KONOSEMEN/BILL OF LADING
Disusun Oleh :
Heri Irawan Mandala Putra (D1A022430)
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan jarak jauh tidak memungkinkan bertemunya antara
pembeli dan penjual. Hal yang paling menentukan ialah perlindungan
kepentingan hukum pihak-pihak dan salah satu yang paling utama adalah
terjaminnya pembeli terhadap barang yang dibeli sesuai dengan yang dipesan
dan terjaminnya penjual dalam menerima uang hasil penjualan barang dari
pembeli. Sehingga perlu adanya pengangkutan suatu barang. Hal tersebut
dilakukan bukan hanya dengan menggunakan transportasi darat tetapi dapat
juga menggunakan transportasi laut. Dalam hal ini menggunakan kapal laut.
Dalam suatu perjanjian pengangkutan, terdapat suatu perjanjian antara
pengangkut dengan pihak kedua. Pihak kedua ini adalah pemilik
barang/penumpang/pengirim barang/penerima barang. Dalam perjanjian ini
pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut orang/barang ke suatu
tempat dengan selamat, dan pengangkut akan memperoleh imbalan dari pihak
kedua berupa upah pengangkutan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan ruang lingkup bill of lading atau konosemen ?
2. Bagaimana bill of lading atau konosemen sebagai benda bergerak ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan ruang lingkup bill of lading atau
konosemen.
2. Untuk mengetahui bill of lading atau konosemen sebagai benda
bergerak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Bill of Lading atau Konosemen
1. Pengertian Bill of Lading atau Konosemen
1
Abdul Rahim Arifin, 2009, Konosemen sebagai Obyek Jaminan Gadai dan Fidusia, Tesis,
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, hlm.4
2
H.M.N Purwosutjipto, 1983, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Jakarta, Djambatan, hlm.13
3
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Transaksi Bisnis Internasional, Ekspor Impor
dan Imbal Beli, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm.178
ditunjuk dan untuk itu diserahkan disitu kepada seseorang yang telah
ditunjuk dan pula atas syarat-syarat apa penyerahan ini akan dilakukan.4
4
Herman A.C. Lawalata, 1983, Konosemen dan Forwarding Agency, Jakarta, Aksara Baru,
hlm.19
5
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koopenhandel voor Indonesie),
cetakan I, 2013, Grahamedia Press, psl. 506
6
Ibid.
7
Ibid. Psl. 507
8
H.M.N Purwosutjipto, Op.Cit., hlm.209
yaitu kepentingan perniagaan dan kepentingan pengangkutan barang yang
disebut dalam konosemen itu sendiri9.
a. Berdasarkan penerimanya:
1) Konosemen atas pebawa (aan tonder), yaitu konosemen yang tidak
mencantumkan nama penerima secara khusus dan hanya menyebutkan
kepada pembawa. Artinya pengangkut harus menyerahkan barang
muatan kepada pembawa konosemen tersebut. Konosemen ini dapat
dialihkan hanya dengan menyerahkan (levering).
2) Konosemen atas pengganti (aan order), yaitu konosemen yang
menyebutkan nama penerima akan tetapi memuat keterangan atau
kepada pengganti. Pengganti yang dimaksud adalah pengganti dari pihak
9
F.D.C. Sudjatmiko, 1985, Pokok-pokok Pelayaran Niaga, Jakarta, Akademika Pressindo, hlm.92
10
Anonymous, Hukum Surat Berharga,
http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/hukum-surat-berharga/ diakses pada tanggal 7
Mei 2014 pukul 08.23 WIB
11
Abdul Rahim Arifin, Op.Cit., hlm.5
yang namanya telah tercantum dalam konosemen tersebut. Konosemen
jenis ini dialihkan dengan cara endosemen.
3) Konosemen atas nama (oop naam), yaitu konosemen yang dicantumkan
nama dari penerima, dan hanya penerima yang tercantum itulah yang
berhak atas barang muatan. Konosemen jenis ini disebut juga sebagai
Konosemen Rekta yang pengalihannya dengan menggunakan akta cessie.
b. Berdasarkan saat penerbitannya (sehubungan dengan penyerahan muatan dari
pengirim kepada pengangkut):
1) Konosemen diterima untuk dikapalkan (to be shipped Bill of Lading),
yaitu konosemen yang diterbitkan oleh pengangkut saat barang diterima
oleh pengangkut namun belum dikapalkan.
2) Konosemen dikapalkan (shipped Bill of Lading), yaitu konosemen yang
diterbitkan setelah barang dimuat dalam kapal.
c. Berdasarkan keadaan muatan:
1) Konosemen bersih (clean Bill of Lading), yaitu konosemen yang tidak
terdapat catatan kerusakan barang, kekurangan jumlah, atau
ketidaksesuaian barang lainnya.
2) Konosemen kotor (foul Bill of Lading), yaitu konosemen yang terdapat
catatan kerusakan barang, kekurangan jumlah, atau ketidaksesuaian
barang lainnya.
d. Berdasarkan kebiasaan memperdagangkannya (negotiability):
1) Konosemen yang dapat diperdagangkan (negotiable Bill of Lading)
2) Konosemen yang tidak dapat diperdagangkan (straight Bill of Lading)
e. Berdasarkan pelabuhan tujuan:
1) Domestic Bill of Lading, yaitu konosemen yang digunakan untuk
pengangkutan dalam negeri
2) Direct Bill of Lading, yaitu konosemen yang dikeluarkan untuk
pengangkutan luar negeri atau barang-barang ekspor.
3) Combined Transport Bill of Lading, yaitu konosemen yang dikeluarkan
ketika terjadi pengangkutan gabungan dari tempat penerimaan hingga
penyerahan barang, misalnya gabungan antara pengangkutan darat dan
kapal laut.
f. Berdasarkan segi form (syarat-syarat yang dimuat didalamnya):
1) Konosemen Singkat (Short Form Bill of Lading), yaitu konosemen yang
tidak mencantumkan syarat-syarat pengangkutannya.
2) Konosemen Panjang (Long Form Bill of Lading), yaitu konosemen yang
mencantumkan syarat-syarat pengangkutannya yang menjadi acuan
apabila terjadi perselisihan.
13
Sufirman Rahman, Ibid., hlm. 138-139.
(shipper) dibebaskan dari tanggung jawab dimaksud, jika terjadi
diluar perbuatan disengaja.
i. Hak yang Melekat Pada
1. Hak atas barang-barang yang diangkut, sebagaimana dicantumkan
dalam pasal 506 KUHD
2. Hak atas dipenuhinya perjanjian pengangkutan, sebagaimana
dicantumkan dalam pasal 468 ayat (1) KUHD
3. Hak atas penyerahan barang, sebagaimana dicantumkan dalam
pasal 510 KUHD
4. Hak atas pengalihan konosemen kepada pihak lain, sebagaimana
dicantumkan dalam pasal 506 ayat (2) KUHD
B. Bill of Lading atau Konosemen Sebagai Benda Bergerak
14
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.
Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.34 edisi revisi, 2004, Jakarta, Pradnya Paramita, psl. 511
15
Abdul Rahim Arifin, Op.Cit., hlm.5
16
Abdul Rahim Arifin, Ibid.
baku namun tetaplah merupakan perwujudan dari kesepakatan antara
Pengirim dan Pengangkut.
Maksud dari ketentuan semua untuk satu ( allen voor een) adalah
untuk semua konosemen jenis ini hanya dapat dimintakan penyerahan barang
satu kali. Sedangkan ketentuan satu untuk semua (een voor allen) berarti
Pengangkut berdasarkan satu lembar konosemen telah menyerahkan barang,
maka dia telah dianggap menunaikan kewajibannya18. Ketentuan ini terutama
adalah jika terhadap satu lembar Konosemen telah dilakukan suatu perbuatan
hukum tertentu, maka perbuatan hukum tersebut berlaku pula bagi lembaran
lain yang dimiliki oleh pihak lain. Misalnya, penerima memperdagangkan
lembar konosemen yang dia miliki, maka pengirim tidak dapat menjual
lembaran yang dimilikinya.
17
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koopenhandel voor Indonesie), Op.Cit. psl.
507
18
H.M.N Purwosutjipto, Op.Cit. hlm. 215
Konosemen dapat pula diterbitkan dengan ketentuan non
negotiable/straight atau tidak dapat diperdagangkan. Jenis konosemen ini
tidak dapat dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain. Konosemen ini
biasanya digunakan untuk pengiriman barang internal suatu perusahaan. Jika
suatu konosemen dimaksudkan untuk tidak dapat diperdagangkan,
konosemen tersebut harus mencantumkan dengan jelas didalamnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Konosemen merupakan suatu surat berharga yang memberikan hak
kepada pemegangnya untuk menuntut penyerahan barang bergerak
yang diangkut. Konosemen memiliki banyak jenis sesuai dengan
pembagiannya yaitu berdasarkan penerimanya (atas pembawa, atas
pengganti dan atas nama); berdasarkan saat penerbitannya (diterima
untuk dikapalkan, dan dikapalkan); berdasarkan keadaan muatan
(bersih dan kotor); berdasarkan kebiasaan memperdagangkannya
(dapat diperdagangkan dan tidak dapat diperdagangkan); berdasarkan
pelabuhan tujuan (domestic, direct, dan combined transport);
berdasarkan segi form (singkat dan panjang). Para pihak dalam
konosemen adalah penerbit dan penerima.
2. Konosemen dianggap sebagai benda bergerak sehingga dapat dijadikan
sebagai jaminan dan diperdagangkan. Pada undang-undangnya hanya
dua lembar Konosemen (yang dimiliki oleh penerbit dan penerima)
yang dapat diperdagangkan walaupun pada prakteknya bisa menjadi 3
atau 4 lembar dan dikopi untuk urusan administrasi. Dalam
memperdagangkan konosemen berlaku asas satu untuk semua, semua
untuk satu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahim Arifin, 2009, Konosemen sebagai Obyek Jaminan Gadai dan
Fidusia, Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.
H.M.N Purwosutjipto, 1983, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Jakarta,
Djambatan.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Transaksi Bisnis Internasional, Ekspor
Impor dan Imbal Beli, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Herman A.C. Lawalata, 1983, Konosemen dan Forwarding Agency, Jakarta,
Aksara Baru.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koopenhandel voor
Indonesie), cetakan I, 2013, Grahamedia Press, psl. 506
F.D.C. Sudjatmiko, 1985, Pokok-pokok Pelayaran Niaga, Jakarta, Akademika
Pressindo.
Anonymous, Hukum Surat Berharga, http://legalbanking.wordpress.com/materi-
hukum/hukum-surat-berharga/ diakses pada tanggal 7 Mei 2014 pukul 08.23 WIB
Sufirman Rahman dan Eddie Rinaldy, 2013, Hukum Surat Berharga Pasar Uang,
Jakarta, Sinar Grafika.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.34 edisi revisi, 2004, Jakarta, Pradnya
Paramita, psl. 511