillus, Clostridium, Agrobacterium,
Arthrobacterium, Flavobacterium, Pseudomonas, Actinomycetes (MetCalf and Eddy, 2003).

B. Bacillus Licheniformis dalam Memproduksi Enzim Protease

Enzim pemecah protein atau protease sangat penting dalam proses pencernaan untuk memecah ikatan
peptida dari protein yang dikonsumsi menjadi asam-asam amino yang mudah diabsorpsi. Di dalam dunia medis
enzim protease digunakan sebagai terapi untuk pengobatan tumor, radang, kelainan darah dan pengaturan
kekebalan. Selain itu, karena protein diperlukan untuk membawa kalsium yang terikat pada protein dalam darah,
kekurangan protease dapat menyebabkan artritis, osteoporosis dan penyakit-penyakit lain yang berkaitan dengan
kekurangan kalsium. Karena kalsium diubah menjadi glukosa, kekurangan protein yang dicerna tubuh akan
menyebabkan kemurungan, ketidak-stabilan suasana hati (mooel) dan mudah tersinggung. Protease juga mampu
mencema serpihan-serpihan yang tidak diinginkan dalam darah termasuk bakteri dan virus. Oleh karena itu, orang
yang kekurangan protease kekebalannya akan menurun sehingga ia lebih rentan terhadap infeksi bakteri, virus dan
jamur. Selain itu, protease juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena aplikasinya yang sangat luas. Industri
pengguna protease diantaranya ialah industri deterjen, kulit, tekstil, makanan, hidrolisat protein, pengolahan susu,
farmasi, makanan, bir, film, dan limbah (Yati Sudaryati S, Sri Hartin R, dkk, 2011).

Bakteri dari Genus Bacillus memainkan peranan utama dalam perkembangan industri. Karena mempunyai
sifat yang mudah dipelihara dan dikembangbiakkan juga mempunyai karakter yang beraneka ragam yaitu
psikrofilik, mesofilik, termofilik di samping itu alkalofilik, neutrofilik dan asidofilik. Bacillus licheniformis
menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler yaitu (J,- amilase, amino peptidase, protease metal, ~-laktamase,
endo- N-asetilglukoaminidase dan lipase (Yati Sudaryati S, Sri Hartin R, dkk, 2011).

2.2 Jenis dan Sumber Enzim

Enzim ialah senyawa protein yang disintesiskan di dalam sel secara biokimiawi. Enzim merupakan
biokatalis yaitu senyawa yang diproduksi oleh organisme. Secara garis besar sumber enzim dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu berasal dari jaringan hewan, tumbuhan, dan dari mikroorganisme yang terseleksi. Dari kedua
sumber tumbuhan dan hewan tersebut terdapat kekurangan, yakni enzim yang berasal dari tumbuhan, persoalan
yang timbul antara lain variasi musim, konsentrasi rendah dan biaya proses yang tinggi. Sedangkan yang diperoleh
dari hasil samping industri daging, mungkin persediaan enzimnya terbatas dan ada persaingan dengan
pemanfaatan lain. Sumber enzim tradisional tersebut tidak memenuhi syarat untuk mencukupi kebutuhan enzim
masa kini. Namun saat ini, enzim yang diproduksi dalam skala industri sebagian besar diperoleh dari mikroba.
Oleh karena itu, peningkatan sumber enzim dilakukan yaitu dari mikroba penghasil enzim yang sudah dikenal atau
penghasil enzim-enzim baru lainnya (Anonim, 2012).

Program pemilihan produksi enzim sangat rumit, dan dalam hal tertentu jenis kultivasi yang digunakan
akan menentukan metode seleksi galur. Telah ditunjukkan dahwa galur tertentu hanya akan menghasilkan
konsentrasi enzim yang tinggi pada permukaan atau media padat, sedangkan galur yang lain memberi respon pada
teknik kultivasi terbenam (submerged), jadi teknik seleksi harus sesuai dengan proses akhir produksi komersial
(Anonim, 2012).

A. Sumber Enzim yang Berasal dari Jaringan Tumbuhan


Tumbuhan merupakan sumber enzim. Enzim yang secara tradisional diperoleh dari tumbuhan termasuk
protease (papain, fisin, dan bromelain), amilase, lipoksigenase, dan enzim khusus tertentu. Beberapa protein biasa
diperoleh dari getah pepaya, nanas dan tumbuhan lainnya. Selain itu, kecambah barley juga sering digunakan
sebagai sumber enzim. Beberapa contoh enzim protease yang bersumber dari tumbuhan yaitu bromelin dari nanas,
papain dari pepaya, lisozim dari putih telur (Thomas, 1989).

Beberapa enzim penting yang berasal dari tanaman.


Tabel 2. Enzim-enzim yang berasal dari tanaman (Anonim, 2012).
B. Sumber Enzim yang Berasal dari Jaringan Hewan

Dari jaringan hewan, enzim yang terutama adalah tripsin pankreas, lipase, enzim untuk pembuatan
mentega. Dan enzim yang berperan dalam pembuatan keju. Usaha untuk menggantikan enzim-enzim tersebut
dengan enzim serupa dari sumber mikroba telah dilakukan. Namun walau enzim yang diperoleh dari mikroba
menunjukan efisiensi katalis yang tinggi namun memiliki sedikit perbedaan sifat yang menimbulkan kendala
aplikasinya. Misalnya dalam pembuatan keju, enzim ini lebih stabil tetapi mengakibatkan terjadinya degradasi
protein lainnya sehingga dianggap tidak cocok untuk keju jenis tertentu (Anonim, 2012).

Beberapa enzim penting yang berasal dari hewan.

Tabel 3. Enzim-enzim yang berasal dari hewan (Anonim, 2012).

C. Sumber Enzim yang Berasal dari Mikroorganisme

Meskipun banyak sumber dapat menghasilkan enzim yang berasal dari hewan dan tumbuhan, namun
pemanfaatan mikroorganisme sebagai sumber enzim lebih banyak diminati, karena enzim dari mikroorganisme
dapat dihasilkan dalam waktu yang sangat singkat, mudah diproduksi dalam skala besar, proses produksi bisa
dikontrol, kemungkinan terkontaminasi oleh senyawa-senyawa lain lebih kecil, dan dapat diproduksi secara
berkesinambungan dengan biaya yang relatif rendah (Thomas, 1989).

Mikroba merupakan sumber penting dari beberapa jenis enzim. Sebagai sumber enzim, mikroba memiliki
beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan hewan maupun tanaman, yaitu : produksi enzim pada mikroba lebih
murah, kandungan enzim dapat diprediksi dan dikontrol, pasokan bahan baku terjamin,dengan komposisi konstan
dan mudah dikelola. Jaringan tanaman maupun hewanmengandung bahan yang kemungkinan berbahaya seperti
senyawa fenolik (padatanaman), inhibitor enzim dan protase. Selain itu, enzim mikroba ada yang disekresikan ke
luar sel sehingga memudahkan proses isolasi dan pemurniannya. Setidaknya ada 3 keuntungan yang berkaitan
dengan enzim ekstra sel : pertama, tidak memerlukan proses penghancuran sel saat memanen enzim (proses
penghancuran sel tidak selalu mudah dilakukan dalam skala besar). Kedua, enzim protein yang disekresikan
keluar sel umumnya terbatas jenisnya. Ini berarti enzim ekstrim sel terhindar dari kontaminasi berbagai jenis
protein. Ketiga, secara alami enzim disekresikan keluar sel umumnya lebih tahan terhadap proses denaturasi.

2.3 Pembuatan Enzim

Enzim yang diisolasi dari mikroorganisme dapat diaplikasikan pada berbagai macam industry. Misalnya
enzim protease yang diisolasi dari Bacillus licheneformis, digunakan pada berbagai macam detergen sebagai
bahan pembersih. Protese merusak dan melarutkan protein ynag mengotori pakaian. Enzim yang dihasilkan untuk
proses-proses industri meliputi protease, amilase, glukosa oksidase, glukosa isomerasi, rennin, pektinase, dan
lipase. Empat macam enzim yang secara luas diproduksi oleh mikroorganisme adalah protease, glukamilase, -
amilase dan glukosa isomerase. Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang sumber-sumber enzim dapat dilihat
pada gambar berikut :
Gambar 1. Sumber-sumber bakteri penghasil enzim
Sumber : cerdasshare.com_eskorin.jpg

2.3.1 Produksi Enzim Skala Industri

Produksi enzim secara industri saat ini sangat mengandalkan metode fermentasi tangki dalam (deep tank).
Penggunaan mikroorganisme sebagaisumber bahan produksi enzim dikembangkan dengan beberapa alasan
penting,yaitu:
.
1. Secara normal mempunyai aktivitas spesifik yang tinggi per unit berat kering produk.
2. Fluktuasi musiman dari bahan mentah dan kemungkinan kekurangan makanankaitannya dengan
perubahan iklim.
3. Mikroba mempunyai karakteristik cakupan yang lebih luas, seperti cakupan pH,dan resistansi
temperatur.
4. Industri genetika sangat meningkat sehingga memungkinkan mengoptimalisasihasil dan tipe
enzim melalui seleksi strain, mutasi, induksi dan seleksi kondisi pertumbuhan, yang akhir-akhir
ini, menggunakan inovasi teknologi transfer gen.

Bahan mentah (raw material ) untuk industri fermentasi enzim biasanyaterbatas pada unsur-unsur dimana
bahan tersedia dengan harga yang murah, dan aman secara nutrisi. Beberapa yang lazim menggunakan substrat
amilumhidrolase, mollase, air dadih, dan beberapa gandum.

Dalam produksi enzim, menggunakan batch untuk proses fermentasi denganaerasi yang baik (diagram 1),
tetapi proses mungkin ditingkatkan dengan memelihara satu atau beberapa komponen selama fermentasi.
Diagram 1. Penggambaran tahap dalam persiapan produksi enzim cair
Sumber : cerdasshare.com_enzim+cair.jpg

Beberapa enzim yang digunakan dalam skala industri adalah enzim ekstraseluler, enzim yang secara
normal dihasilkan oleh mikroorganisme sesuaidengan substratnya dalam lingkungan eksternal dan dapat
disamakan dengan enzim pencernaan pada manusia dan hewan. Kemudian ketika mikroorganisme memproduksi
enzim untuk memisahkan molekul eksternal besar agar bisa dicerna biasanya digunakan media fermentasi. Dalam
fermentasi sari dari kultivasi mikroorganisme tertentu, seperti contoh, bakteri, yeast atau filamentous jamur,
dijadikan sumber utama protease, amilase dan sedikit selolosa, lipase, dsb. Kebanyakan industri enzim hidrolase
mampu bertindak tanpa komplek kofaktor,yang segera dipisahkan dari mikroorganisme tanpa merusak dinding sel
dan larut dalam air. Beberapa enzim intraseluler, sekarang juga banyak diproduksi secara industri dan diantaranya
glukosa oksidase untuk pengawetan makanan,asparginase untuk terapi kanker, dan penicilin asilase untuk
antibiotic Tahap pemulihan standar untuk enzim ekstraseluler seperti berikut: memindah mikroorganisme,
mengkonsentrasikan, penambahan bahan pengawet, standarisasi dan pengepakan. Untuk ekstraksi enzim
intraseluler memerlukan cara mekanis, fisik atau gangguan kimia pada dinding sel atau membran.

Pada akhir proses fermentasi, kondisi ideal adalah cairan dengan konsentrasienzim tinggi, sebuah
organisme biomass yang mudah dipisahkan. Produk enzim yang aman sebaiknya mempunyai potensi alergi yang
rendah,dan dalam partikelnya terbebas dari kontaminan.

Metode isolasi mikroorganisme penghasil enzim


1. Mikroba penghasil enzim fitase diisolasi berdasarkan kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang
dalam media yang mengandung sodium fitat. Bakteri isolate 1.1 merupakan isolate terbaik yang
memiliki aktivitas enzim tertinggi.Bakteri isolat 1.1 merupakan bakteri gram-positif, berspora dan
berbentuk batang. Kondisi optimum untuk aktivitas enzim dan stabilitas fitase adalah pada suhu
90C, sedangkan pH optimum untuk aktivitas enzim dan stabilitassesuai adalah pH diatas 7.
2. Mikroba penghasil enzim protease diisolasi dan diseleksi dilakukan berdasarkan metode yang dipakai
Durham et al. (1987). Seluruh media yangdigunakan memiliki pH 10,2. Inkubasi dilakukan pada suhu
50C. lsolat yangtelah murni disimpan dalam medium penyimpanan pada suhu 4C, selanjutnyasecara
serentak ditotol ulang pada medium agar susu skim untuk diukur diameter koloni dan zona jernihnya.
Nisbah antara diameter zona jernihterhadap diameter koloni (indeks proteolitik = IP). lsolat dengan IP
=3,0 dipilihdan disimpan pada suhu 4C.
3. Mikroba penghasil enzim xilanase sumber inokulumnya. Masing masing inokulum ditumbuhkan
pada media tumbuh dan diinkubasi selama tiga hari pada suhu 39oC untuk cairan rumen dan suhu
55oC untuk sumber air panas.Pengkayaan dilakukan dengan menaikkan taraf xilan pada media
tumbuhsecara bertahap yaitu: 0; 0,6; 1,2; 1,8 dan 2,4 %. Koloni yang tumbuh dan mengandung bakteri
yang seragam diseleksi sebagai suatu isolat dan ditumbuhkan sebagai isolat yang terpisah.

2.3.2 Produksi Enzim dalam skala laboratorium

Ribuan tahun yang lalu proses seperti membuat bir, membuat roti, dan produksi keju melibatkan enzim
yang belum diketahui jenisnya. Dalam carakonvensional ini, teknologinya dipercayakan pada konversi enzim
sebelum bangun pengetahuan yang koheren dikembangkan.

Di negara barat, industri menggunakan enzim pada produksi yeast dan ragidimana pembuatan bir dan roti
secara tradisional sudah jarang dikembangkan.Beberapa perkembangan awal biokimia dipusatkan pada fermentasi
yeast dankonversi energi pada glukosa. Di negara timur, industri yang sama memproduksisake dan banyak
makanan fermentasi, semuanya dibuat dari filamentous fungisebagai sumber aktivitas enzim.

Pada tahun 1896, memperlihatkan permulaan yang sebenarnya dariteknologi mikroba enzim dengan
pemasaran pertama takadiastase, campurankasar dari enzim hidrolitik yang disiapkan pada pertumbuhan
jamur Aspergillusoryzae pada tepung gandum. Perkembangan lebih lanjut dari penggunaan enzimmeningkatkan
proses secara konvensional ke era baru. Meskipun sebagian besar produksinya masih menghasilkan enzim kasar.

Sampai saat ini lebih dari 200 enzim telah diisolasi dari mikroorganisme,tumbuhan dan hewan, tetapi
kurang dari 20 macam enzim yang digunakan padaskala komersial atau industri. Kini, produsen enzim komersial
memasarkan enzimdalam bentuk kasar karena proses isolasinya lebih sederhana, terutama digunakandalam
makanan dan dalam industri detergen (menggunakan enzim amilase),industri roti (menggunakan enzim
proteinase), industri pembuatan bir (menggunakan enzim betaglukanase, amiloglukosidase), industri
tekstil(menggunakan enzim amilase), industri kulit (menggunakan enzim tripsin),industri farmasi dan obat-obatan
(menggunakan enzim tripsin, enzim pankreatictripsin)

Pembuatan Enzim Skala Laboratorium


Untuk mengawali proses pembuatan enzim, hal yang dipersiapkan adalahsebotol kecil mikroorganisme
tertentu yang akan dipelihara dan dikembangkanhingga terjadinya proses penggandaan dalam jumlah banyak.
Kemudian produk yang diinginkan akan diperoleh. Bahan yang paling penting dalam pembuatanenzim adalah
kehadiran mikroorganisme, semisal bakteri.Bakteri tunggal mampu memproduksi enzim dalam jumlah yang
kecil,semakin banyak mikroorganisme yang terlibat maka akan menghasilkan jumlahenzim yang lebih banyak.
Proses penggandaan mikroorganisme inilah yangdisebut dengan proses fermentasi.Untuk menghasilkan enzim
dalam skala industri, tetap saja diawali olehsebotol kecil mikroorganisme yang dipersiapkan untuk itu.
Umumnyamikroorganisme dalam bentuk kering atau sudah dalam bentuk terbekukan untuk menjaga dari
gangguan lingkungan yang mampu mengubah keadaanmikroorganisme tersebut atau malah dapat mematikannya.
Mikroorganisme tertentu yang dipersiapkan tersebut dinamakan production strain, atau mikroorganisme jenis
tertentu yang merupakan cikal bakal produk enzim.

Hal yang sangat penting diperhatikan dalam proses fermentasi adalahsterilisasi. Untuk memperoleh enzim
sesuai dengan yang diinginkan, strain produksi dan bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan
enzimharuslah benar-benar terjaga dari kontaminan atau mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Hal ini untuk
menjaga produk dan menghilangkan kegagalan produk,Jika strain produksi tidak dijaga dari kontaminan,
kemungkinan akan terjadi penggandaan yang tidak terkendali, mikroorganisme antah barantah akan muncul
dengan tujuannya masing-masing dan dalam keadaan ini produk yangdiinginkan tidak akan diperoleh.

Strain produksi, disebut juga bibit untuk produksi enzim, pada mulanyadibiakan dalam labu kecil yang
mengandung nutrien. Nutrien adalah persediaan bahan makanan untuk mikroorganisme tertentu yang akan
dikembangbiakkan.Labu tersebut ditempatkan dalam inkubator, sebuah alat yang mampu menjagatemperatur
optimal bagi pertumbuhan mikroorganisme yang dimaksud.

Tahap selanjutnya, bibit dipindahkan ke dalam peralatan yang akanmemfermentasikan bibit


mikroorganisme tersebut. Peralatan yang lebih besar darilabu kecil tadi, sebelumnya telah mengandung bahan
baku dan air sebagaimedium perkembangannya. Fermentasi akan berlangsung dengan membiarkansel-sel
mengalami penggandaaan dan menyesuaikan dengan lingkungan dannutriennya. Selanjutnya dipindahkan ke tanki
yang lebih besar yang merupakanalat fermentasi utama. Dalam proses ini akan dilakukan pengontrolan
terhadapwaktu fermentasi, temperatur, pH, dan udara sedemikian rupa untuk mengoptimasi pertumbuhan
sehingga hasil fermentasi yang diinginkan dapatdiperoleh.

Proses selanjutnya adalah proses penyaringan (filtrasi) dan pemurnian(purifikasi). Campuran sel, nutrien,
dan enzim disebut dengan air kaldu. Prosesfiltrasi dan purifikasi terhadap air kaldu ini adalah proses paling
menentukandalam proses fermentasi enzim. Enzim akan ditarik (diekstrak) dari air kaldumelalui proses kimia
yang melibatkan beberapa bahan kimia tertentu untuk mendapatkan ekstraksi yang efisien. Filtrasi dilakukan
dengan mekanismesentrifugasi. Campuran kaldu dimasukkan dalam alat centrifuse, sehinggaterbentuk pemisahan
campuran antara enzim bercampur air dan bahan lain dalamkaldu.

Setelah terpisah, proses selanjutnya yang dilakukan adalah penguapan(evaporasi) terhadap air yang masih
bercampur dengan enzim sehingga enzimyang diinginkan benar-benar murni. Enzim akan diformulasikan dalam
bentuk bubuk, atau tetap dalam keadaan cair, dapat juga dalam bentuk granul. Harus dipastikan bahwa produk
enzim yang dihasilkan dalam keadaan stabil, penyimpanan sesuai standar, dan harus aman untuk digunakan.

Industri berbasis biokimia, khususnya fermentasi memiliki bidang penjaminan mutu yang sangat teliti.
Tugasnya adalah untuk mengontrol setiapwaktu proses produksi dan produk akhir enzim sehingga layak dijual
sesuaidengan spesifikasi dan kegunaan enzim yang diproduksi. (https://www.scribd.com/doc/150134009/Cara-
Pembuatan-Enzim)

2.4 Kinetika Enzim

Enzim merupakan biokatalisator, terdapat dalam sebuah sistem hidup. Enzim dapat mengaktifkan,
mengatalisis dan mengendalikan reaksi kimia yang penting untuk mempertahankan keberadaan organisme itu
sendiri. Berbeda dengan katalisator kimia biasa, enzim mempunyai karakter yang sangat spesifik. Pada reaksi
yang tidak dikatalis enzim dapat terjadi bermacam macam produk samping. Sedangkan pada reaksi yang
dikatalis enzim, hanya menghasilkan produk yang spesifik dari substrat yang spesifik pula (Voet&Voet, 2006).

Kinetika enzim adalah aktivitas enzim yang didasarkan oleh konsentrasi substrat. Pada konsentrasi
substrat yang amat rendah, kecepatan reaksipun amat rendah, tetapi kecepatan ini akan meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi substrat. Jika kita menguji pengaruh konsentrasi substrat yang terus meningkat setiap
saat kita mengukur kecepatn awal reaksi yang dikatalisis ini, kita akan menemukan bahwa kecepatan ini
meningkat dengan nilai yang semakin kecil. Pada akhirnya akan tercapai titik batas, dan setelah titik ini dilampaui,
kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Pada batas
ini yang disebut kecepatan maksimum ( Vmaks ) , enzim menjadi jenuh karena substratnya dan tidak dapat
berfungsi lebih cepat. (Lehninger, 1982:241).

Analisa kuantitatif kinetika reaksi enzim dapat dilakukan dengan dua azas pendekatan : azas
keseimbangan menurut Michaelis- Menten, dan azas teori keadaan tunak (steady state theory) menurut Briggs-
haldane. (Wirahadikusumah, 1981:41)

Kinetika enzim adalah enzim protein yang dapat mengubah konformasi enzim tentu dapat mempengaruhi
kegiatan. Reaksi kimia dapat terjadi ketika molekul-molekul reaktan berada dalam keadaan transisi atau tidak aktif
menyebabkan negara dalam transisi molekul negara dalam energi aktivasi. Jadi ikatan kimia terbentuk dengan
mudah dan memungkinkan produk.

Kinetika enzim adalah studi reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim. Pada kinetika enzim, laju reaksi
diukur dan dampak dari berbagai kondisi reaksi. Kinetika enzim merupakan bidang biokimia yang terkait dengan
pengukuran kuantitatif dari kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim dan pemeriksaan sistematik faktor-faktor
yangg mempengaruhi kecepatan tersebut. Analisis kinetik memungkinkan para ahli merekonstruksi jumlah dan
urutan tahap-tahap individual yang merupakan perubahan substrat oleh enzim menjadi produk.

Aktivitas seperangkat enzim yg seimbang dan lengkap merupakan dasar penting untuk mempertahankan
homeostasis. Pemahaman tentang kinetik enzim penting untuk memahami bagaimana stress fisiologis seperti
anoksia, asidosis atau alkalosis metabolik, toksin dan senyawa farmakologik mempengaruhi keseimbangan
tersebut. Persamaan kesetimbangan di bawah menjelaskan reaksi satu molekul dari masing-masing substrat A dan
B untuk membentuk satu molekul dari masing-masing produk P dan Q.

A + B P + Q ............................................................................................................. (i)

Tanda panah ganda menunjukkan reversible (terbalikan). Jika A dan B dapat membentuk P dan Q, maka P dan Q
juga dapat membentuk A dan B. Dengan demikian penentuan suatu reaktan sebagai substrat atau produk
sedikit banyak bersifat arbitrer karena produk suatu reaksi yang dituliskan dalam satu arah adalah substrat bagi
reaksi yang berlawanan. Namun, istilah produk sering digunakan untuk menandai reaktan yang
pembentukannya menguntungkan secara termodinamis.

A + B P + Q ................................................................................................................ (ii)

Tanda panah satu arah menunjukkan irreversible (tidak terbalikan). Digunakan untuk menjelaskan reaksi di dalam
sel hidup tempat produk reaksi diatas segera dikonsumsi oleh reaksi selanjutnya yang dikatalisis oleh enzim. Oleh
karena itu, pengeluaran segera produk P atau Q secara efektif meniadakan kemungkinan terjadinya reaksi
kebalikan sehingga persamaan (ii) secara fungsional menjadi irreversibel pada kondisi fisiologis. Contohnya
adalah ketika kita bernapas.

Laju reaksi kimia sebanding dengan konsentrasi senyawa dalam keadaan transisi. Tingkat reaksi kimia akan
sangat tinggi ketika sebagian besar molekul reaktan dalam keadaan transtition yang kaya energi.
2.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan kinetika Enzim
1. Suhu
Oleh karena reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim
dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih
tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim itu adalah suatu protein, maka kenaikan suhu
dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan
terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan
menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi.

Peningkatan suhu meningkatkan reaksi enzim yang terkatalisis dan yang tidak terkatalisis dengan cara
meningkatkan energi kinetik dan frekuensi tubrukan dari besarnya molekul. Bagaimanapun energi panas dapat
meningkatkan energy kinetic dari enzim ke titik yang mana kelebihan energy pelindung untuk dapat mengganggu
interaksi non-kovalen yang berfungsi mengatur struktur tiga dimensi dari enzim. Cincin polipeptida kemudian
mulai terbuka atau terdenaturasi, yang disertai dengan pengurangan kecepatan dari aktivitas katalisis. Pada
temperatur tertentu sebuah enzim berada dalam keadaan stabil, konformasi.

Enzim pada umumnya stabil pada temperatur 45-55C. Sebaliknya, enzim pada mikroorganisme
termofilik yang berada pada sumber mata air panas gunung berapi, atau pada lubang hidrotermal bawah laut dapat
stabil pada suhu kurang lebih 100C.

Enzim tersusun oleh protein, sehingga sangat peka terhadap suhu. Peningkatan suhu menyebabkan energi
kinetik pada molekul substrat dan enzim meningkat, sehingga kecepatan reaksi juga meningkat. Namun suhu yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan rusaknya enzim yang disebut denaturasi, sedangkan suhu yang terlalu rendah
dapat menghambat kerja enzim. Pada umumnya enzim akan bekerja baik pada suhu optimum, yaitu antara 30
40C. Q10 atau koefisien suhu yaitu faktor yang meningkatkan proses biologis bila suhu naik 10 0 C. Umumnya
enzim yang stabil pada peningkatan suhu maka Q10 = 2.

2. PH
Perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam amino kunci pada sisi aktif enzim, sehingga
menghalangi sisi aktif bergabung dengan substratnya. Setiap enzim dapat bekerja baik pada pH optimum, masing-
masing enzim memiliki pH optimum yang berbeda. Sebagai contoh : enzim amilase bekerja baik pada pH 7,5
(agak basa), sedangkan pepsin bekerja baik pada pH 2 (asam kuat/sangat asam). (e-dukasi.2010)

Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat
berbentuk ion positif, ion negatif, atau ion bermuatan ganda. Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan
berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping
pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah, atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses
denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktifitas enzim. Terdapat suatu nilai pH tertentu atau daerah
pH yang dapat menyebabkan kecepatan reaksi paling tinggi. pH tersebut dinamakan pH optimum.

Enzim intrasel bekerja optimum antara pH 5-9. Hilangnya atau tambahnya muatan akan merugikan atau
membuat enzim tidak aktif.

3 Persamaan Michaelis-Menten dan Hill (Model Pengaruh Kadar Substrat)


Pada pembahasan berikut, reaksi enzim dianggap seolah-olah hanya memiiki satu substrat dan satu produk.
Sementara kebanyakan enzim memiliki lebih dari satu substrat, prinsip-prinsip yang dibahas di bawah juga
berlaku bagi enzim dengan banyak substrat. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim
yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi.

Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat, diperlukan adanya kontak antara enzim dengan substrat.
Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat
rendah, bagian aktif enzim ini hanya menampung sedikit substrat. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin
banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Dengan demikian, konsentrasi
kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Namun dalam
keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi susbstrat tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi
kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar.

Peningkatan konsentransi substrat dapat meningkatkan kecepatan reaksi bila jumlah enzim tetap. Namun
pada saat sisi aktif semua enzim berikatan dengan substrat, penambahan substrat tidak dapat meningkatkan
kecepatan reaksi enzim selanjutnya. Enzim mempunyai spesifitas yang tinggi. Apabila substrat cocok dengan
enzim naka kinerja enzim juga akan optimal

Untuk suatu enzim tipikal, peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan v1 hingga tercapai nilai
maksimal Vmax (Gambar 8-3). Jika peningkatan lebih lanjut konsentrasi substrat tidak meningkatkan v1, enzim
dikatakan jenuh oleh substrat. Perhatikan bahwa bentuk kurva yang menghubungkan aktivitas dengan
konsentrasi substrat (Gambar 8-3) tampak hiperbolik. Pada setiap saat, hanya molekul substrat yang berkaitan
dengan enzim dalam bentuk kompleks
v1 = Vmax[S] / Km + S
Keterangan:
v1 kecepatan reaksi.
Vmax kecepatan maksimum.
S substrat
Km kadar substrat yang memberikan kecepatan reaksi separuh kecepatan reaksi maksimal pada kadar enzim
tertentu.
Tergantung pada kecepatan reaksi inisial kadar S dan K m dapat digambarkan dengan mengevaluasi
persamaan tersebut dibawah 3 keadaan:
1. Jika kadar S kadar Km. v sesuai kadar S
Maka untuk menentukan aktivasi enzim digunakan substrat yang di bawah
2. Jika kadar S > kadar Km. v = V
Maka harus pada kondisi optimal
3. Bagaimana kalau kadar S = Km. v = V. Maka:

ES yang dapat diubah menjadi produk. Kedua, konstanta kesetimbangan untuk pembentukan kompleks enzim-
substrat tidaklah besar tanpa batas. Jika terdapat kelebihan substrat (titik A dan B di Gambar 8-4), hanya sebagian
enzim yang mungkin berada dalam bentuk kompleks ES. Dengan demikian di titik A atau B, peningkatan atau
penurunan [S] akan meningkatkan atau menurunkan jumlah kompleks ES disertai perubahan yang sesuai di v1. Di
titik C (Gambar 8-4), pada hakikatnya semua enzim terdapat dalam bentuk kompleks ES. Karena tidak ada enzim
bebas yang tersedia untuk membentuk ES, peningkatan lebih lanjut [S] tidak dapat meningkatkan laju reaksi.
Dalam kondisi ini, v1 semata-mata bergantung padadan karenanya dibatasi olehkecepatan disosiasi
(penguraian) produk enzim tersebut sehingga enzim ini dapat mengikat lebih banyak substrat.

4. Konsentrasi enzim
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, makin besar konsentrasi enzim makin tinggi pula
kecepatan reaksi, dengan kata lain konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.

5. Aktifator dan inhibitor

Aktivator merupakan molekul yang mempermudah ikatan antara enzim dengan substratnya, misalnya ion klorida
yang bekerja pada enzim amilase. Inhibitor merupakan suatu molekul yang menghambat ikatan enzim dengan
substratnya. Inhibitor akan berikatan dengan enzim.

2.5 Enzim Immobilisasi

Sebagai molekul bebas yang larut dalam air, enzim sulit dipisahkan dari substrat dan produk, selain itu
enzim sulit untuk digunakan secara berulang-ulang. Dewasa ini, berbagai usaha telah dilakukan untuk mengatasi
hambatan tersebut, yaitu dengan proses immobilisasi enzim. Immobilisasi biasanya dapat dianggap sebagai
perubahan enzim dari yang larut dalam air, keadaan bergerak menjadi keadaan tak bergerak yang tidak larut.
Immobilisasi mencegah difusi enzim ke dalam campuran reaksi dan mempermudah memperoleh kembali enzim
tersebut dari aliran produk dengan teknik pemisahan padat atau cair yang sederhana. Teknik imobilisasi enzim
yaitu enzim yang secara fisik ditempatkan di dalam suatu daerah/ruang tertentu, sehingga dapat menahan aktivitas
katalitiknya serta dapat digunakan secara berulang-ulang dan kontinyu. (Chibata, 1978)

Immobilisasi enzim dapat dicapai dengan mengikat enzim secara kovalen ke permukaan bahan yang tak
larut dalam air yaitu dengan cara pengikatan silang dengan bahan yang cocok untuk menghasilkan partikel yang
baru; penjebakan di dalam suatu matrik atau gel yang permeabel terhadap enzim, substrat, dan produk;
enkapsulasi; dan dengan absorbsi pada zat pendukung. Bentuk enzim imobil dapat berupa partikel, membran,
selongsong atau serat.

Keuntungan immobilisasi enzim antara lain :


1. Memungkinkan penggunaan kembali enzim yang sudah pernah digunakan.
2. Ideal untuk proses berkelanjutan (continous procces).
3. Memungkinkan kontrol yang lebih akurat untuk proses katalisis.
4. Meningkatkan stabilitas enzim.
5. Memungkinkan pengambangan sistem reaksi multienzim.

Metode Imobilisasi
Metode imobilisasi enzim terdiri atas tiga metode, yaitu :
1. Carrier binding
Metode carrier-binding merupakan metode tertua dalam amobilisasi enzim. Dengan metode ini, enzim
akan dikat ke dalam suatu pembawa yang bersifat tidak dapat larut di dalam air. Pada metode ini, jumlah
enzim yang terikat pada pembawa dan aktivitas enzim setelah diamobilisasi bergantung pada sifat
pembawanya. Pemilihan jenis pembawa akan bergantung pada karakteristik enzim seperti: ukuran
partikel, luas permukaan, perbandingan gugus hidrofob dengan hidrofil, dan komposisi kimia enzim.
Sumber : http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-ratihparam-31017-3-2008ta-2.pdf

Pada umumnya, perbandingan gugus hidrofil dan konsentrasi dari enzim terikat yang tinggi akan
menghasilkan aktivitas enzim teramobilisasi yang lebih tinggi. Beberapa jenis pembawa yang digunakan
adalah turunan polisakarida seperti, selulosa, dekstran, agarosa, dan gel poliakrilamid. Metode carrier-
binding dibagi menjadi tiga jenis, yaitu adsorpsi fisik, pengikatan secara ionik, dan pengikatan secara
kovalen.

a. Adsorpsi Fisik
Metode amobilisasi enzim dengan teknik adsorpsi fisik didasarkan pada fenomena adsorpsi enzim
pada permukaan pembawa yang tidak dapat larut di dalam air. Kelebihan amobilisasi enzim dengan
cara ini adalah enzim tidak mengalami perubahan konformasi dan metode ini sederhana dan murah.
Kekurangan amobilisasi enzim dengan teknik ini adalah enzim dapat mengalami desorpsi sebagai
akibat perubahan temperatur dan pH. Lepasnya enzim yang telah terikat pada pembawa dapat terjadi
karena lemahnya kekuatan ikatan antara enzim dengan pembawa.
b. Ikatan Ionik
Prinsip amobilisasi enzim dengan teknik ini adalah enzim akan terikat secara ionik pada pembawa
yang mengandung residu penukar ion. Polisakarida dan polimer sintetis memiliki pusat penukar ion
yang dapat digunakan sebagai pembawa. Pengikatan ionik antara enzim dengan pembawa mudah
dilakukan jika dibandingkan dengan pengikatan enzim secara kovalen. Amobilisasi enzim dengan
pengikatan ionik dapat mengakibatkan terjadinya sedikit perubahan konformasi dan sisi aktif enzim.
c. Ikatan kovalen
Metode amobilisasi enzim dengan teknik ini didasarkan pada pengikatan enzim pada pembawa
melalui ikatan kovalen. Gugus fungsi yang sering terlibat dalam proses amobilisasi enzim dengan
teknik ini adalah gugus amino, gugus hidroksil, gugus karboksil, dan gugus fenolik. Kondisi yang
harus dicapai untuk proses amobilisasi enzim dengan teknik ini lebih rumit jika dibandingkan dengan
teknik pengikatan secara ionik dan adsorpsi fisik. Amobilisasi enzim dengan pengikatan secara
kovalen dapat menyebabkan perubahan pada konformasi enzim sehingga dapat terjadi penurunan
aktivitas enzim yang cukup besar.
2. Cross Linking
Amobilisasi enzim dengan teknik ini didasarkan pada pengikatsilangan antara enzim dengan pembawa.
Pengikatsilangan enzim ini biasanya dilakukan oleh pereaksi bifungsi atau multifungsil. Dengan teknik
ini, enzim akan terikat cukup kuat pada pembawa, sehingga kemungkinan untuk terjadi desorpsi enzim
sangat kecil. Walaupun teknik ini dapat menyebabkan terjadi perubahan sisi aktif enzim secara bermakna
dan aktivitas enzim setelah diamobilisasi menjadi sangat rendah.
Sumber : http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-ratihparam-31017-3-2008ta-
2.pdf
3. Entrapping
Amobilisasi enzim dengan teknik penjebakan didasarkan pada penempatan enzim di dalam kisi-kisi
matriks polimer atau membran. Teknik ini berbeda dengan teknik amobilisasi dengan pengikatan secara
kovalen maupun secara pengikatan silang, karena enzim tidak terikat pada kisi-kisi membran atau
polimer. Terdapat dua jenis penjebakan enzim, yaitu penjebakan ke dalam kisi dan penjebakan ke dalam
kapsul berukuran mikro.
Penjebakan ke dalam kisi biasanya menggunakan polimer baik polimer alami ataupun polimer sintetis.
Beberapa polimer sintetis yang sering digunakan adalah poliakrilamid dan polivinilalkohol. sedangkan
polimer alami yang sering digunakan adalah pati. Penjebakan ke dalam kapsul berukuran mikro
melibatkan pemasukan enzim ke dalam membran polimer yang sifatnya semipenmeabel.

Sumber : http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-ratihparam-31017-3-2008ta-2.pdf
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Berbagai enzim yang digunakan secara komersial berasal dari jaringan tumbuhan,hewan, dan dari
mikroorganisme yang terseleksi.

2. Produksi enzim secara industri saat ini sangat mengandalkan metode fermentasitangki dalam (deep tank).
Dalam produksi enzim, menggunakan batch untuk proses fermentasi dengan aerasi yang baik (diagram 1),
tetapi proses mungkinditingkatkan dengan memelihara satu atau beberapa komponen selama fermentasi.

3. Untuk mengatasi hambatan pemisahan enzim dari substratnya dan produk, sertaenzim yang sulit untuk
digunakan secara berulang-ulang, maka dilakukan prosesimmobilisasi.

4. Kinetika enzim adalah aktivitas enzim yang didasarkan oleh konsentrasi substrat. Pada konsentrasi substrat
yang amat rendah, kecepatan reaksipun amat rendah, tetapi kecepatan ini akan meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi substrat.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2008. http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/627/jbptitbpp-gdl-ikeukartik-31323-3-2008ts-2.pdf. diakses pada 03


september 2017.

Wirahadikusumah, Muhamad. 1977. Biokimia Protein, enzim & asam nukleat. Bandung : Penerbit ITB.

Nia.TT.Kinetika Enzim. https://www.academia.edu/12895331/Kinetika_enzim. diakses pada 03 september 2017

Anonim. 2012. Peranan dan Sumber Enzim. http://www.academia.edu/4266895/Peranan_dan_sumber_enzim . Diakses


pada tanggal 3 Oktober 2017.

Anonim. 2016. Sumber dan Peranan Enzim. http://eprints.uny.ac.id/9492/2/bab%201%20-%2008308144027.pdf.


Diakses pada tanggal 3 Oktober 2017.

Putri, Yunita S. Tt. Skripsi Skrining dan Uji Aktivitas Enzim Protease Bakteri dari Limbah Rumah Pemotongan Hewan.
Perpustakaan Universitas Airlangga.

Soeka, Yati Sudaryati, Sri Hartin Rahayu, dkk. 2011. Kemampuan Bacillus Licheniformis dalam Memproduksi
Enzim Protease yang Bersifat Alkalin dan Termofilik. Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai