Anda di halaman 1dari 48

REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Dorta Simamora
Reaksi Hipersensitivitas
• Hipersensitivitas : ketidak seimbangan antara
mekanisme efektor & kontrol dari respon imun.
• Paparan antigen menimbulkan sensitivitas
• Paparan berulang  menyebabkan patologis
hipersensitivitas
• Antigen eksogen dan endogen menimbulkan
hipersensitivitas
• Perkembangan hipersensitivitas sering dikaitkan
dengan genetik dan kerentanan gen tertentu.
3.Klasifikasi Reaksi Hipersensitivitas  timbulnya reaksi
1. Reaksi Cepat / langsung /immediate
Terjadi dalam hitungan detik, hilang dalam 2 jam
2. Reaksi Intermediat
Terjadi beberapa jam, hilang dalam 24 jam
a. Reaksi transfusi darah : eritroblastosis fetalis &
anemia hemolitik autoimun
B. Reaksi arthus lokal dan reaksi sistemik :
serum sickness, vaskulitis nekrotis,
glomerulonefritis, RA dan SLE
3. Reaksi Lambat
Terjadi lambat, terlihat ± 48 jam setelah terpapar
ex : dermatitis kontak, reaksi M tuberkulosis, reaksi penolakan transplant
Tipe reaksi hipersensitivitas  Gell&Combs
Type I — Langsung (immediate)
Reaksi imunologik terjadi dalam beberapa menit sejak antigen
tersensitasi  antibodi berikatan dengan mast sel.
Type II — Intermediate  Reaksi antibodi mengikat
antigen
menyebabkan reaksi antibodi dengan antigen permukaan atau
dalam ekstraseluler  kerusakan jaringan
Type III — kompleks antibodi dgn antigen yang beredar
– Kompleks antibodi- antigen terdeposit (diendapkan) pada
dinding  inflamasi dan kerusakan pada jaringan
Type IV — (DTH) tipe lambat
– Dimediasi oleh sel T yang diaktifkan (tersensitasi) dan makrofag
PENYEBAB PENYAKIT HIPERENSITIVITAS
Respon imun  penyakit hipersensitivitas disebabkan oleh antigen
yang berbeda:
 Autoimunitas: Reaksi terhadap antigen sendiri.
Mekanisme normalnya gagal  toleransi terhadap Reaksi sel T
dan B jaringan sendiri.
 Prevalensi negara maju nya 2% hingga 5% dari populasi. Terjadi
pada kelompok usia 20 hingga 40 tahun  wanita
 Reaksi terhadap mikroba  Respon terhadap antigen mikroba
berlebihan.
 Respon Sel T nya persisten  inflamasi berat ditandai dengan 
granuloma : pada TBC dan beberapa infeksi kronis lainnya
 Antibodi diproduksi melawan antigen mikroba ini dapat mengikat
antigen  kompleks imun  pada jaringan  inflamasi.
Contoh : penyakit radang usus, virus hepatitis
Abbas et al, 2018
3 mekanisme penyakit disebabkan oleh Ab terhadap Ag jaringan
1. Opsonisasi dan fagositosis.
 Antibodi yang berikatan dengan antigen permukaan sel  membasmi sel.
 Opsonisasi dan fagositosis mengaktifkan sistem komplemen, menghasilkan
produksi protein komplemen  untuk membasmi sel.
Contoh : Anemia hemolitik, trombositopenia autoimun
2. Inflamasi.
 Antibodi dalam jaringan mengaktifkan komplemen C5a dan C3a, merekrut
neutrofil dan makrofag.
 Leukosit diaktifkan dengan memberi sinyal dari reseptor (terutama
reseptor Fc), dan produk leukosit (termasuk enzim lisosom dan ROS)
dilepaskan  cedera jaringan.
Contoh : glomerulonefritis.
3. Fungsi seluler yang tidak normal.
 Antibodi berikatan dengan reseptor seluler normal atau protein lain dapat
mengganggu fungsi reseptor  kerusakan jaringan.
Contoh : Graves dan miastenia gravis, anemia pernisiosa.
Abbas et al, 2018
Ada 3 Fase reaksi yang terjadi pada tipe I
Fase Sensitasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya
oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit dan basofil.
Fase Aktivasi
Waktu selama terjadi pemaparan berulang dengan antigen yang
spesifik, mastosit melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi.
Fase Efektor
Waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
bahan-bahan yang dilepas mastosit dengan aktivasi farmakologik.

Anaphylaxis  Junani : ana = jauh dari, phylaxis = perlindungan


Kepekaan yang meningkat  kerusakan pada jaringan
Type I: Immediate Hypersensitivity
Respon antibodi IgE diarahkan terhadap antigen yang berasal dari
lingkungan :
Alergen : Pollen, dustmite, serangga, polusi, dingin.
Selektif mengaktifkan sel-sel CD4 + Th2 dan sel B
Alergin :
IgE : terutama diproduksi oleh sel b mukosa lamina
prapria. Afinitas khusus pada sel yang sama IL-4 penting
mengaktifkan sel B untuk memproduksi IgE
Tingginya afinitas reseptor IgE pada mast sel, basophil & Eosinophil

Alergi : salah satu bentuk manifestasi dari reaksi hipersensitifitas.


Terjadi karena adanya antigen yang masuk ke dalam tubuh
sehingga tubuh membentuk IgE.
PENYEBAB ALERGI
 Defisiensi sel T  Kelebihan IgE. Hampir semua penyakit
diperantarai Sel T  mekanisme autoimun
 Mekanisme feedback mediator yg abnormal
 Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu binatang dll
 Genetika  alergi : studi epidemiologi (1920)
Anak dari ortu alergi, menderita alergi > tidak alergi
Kedua ortu alergi: 50% anak alergi
Salah satu ortu alergi: 30% anak alergi
 Faktor-faktor non-genetik:
• Jumlah eksposure
• Nutrisi
• Penyakit infeksi kronik
• Penyakit virus akut
Jani & Kuby, 2007
Immediate hypersensitivity
• Respon reaksi hipersensitivitas I  warisan gen tertentu
:. Gen HLA dan banyak gen non-HLA
• Presentasi antigen ke sel Th naive (CD4)
• Sel Naive berdiferensiasi menjadi sel Th2
• Sel Th2 memproduksi sitokin pada pertemuan dengan
antigen berikutnya
 IL-4 menstimulasi sel B  IgE dan mempromosikan
pengembangan sel Th2
 IL-5 mempromosikan pengembangan dan
mengaktivasi eosinofil
 IL-13 meningkatkan produksi IgE dan menstimulasi
sekresi mukosa melalui sel sel epitelial
 Mast cells dan basophils mengikat IgE
Type I: Immediate Hypersensitivity
PENYEBAB PATOFISIOLOGI

Antigen MEKANISME pada jaringan


Ingestants Peningkatan
Makanan Pada volume
Obat2an Interaksi • Mast sel, eosinofil dan Dilatasi kapiler darah
Serbuk sari alergen IgE mediator kimia :
Debu pada mast sel, • Amine vasoaktif Eksudasi pada
Peningkatan
sel Th2 • Mediator lipid sel dan cairan
Permiabilitas
• Sitokin kapiler protein
Injectants
Drugs Tekanan pada
Sengatan eksudat
Vaksin
Serum
Iritasi pada saraf

Penyempitan pada
otot halus

Adanya trauma- terjadi obstruksi pembuluh darah - pembuluh darah rusak- dilatasi pembuluh
darah kapiler
Type I: Immediate Hypersensitivity
MANIFESTASI CLINICAL EXAMPLES
Respiratory tract
1. "sakit kepala sinus"
mata gatal Allergic rhinitis
bersin,
meler hidung berair,
Hidung gatal Conjunctivitis
iritasi tenggorokan
2. Paru-paru mengi, dyspnea,
batuk kering, sesak di dada
Pencernaan
Asthma
Glossitis, cardiospasm
Mual, vomitting
Iritasi usus Food allergies
Diare, pruritus ani, gastroenteritis

Kulit
Urticaria, pruritus, Atopic dermatitis
Angioedema,
weeping erthematosus vesico-papular Urticaria , eksim
lessions
15
What factors affect predisposition toward Type I
hypersensitivities?

Genetic factors

Environmental factors

Hygiene hypothesis

Hypersensitivities 16
Type I Hypersensitivity
Berdasarkan tingkat keparahannya dibedakan atas 2 level
• Atopy - alergi lokal kronis  seperti demam atau asma
• Anafilaksis  alergi berat gejalanya : terjadi secara tiba
tiba, sistemik,nmuntah, kepala terasa ringan, dan hipotensi,
melibatkan obstruksi jalan nafas dan peredaran darah
bengkak pada membran mukosa, urticaria (ruam pada kulit)
 muncul dari hitungan menit -- jam
Atopy:adanya kecenderungan pengaruh genetik dalam
mensintesis oleh IgE spesifik pada alergen eksternal

individu yang atopik akan memproduksi IgE dalam jumlah besar sebagai respons
terhadap antigen yang tidak akan menimbulkan respons IgE pada sebagian besar
orang
17
Degranulasi Mast cell

• Rilis Preformed mediators dari granule.


Amine vasoaktif
• Histamin menyebabkan kontraksi otot polos yang intens,
permiabilitas vaskuler meningkat, sekresi mukosa (lendir)
melalui nasal, bronkial dan kelenjar gastrik
• Enzymes protease neutral (chymase, tryptase) dan
beberapa asam hidrolisis
– Proteoglycans
• Heparin (anticoagulant) and chondroitin sulfate dan
menyimpan amina dalam granul.
Sitokin Mast cell
• TNF, IL-1, and chemokines (eotaxin, CXCL8)
– Menarik neutrophils, eosinophils, basophils,
monocytes
• IL-4
– Menguatkan respon dari Th2  produksi sitokin anti
inflamasi
• IL-3, IL-5, and GM-CSF
– Mendukung kelangsungan hidup dari eosinofil
– Rekruitmen sel dan mendukung kelangsungan fase
pada respon akhir.
Mediator lipid Mast cell
• Disintesis setelah aktivasi PLA2 melepaskan AA dari
membran plasma.
 Leukotrienes
• LTC4 dan LTD4 - beberapa ribu kali lebih aktif dari histamin dalam
meningkatkan permiabilitas pembuluh darah dan menyebabkan
kontraksi otot polos bronchial.
• LTB4 sangat kemotaktik untuk neutrofil, eosinofil dan monosit
Prostaglandin D2
• Menyebabkan bronchospasm yang intens serta meningkatkan sekresi
mukosa
Platelet-activating factor (PAF)
• Menyebabkan agregasi platelet rilis histamis , bronchospasm,
peningkatan permiabilitas vaskuler, vasodilatasi, dan kemotaktik dari
netrofil dan eosinofil causes platelet aggregation, release of histamine,
bronchospasm, increased vascular permeability, vasodilation and is
chemotactic for neutrophils and eosinophils
Klasifikasi
Berdasarkan pemicunya :
• Reaksi Anafilaksis : dimediasi oleh IgE
• Reaksi anafilaktoid : melalui degranulasi sel mast
atau basofil tanpa peran IgE.
reaksi anafilaktoid  akibat pemberian zat
kontras atau akibat anafilatoksin yang dihasilkan
pada proses aktivasi komplemen
• Reaksi Anafilaksis  reaksi hipersensitivitas
sistemik hebat
• Gejala : hipotensi (curah jantung & tekanan
arteri menurun hebat, gangguan pernafasan
berpotensi mengancam nyawa.
• Penyebab adanya reaksi Ag-Ab yang timbul
segera setelah antigen yang sensitif masuk
dalam sirkulasi  (bahan kimia dan mediator
mediator IgE yang dihasilkan sel Mast)
• Timbulnya tiba tiba terjadi tidak terduga dan
berpotensi mematikan.
Penyebab Anafilaksis
• Ikan , kerang, Mollusca
• Kacang kacangan
• Sengatan serangga : lebah dan tawon
• Gigitan Ular : bisa
• Obat obatan  antibiotik : penisilin ; Vaksin ;
Insulin
• Hormon
• Lateks
Type I: Immediate Hypersensitivity
•Berat ringan gejala dipengaruhi :
antibodi IgE
jumlah alergen
faktor-faktor lain yang dapat
meningkatkan respon (infeksi virus dan
polutan)
Asma

urtikaria
Alergi rinitis

Atopik dermatitis
Alergi makanan
Terapi dan pencegahannya
Metode yang umum digunakan:
• Menghindari alergen
• Menggunakan obat yang dapat memblok kerja
limfosit, mast sel, mediator kimia : antihistamin .
• Terapi desensitisasi - menyuntikkan alergen dapat
menstimuli pembentukan tingkat tinggi, pada alergen
Spesifik IgG , yang bertindak untuk memblokir IgE 
sel Mast tidak didegranulate

27
Jani & Kuby . 2007
Type II: Cytotoxic Antibody Reaction

PENYEBAB MEKANISME pada PATHOPHYSIOLOGY CLINICAL


jaringan EXAMPLES
Antigen
Reaksi pada antibodi Erytrhrocyte Hemolytic
Interaksi IgG , IgM dengan hemolysis anemia
Reaksi transfusi
dengan sel antigen sel matriks
sel tubuh ; : ekstraseluler :
Erythroblastosis Rentan
• Erythrocyte • Opsonisasi dan
fetalis Agranulocytosis terhadap
• Leucocyte • Fagositosis
• Platelet infeksi
Obat obatan Aktivasi komplement :
• Endotel rekrut & aktivasi lekosit
Vascular (neutrofil dan makrofag Thrombocytopenia Purpura
Autoantibodies*
Abnormalitas fungsi
Unknown seluler (reseptor,
hormon signaling, Vasculitis Vesicular
neurotransmiter purpura
reseptor blockade

* Antibodi dibuat secara tidak normal, melawan / merusak jaringan tubuh sendiri. 29
Type II hypersensitivity  reaksi sitotoksik
• Opsonization and Phagocytosis
- Antibodi permukaan mengaktifkan komplemen
- Memperkuat dan memperlancar fagositosis oleh makrofag
- Antivasi komplemen membentuk MAF
• Mechanismenya melibatkan IgG, IgM
– Opsonisasi sel oleh antibodi IgG mengenali reseptor Fc fagosit
– Opsonisasi mengaktifkan sistem melalui jalur klasik
• Aktivasi komplemen membentuk MAF (membrane
attack complex)
– Osmotik lisis pada sel
• Antibody-dependent cellular cytotoxicity (ADCC)
– Hasil lisis sel tanpa fagositosis
– NK cells
Autoimmune Hemolytic
Anemia (AHA)

Myasthenia Gravis

Hemolytic disease Idiopathic Thrombocytopenic


of the newborn Purpura, ITP
Type III: Immune Complex–Mediated Reaction
PENYEBAB MEKANISME PADA PATHOPHYSIOLOGY CLINICAL
JARINGAN EXAMPLES
Antigen
Imun kompleks deposit Glomerulo-
pada  Antigen pada nephritis
Autoantibodies Destruksi
sirkulasi dan dinding
Obat2an jaringan Vasculitis
IgM atau IgG. pembuluh
Serum
Komplemen : & membran
Chemicals Inflamasi Arthus reaction
rekrut dan aktivasi dasar
Antigen luar
Bacteria leukosit Rheumatoid
Virus diseases
Serum
sickness
Type III Hypersensitivity
• Formation of immune complexes
– Berlimpah  memicu respon imun membentuk antibodi
dan bereaksi terhadap antigen
– Sekresi antibodi akan bereaksi dengan antigen dalam
sirkulasi membentuk antigen antibodi kompleks
• Deposition of immune complexes
– Jejas pada jaringan akibat tekanan yang tinggi membentuk
cairan lain : cairan urin, sinovial
• Tissue injury
– Inflamasi akut  reaksi kompleks antibodi komplemen
(i.e., IgG and IgM) leukocyte Fc receptor-antibody
kompleks menginduksi lesi patologis
Immune complex injury
• Principal morphologic manifestations
– Nekrosis akut vasculitis  di dinding pembuluh darah
– Nekrosis pada pembuluh  gangren
– Kompleks imun, komplemen dan plasma protein
memproduksi eosinofil nekrosis fibrinoid (pembuluh darah)
• Chronic serum sickness
– Pemaparan berulang dari antigen
– Pada SLE respon antibodi persistent  autoantigens
• Local Immune Complex Disease
– Arthus reaction
– Nekrosis jaringan dihasilkan dari vaskulitis kompleks imun
akut pada kulit.
Serum sickness  terjadi ketika disuntik
serum ATS atau anti dipteri serum
Rheumatoid diseases berasal dari kuda

Vaskulitis = peradangan pada pembuluh darah  virus /alergi obat


IV. Reaksi Tipe IV (Reaksi Hipersensitivitas lambat)
DTH : delayed Type Hypersensitivity
DTH adalah reaksi inflamasi yang dimediasi sitokin yang merugikan
akibat aktivasi sel T, khususnya Sel T CD4 +.
DTH? karena berkembang 24 s/d 48 jam setelah terpapar antigen
pada individu.
M. tuberculosis, memunculkan reaksi DTH = reaksi tuberkulin,
ketika disuntikkan ke individu yang telah terpapar M. tuberculosis.
Respons tes kulit TB yang positif  indikator klinis untuk infeksi TB.
DTH  dianggap Reaksi berbahaya terutama yg dimediasi-Th1, sel-
sel T lain diduga terlibat dalam inflamasi. Pada beberapa lesi DTH,
neutrofil menonjol, menunjukkan keterlibatan Sel Th17.
CTLs berkontribusi terhadap jejas jaringan pada beberapa penyakit.
Hampir semua penyakit yang diperantarai T cell disebabkan oleh
mekanisme autoimun.
Positive tuberculin skin test. A Type IV hypersensitivity.
(Courtesy of the CDC.)  uji adanya infeksi M. Tb pada anak
(membantu menemukan penyakit TB aktif)

Tuberkulin  protein murni, dihasilkan dari kuman TB (-) kuman TB aktif).


Type IV hypersensitivity reaction = DTH

CLINICAL
CAUSES MECHANISM pada jaringan PATHOPHYSIOLOGY EXAMPLES
Antigen Sensitized
1. Cytokine- Contact
Lymphocyte
mediated
Tuberculin reacts with inflammation &
dermatitis
Injury and Graft vs host
Poison Ivy antigen. aktivasi makrofag
destruction of reactions
Chemical 1. CD 4 & Sel T
2. Direct target cell target organ Viral infection
Fungi (Th1 & Th17). killing, cytokine-
Transplanted mediated Autoallergic
organs 2. CD 8 CTLs inflammation disease
Virus

39
Contoh Microbial  DTH
Klasifikasi tipe respon Viruses (destructive skin rashes)
imun DTH terjadi melalui • Smallpox
1. Aktivasi makrofag  • Campak atau cacar air.
kematian jaringan
2. Th1  menyebabkan • Herpes simplex
kerusakan jaringan Fungi
• Candidiasis  imunodefisiensi
DTH dapat • Dermatomycosis
menyebabkan infeksi • Coccidioidomycosis  destruksi PMN
kronis dan memaparkan
beberapa antigen • Histoplasmosis  resisten terhadap
fagositosis
Parasites (enzim dari telur parasit
bersarang di hati)
• Leishmaniasis
• Schistosomiasis
Limfosit pra-sensitasi dapat menginduksi sitokin,
yang dapat merusak sel

Abbas et al, 2018)


Penyebab Hypersensitivity lambat

• Reaksi hipersensitivitas Tipe Lambat adalah peristiwa


fisiologis normal.
• Apa pun yang mengubah peristiwa normal dapat
menyebabkan infeksi oportunistik ganda.
• Imunodefisiensi (bawaan atau diperoleh) dan agen
imunosupresif dapat mengubah respon normal.
Crohn’s disease

Schistosomiasis Chronic pulmonary tuberculosis

dermatomycosis

Sarcoidosis Borderline leprosy


Tipe V: Reaksi stimulasi hipersensitivitas 
modifikasi dari Type II

Reaksinya kompleks tanpa aktivasi komplemen antigen-


antibodi.

Contoh : penyakit Graves.


kompleks antigen-antibodi pada permukaan sel folikel
menyebabkan sekresi hormon tiroid berlebihan dan lama
seperti TSH.

Antibodi pemicu sekresi  LATS (long activing thyroid


stimulator) diperantarai IgG.
Basu and Banik, 2018

Basu dan Banik 2018


Daftar Referensi
• Abul K, Andrew H and Shiv Pillai . 2018. Cellular and
Molecular Immunology. 9th. Elsevier
• Kenneth Murphy and Casey Weaver 2017.
Immunobiology. 9th edition. Garland Science.
• Peter j Delves, Seamus J Martin, Dennis R, Burton, Ivan
M, Roitt. 2017. Essential Immunology. 13 th edition.
Wiley Blackwell
Thank You
God bless you all

Anda mungkin juga menyukai