Anda di halaman 1dari 62

TUGAS MANDIRI

PERTEMUAN 13

PENDIDKAN IPA LANJUTAN

Dosen Pengampu : Dr. Sudarto, M.Pd

Disusun Oleh :
YUSNIAR
210407560008
31B

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga Buku Ajar Mata Kuliah Pendidkan IPA di SD dapat penulis
rampungkan tepat pada waktunya
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Sudarto, M.Pd
sebaga dosen pengampu mata kuliah Pendidikan IPA di SD yang telah membimbing
dan mengarahkan. Kemudian juga untuk semua pihak, baik secara lembaga maupun
secara pribadi, teman-teman serta semua pihak yang telah membantu penulis
Dalam penyusunan Buku Ajar ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan. Sehingga penulis sangat mengharapkan sumbangan pemikiran dari
pembaca Baik itu berupa saran atau kritik yang sifatnya membangun untuk dapat
menyempurnakan tugas seperti ini di masa-masa yang akan datang
Penulis sangat berharap semoga buku ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar buku ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bone, 26 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA .................................................................................................................. ii
DAFTRA ISI .............................................................................................................. iii
BAB I Pengertian Dan Perkembangan Literasi Informasi .............................................. 4
BAB II Fungsi Dan Tujuan Literasi Infoermasi ........................................................... 10
BAB III Komponen Literasi Informasi Di Sekolah ...................................................... 13
BAB VI Model Literasi Informasi ............................................................................... 14
BAB V Literasi Informasi Dan Life Long Learning .................................................... 21
BAB VI Kebutuhan Informasi Dan Strategi Identifikasi Informasi .............................. 28
BAB VII Pustakawan Sebagai Information Literact Agent Of Trainer ......................... 33
BAB VIII Penelusuran Informasi Dan Etika Informasi ................................................ 39
BAB IX Keterampilan Penelusuran Informasi Untuk Menunjang Literasi ................... 47
BAB X Literasi Dan Numerasi .................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 60
GLOSARIUM ........................................................................................................... 61
INDEKS..................................................................................................................... 62

iii
BAB I
PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN LITERASI INFORMASI

Menurut kamus Oxford, literasi memiliki pengertian “Literacy is ability to read


and write”.Literasi secara umum diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan
menulis. Secara lebih luas literasi merupakan sebuah kemampuan yang ada dalam diri
seseorang dalam membaca atau menulis apa saja yang dia lihat, dia dengar atau yang
dia rasakan.
Menurut Wikipedia.org dalam Siti Wahdah(2018:6) informasi adalah pesan ,
ucapan atau ekspresi atau kumpulan pesan yang terdiri dari order sekuens dari symbol,
atau makna yang ditafsirkan dari pesan atau kumpulan pesan, informasi dapat direkam
atau ditransmisikan. Kata informasi berasal dari kata perancis kuno informacion ( tahun
1387) yang diambil dari bahasa latin informationem yang berarti “garis besar, konsep,
ide”.
Literasi informasi merupakan suatu keterampilan seseorang mengetahui kapan
suatu informasi dibutuhkan dan seperangkat keterampilan setiap individu miliki untuk
mencari informasi, menemukan informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi
informasi, hingga mengkomunikasikan suatu informasi sebagai bentuk pemenuhan
kebutuhan informasi dan pemecahan berbagai masalah. Keterampilan literasi informasi
bisa membekali kita untuk hidup di abad 21, dimana masyarakat dipaksa untuk
memiliki keterampilan information and communication technology (ICT) yang cakap.
Ciri dari melek ICT ini adalah melek teknologi dan media, yang mampu berkomunikasi
efektif, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi. Kemampuan tersebut
dapat diraih dengan pelatihan literasi informasi dari kelima ciri ini.
Capaian Pembelajaran Mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar literasi
informasi; Mengetahui tujuan dan manfaat dari pembelajaran literasi informasi;
Mengetahui pengembangan konsep literasi informasi; Mampu menganalisis hubungan
literasi informasi dengan keterampilan kerja perpustakaan; Memahami pengembangan
konsep literasi informasi; Mengetahui perkembangan literasi informasi di Indonesia.
Konsep Literasi Informasi Literasi informasi pada umumnya diartikan sebagai
kapasitas individu untuk mengenali kapan suatu informasi diperlukan dan sebagai
kumpulan kemampuan untuk mencari, menemukan, menganalisis, mengevaluasi, dan

4
mengkomunikasikan informasi. untuk memenuhi kebutuhan informasi sebagai
pemecahan berbagai masalah (Septiyantono, 2014). Literasi informasi awalnya
ditemukan pada tahun 1974 oleh American Information Industry Association lebih
tepatnya oleh Paul G. Zurkowski, di satu proposalnya yang dipresentasikan untuk
National Commission on Libraries and Information Sciences (NCLIS) daerah Amerika
Serikat. Paul Zurkowski memakai istilah ini untuk mengartikan sebagai "teknik serta
keterampilan" yang diketahui sebagai literasi informasi, yaitu keterampilan untuk
menggunakan berbagai alat informasi dan sumber informasi utama sebagai pemecahan
masalah (Zukowski, 1974).
Zurkowski juga menyarankan bahwa literasi informasi wajib diterapkan di
tingkat nasional, disebabkan urgensi yang tidak dapat dielak dalam hal memprediksi
evolusi jumlah informasi dari segi volume, media serta teknologi, yang pastinya
bertumbuh (Yudistira, 2017). UNESCO (2005) menyatakan bahwa "Information
literacy is defined as the ability to recognize when information is required, identify the
information required, identify sources or references, locate information quickly and
efficiently, develop information critically, organize and integrate information into
existing knowledge, communicate information ethically and legally, and carry out all of
the above activities effectively." Yang berarti literasi informasi yaitu kemampuan atau
keterampilan setiap individu agar sadar akan keperluan informasi, menemukan serta
mengevaluasi kualitas dari suatu informasi yang didapat, menyimpan informasi serta
menemukan kembali informasi yang diperoleh, membuat serta memakai informasi
dengan efektif dan etis, serta mengkomunikasikan pengetahuan dari informasi tersebut.
Silahkan Anda pelajari infografis dibawah ini dengan cermat berkaitan dengan konsep
literasi informasi untuk menambah pengetahuan Anda! Aktivitas literasi informasi
didukung pula oleh fungsi perpustakaan dalam memberikan sosialisasi terkait literasi
informasi.
Selain itu keterampilan penggunaan teknologi informasi turut akan
mempermudah seseorang dalam memperoleh kemampuan atau kompetensi literasi
informasi. Maka dari itu, literasi informasi dapat dikatakan sebagai proses pembelajaran
seumur hidup (lifelong learning) yang akan menjadi panduan dan persiapan seseorang
dalam mencari informasi guna melangsungkan kehidupan, bukan sebatas lingkup
pendidikan saja. Salah satu badan kepemimpinan perwakilan perpustakaan Australia

5
(CAUL, 2004) mengungkapkan "Information literacy is an understanding and set of
abilities enabling individuals to recognise when information is needed and have the
capacity to locate, evaluate, and use effectively the needed information." Yang berarti
literasi informasi adalah kemampuan dan kapasitas seseorang untuk mendeteksi
kebutuhan informasinya, kemudian menemukan, menganalisis, mengevaluasi, dan
berhasil menggunakan informasi tersebut.
Pendapat lain diungkapkan oleh American Library Association (ALA), yang
dipercaya untuk menganalisis peran informasi dalam pendidikan, industri,
pemerintahan, dan kehidupan sehari-hari, menyimpulkan dalam laporan akhirnya pada
tahun 1989 bahwa: "People who are Those who have learnt how to learn are said to be
information literate. They understand how to learn because they understand how
knowledge is organized, how to locate information, and how to apply information in a
variety of ways so that others can benefit from their knowledge. They are people who
are prepared to study for the rest of their lives since they can always locate the
information they require for each activity or choice they face". (ALA, 1989, p.1)
Seseorang yang literat mengetahui cara belajar, sebab mereka mengetahui atau
memahami cara menemukan informasi, mengorganisasikan pengetahuan, serta
menggunakan informasi untuk untuk pembelajaran sepanjang hayat, memenuhi tugas
dari informasi yang didapat, dan sebagai pengambilan keputusan.
Dari definisi diatas dapat kita lihat bahwa literasi dan informasi merupakan
suatu kalimat yang padu dan tak terpisahkan. Literasi informasi adalah suatu
kemampuan seseorang dalam mambaca dan menulis apa saja yang didapatkannya,
kemudian memilah dan memilih pesan atau makna dari informasi yang diterimanya
sehingga dapat diketahuinilai dari informasi tersebut.
Literasi secara umum diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan
menulis, tetapi pada era sekarang ini definisi itu sudah tidak mencukupi, apalagi jika
dihubungkan dengan teknologi informasi. Definisi itu tergantung pada faktor yang
mempengaruhi, misalnya masyarakat, fasilitas, kebutuhan serta fungsinya Kalau kita
runtut pengertian tentang literasi informasi, Negara Amerika tempat lahirnya konsep
literasi informasi menjelaskan bahwa konsep literasi informasi pada hakikatnya untuk
menanggapi pertumbuhan informasi yang mulai tidak terkendali baik dari sisi kuantitas
maupun kualitasnya. ( Tri septiyantono, 2014:1.5)

6
Menurut Sulistyo Basuki (2018:430-431) literasi infromasi adalah kemampuan
untuk berinteraksi secara tepat guna dengan informasi , seperti merumuskan kebutuhan
informasi, memperoleh akses ke informasi yag dibutuhkan serta evaluasi secara efektif
menggunakan informasi serta mendistribusikannya sesuai dengan ketentuan etika dan
hukum. Literasi informasi membantu pembelajaran sepanjang hayat.
Menurut ALA, literasi informasi adalah serangkaian kemampuan yang
dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan memiliki
kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang
dibutuhkan secara efektif. (Sukaesih,2013:63) Pendapat yang hampir sama juga
dikemukakan oleh Shapiro (1996:31) yaitu information literacy is refer to a new liberal
art that extends from knowing how t use komputers an access information to critical
relection on thenature of information itself, its technical infrastructure, and its social,
cultural and even philosophical context and impact.
Menurut Shaphiro, Literasi informasi merupakan seni liberal baru dalam atau
kesenian baru yang digunakan untuk mengetahui bagaimana mengakses informasi
menggunakan teknologi seperti computer, kemudian bagaimana cara kita berpikir kritis
terhadap informasi yang didapat dengan menggunakan infrastruktur atau fasilitas
teknologi dengan berdasarkan social budaya, filosofi dan dampak dampak yang
ditimbulkan.
Menurut Association of college and Research Library dalam Nisday (2016) di
buku Jaziatul (2017:188) bahwa literasi informasi dianggap sebagai kebutuhan dasar
dalam pembelajaran seumur hidup dan bermanfaat untuk semua disiplin ilmu,
lingkungan, pembelajaran, dan semua tingkat pendidikan.
Definisi terbaru dari (CILIP,2005) Literasi informasi adaah mengetahui kapan
dan mengapa Anda membutuhkan informasi, dimana menemukannya, serta bagaimana
mengevaluasi, menggunakan, dan mengkomunikasikan dengan cara yang etis. (Tri
septiyantono: 2014, 1.39).
Dari beberapa definisi diatas, Literasi informasi memiliki pengertian yang berbeda beda.
Namun begitu, semuanya cenderung memiliki kesamaan yaitu merupakan kemampuan
seseorang dalam mendapatkan, mengelola dan menggunakan informasi secara tepat,
selektif dan efektif.

7
Perkembangan literasi informasi di Indonesia dimulai pada tahun 2000-an,
dimana saat itu literasi informasi mulai dibicarakan. Sebelumnya, konsen yang sering
dibicarakan di Indonesia adalah topik yang berkaitan dengan buta huruf, aksara, serta
rendahnya minat baca masyarakat. Kemudian, literasi informasi mulai dikenalkan
kepada para pustakawan pada awal tahun 2000. Sejak tahun 2005, Perpustakaan
Nasional RI menggarisbawahi masalah ini dengan mengajarkan literasi informasi
kepada pustakawan melalui seminar dan lokakarya, mulai dari sekolah, perguruan
tinggi, dan perpustakaan umum.
Lalu pada tahun 2006, UNESCO menyelenggarakan pelatihan literasi informasi
untuk guru, pustakawan sekolah, dan kepala sekolah bekerja sama bersama
Perpustakaan Nasional Indonesia, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (LIPI), dan
Kementerian Riset dan Teknologi. Kegiatan serupa juga diselenggarakan oleh sejumlah
kelompok pustakawan profesional. Asosiasi Pekerja Informasi Perpustakaan Sekolah
(APISI), yang didirikan pada tahun 2006, didedikasikan untuk mendorong pustakawan
sekolah untuk bergabung dengan organisasi dan mendidik mereka tentang konsep
literasi informasi. Selain itu, APISI telah mulai berupaya mengembangkan keterampilan
literasi informasi di sekolah menengah.
Departemen Pendidikan Nasional sudah menyusun kompetensi baik atau
kompetensi standar tenaga perpustakaan sekolah melalui Badan Standar Nasional
Pendidikan di tahun 2007 yang memutuskan literasi informasi menjadi salah satu
kompetensi wajib yang harus dimiliki oleh tenaga perpustakaan sekolah. Pada
November 2006, Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) tidak mau tertinggal juga, mereka
berdiri sebagai organisasi para pustakawan di Indonesia yang telah menunjukkan
ketertarikannya terhadap literasi informasi dengan menjadikan literasi informasi sebagai
tema kongresnya yang ke-10 di Denpasar, Bali.
Di tingkat pendidikan tinggi, banyak universitas secara rutin melaksanakan
pendidikan literasi bagi mahasiswa baru pada awal masa perkuliahaan. Kegiatan ini
banyak dilakukan baik oleh universitas negeri maupun swasta, dimana universitas telah
menyadari kiprah strategis literasi informasi bagi mahasiswa dalam melaksanakan
studinya, serta meningkatkan kualitas pendidikannya. Kesadaran tersebut tumbuh
karena program pendidikan literasi informasi yang dilaksanakan merupakan upaya
untuk sebatas mengenali pengertian literasi informasi kepada siswa saja, maka dari itu

8
hasil dari program tersebut tidak dapat dievaluasi atau dinilai keberhasilannya. Silahkan
Anda amati Perkembangan Literasi Informasi dibawah ini: Pustakawan baru-baru ini
percaya bahwa perpustakaan memiliki peran penting dalam memajukan tujuan dan
kualitas pendidikan. Perpustakaan tentu perlu memasukkan literasi informasi ke dalam
kombinasi perpustakaan dan rumor pendidikan guna mendorong dan membantu dalam
proses pencapaian tujuan tersebut.
Mahasiswa harus dibantu dan dipandu dalam menerapkan lifelong learning guna
meningkatkan kualitas pendidikan serta dirinya. Mahasiswa harus mampu menyerap
dan menerima informasi maupun pengetahuan dengan sempurna dan efektif untuk
memenuhi tuntutan dalam kehidupan sehari-hari atau memenuhi tugasnya. Maka dari
itu dalam membentuk mahasiswa yang literat, perpustakaan memegang peran penting
untuk menyokong dan mendukung kegiatan literasi informasi mahasiswa maupun
masyarakat. Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas,
dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

9
BAB II
FUNSGI DAN TUJUAN LITERASI INFORMASI

1. Fungsi Literasi Informasi


Menurut Association of Clollage & Research Libraries (ARCL) dalam iskandar
(2016) fungsi Literasi yaitu:
a. Menentukan batas informasi yang diperlukan.
b. Mengakses informasi yang diperlukan dengan efektif dan efisien
c. Mampu memecahkan masalah. Hal ini merupakan satu manfaat yang dapat
diperoleh ketika pemustaka berhasi menerapkan literasi informasi dalam
kehiudpnnya.
d. Mengevaluasi informasi dan sumbersumbernya dengan kritis.
e. Memadukan sejumlah informasi yang terpilih menjadi dasar pengetahuan
seseorang.
f. Menggunakan informasi dengan efektif untuk mencapai tujuan tersebut. ( Siti
Wahdah, 2018:42)
2. Tujuan Literasi
Menurut Marsudi (2016:3) tujuan literasi informasi adalah untuk
mempersiapkan individu agar mampu melakukan pembelajaran seumur hidup,
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, meningkatkan kemampuan individu
untuk mengevaluasi informasi di tengah ledakan informasi serta meningkatkan
kemampuan individu untuk mengevaluasi informasi di tengah ledakan informasi
secara lebih efisien dan efektif.Literasi Informasi sangat berperan aktif dan dapat
dijadikan pembelajaran untuk mengekspresikan ide, membangun argumentasi,
mempelajari hal baru, dan mengidentifikasi kebenaran informasi serta menolak
informasi pendapat yang salah.
Menurut Siti Wahdah tujuan literasi informasi adalah :
a. Mengenalkan kepada pemustaka tentang keberadaan perpustakaan, fasilitas
yanga ada, system pelayanan, tata tertib, metode peminjaman dan
aturanaturan yang terkait degan tugas perpustakaan.
b. Memberikan informasi kepada pemustaka agar mampu mengali sumber
informasi yang dibutuhkan.

10
c. Memberi kemandirian pemustaka dalam menelusur sumber informasi yang
ada di perpustakaan.
d. Meningkatkan citra pustakawan dan perpustakaan dalam menunjukkan
peran, citra dan kemampuannya dalam memberikan pelayanannya. E
e. Untuk mengenalkan jenis-jenis layanan di perpustakaan.
Sementara di dalam dunia pendidikan, literasi memiliki peran penting
sebagai pembelajar seumur hidup yang mandiri. Kepentingan yang paling utama
dalam melaksanakan proses tersebut perserta didik diharapkan dapat melakukan
pembelajaran mandiri. Literasi harus mampu membentuk peserta didik yang
mampu mencari, mengevaluasi, dan meggunakan informasi yang
dibutuhkannya. Dalam dunia pendidikan, proram literasi informasi kemudian
dikaitkan dengan konsep belajar learning how to learn, yaitu belajar bagaimana
cara untuk belajar. (Tri Septiyantono, 2014:2.55).
Dengan memanfaatkan sumber daya yang dapat diakses, literasi
informasi berupaya membantu seseorang dalam memenuhi tuntutan
informasinya dalam kehidupan sehari-hari, seperti di sekolah, pekerjaan,
kesehatan, dan lingkungan komunal. Literasi informasi diperlukan untuk
mengakses dan menghasilkan informasi dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi serta penerapannya di era globalisasi informasi
sekarang ini. Literasi informasi merupakan keterampilan penting yang harus
dimiliki setiap orang, terutama di bidang akademik. Saat ini, setiap orang
memiliki akses ke sumber informasi yang jumlahnya terus bertambah, tetapi
tidak semua informasi ini kredibel atau memenuhi persyaratan orang yang
mencarinya. Masyarakat akan dapat belajar dengan bebas dan terlibat dengan
berbagai informasi berkat literasi informasi.
Menurut Tujuan literasi informasi menurut United Nations Educational,
Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), adalah untuk: Memungkinkan
seseorang mengakses dan mendapatkan informasi tentang kesehatan,
lingkungan, pendidikan, dan pekerjaan. Membantu dalam pembuatan keputusan
penting dalam kehidupan mereka. Akuntabilitas yang lebih besar untuk
kesehatan dan pendidikan. Sedangkan, menurut Doyle (2005) dengan
mempunyai kemampuan literasi informasi, seseorang akan terampil dalam :

11
Mengumpulkan data yang lengkap dan akurat yang akan menjadi dasar untuk
membuat penilaian; Menerapkan parameter di mana informasi yang relevan
harus disediakan; Membuat daftar kebutuhan informasi; Mampu mengenali
sumber informasi yang prospektif; Menciptakan dan mengetahui teknik
pencarian yang efektif; Memperoleh informasi yang diperlukan secara cepat dan
efektif; Koreksi atau evaluasi informasi; Organisasi informasi; Memasukkan
materi yang dipilih ke dalam basis pengetahuan individu lain; Memanfaatkan
informasi dengan baik guna mencapai tujuan tertentu. Di luar dari tujuan yang
telah disampaikan di atas, literasi informasi juga mempunyai manfaat.
Menurut Diao Ai Lien (2010, hlm.3) ada dua manfaat literasi informasi,
yaitu agar seseorang dapat hidup sukses di kalangan masyarakat yang sedang
maraknya informasi, serta secara khusus, dalam penerapan kurikulum berbasis
kompetensi di sekolah dan perguruan tinggi karena pastinya pelajar sangat
membutuhkan informasi-informasi yang relevan dan kredibel untuk membantu
menyelesaikan studi mereka.
Disisi lain, Nasution (2015, hlm.17) menyatakan bahwa literasi informasi
bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dalam mengenali kebutuhan
informasi dan memilih sumber informasi yang dapat diterima, merancang teknik
pencarian, menilai informasi dan sumbernya, memanfaatkan dan menyampaikan
informasi, dan mematuhi hukum saat menggunakan informasi.

12
BAB III
KOMPONEN LITERASI INFORMASI D SEKOLAH

Dalam Literasi informasi, diperlukan sebuah keterampilan untuk mengubah


informasi menjadi sebuah hal yang bermanfaat melalui proses pembelajaran yang
dilakukan oleh siswanya. Keterampilan itu diperlukan untuk mempermudah proses
pembalajaran yang dilakukan siswa nya ataupun pendidik. Oleh karena itu, literasi
dalam dunia pendidikan sangat diperlukan sebagaimana yang pendapat yang
dikemukakan oleh California State University (2001) sebagai berikut:
1. Menyediakan metode yang baik untuk memadu peserta didik dalam menghadapi
berbagai sumber informasi yang berkemban. Peserta didik berhadapan dengan
informasi yang beragam dan berlimpah. Informasi tersedia melalui
perpustakaan, sumber-sumber komunitas, organisasi khusus, media dan internet.
2. Mendukung pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan .lingkungan belajar
yang pro aktif memasyarakatkansetiap peerta didik memiliki kompetensi literasi
informasi. Dengan menguasai keahlian informasi,peserta didik akan selalu dapat
mengikuti perkembangan bidang ilmu yang dipelajarinya.
3. Menyediakan perangkat tambahan untuk memperkuat isis pembelajaran. Dengan
memiliki kompetensi literasi ifnormasi, peserta didik dapat mencari bhanbahan
yang dibutuhkan selama pembelajaran sehingga mampu medukun pembelajaran
yangs edng berlangsung.
4. Meningkatkan pembelajaran sepanjang hayat. Pembelajaran sepanjang hayat
adalah misi utama dari institusi pendidikan. Hal itu dengan memastikan bahwa
setiap individu memiliki kemampuan intelektual berpikir secara kritis yang
ditunjang dengan kompetendi literasi informasi yang dimilikinya agar dapat
melakukan pembelajaran sepanjang hayat secara mandiri. (Tri septiyantono,
2014: 2.47)

13
BAB IV
MODEL LITERASI INFORMASI

Model literasi informasi merupakan penggabungan dari dua kata, yaitu model
dan Literasi Informasi.Menurut Lasa dalam Kamus Kepustakawanan Indonesia, Model
memiliki pengertian suatu peragaan tiga dimensi untuk menggambarkan benda atau
obyek yang sebenarnya. Bentuk ini mungkin sesuai dengan ukuran aslinya(Lasa HS,
2009: 208).
Model yang disebutkan diatas adalah pengertian model secara umum.Sedangkan
dalam ruang lingkup berbeda, Literasi Informasi merupakan sebuah rangkaian aktivitas
atau keterampilan menggunakan dan menghasilkan informasi yang bisa disebut
model.Modelmodel tersebut dibuat dan digunakan dalam berbagai kepentingan.
Menurut Tri Septiyantono dalam (Tri Septiyantono, 2014:4.6) ada beberapa
model literasi informasi, yaitu: Model The Big 6, Reseacrh Cycle (McKenzie), Bruce’s
seven Faces of Information Literacy, Guided Inquiry (Carol Kuhithau dan Ross Todd),
The Seven Pilars Model, dan Empowering Eight (E8).
Dari beberapa model literasi informasi yang disebutkan diatas, model The Big 6
merupakan model pendekatan yang paling banyak dikenal dan digunakan untuk
mengajar informasi dan keterampilan teknologi di dunia. The Big 6 dikembangkan oleh
Mike Eistenberg an Bob Berkowitz, (Eistrenberg & Berkowits, 2000). Big 6 ini
mengintegrasikan pencarian informasi dan keterampilan penggunaan bersama dengan
menggunakan teknologi dlam suatu proses yang sistematis untuk menemukan,
menggunakan, menerapkan dan mengevaluasi informasi untuk kebutuhan spesifik dan
tugas.
Model The big6 terdiri dari 6 keterampilan literasi informasi, dimana setiap
keterampilan terdiri dari 2 langkah. 6 keterampilan yang ada dalam model The Big6
adalah:
1. Perumusan Masalah:
Menentukan tujuan dan kebutuhan informasi, dapat dilakukan dengan cara
menentukan tugas apa yang akan diselidiki dan menentukan jadwal tugas yang
harus dilakukan.
a. Merumuskan masalah, Merumuskan masalah melalu topik yang didapat.

14
b. Mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan
c. Setelah masalah dirumuskan, kemudian langkah berikutnya adalah mencari
informasi yang dibutuhkan agar masalah yang didapat dapat dipecahkan.
2. Strategi pencarian informasi:
Melatih alternatif pendekatan-pendekatan yang kemungkinan ditemui pada tugas
dengan cara menggagas sumber-sumber apa yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan tugas.
a. Menentukan sumber Menentukan sumber-sumber yang memungkinkan bisa
digunakan untu menyelesaikn masalah. Menenetukan bisa dengan cara
mendaftar dimana informasi tersebut dapat ditemukan dan menginventaris
sumber-sumber dari komputer,kemudian mengevaluasi sumbersumber yang
berbeda dan memutuskan sumber yang ingin digunakan. misalnya memakai
kamus atau ensiklopedia, apakah harus menanyakan permasalahan kepada
ahlinya atau tidak.
b. Memilih sumber terbaik Pilihlah sumber terbaik diantara yang baik.Untuk
memilih sebuah informasi dari buku, yang terbaik bisa dilihat dari pengarang
yang ahli dibidangnya, tahun yang lebih muda, dan sumber terpercaya.
3. Lokasi dan akses:
a. Mengalokasi sumber secara intelektual dan fisik, Mencari lokasi dan akses
informasi terhadap subjek yang dikaji dengan cara mendapatkan jurnal yang
sesuai dengan subjek yang dibahas dan mungkin juga bisa mengunjungi
pepustakaan umum untuk menanyakan hal serupa.
b. Menemukan informasi didalam sumber-sumber tersebut
Mencari sumber-sumber informasi di dalam sumber yang sudah dicari
lokasinya.Seperti menemukan informasi pada rak koleksi, melihat peta dan
menemukan informasi di dalam perpustakaan, atau menemukan informasi
pada bentuk digital seperti pada DVD dan VCD.
4. Pemanfaatan informasi:
Memanfaatkan informasi yang didapatkan sebaik mungkin.
a. Membaca,mendengar, meraba, dsb Dengan membaca, kita bisa melihat dan
langsung mendapatkan informasi tersebut sehingga bisa dimanfaatkan sesuai
dengan kebutuhan.Kemudian dengan mendengar kita bisa memproses dan

15
memfilter apakah informasi tersebut hanya untuk di dengarkan atau di olah
hingga menjadi sebuah infromasi yang berguna.
b. Mengekstraksi informasi yang relevan Menyesuaikan atau memisahkan
informasi yang berguna secara langsung dan berkaita dengan masalah yang
diperlukan.
5. Sintesis:
Sintesis merupakan aplikasi dari semua informasi untuk mewujudakan tugas
yang sudah terstruktur.
a. Mengorganisasikan informasi dari berbagai sumber Sintesis adalah membuat
susunan kembali terhadap informasi ke dalam format yang berbeda supaya
dapat menjawab masalah yang sudah ditetapkan.Sebagai contoh adalah
membuat laporan, tugas atau project suatu subjek.
b. Mempresentasikan informasi tersebut
Setelah informasi tersebut dikelompokkan, di lakukan presentasi dari
berbagai format dan memaksimalkan komunikasi supaya menghasilkan
solusi yang tepat.
6. Evaluasi :
Evaluasi adalah menilai hasil dan mempertimbangkan proses dengan melihat
bagaimana keefektifan dan keefisiensiannya terhadap tugas yang diembannya.
a. Mengevaluasi hasil (efektivitas)
b. Mengevaluasi proses (efesiensi) (Ag. Marsudi dkk, 2016:Hlm. 6)
Model ini digunakan dalam berbagai bidang pendidikan program pelatihan
perusahaan, dan dalam kehidupan manusia. Dalam dunia pendidikan, The Big 6 dapat
diterapkan di situasi sekolah untuk semua bidang studi di berbagai tingkat kelas. Dalam
mempelajari keterampilan The Big 6 ditingkat sekolah, seorang guru atau spesialis
media peprustakaan menggunakan The Big 6 dengan catatan:
a. menggunakan The Big 6 ketika memberikan berbagai tugas;
b. berbicara kepada sisa melalui proses tugas tertentu; dan
c. mengajukan pertanyaan kunci dan memfokuskan perhatian pada tindakan
spesifik yang ingin di capai.
Dalam sebuah deklarasi UNESCO yang dilakukan di Praha tahun 2003,
menyebutkan bahwa literasi informasi berhubungan dengan kemampuan untuk

16
mengidektifikasi, menentukan, menanamkan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif
dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikaskan informasi untuk mengatasi
berbagai persoalan. Kemapuan kemampuan itu perlu dimiliki tiap dindividu sebagai
syarat untk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan itu bagia darri hak dasar
manusia menyangkut pembelajarn sepanjang hayat.( Amirul Ulum, dkk. 2016: 244).
Model praktik yang baik menunjukkan bahwa perpustakaan dan staf akademis
bekerja bersama-sama menghasilkan program keterampilan literasi informas yang
terintegrasi.Perpustakaan mengakui bahwa literasi informasi yang tertanam dalam
kurikulum merupakan program belajar paling efektif ketika informasi yang disampaika
memiliki nilai relevan dan konstekstual. Agar responsive terhadap kehidupan yang
berbeda dan gaya belajar siswa, pembeljaran literasi ifnomasi berlangsung dalam
berbagai konteks. Secara umum didefiniskan sebagai:
1. Tutorial kelas umum yang dilaksanakan di luar kurikulum atau pararel
dengan kurikulum; ekstrakurikuler;
2. Tutorial kelas terpadu yang diselanggarakan selaras dengan atau mendukung
kurikulum, tetapi tidak diajarkan sebagai bagian dari isi kurikuler.;
intrakurikuler, atau
3. Intrakurikuler, yaitu strategi pendidikan yang menyelenggarakan
pembelajaran literasi informasi sebagai bagian dari isi kurikulum,
maksudnya siswa berinteraksi.secara langsung dengan informasi. (Tri
septiyantono: 2014, 3.30).
Untuk menerapkan Literasi Informasi seorang individu, haruslah melalui
komponen komponen yang berpengaruh besar dalam kehidupannya, contohnya,
keluarga, lingkungan masyarakatnya ataupun pendidikannya.
Dalam dunia pendidikan, perpustakaan dan staf pengajar merupakan dua hal
yang berperan penting dalam pendekatan pendidikan melek informasi berkelanjutan
untuk perkembangan siswanya. Keterampilan yang bervariasi dan lebih maju diperlukan
untuk transisi proses belajar mengajar dan kegiatan Literasi ini.
Literasi informasi merupakan sebuah keterampilan menggunakan dan dan
menghasilkan informasi.Keterampilan tersebut kemudian disusun dalam suatu
rangkaian aktivitas yang disebut model.Model-model tersebut dibuat dan digunakan
dalam berbagai kepentingan. Berikut adalah beberapa model yang disebutkan dalam

17
Peran dari perpustakaan adalah untuk mengembangkan literasi informasi untuk Sumber
Daya Manusia yang terdapat dalam lingkungan sekolah tersebut.Sebagai contoh,
perpustakaan menjadi tempat pertama yang memberikan sumber keahlian literasi
informasi dalam desain kurikulum para staf pengajar, atau menjadi tempat utama bagi
siswa dalam memecahkan sebuah masalah yang dihadapinya.
Sementara peran dari staf pengajar adalah untuk mengembangkan jiwa literasi
bagi siswanya, atau seperti yang ada dalam Tri septiyantono, 2014:3:31) Yaitu staf
pengajar bekerja dalam konsultasi dengan perpustakaan:
a. untuk menawarkan pengembangan literasi informasi sebagai komponen
kursus dan program (intercurriculer),
b. untuk menanamkan pegembangan literai infroasi dalam kurikulum
(intrakulikuler).
Dari hasil kolaborasi diantara perpustakaan dan staf sekolah diperlukan dalam
pengembangan strategi kurikulum adalah untuk mengajarkan siswa untuk lebih mudah
memahami apa yang dia dapat, lebih cepat menemukan apa yang dia cari, mampu
mengevaluasi terhadap sumber sumber yang dia dapat, mampu menggunakan infromasi
secara benar, dan memberikan kesempatan menerpakan keterampilan ini dalam proses
belajar mengajar dan penelitian.
Keterampilan literasi informasi dapat memudahkan siswa dalam proses belajar
nya. Bury (2016) menyebutkan bahwa siswa dengan kemampuan literasi informasi akan
mudah mengenali informasi yang memiliki reputasi baik dalam mendukung kegiatan
akademik mereka, seperti menyelesaikan tugas akademik. Selain itu, keterampilan
literasi informasi akan mempermudah siswa dalam membedakan sumber-sumber
informasi yang kredibel guna memenuhi kegiatan akademiknya (Azura, 2018).
Mesin pencari digital seperti Google dan informasi yang diperoleh dari database
perpustakaan universitas adalah contoh dari sumber informasi ini. Kemampuan ini dapat
membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis untuk menentukan
apakah sumber informasi yang memiliki reputasi baik berasal dari sumber arus utama
dan populer atau dari sumber seperti evaluasi rekan atau akademik (Bury, 2016).
Keterampilan tersebut tentunya bermanfaat pada era digital seperti sekarang ini,
dimana banyak sekali referensi berbasis digital yang bisa diakses tanpa terbatas ruang
dan waktu. Internet tentu bukanlah satu-satunya sumber belajar elektronik yang dapat

18
digunakan, melainkan terdapat database perpustakaan lainnya, seperti katalog, atau
OPAC (Online Public Access Catalogue) yang dapat digunakan dalam proses
pemenuhan kebutuhan informasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boger, dkk.
(2015), katalog perpustakaan adalah sumber informasi terkomputerisasi yang sulit
dipahami dan digunakan oleh siswa, meskipun faktanya mereka menyadari bahwa
menggunakan katalog perpustakaan menghasilkan hasil yang lebih baik.
Di sisi lain, sebagian mahasiswa berpendapat sebaliknya, mereka meyakini
bahwa menggunakan katalog perpustakaan sebagai sumber informasi sangat mudah dan
cepat, terutama berdasarkan temuan berdasarkan kata kunci yang dimasukkan. Sumber
informasi berikut dapat berbentuk makalah, portofolio, dan bibliografi siswa juga dapat
digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang pengetahuan dan keterampilan
literasi informasi mereka untuk membantu mereka dalam melaksanakan pembelajaran
(Hurst dan Leonard 2007; Scharf et al. 2007; Samson 2010). Scharf (2007) menyelidiki
portofolio siswa dan menemukan bahwa siswa yang menghadiri kelas literasi informasi
dapat menulis esai yang baik.
Para penulis menemukan bahwa pengajaran literasi informasi memiliki pengaruh
penting pada tingkat kemampuan mencari informasi siswa maupun mahasiswa, serta
kemitraan antara pustakawan dan fakultas di perpustakaan. Kemampuan literasi
informasi sudah semestinya kita temukan dalam kompetensi seorang pustakawan,
karena ia merupakan salah satu faktor penting penggerak fungsi perpustakaan yang
sebagai tempat pusatnya berbagai informasi. Literasi informasi dapat terlaksana jika
terdapat media sebagai penggeraknya, maka dari itu kemampuan literasi media juga
perlu dikuasai oleh seorang pustakawan.
Dengan memeriksa materi yang dibutuhkan dengan media yang digunakan,
literasi informasi dan literasi media digabungkan. Individu akan mengidentifikasi
pekerjaan (masalah) dan menentukan masalah apa yang akan dipecahkan untuk
menghasilkan bagian dari pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Kemudian melakukan analisis informasi atau di media tersebut untuk mengidentifikasi
masalah. Penyusunan strategi penelusuran tersebut dapat dilakukan dengan analisis
sumber serta akses yang akurat dan relevan dengan kebutuhan informasinya, kemudian
sumber atau media informasi tersebut dapat dievaluasi seperti apakah sumber tersebut
dapat digunakan dan relevan dengan permasalahan. Shanon Nelson (2010) menyatakan

19
bahwa kualitas sumber informasi dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu penulis atau
kepengarangan, motif dan tujuan dari informasi tersebut, objektivitas, kemutakhiran
referensi, tinjauan para ahli, dan stabilitas informasi. Hal tersebut dapat menjadi
keterampilan perpustakaan yang dibutuhkan.
Singkatnya, dengan menguasai literasi informasi, seseorang akan mampu
memiliki keterampilan perpustakaan yang akan mempermudahnya dalam berperilaku
informasi. Pengorganisasian informasi atau organisasi koleksi pustaka juga menjadi
salah satu tugas seorang untuk melaksanakan tanggung jawab perpustakaan, pustakawan
harus memperoleh keterampilan seorang pustakawan. Menurut Darmono (2014),
pengorganisasian koleksi adalah suatu proses pengorganisasian secara cermat barang-
barang (termasuk beberapa informasi atau deskripsi) secara alfabetis, logis, dan dalam
subjek tertentu, seperti yang dijelaskan dalam artikel "Menyelenggarakan Koleksi
Perpustakaan". Pada kenyataannya, pengorganisasian koleksi terkait dengan pembuatan
katalog perpustakaan, oleh karena itu seorang pustakawan harus mampu menyusun
setiap koleksi sesuai dengan bidang kajian yang ditunjukkan dari informasi yang
terdapat dalam koleksi tersebut.

20
BAB V
LITERASI INFORMASI DAN LIFE LONG LEARNING

Perubahan yang terjadi secara cepat terkait teknologi dan informasi dari hari ke
hari kian membuat membludaknya informasi. Siklus ini terus terjadi berulang layaknya
sebuah roda dan menetapkan setidaknya terdapat tingkat perkembangan yang
menempatkan posisi informasi-informasi tersebut sebagai pusat informasi secara
individualis maupun kemasyarakatan. Di masyarakat, perubahan informasi selalu hadir
diseluruh bagian kehidupan sehingga turut mempengaruhi kebutuhan informasinya, dan
perubahan itu sendiri didasarkan pada inovasi ekonomi maupun teknologi yang
membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas pada masing-masing bidang.
Selain itu dalam sebuah society (lingkungan kemasyarakatan) informasi dapat
dengan cepat dan padat tersebar keseluruh lapisan masyarakat, dan mayoritas individu
pada usia produktif memiliki keterampilan dasar dalam mencari dan menggunakan
informasi untuk memecahkan masalah yang ia hadapi, meskipun begitu kemampuan
tersebut belumlah dapat tercerna dengan baik sepenuhnya. Di masa lalu, penyebaran
informasi yang masih menggunakan kertas membuat penyebaran informasi terbilang
lambat, karena informasi baru bisa diketahui setelah kertas tersebar di berbagai lokasi,
sehingga keterampilan dasar seperti membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara
sudahlah cukup untuk menjadikannya 'Information consumer'.
Akan tetapi dalam konsep masyarakat informasi, hal ini tidak berlaku karena
perubahan laju informasi yang cepat membuat informasi tersebut bisa saja kehilangan
relevansinya dengan cepat pula, sehingga dibutuhkan keterampilan yang memadai untuk
mengimbangi percepatan laju informasi yang terjadi ini.
Dalam lingkungan informasi seperti saat ini, setiap individu harus mampu untuk
terus berkembang meningkatkan keterampilan maupun pemahaman mengenai informasi
dalam diri mereka sendiri dengan jangka waktu tertentu agar dapat dikatakan sebagai
orang yang berkualitas. Oleh karena itu, individu yang berada dilingkungan masyarakat
informasi berada dalam proses belajar berkelanjutan sepanjang hayat dengan
mempraktikkan apa yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Individu yang berada ditengah masyarakat informasi haruslah terus berkembang dan
belajar sepanjang hidupnya.

21
Dengan kata lain, konsep masyarakat informasi membutuhkan individu yang
terus berkembang seiring perkembangan teknologi dan informasi serta memiliki
motivasi untuk belajar seumur hidup, dan di era informasi seperti saat ini, pembelajaran
sepanjang hayat mengacu pada proses belajar yang berlangsung terus menerus
sepanjang hidup dan bersifat fleksibel karena dapat dilakukan sesuai keinginan tidak
terbatas dengan ruang maupun waktu, untuk beradaptasi dengan kondisi yang selalu
berubah. Lifelong learning juga berarti menciptakan peluang baru bagi individu dengan
memperbarui keterampilan dasar atau memberikan peluang pendidikan yang lebih maju.
Literasi informasi merupakan keterampilan penting yang perlu dimiliki oleh
pustakawan pada era informasi seperti saat ini, sehingga literasi informasi bagi
pustakawan tidak hanya diukur dengan kemampuan melek huruf atau sekedar bisa
membaca. Dengan memiliki kemampuan literasi informasi, diharapkan pustakawan bisa
memiliki kesadaran akan kebutuhan informasi serta solusi untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
Selain itu, pustakawan dituntut untuk peka terhadap kebutuhan informasi
pemustaka serta mampu berpikir kritis, juga bersikap sesuai etika edngan
memberdayakan informasi yang dimilikinya. Tentunya kemampuan tersebut perlu
diikuti dengan pemahaman metode yang efektif dan efisien dalam menelusuri dan
menyediakan informasi bagi pemustaka. Di samping itu, pustakawan juga diharapkan
bisa memiliki kemampuan dalam menelusuri, menyeleksi, menganalisis, mengevaluasi,
dan mengelola serta memanfaatkan informasi yang dimiliki berdasarkan pada kaidah-
kaidah intelektual.
Masalah utama yang dialami oleh Indonesia bukan lagi buta aksara, karena
persentasenya dari tahun ke tahun terus menurun dan mayoritas penduduk sudah bisa
membaca. Sehingga masalah yang dimaksud terdapat pada masyarakat yang sudah bisa
membaca, namun enggan membaca. Dan dalam ilmu informasi, ketidakmauan untuk
membaca disebut dengan aliterasi dan hal ini terjadi karena tidak adanya motivasi untuk
membaca serta faktor lingkungan yang turut tidak membaca atau mendukung perilaku
literasi itu sendiri.
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mampu : Memahami konsep literasi
informasi dan lifelong learning, baik secara teoritis, keterkaitannya, hubungan dan
perbedaannya. Mampu menggambarkan atau menerapkan konsep literasi informasi dan

22
lifelong learning di kehidupan sehari-hari. Mampu menjelaskan mengenai orang yang
berliterasi atau berinformasi dan tujuannya. Memahami definisi, aspek-aspek yang
melatarbelakangi minat baca dan budaya baca. Mampu memahami berbagai metode
dalam membaca. Mampu memahami dan menerapkan kebiasaan membaca dalam
kehidupan sehari-hari. Mampu menganalisis realitas di masyarakat mengenai minat
baca dan budaya baca berdasarkan perspektif yang luas.
Secara singkat, literasi informasi adalah seperangkat keterampilan atau
kemampuan seseorang untuk mengetahui kebutuhan informasinya dan kapan informasi
tersebut akan digunakan, mengetahui sumber informasi untuk menemukan informasi
yang dibutuhkan hingga dapat menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang
tepat, mengakses informasi secara efektif dan efisien termasuk pula pemahaman
mengenai teknologi, memahami strategi dalam proses mencari dan menelusuri
informasi, dapat memilih/menyeleksi dan mengevaluasi kualitas informasi, mampu
menginterpretasikan secara kritis dan kemudian mengkomunikasikannya dilingkungan
sosial (kemasyarakatan, kebudayaan dan politik) melalui etika yang baik dan bijak
untuk memperoleh pengetahuan atau ilmu baru, dengan terkait instansi formal maupun
informal berupa kependidikan (pembelajaran dan pemahaman).Dari penjelasan tersebut,
dapat diketahui literasi informasi juga berhubungan erat dengan kemampuan belajar
seumur hidup (life-long education/
learning). Lifelong learning berarti 'Pembelajaran seumur hidup' adalah perilaku
positif yang harus didapatkan dan sejalan dengan mindset positif juga. Keinginan untuk
berubah dan rasa keingintahuan untuk pembelajaran seumur hidup.
Keterkaitan literasi informasi dan lifelong learning dijelaskan oleh definisi yang
dikemukakan oleh American Library Association (ALA) dalam laporan akhirnya yang
ditulis pada tahun 1989. Dan dapat disimpulkan bahwa : "Information literate people are
those who have learned how to learn. They know how to learn because they know how
knowledge is organized, how to find information and how to use information in such a
way that others can learn from them. They are people prepared for lifelong learning,
because they can always find the information needed for any task or decision at hand."
(ALA, 1989, p.1) Dengan kata lain, Orang yang melek informasi adalah mereka yang
telah belajar bagaimana caranya belajar. Hal ini dimaksudkan bahwa mereka sudah
mengetahui cara mengorganisasi pengetahuan, memahami cara menelusuri informasi,

23
dan menggunakan atua memanfaatkan informasi sehingga pihak lain bisa belajar
darinya. Selain itu, mereka juga orang yang menyiapkan dirinya untuk belajar sepanjang
hayat dengan menemukan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau
mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Definisi lain dijelaskan oleh
Massis, B.E. (2011), "Information literacy instruction in the library: now more than
ever", dikutip dalam New Library World, Vol. 112 Nos 5/6, pp. 274-7. Reviews "the
literature on information literacy primarily in relation to lifelong learning and
collaboration between librarians and teaching faculty. The author argues that such
collaborative endeavors are essential to the success of information literacy instruction."
Secara ringkas dikatakan bahwa, hubungan informasi literasi secara primer dengan
belajar seumur hidup dan kolaborasi antara pustakawan dengan seluruh lapisan
masyarakat merupakan upaya yang penting dalam mewujudkan tahapan informasi
literasi.
Literasi informasi dan lifelong learning itu sendiri memiliki hubungan yang
menarik, karena memiliki strategi dimana akan saling menguntungkan. Apabila salah
satunya ditingkatkan maka akan berdampak lebih baik pula hasil keduanya, bahkan
kesuksesan tersebut tidak hanya berlaku secara individual namun keorganisasian,
kelembagaan bahkan secara nasional terhadap masyarakat informasi secara global.
Hubungan dari kedua konsep literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat
memiliki beberapa persamaan, sebagai berikut : Seseorang yang memiliki dua
konsep/prinsip seperti ini, cenderung dapat memotivasi diri sendiri secara tinggi dan
dapat mengarahkan dirinya secara mandiri. Mereka tidak terlalu memerlukan dorongan
dari orang lain, dari organisasi, bahkan sebuah sistem dari luar diri mereka masing-
masing. Meskipun begitu saran dan bantuan dari teman dekat ataupun mentor akan
sangat membantu; Selalu bisa memberdayakan diri. Artinya, mereka dapat atau bahkan
bertujuan untuk saling membantu sesama tanpa pandang usia, terlepas dari status sosial,
latar belakang keluarga dan ekonomi, dan lain sebagainya; Mereka bergerak dengan
sendirinya. Artinya, semakin banyak orang yang melek akan informasi, semakin lama
seorang individu menopang kegiatan literasi informasi yang dilakukan sekaligus dengan
mempraktekkan kegiatan positif tersebut, akan semakin banyak pencerahan diri dan
akan semakin bertambah apabila dilaksakanan seumur hidup. Secara keseluruhan
hubungan literasi informasi dengan pembelajaran sepanjang hayat dapat meningkatkan

24
beberapa keterampilan sebagai berikut : Serangkaian pilihan bagi pribadi, pilihan yang
terbuka, juga ditawarkan kepada seseorang dalam konteks personal, keluarga dan
permasalahan masyarakat; Kualitas dan kegunaan pendidikan dan pelatihan, baik di
lingkungan sekolah formal sebelum memasuki dunia kerja, maupun dilingkungan
kejuruan informal atau pelatihan di tempat kerja. Agar dapat mencari pekerjaan yang
sesuai maupun mempertahankan suatu pekerjaan; Dalam konteks sosial, budaya dan
politik, tiap individu akan berpartisipasi secara efektif baik dalam komunitas lokal
maupun komunitas yang lebih tinggi, yakni mengidentifikasi dan memenuhi tujuan dan
aspirasi secara professional.
Perbedaan antara literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat, terlihat
pada definisi awal, sebagai berikut : Literasi informasi adalah "seperangkat
keterampilan" yang dapat dipelajari. Serangkaian keterampilan itu mencakup
sikap/perilaku tertentu terhadap pembelajaran itu sendiri, seperti penggunaan alat yang
dilakukan dalam tutorial online, penggunaan teknik saat bekerjasama dalam sebuah
kelompok, dan penggunaan metode seperti ketergantungan pada seseorang yang
mengajari kita (guru, pelatih, dan lain-lain). Sedangkan, belajar sepanjang hayat itu
adalah suatu kebiasaan baik yang harus diperoleh dan disertai dengan penerapan
kerangka berpikir positif, kesediaan untuk berubah dan rasa ingin tahu atau haus akan
pengetahuan adalah prasyarat yang sangat membantu dalam proses belajar sepanjang
hayat. Jika literasi informasi adalah seperangkat keterampilan, maka belajar seumur
hidup adalah kebiasaan yang memerlukan seperangkat keterampilan tersebut.
Masalah utama yang dialami oleh Indonesia bukan lagi buta aksara karena
persentasenya dari tahun ke tahun turut mengecil dan mayoritas penduduk sudah bisa
membaca. Sehingga masalah yang dimaksud terdapat pada mereka yang mampu
membaca, namun enggan membaca. Didalam ilmu informasi, ketidakmauan untuk
membaca disebut aliterasi dan hal ini terjadi karena tidak adanya motivasi untuk
membaca serta faktor lingkungan yang turut tidak membaca atau mendukung perilaku
literasi itu sendiri. Adapun akar masalahnya tidak sulit dicari, karena sering terdengar
dan familiar, diantaranya ialah masih kuatnya budaya dengar dan budaya lisan, yaitu
tradisi mendengar dan menurut yang masih kental di masyarakat dibandingkan dengan
budaya masyarakat maju yang suka membaca dan menulis, kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat yang belum menunjang minat baca dan daya beli masyarakat, hadirnya

25
kemajuan teknologi dan komunikasi terutama media elektronik yang kian canggih dapat
menjadi ancaman untuk minat baca, serta sistem belajar mengajar dan kurikulum di
sekolah atau perguruan tinggi masih terdapat kekurangan dalam menunjang kegemaran
membaca dan menulis.
Saat ini, bukan hanya masyarakat kelas menengah kebawah di desa-desa kecil,
akan tetapi para akademisi, birokrat dan masyarakat awam ditingkat menengah atas pun
tergolong malas baca dan malas tulis. Secara istilah ' Minat ' merupakan salah satu
aspek psikis manusia yang dapat mengggerakkan seseorang untuk mencapai tujuannya.
Dikutip dalam Slameto (2010), Minat (interest) adalah keadaan mental yang
menghasilkan respons terhadap sesuatu, situasi atau obyek tertentu yang menyenangkan
dan memberikan kepuasan tersendiri (statisfiers). Sedangkan Suranto (2005)
mengemukakan bahwa, minat dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk memilih
atau melakukan suatu hal atau obyek tertentu diantara sejumlah obyek yang tersedia.
Silahkan Anda amati infografis berikut ini: Membaca ' berarti membuka jendela dunia,
karena dengan membaca pikiran dan wawasan seseorang akan terbuka lebar untuknya.
Orang yang gemar membaca akan mampu mengetahui segala hal dari informasi yang ia
baca, meskipun raganya belum menjejaki seluruh pelosok dunia secara langsung.
Membaca berasal dari kata dasar 'baca' yang berarti memahami arti/makna
tulisan. Membaca adalah proses yang sangat penting untuk mendapatkan ilmu dan
pengetahuan. Membaca dimaksudkan sebagai melihat serta memahami isi dari apa yang
tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Sehingga dapat dikatakan bahwa,
membaca tidaklah hanya memahami kata-kata yang tertulis, akan tetapi suatu upaya
dalam menangkap atau menyerap konsep yang dituangkan penulis hingga memperoleh
penguasaan bahkan mengkritisi bahan bacaan. (Trimo, 2000). Definisi lain
mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh
penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Hodgson dalam Tarigan, 2008).
Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,
tidak hanya sekadar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir,
psikolinguistik, dan metakognitif (Crawley dan Mountain dalam Rahim, 2007).
Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa termasuk di dalamnya retorika
seperti keterampilan berbahasa yang lainnya (berbicara dan menulis) (Haryadi, 2007).

26
Membaca sendiri merupakan kegiatan yang sifatnya sangat mendasar dan merupakan
fitrah manusia. Kemampuan membaca tersebut akan memberikan manfaat yang luar
biasa, karena dengan membaca tidak hanya meningkatkan ilmu pengetahuan, tetapi juga
kebijaksanaan, kemampuan bersosialisasi, pengendalian diri, kreativitas, inovasi, serta
memanfaatkan semua peluang dan potensi yang ada baik pada dirinya sendiri maupun
sekitarnya. Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas,
dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

27
BAB VI
KEBUTUHAN INFORMASI DAN STRATEGI IDENTIFIKASI INFORMASI

Pada abad 21 ini teknologi informasi berkembang sangat pesat. Hal ini termasuk
dalam penyebab segala aspek kehidupan beralih menggunakan teknologi informasi.
Misalnya perpustakaan yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi
untuk meningkatkan layanan yang diberikan perpustakaan.Perkembangan teknologi
informasi ini pun telah menyebabkan kebutuhan informasi semakin meningkat. Selain
itu, perkembangan teknologi informasi telah terjadi membawa dampak positif bagi
kemudahan akses informasi. Akan tetapi, perkembangan ini harus disikapi dengan bijak
oleh pustakawan, karena perkebangan teknologi informasi telah menyebabkan
membludaknya informasi. Pustakawan harus dapat membimbing pemustaka untuk dapat
melakukan literasi informasi. Sehingga pemustaka dapat mengidentifikasi dan
melakukan pencarian informasi.
Perkembangan teknologi informasi yang semakin maju tentunya memberikan
dampak yang signifikan terhadap sebagian besar aspek kehidupan, salah satunya adalah
perpustakaan. Perpustakaan yang disokong dengan teknologi informasi disebut dengan
perpustakaan digital. Perpustakaan digital menjadi arternatif guna meningkatkan
layanan perpustakaan. Namun, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pola kerja
pada perpustakaan perpustakaan yang semula sederhana, sekarang dituntut untuk
berbasis otomasi dan mutakhir.
Teknologi informasi digunakan secara luas dalam manajemen pengetahuan pada
perpustakaan. Basis data dapat dikembangkan menjadi layanan repisitori dalam
perpustakaan. Selain repisitori, terdapat beberapa kegiatan lainnya di perpustakaan yang
dapat dilakukan dengan teknologi informasi (Fahrizandi, 2020; Nazim & Mukherjee,
2016). Adanya perkembangan teknologi informasi dalam perpustakaan telah
menyebabkan terjadinya ledakan informasi di perpustakaan. Tentunya hal ini harus
disikapi dengan bijak oleh pustakawan agar dapat membimbing pemustaka dalam
mencari sumber informasi. Pustakawan harus mampu memberikan pengetahuan
mengenai literasi informasi kepada pemustaka (Fahrizandi, 2020).
UNESCO berpendapat "Literacy is about more than reading or writing - it is
about how we communicate in society. It is about social practices and relationships,

28
about knowledge, language and culture". Sedangkan, ALA (American Library
Association) berpendapat "Information literacy is related to information technology
skills, but has broader implications for the individual, the educational system, and for
society". Dapat disimpulkan bahwa literasi informasi adalah kemampuan melek
informasi yang lebih dari sekedar membaca atau menulis (Association of College and
Research Libraries, 2000; United Nations Educational, 2013).
ALA mendeskripsikan literasi informasi mengarahkan kepada kemampuan
untuk menjadi pembelajaran sepanjang hayat atau dapat dikatakan sebagai lifelong
learning. Seseorang yang mahir literasi informasi harus dapat menguasai hal hal sebagai
berikut Kebutuhan informasi; Mengakses informasi secara efektif dan efesien;
Mengevaluasi sumber informasi secara mendalam; Memasukkan informasi yang dipilih
ke dalam dalam tumpuan seseorang; Menggunakan informasi untuk mencapai tujuan
secara efektif; Memahami masalah ekonomi, hokum, dan social mengenai iplementasi
informasi; dan Mengakses serta menggunakan dengan beraturan dan legal. (Association
of College and Research Libraries, 2000)
Literasi informasi berperan sangat penting dalam dunia pendidikan, salah
satunya perpustakaan. Penataran literasi informasi merupakan proses yang berlanjut dan
bertahan untuk mempratikkan dalam kehidupan. Literasi informasi menjadi sebuah hal
yang tak terpecah dari pustakawan. Pustakawan dituntut harus dapat melakukan
penelusuran informasi di perpustakaan baik secara manual maupun daring. Dengan hal
ini, pustakawan harus berkomitmen untuk mengakses, memahami dan memanfaatkan
informasi (Batubara, 2015).
Setiap orang pasti membutuhkan informasi guna memperbanyak pengalaman,
mendapat informasi terbaru sesuai keperluan, serta mengembangkan diri. Dalam
memenuhi kebutuhan informasi terdapat empat tingkatkan yang dilalui oleh pikiran
manusia: (Astria, 2012) Kebutuhan visceral, kebutuhan akan informasi yang tidak
diingat oleh orang tersebut; Kebutuhan Sadar, dekripsi mental; Formalized Need, ketika
seseorang dating untuk mencari informasi yang lebih nyata dan terpadu dapat
mengetahui kebutuhan informasinya; serta Compromised Need, ketika seseorang
mengubah kebutuhan informasi. Dalam memenuhi kebutuhan informasi seseorang akan
melakukan pencarian informasi. Perilaku pencarian informasi dapat dilakukan dimana
saja tidak harus di perpustakaan ataupun pusat informasi karena ketika seseorang

29
berbincang dengan orang lain itu sama halnya dengan melakukan pertukaran informasi
(Wilson, 2006). Tom Wilson "In any of the above cases of information-seeking
behaviour, 'failure' may be experienced: this is indicated in the diagram for the use of
systems but, of course, it may also be experienced when seeking information from other
people".
Dapat disimpulkan bahwa tidak semua orang yang melakukan pencarian
informasi akan mendapat keberhasilan, terkadang ada saja yang mendapat kegagalan
dalam perilaku pencarian informasi. Pada dasarnya kebutuhan informasi seseorang
didasari oleh kebutuhan manusia itu sendiri yang terdiri dari 3 jenis yang saling
berkaitan: (Wilson, 2006) Kebutuhan fisiologis, kebutuhan yang paling utama seperti
makanan, tempat tinggal; Kebutuhan afektif, kebutuhan psikologis atau emosional
seperti pencapaian; dan Kebutuhan konigtif, kebutuhan akan informasi seperti
mempelajari suatu hal yang baru.
Terjadinya perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat membuat
segala bentuk informasi dapat diakses dengan mudah. Sebagian besar community
college dapat meningkatkan kemudahan akses dan kegunaan informasi (Ajie, 2016;
Schudde et al., 2020).Akses informasi mengandung semua informasi berupa proses dan
kegiatan pengambilan informasi mulai dari pemilihan sumber informasi, pemrosesan,
pengindeksan, pencarian, pengambilan, serta penggunaan informasi untuk memenuhi
kebutuhan informasi. Pada dasarnya proses mengakses informasi merupakan sebagian
besar database konten (Chowdhury & Foo, 1983). Akses informasi sendiri megalami
beberapa tahapan perkembangan dalam proses pencarian informasi (Chowdhury & Foo,
1983):
Tahapan pertama Tahap ini terjadi pada 1950 sampai 1970. Ditandai dengan
pengambilan dokumen dan teks menggunakan koleksi uji kecil dan area aplikasi, seperti
dokumen katalog, bibliografi. Tahapan ini berfokus pada meranang sistem pengambilan
dari kebutuhan dan kegunaan pengguna. Pada tahapan ini juga bermunculan sebagian
besar basis data online jarak jauh yang menyediakan pencarian dan pengambilan abstrak
beberapa teks lengkap dari sumber informasi ilmiah, seperti jurnal.
Tahapan kedua Tahap ini terjadi pada pertengahan 1970 sampai 1980. Tahapan
ini hampir sama dengan tahapan yang pertama, tetapi pada tahapan ini sitem
pengambilan informasi menjadi lebih maju untuk mengelola teks yang tidak terstruktur.

30
ahapan ketiga Tahap ini terjadi pada pertengahan 1980 sampai pertengahan
1990. Pada tahapan ini fokus peneliti sistem mulai beralih ke penemuan model yang
lebih mendukung interaksi pengguna dengan sistem.
Tahapan keempat Tahap ini terjadi pada pertengahan 1990 sampai 2010. Dalam
tahapan ini terjadi beberapa sebagian besar pada akses informasi, seperti banyak mesin
pencari baru yang kuat, sistem penjawab pertanyaan online, mesin pencari multimedia.
Tahapan kelima Tahapan ini terjadi pada beberapa tahun terakhir. Ditandai
dengan akses informasi di web dan perpustakaan digital menjadi lebih beraga. Selain
itu, pembuatan dan pengorganisasian mulai muncul melalui media sosial
Jesus Lau mengungkap tentang konsep informasi, "Information is a resource
that has varied definitions according to the format, and media used to package or
transfer it, as well as the discipline that defines it", dapat disimpulkan bahwa informasi
adalah sumber ilmu yang telah diolah dan meghasilkan makna (Lau, 2006).Informasi
memiliki beberapa ciri yang dibutuhkan ketika penggunanya membuat kebijakan,
sehingga keputusan yang dicapai sesuai dengan keperluan dan tujuan informasi yang
dimaksud. Menurut Deni Darmawan informasi memiliki enam ciri yang memberikan
makna bagi penggunanya (Darmawan, 2012): Kuantitas informasi:Informasi yang sudah
oleh suatu sistem diolah dapat mencukupi kebutuhan jumlah informasi; Kualitas
informasi:Informasi yang didapat mencukupi kebutuhan kualitas informasi; Informasi
aktual:Informasi yang didapat mencukupi kebutuhan informasi baru; Informasi yang
sesuai:Informasi yang didapatkan seimbang dengan kebutuhan informasi pengguna;
Ketetapan informasi:Informasi yang didapatkan seimbang dengan kebutuhan informasi
penggunanya; Kebenaran informasi:Informasi yang didapatkan benar adanya.
Menurut Deni Darmawan informasi dapat dikatakan sebagai informasi yang
berkualitas jika memenuhi beberapa syarat (Darmawan, 2012): Mencakup data yang
valid dan realibel; Informasi tersebut utuh, sebab informasi yang tidak utuh akan
menyebabkan ketentuan yang tidak benar; serta Sumber pertama informasi dapat
dipercaya agar informasi tidak dimanipulasi, muktahir, disimpan sedemikian rupa agar
siapa pun yang mememerlukannya bisa memperolehnya, dan akurat sehingga menjadi
dasar pemahaman seseorang seiring kemajuan zaman sebagai alat pengembilan
keputusan. Berhubungan dengan identifikasi informasi, informasi sendiri memiliki
enam unsur bedasarkan analisis pendekatan information system (Dr. Deni Darmawan,

31
S.Pd., 2012): Root of information:Tahapan awal keluaran sebuah proses pengelohan
data atau dapat disebut akar bagian dari informasi. Bar of information:Unsur batang
dalam suatu informasi atau pendukung untuk penyampain informasi agar lebih dapat
dipahami. Contohnya, pada head line surat kabar. Branch of information:Unsur
informasi yang dapat dipahami dari informasi sebelumnya. Contohnya, keywoard dalam
jurnal. Stick of information:Unsur dari pengayaan informasi yang biasanya lebih
bersahaja dibandingkan cabang informasi. Bud of information:Unsur informasi semi
micro yang eksistensinya sangat dibutuhkan karena informasi ini akan berkembang di
masa yang akan datang.
Contohnya, minat dan bakat seseorang, prestasi seseorang. Lead of
information:Unsur informasi penyokong yang mampu memaparkan kondisi dan situasi
ketika informasi tersebut tumbuh. Biasanya informasi ini berkaitan dengan kebutuhan
pokok informasi, seperti cuaca. Informasi yang telah tersedia harus kita manfaatkan
sebaik mungkin. Jika seseorang memiliki kemampuan literasi informasi, maka seorang
tersebut dapat memiliki keterampilan dalam mencari informasi dan strategi-strategi
yang akan timbul untuk memperoleh informasi yang diperlukan (Faturrahman, 2016).
Silahkan Anda pahami Infografis dibawah ini: Dalam strategi pencarian
informasi menentukan topik dan memilih kata kunci merupakan hal yang sangat penting
agar mereka dapat memenuhi kebtuhan informasi yang dibutuhkan. Namun, terkadang
kebanyakan orang hanya melihat halaman pertama saja pada hasil pencarian.
Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan
menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

32
BAB VII
PUSTAKAWAN SEBAGAI INFORMATION
LITERACY AGENT AND TRAINER

Eksistensi perpustakaan di perguruan tinggi memiliki andil yang besar terhadap


kehidupan perkuliahan. Sebagai lembaga yang menjadi pusat ilmu pengetahuan,
tentunya memiliki peran dan fungsi yang strategis. Hal ini menjadi suatu peluang dan
tantangan untuk mengembangkan literasi di lingkungan universitas. Ketersediaan sarana
dan prasarana di perpustakaan mesti dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh seluruh
civitas akademik universitas. Tanpa pemanfaatan sarana dan prasarana yang optimal,
seluruh sumber daya perpustakaan tidak akan menjangkau setiap titik kebutuhan
informasi pemustaka. Sehingga dalam hal ini, posisi pustakawan pun menjadi kunci
akan pengenalan dan pengajaran sumber daya perpustakaan agar dapat dimanfaatkan
secara optimal.Untuk mencapai hal tersebut, pelaksanaan pendidikan pemustaka mesti
diadakan oleh pihak universitas dengan melibatkan pustakawan sebagai information
literacy agent and trainer.
Maka dari itu, konsep dan peran pustakawan sebagai garda terdepan dalam
pelaksanaan user education perlu dipahami oleh mahasiswa dan seluruh civitas
akademik perpustakaan demi tercapainya tujuan user education yang mendorongnya
pada individu yang literat.
Kemampuan literasi informasi mutlak dimiliki oleh setiap mahasiswa terutama
dalam pembelajaran. Secara umum, melalui literasi informasi diharapkan mahasiswa
mampu menelusur informasi secara cepat, efektif dan mampu memanfaatkan
perpustakaan secara efektif dan efisien. Dengan dimilikinya kemampuan literasi
informasi, maka koleksi pustaka, fasilitas, jasa dan layanan di perpustakaan dapat
dimanfaatkan secara optimal.Dalam konteksnya secara luas, literasi informasi
merupakan kombinasi dari jenis literasi lain. Hal ini diungkapkan dalam (Lwehabura &
Stilwell, 2008), "Broadly, information literacy combines a number of literacies that
include library literacy, media literacy, computer literacy, internet literacy, research
literacy and critical thinking skills." Dari pernyataan diatas, maka terlihat bahwa
kemampuan literasi informasi secara luas mencakup literasi perpustakaan, literasi
media, literasi rofessi, literasi internet, literasi penelitian dan literasi keterampilan

33
berpikir kritis. Sehingga dapat dikatakan, literasi informasi mencakup kemampuan-
kemampuan dalam mengoptimalkan seluruh sumberdaya yang membantunya
memproduksi informasi.Masih dari sumber yang sama, literasi informasi dalam konteks
akademik yakni mempromosikan, mendukung, meningkatkan pengajaran dan
penelitian, menciptakan budaya belajar yang mendorong institusi untuk menghasilkan
lulusan dengan kapasitas dan keinginan untuk belajar sepanjang hayat, kemudian turut
pula mendorong pembelajaran yang mendalam, dan berlawanan dengan permukaan.
Selain itu, literasi informasi juga merupakan prasyarat untuk menjadi warganegara yang
partisipatif, inklusi sosial, penciptaan pengetahuan baru.
Adapun di lembaga perpustakaan, (Hermawan, 2017) menyebut bahwa literasi
informasi merupakan usaha proaktif dari perpustakaan agar jenis layanan, fasilitas dan
jenis koleksi perpustakaan dapat dikenal lebih baik dan dimanfaatkan oleh pemustaka
secara optimal. Literasi informasi yang mendalam dapat membantu dalam pencarian
bidang ilmu, rofes penulisan dan pengoperasian program aplikasi yang dibutuhkan
untuk penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah. Literasi informasi membantu
pemustaka memudahkan dalam penggunaan seluruh fasilitas yang tersedia di
perpustakaan sehingga menunjang pencarian sumber informasi yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Dalam membantu pemustaka, pustakawan harus membentuk layanan jasa
pemandu perpustakaan dengan mengadakan literasi informasi. Literasi informasi
sebagai user education memiliki 2 proses, yakni pertama untuk menyadarkan pemustaka
akan luas dan jumlahnya sumber perpustakaan, jasa layanan dan sumber informasi yang
tersedia di perpustakaan. Kedua, literasi informasi sebagai user education mengajarkan
bagaimana menggunakan semua itu dengan tujuan untuk mengenalkan perpustakaan,
mekanisme pencarian informasi dan mengeksploitasi sumber daya yang tersedia. Jadi
secara singkat, literasi informasi sebagai user education berfungsi untuk mengenalkan
seluruh fasilitas perpustakaan sekaligus mengajarkan bagaimana memanfaatkan fasilitas
tersebut secara optimal. Dalam (Marlini, 2016) Information literacy skill memberikan
rofes-teknik yang efisien dan efektif dalam penggunaan layanan perpustakaan yang
membuat pengguna merasa ''comfortable'' terhadap sumber-sumber informasi dan
teknologi yang ada di perpustakaan. Sehingga di masa depan, seorang pengguna dapat
memanfaatkan perpustakaan dengan mudah, cepat, dan percaya diri. Kemampuan

34
literasi informasi memberikan rofes bagaimana memanfaatkan layanan perpustakaan
sehingga membuatnya merasa betah di perpustakaan dan dapat mengaplikasikan
kemampuan tersebut kepada teknologi yang serupa ditemuinya di masa yang akan
datang.
Demikian pula, pemustaka dapat menerapkan kemampuan literasi informasi
tersebut di perpustakaan lain sehingga ia dapat memaksimalkan fasilitas perpustakaan
manapun. Pustakawan sebagai bagian dari tenaga pengajar harus mampu mentransfer
pengetahuannya tentang perpustakaan dan berbagai layanannya. (Fatmawati, 2013) Bagi
pustakawan perguruan tinggi, peran strategis pustakawan dapat berupa sebagai liaison
library, intermediary library, maupun blended librarian. Selain itu, pustakawan harus
memiliki kompetensi dalam hal : Membuat proposal kegiatan pendidikan pemustaka
sesuai dengan jenis perpustakaannya Menganalisis situasi perancangan program
pendidikan pemustaka Mengimplementasikan program pendidikan pemustaka yang
telah direncanakan Mampu menciptakan ide kreatif dan dapat melaksanakan program
literasi informasi dengan berbagai model Menguasai metode serta pendekatan yang
sesuai dengan latar belakang pemustaka Dalam (Batubara, 2015), disebutkan terdapat
tujuh kategori literasi informasi, yakni : Informasi konsepsi teknologi, merupakan
penggunaan tools teknologi yang tersedia di perpustakaan untuk mencari informasi
Sumber-sumber informasi konsepsi, merupakan proses eksekusi pencarian informasi
Proses informasi konsepsi, merupakan pengendalian/pemilihan informasi yang akan
digunakan Pengetahuan konsepsi konstruksi, yakni usaha membangun basis
pengetahuan pribadi di daerah baru yang menarik Pengetahuan eksistensi konsepsi;
perolehan wawasan baru melalui pengetahuan dan adopsi perspektif pribadi Konsepsi
wisdom; penggunaan informasi untuk kepentingan secara bijak Literasi informasi
tentunya memberikan manfaat yang tidak hanya fasih dalam mengoptimalkan fasilitas
perpustakaan, namun juga memberikan manfaat seperti yang dijelaskan dalam (Duha,
2017): Membantu dalam pengambilan keputusan, salah satu proses untuk
menyelesaikan masalah adalah dengan pencarian dan pengumpulan informasi sehingga
keputusan dapat ambil secara bijak. Melalui kemampuan literasi informasi, seseorang
akan mengetahui taktik dalam mencari, menemukan, mengidentifikasi, mengevaluasi,
dan menggunakan informasi secara efektif, efisien, beretika, dan legal; Menjadi

35
manusia pembelajar, Informasi yang terus bermunculan tanpa mengenal waktu akan
membuat manusia belajar di setiap detiknya melalui informasi tersebut.
Kemampuan literasi informasi akan memudahkan manusia untuk melakukan
pembelajaran secara mandiri. Menciptakan pengetahuan baru, Kemampuan literasi
informasi yang tinggi dicirikan oleh kemampuan berpikir kritis, analitis, membangun
argumentasi dan mengkomunikasikan secara efektif dan efisien. Melalui hal tersebut,
maka seseorang dapat melakukan revisi dan menciptakan inovasi baru dari pengetahuan
sebelumnya. Terdapat standar-standar literasi informasi yang disesuaikan dengan
tingkatan pemustaka. Dalam hal ini, standar literasi informasi untuk perguruan tinggi
disebutkan oleh (Duha, 2017) dengan mengadaptasi dari standar literasi informasi untuk
perguruan tinggi yang disetujui oleh Dewan ACRL: Standar Satu, Mahasiswa yang
literat mampu menentukan jenis dan batas informasi yang diperlukan; Standar dua,
Mahasiswa yang literat mampu mengakses informasi yang diperlukan dengan efektif
dan efisien; Standar tiga, Mahasiswa yang literat mampu mengevaluasi sumber-sumber
informasi secara kritis dan memasukkan informasi yang dipilihnya ke dalam sistem
pengetahuan dan nilai yang dimilikinya; Standar empat, Mahasiswa yang literat secara
individu maupun kelompok menggunakan informasi dengan efektif untuk mencapai
tujuan tertentu; Standar lima, Mahasiswa yang literat memahami isu ekonomi, hukum,
dan sosial seputar penggunaan akses informasi secara etis dan sesuai hukum.
Dalam melaksanakan program literasi informasi, pustakawan harus memiliki
kemampuan dalam komunikasi dan sikap percaya diri yang tinggi agar dapat menarik
atensi para pemustaka saat program berlangsung dan pesan yang disampaikan dapat
diterima secara jelas. Adapun dalam pelaksanaannya, berikut beberapa hal yang harus
diperhatikan pustakawan dalam melaksanakan program literasi (Fatmawati, 2013) :
Percaya diri terutama rofes penyampaian materi dan memandu peserta; Menguasai
materi yang akan diberikan; Terampil dalam menggunakan alat bantu yang telah
disiapkan; Memperhatikan bahasa tubuh peserta; Mampu membuat suasana menjadi
cair; Membuat atau mempersiapkan pertanyaan seputar materi yang diberikan; Mampu
mengatur intonasi untuk menarik atensi peserta; Tidak membelakangi peserta;
Melakukan eye contact. Literasi informasi menjadi bidang penguasaan yang harus
dimiliki oleh setiap pustakawan. Pengaplikasiannya bukan hanya pada kemampuan baca
tulis, namun juga pustakawan harus mampu menjadi manajer ilmu pengetahuan, karena

36
setiap hari bergelut dengan berbagai sumber informasi. Konsep kolaborasi antara
pustakawan, tenaga pendidik dan lembaga yang menaungi sangat diperlukan untuk
mengasah skill literasi informasi khususnya pada pemustaka di lingkungan perguruan
tinggi.Literasi informasi sebagai pendidikan pemustaka dalam library instruction
memiliki tujuan sebagai berikut (Septiyantono, 2014) : Mampu memanfaatkan
perpustakaan secara efektif dan efisien Mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dalam
penemuan informasi yang dibutuhkan Mampu menelusuri informasi melalui sarana-
sarana informasi yang tersedia Memahami penelusuran informasi baik secara manual
maupun secara online Pelaksanaan literasi informasi tidak hanya dilakukan di
lingkungan perpustakaan, namun lingkungan perguruan tinggi pun memiliki peran yang
strategis terhadap keberhasilan program literasi informasi. Pelaksanaan literasi
informasi pun dapat dilaksanakan di dalam ruang perkuliahan. Dalam (Batubara, 2015),
terdapat tiga unsur yang berpengaruh terhadap keberhasilan integrasi perpustakaan dan
keterampilan literasi informasi kedalam kurikulum akademis : Komitmen untuk
mengintegrasikan bimbingan pemustaka ke dalam kurikulum; Kerjasama antara
dosen/tenaga pendidik dan pustakawan dalam pengembangan kurikulum; Komitmen
tinggi dari lembaga untuk meningkatkan mutu mahasiswa dalam berpikir kritis,
pemecahan masalah dan keterampilan informasi.
Dalam (Widiastutik & Dita Ardriani, 2018), pendidikan pemustaka atau user
education merupakan kegiatan yang terlibat dalam mengajar pengguna bagaimana
memanfaatkan dengan sebaik mungkin sumber daya perpustakaan, layanan, dan
fasilitas, termasuk instruksi formal dan informal yang disampaikan oleh seorang
pustakawan atau anggota staf lain, individu, atau kelompok yang termasuk didalamnya
tutorial online, bahan audiovisual, dan panduan tercetak. Dalam sumber lain, yakni
(Zein, 2017) menyebutkan bahwa user education atau yang dapat diartikan sebagai
pendidikan pemustaka bertujuan untuk memberikan kecakapan dan keterampilan pada
pemustaka tentang cara mencari dan menemukan informasi yang dibutuhkannya dalam
waktu yang rofessi singkat dan dari sumber yang akurat. User Education berfungsi
dalam membentuk kecerdasan para peserta didik terutama di negara berkembang karena
dapat membantu para pembelajar untuk mencapai tingkat literat, yakni karakter yang
cenderung membentuk pola pikir pembelajaran mandiri atau pembelajaran sepanjang
hayat. Adapun banyaknya definisi dari berbagai sumber dan tidak adanya pengertian

37
baku membuat orang-orang memiliki definisi tersendiri mengenai pendidikan
pemustaka. Sehingga dalam hal ini, (Fatmawati, 2013) merangkum kata kunci dari
pengertian pendidikan pemustaka, yakni : Merupakan suatu bentuk kegiatan; orientasi
perpustakaan, instruksi perpustakaan, instruksi bibliografi, instruksi literasi informasi
Resource library yang melaksanakan pendidikan pemustaka Mengenalkan dan
menjelaskan berbagai sumber informasi yang dimiliki perpustakaan Menggunakan
metode tertentu Menggunakan media pembelajaran Kegiatan yang dilaksanakan
memiliki tujuan Pendidikan pemustaka tidak bisa dilepaskan dengan literasi informasi.
Pada dasarnya, tidak ada metode pasti dalam melaksanakan pendidikan pemustaka.
Sehingga pelaksanaan pendidikan pemustaka dapat dikonsep dan dikemas dengan
berbagai tampilan oleh panitia dan pihak terkait.
Dalam (Hermawan, 2017), disebutkan bahwa tidak ada suatu metode yang
paling cocok untuk menunjang semua kegiatan yang merujuk pada literasi informasi.
Maka dari itu, strategi yang dapat digunakan adalah harus adanya penyesuaian strategi
dengan kondisi riil di setiap institusi lembaga pendidikan yang berkaitan. Salah satu
metode literasi informasi yang tepat digunakan di tingkat perguruan tinggi adalah
penggunaan audio visual. Hal ini dapat memperjelas pesan agar tidak terlalu verbal,
mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra, memberikan gairah belajar
untuk berkunjung ke perpustakaan, memberi rangsangan yang sama dalam gambaran
kondisi perpustakaan. Metode pelaksanaan pendidikan pemustaka atau user education
terutama di perguruan tinggi meliputi beberapa hal, Anda bisa lihat infografis dibawah
ini: Pelaksanaan pendidikan pemustaka pada masa orientasi studi dan pengenalan
kampus mahasiswa baru Ceramah, kunjungan, dan demonstrasi mengenai sarana temu
kembali informasi, jasa layanan dan koleksi oleh pustakawan dengan kualifikasi
setingkat sarjana muda ilmu perpustakaan Memasukkan pendidikan pemustaka/literasi
informasi dalam kurikulum mata kuliah.

38
BAB VIII
PENELUSURAN INFORMASI DAN ETIKA INFORMASI

Kehidupan modern mengharuskan setiap individu untuk terus berinteraksi


dengan informasi maupun sistem informasi. Informasi pun turut dinilai sebagai
komponen penting dalam suatu kehidupan, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia saat
ini hidup beriringan dengan berkembangnya informasi. Kebutuhan akan informasi
setiap individu pun selalu berkembang dan bertambah setiap waktunya, kondisi ini
mengakibatkan manusia harus terus berinteraksi dengan informasi guna beradaptasi
dengan lingkungannya. Seseorang akan melakukan pencarian informasi ketika ia
menyadari bahwa dirinya membutuhkan informasi, ia akan melewati berbagai proses
dalam pemenuhan kebutuhan informasinya. Melihat kehidupan yang modern ini, tentu
informasi akan dengan mudah didapatkan melalui berbagai sumber dan media.
Informas-informasi baru akan terus ada setiap waktunya hingga mungkin tidak
diketahui nilai informasi itu sendiri. Akibat banyaknya informasi yang terus
bermunculan, informasi yang berkualitas mungkin akan sulit didapatkan. Maka
dibutuhkan kemampuan dalam penelusuran informasi bagi setiap individu agar dapat
menemukan informasi yang berkualitas dan relevan dengan informasi yang
dibutuhkannya. Seiring berkembangnya teknologi informasi pun membawa banyak
tantangan dan kekurangan dalam berperilaku informasi. Informasi akan dapat dengan
mudah diakses dan tersebar tanpa melihat nilai informasi tersebut adalah benar, salah,
atau bahkan bersifat rahasia. Oleh karena itu, informasi membutuhkan etika atau standar
yang mengatur kehidupan informasi, agar informasi dapat digunakan sesuai dengan
seharusnya.
Informasi merupakan komponen yang tidak dapat lepas dari kehidupan
seseorang, dimana informasi menjadi salah satu kebutuhan utama seseorang. Informasi
dapat memberikan suatu pengetahuan atau pemahaman baru maupun lama kepada
seseorang. Setiap individu pun memiliki kebutuhan akan informasi yang berbeda.
Ketika seseorang menyadari bahwa dirinya membutuhkan informasi, ia akan mulai
melakukan proses perilaku informasi yang meliputi pencarian hingga penggunaan
informasi. Dalam pencariannya, seseorang akan melakukan penelusuran informasi guna
menemukan informasi yang dibutuhkan. Mutiarani dan Rahmah (2018) mengungkapkan

39
bahwa karena adanya keberanekaragaman informasi membentuk masalah tersendiri
dalam memenuhi kebutuhan informasi seseorang, maka dibutuhkan strategi dalam
mencari informasi agar informasi ditemukan dengan cepat, tepat dan akurat. Proses
inilah yang disebut dengan temu kembali informasi, atau secara spesifik menyangkut
penelusuran informasi.
Tidak jauh dari pengertian tersebut, penelusuran informasi secara sederhana
menurut Kingray (2005) merupakan sebuah proses mencari informasi yang melibatkan
beberapa kegiatan. Dia mengatakan bahwa "in the simplest terms, information seeking
involves the search, information retrieval, recognition, and application of meaningful
content." Bahwa secara sederhana penelusuran informasi melibatkan pencarian, temu
kembali informasi, pengenalan, dan penerapan informasi. Adapun sekilas terkait sistem
temu kembali informasi, dimana terdapat interaksi dengan suatu sistem yang dapat
membantu seseorang dalam menemukan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan.
Temu kembali informasi akan mempermudah seseorang menemukan sumber informasi
yang ia dapatkan.
Putra (2017) secara singkat menjelaskan bahwa penelusuran Informasi
merupakan proses penemuan kembali informasi yang dibutuhkan pemakai yang
disimpan dalam suatu sistem informasi, selain itu kegiatan penelusuran informasi
penting untuk dilakukan karena dapat membantu pengguna dalam temu balik informasi.
Oleh karena itu, tujuan dari penelusuran informasi adalah memenuhi kebutuhan
informasi seseorang dengan informasi yang tepat, relevan dan akurat. Apabila dilihat
dari berbagai pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa penelusuran informasi
merupakan suatu kegiatan untuk mencari dan menelusuri informasi guna memenuhi
kebutuhan informasi seseorang. Seseorang yang sadar akan kebutuhan informasi nya
akan mulai melakukan penelusuran informasi dengan melalui beberapa tahap, proses
dan berbagai cara. Menurut Pattah (2014), dalam penelusuran informasi, pemakai dapat
menelusuri berbagai sumber informasi, tidak dibatasi hanya dengan satu sumber.
Selain itu, pemakai dapat menilai sumber informasi yang lebih relevan dengan
informasi yang ia butuhkan. Maka dari itu, seseorang harus memiliki strategi dalam
penelusuran informasi guna menemukan informasi tepat, relevan dan akurat sesuai
dengan kebutuhannya. Perilaku penelusuran informasi mengharuskan pemustaka
berinteraksi dengan suatu media atau sistem informasi dalam menjalankan prosesnya,

40
baik manual seperti melalui buku maupun berbasis digital seperti komputer. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, penelusuran informasi dapat dilakukan dengan
manual maupun berbasis digital. Penggunaan media atau sistem informasi yang tepat
akan menghasilkan informasi yang tepat pula. Penelusuran informasi dengan cara
manual dapat dilakukan dengan menggunakan katalog yang tersedia, bibliografi, indeks
maupun abstrak. Sebaliknya, penelusuran informasi berbasis digital dilakukan dengan
adanya interaksi dengan sistem informasi atau media elektronik, cara ini dapat
dilakukan dengan pencarian melalui search engine, database, OPAC (Online Public
Access Catalog), Jurnal Elektronik, dan informasi elektronik atau digital yang tersedia.
Penggunaan media atau alat dan pemilihan cara dalam penelusuran informasi memiliki
perbedaan tersendiri, dimana penelusuran informasi secara digital lebih mempercepat
proses pencarian. Sedangkan apabila penelusuran informasi secara konvensional akan
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, namun kualitas informasi dapat dengan
mudah diketahui.
Perpustakaan memiliki tugas untuk menyediakan pelayanan bagi pemustaka
yang hendak melakukan penelusuran informasi. Pelayanan yang diberikan perpustakaan
dapat berupa pengarahan atau user education, fasilitas untuk melakukan penelusuran
informasi, penyediaan sumber informasi, dan sebagainya. Perpustakaan merupakan
lembaga yang menyediakan informasi, bahkan disebut dengan pusat informasi. Maka
perpustakaan harus dapat memberikan pelayanan informasi, akses informasi dan
penyedia bagi masyarakat yang dapat dipercaya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan
oleh Purwaningtyas (2018) bahwa perpustakaan merupakan penyedia informasi maupun
pengetahuan yang dapat dipercaya dan akurat serta menyediakan akses dan koleksi
kepada pemustaka baik menggunakan metode konvensional maupun digital.
Keterkaitan kemampuan literasi informasi dengan penelusuran informasi adalah
bahwa seseorang akan memiliki kemampuan literasi informasi yang baik apabila dapat
melakukan dan membentuk strategi penelusuran informasi. Penelusuran informasi
mengharuskan pemustaka untuk mencari dan mendapatkan informasi yang akurat,
kredibel, dan sebagainya. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan literasi
informasi seseorang. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan penelusuran informasi,
seseorang harus memiliki strategi guna memenuhi kebutuhan informasinya dengan
informasi yang lebih berkualitas.

41
Banyaknya berbagai informasi yang beredar mengharuskan penelusur untuk
menyaring informasi, sebab suatu informasi belum tentu berkualitas dan sesuai dengan
yang dibutuhkan. Menurut Nashihuddin (2015) pentingnya strategi dalam aktivitas
penelusuran informasi adalah dikarenakan beberapa hal, diantaranya (1) informasi yang
tersedia sangatlah banyak, luas, dan beragam; (2) agar dapat menemukan dan
mendapatkan informasi yang relevan; (3) agar dapat menghemat waktu dalam proses
pencarian; serta (4) mempermudah proses pencarian informasi. Selain itu, menurut
Purwaningtyas (2018), penyusunan strategi penelusuran informasi dapat melalui sumber
dan akses yang bernilai kredibel dan akurat dengan melakukan evaluasi terhadap media
yang digunakan. Kualitas sebuah informasi dapat dilihat dari pengarang, motif dan
tujuan, kemutakhiran, referensi yang kredibel, tinjauan dari para ahli dan bersifat
objektif. Melihat kedua pernyataan tersebut, dapat kita ketahui bahwa memiliki strategi
dalam proses penelusuran dapat mempermudah dan menghemat waktu pencarian
informasi yang dibutuhkan. Strategi penelusuran informasi dapat mempermudah
seseorang dalam melakukan proses penelusuran informasi.
Dengan strategi seseorang dapat melangkah sesuai dengan arahan dan tahapan
yang terstruktur. Ragains (2013) menyajikan strategi yang dapat dilakukan dalam
penelusuran informasi guna memberikan pengajaran dan pengalaman kepada
pemustaka: Merumuskan topik yang akan ditelusuri dengan kata kunci tertentu, seperti
kata benda, waktu (tahun), atau informasi lain yang sesuai dan berkaitan dengan topik
tersebut. Sebagai contoh, Anda membutuhkan data terkait jumlah kelahiran pada tahun
tertentu, maka Anda dapat menggunakan "angka kelahiran tahun 2009" atau tahun
lainnya sebagai kata kunci penelusuran; Melakukan penelusuran menggunakan kata
kunci topik yang telah dirumuskan sebelumnya dan memeriksa atau evaluasi terkait
informasi tersebut, apakah sesuai dengan kebutuhan . Terkadang jumlah informasi yang
kita dapatkan setelah melakukan pencarian sangatlah banyak, sehingga diperlukan
evaluasi untuk menentukan dan memilih informasi yang sekiranya benar-benar
dibutuhkan dan tepat dengan yang kita butuhkan. Seperti, apakah semua informasi
tersebut dapat menjawab pertanyaan kita terkait suatu permasalahan?; Memodifikasi
penelusuran dengan istilah lain yang lebih luas, sempit, maupun istilah berkaitan
lainnya. Hal ini dapat memaksimalkan penelusuran informasi, apabila menggunakan
istilah yang lebih luas maka hasil penelusuran pun akan semakin luas dan memperbesar

42
hasil temuan. Sedangkan apabila mempersempit istilah maka hasil temuan akan lebih
signifikan dan tepat.Sebagai contoh Anda ingin mencari informasi yang berkaitan
dengan komunikasi.
Apabila kata kunci yang digunakan hanya sekedar "komunikasi" maka hasil
pencarian akan menampakkan semua hal berkaitan dengan komunikasi. Anda dapat
mempersempit pencarian tersebut dengan beberapa kata kunci, seperti "komunikasi
organisasi" yang akan menghasilkan informasi berkaitan dengan komunikasi organisasi
saja; Membatasi hasil penelusuran. Dengan membatasi hasil penelusuran pemustaka
dapat menemukan informasi yang lebih relevan, akurat dan sesuai dengan
kebutuhannya. Pembatasan ini dapat dilakukan dengan membatasi sumber informasi
mulai dari tahun penerbitan, bahasa yang digunakan, format, dan sebagainya. sebagai
contoh, ketika melakukan penelusuran sebuah topik dibatasi dengan menggunakan
terbitan tahun tertentu seperti dari tahun 2020 hingga 2021, maka dapat ditemukan
informasi yang mutakhir (terbaru) sesuai dengan topik yang dipilih; Mengevaluasi
modifikasi .
Setelah memodifikasi istilah-istilah, penelusur atau pemustaka dapat
memberikan penilaian terhadap hasil temuannya. Sebagai contoh, menilai apakah
informasi ini akurat, berasal dari sumber yang kredibel, sesuai kebutuhan, dan
sebagainya; Mengirim dan meng ekstrak hasil penelusuran. Informasi-informasi yang
telah terkumpul, Anda dapat mengekstrak informasi-informasi tersebut seperti mencari
kesamaan, perbedaan, dan sebagainya; Menentukan keluasan sumber pada sebuah topik
dan identifikasi sumber lain untuk dicari dan ditelusuri. Setelah menemukan sebuah
informasi, haruslah diketahui keluasan sumber yang diperoleh, serta dapat melakukan
perluasan sumber apabila dibutuhkan. Sebagai contoh apabila dirasa belum puas dengan
informasi yang telah dikumpulkan, maka Anda dapat mengidentifikasi sumber-sumber
yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan informasi Anda.
Selain itu, Ellis (1993) turut menggambarkan model penelusuran informasinya
dengan membagi menjadi delapan tahapan, sebagai berikut: 1. Starting adalah fase
permulaan dimana seseorang memulai pencarian dengan pencarian referensi guna
menemukan informasi yang akan diteliti dengan memanfaatkan sumber informasi
sekunder seperti abstrak, indeks, pratinjau, sinopsis, dan sebagainya berkaitan dengan
topik yang diminati. 2. Chaining atau penghubungan, pada tahap ini seseorang mulai

43
menghubungkan daftar literatur dengan referensi inti dari literatur yang ia gunakan.
Tahap ini dapat dilakukan dengan melihat atau mencari daftar pustaka yang terdapat
dalam referensi inti atau mencari materi lain berdasarkan subjek maupun nama penulis
yang digunakan oleh referensi inti. 3. Browsing atau menjelajah, yaitu tahap dimana
seseorang akan mulai melakukan pengarahan pencarian berdasarkan sumber informasi
potensial yang kemudian nantinya akan diidentifikasi sesuai dengan bidang yang
dibutuhkan maupun diminati. Dalam hal ini seseorang dapat mencari melalui berbagai
media seperti seminar, buku-buku, pameran, dan media lainnya baik dalam bentuk
digital maupun bentuk fisik. 4. Differentiating atau pembedaan, tahap ini merupakan
tahap dimana seseorang mulai membedakan sumber informasi sesuai dengan kualitas
sumber tersebut , hal ini bertujuan agar informasi yang akan digunakan merupakan
informasi yang berasal dari sumber informasi berkualitas. 5. Monitoring atau
pemantauan, merupakan kegiatan pemantauan perkembangan informasi yang diikuti
atau diminati dari berbagai sumber tertentu. Sebagai contoh memantau perkembangan
informasi yang berkaitan dengan suatu fenomena, seperti perkembangan angka
persentase literasi suatu sekolah, fenomena banjir di suatu daerah, dan sebagainya. 6.
Extracting , tahap ini digunakan ketika hendak melakukan kajian pustaka dengan cara
memilih dan mengelompokkan informasi yang menjadi minatnya melalui katalog,
abstrak, bibliografi dan indeks. 7. Verifying , adalah tahap penilaian informasi dengan
menguji ketepatan informasi tersebut, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan maupun
minatnya. 8. Ending adalah tahap akhir dari kegiatan penelusuran informasi. Kegiatan
ini ditandai dengan telah terpenuhinya kebutuhan informasi atau telah terjawabnya
permasalahan pengguna informasi tersebut. Kedua strategi tersebut yang telah dirancang
oleh Ellis dan Ragains memiliki beberapa persamaan, dimana dalam penelusuran
informasi dibutuhkan sumber informasi yang berpotensi untuk memperoleh informasi
berkualitas. Meskipun keduanya berbeda, masing-masing strategi tentu akan
mempermudah penelusuran, karena proses penelusuran informasi akan menjadi lebih
terstruktur dan tersusun rapi sehingga memungkinkan pemustaka dalam menemukan
informasi berkualitas dan sesuai dengan kebutuhannya.
I Etika berasal dari bahasa Yunani (ethos, ethikos) yang memiliki arti adat
kebiasaan atau praktik. Etika sendiri dalam KBBI memiliki arti ilmu mengenai apa yang
baik dan apa yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dari dua arti

44
tersebut dapat disimpulkan bahwa arti etika dalam bahasa adalah suatu ilmu yang
berkaitan dengan praktik atau kebiasaan dengan memperhatikan nilai moral yang
terkandung. Tidak jauh dari pengertian etika menurut bahasa, Bertens (2005)
mengelompokkan pengertian etika menjadi tiga pengertian. Pertama, sebagai pegangan
seseorang dalam bertindak dan mengatur tingkah lakunya. Kedua, sebagai kumpulan
asas atau nilai moral, dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kode etika. Ketiga, etika
merupakan ilmu tentang yang baik dan yang buruk, etika dianggap sebagai ilmu apabila
kemungkinan etis (terkait sebuah tindakan) telah diterima oleh masyarakat. Selain itu,
Niam (2019) memberikan pengertian terkait kode etik, dimana kode etik merupakan
norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan dalam
bertingkah laku kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat maupun tempat kerja.
Dalam kehidupan berinformasi terdapat aturan atau kode etik yang mengatur dan
memberikan batasan dalam berperilaku informasi. Smith (2001) menjelaskan terkait
etika informasi bahwa "Information ethics is concerned with the moral dilemmas and
ethical conflicts that arise in interactions between human beings and information
(creation, organization, dissemination, and use), information and communications
technologies (ICTs), and information systems." (Smith, 2001, hlm. 29-66). Dari
pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwa etika informasi berkaitan dengan masalah
moral dan konflik yang berhubungan dengan etika yang timbul ketika adanya interaksi
antara manusia dengan informasi (di dalamnya termasuk penciptaan, organisasi,
penyebaran dan penggunaan), teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan sistem
informasi. Silahkan Anda lihat infografis dibawah ini: Perkembangan informasi maupun
teknologi informasi membentuk era modern yang turut melahirkan banyak isu
permasalahan yang berkaitan dengan informasi. Hal ini akhirnya, mengharuskan setiap
individu untuk selalu waspada dan bertindak sesuai dengan aturan yang ada.Adapun
jenis permasalahan pada etika informasi yang dialami professional informasi dalam
Tredinnick dan Laybats (2020) sebagai berikut: Standar praktik professional : Berkaitan
dengan integritas hubungan, seperti tanggung jawab antar klien, atasan, rekan maupun
bawahan.
Sebagian besar menyoroti permasalahan pada praktik professional. Integritas
informasi : dalam penggunaan informasi seseorang akan bertanggung jawab terhadap
informasi yang digunakan terkait keakurasian, kesesuaian, dan kelengkapan informasi

45
tersebut. Sensor: Terkadang sebuah informasi bersifat menyinggung, hal seperti ini
haruslah dihapus. Sensor ini akan menghilangkan atau menutup informasi yang
menyinggu, sebagai contoh informasi yang berkaitan dengan suatu budaya yang
seharusnya tidak disebarkan. Privasi: Hal ini mencakup semua yang berkaitan dengan
privasi informasi, seperti privasi klien, rekan, dan sebagainya. Masalah privasi yang
kerap terjadi adalah adanya pencarian terkait data pribadi. Kekayaan intelektual:
Berkaitan dengan isu-isu etis seputar ketaatan hukum kekayaan intelektual, khususnya
terkait penyampaian informasi kepada lain pihak (pihak 3). Penyalahgunaan komputer:
Umumnya terjadi pada perpustakaan umum, dimana terkadang komputer dengan akses
terbuka disalahgunakan. Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi,
mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

46
BAB IX
KETERAMPILAN PENELUSURAN INFORMASI

UNTUK MENUNJANG LITERASI

Di era globalisasi sekarang, informasi menjadi suatu hal yang begitu cepat
berkembang sehingga semua lapisan masyarakat dituntut untuk mengikutinya. Semakin
berkembangnya informasi, semakin banyak pula macam-macam informasi dan
kebutuhan informasi yang harus terpenuhi serta permasalahan yang harus terselesaikan.
Dengan demikian, informasi yang dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat memiliki
kebutuhan yang berbeda-beda dan cara tersendiri dalam mencari dan menyaring
informasi yang mereka temukan. Namun, semakin banyaknya informasi yang tersedia
pada Search Engine mengakibatkan pengguna mengalami kesukaran dalam
mendapatkan informasi yang relevan, dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,
serta dapat dipercaya sehingga para pengguna harus lebih cerdas dan teliti dalam
memilah dan memilih informasi yang dibutuhkannya. Hal tersebutlah yang
mengakibatkan Temu balik informasi terjadi, yaitu ledakan informasi berkembang dan
bertambah setiap hari dalam jumlah yang banyak dan beragam, sehingga sulit mengikuti
perkembangan ilmu dan teknologi terbaru, termasuk bidang informasi sendiri. Oleh
karena itu, perlu penguasaan terkait sumber-sumber informasi yang memiliki berbagai
jenis dan cakupannya yang luas karena informasi banyak tersimpan dalam berbagai
bentuk seperti kertas tercetak, pangkalan data computer, bentuk mikro, CD/DVD/, dan
lain-lain
Temu Balik Informasi adalah kegiatan mencari dan menemukan informasi yang
dilakukan setiap individu guna menunjang dan memenuhi kebutuhan informasi dengan
cara mencari dan menemukan kembali suatu informasi yang dibutuhkan dalam berbagai
format dan relevan. The International Organization for Standardization (ISO)
mendefinisikan temu balik informasi (Information Retrieval(IR)) sebagai "Actions,
methods, and procedures for obtaining information on a given subject from stored data"
(ISO, 1993). Singkatnya, ISO mendefinisikan temu kembali informasi sebagai suatu
tindakan, prosedur, dan metode yang diterapkan untuk menemukan kembali data yang
tersimpan lalu menyediakan kembali informasi terkait subjek yang dibutuhkan.
Tindakan yang dilakukan meliputi text indexing, inquiry analysis, dan relevance

47
analysis serta data yang dimuat dapat berupa teks, tabel, gambar, ucapan, maupun
video. Dalam Online Dictionary of Library and Information Science yang ditulis oleh
Reitz memaparkan bahwa temu balik informasi sebagai "The Process, methods, and
procedures used to selectively recall recorded information from a file of data. In
libraries and archives, searches are typically for a known item or for information on a
specific subject and the file is usually a human-readable catalog or index, or a
computer-based information storage and retrieval system, such as an online catalog or
bibliographic database" (Reitz, 2004). Dari pengertian tersebut, dapat kita ketahui
bahwasannya temu kembali informasi merupakan sebuah proses, prosedur, dan metode
dalam menelusuri informasi terekam secara selektif dari suatu file data. Dalam lingkup
perpustakaan dan kearsipan, temu balik informasi digunakan sebagai alat untuk
menemukan kembali bahan yang telah diketahui dan terdapat informasi pada subjek
khusus.
Selain itu, menurut Sulistyo Basuki (2014) temu balik informasi saat ini meliputi
interaksi pengguna dengan segala aspek kognitif, afektif, dan situasional. Tidak hanya
itu, beliau juga memaparkan bahwa temu balik informasi merujuk pada pustakawan
dalam pelayanan informasi, dimana pustakawan bertugas untuk menyediakan dan
mengumpulkan informasi bagi pemustaka guna memenuhi kebutuhan informasinya.
Menurut Chimah dan Ude "Information retrieval (IR) is concerned with the storage,
organization, and searching of collections of information." (Chimah & Ude, 2020) Dari
penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa temu balik informasi penyimpanan,
pengorganisasian dan pencarian atau penelusuran dari kumpulan informasi. Sejalan
dengan itu , Rifai (2014) berpendapat bahwa penelusuran informasi adalah bagian dari
proses penelusuran informasi guna memenuhi kebutuhan informasi seseorang dibantu
dengan alat pencarian dan temu balik informasi.
Oleh karena itu, dalam melakukan penelusuran informasi pemustaka
membutuhkan alat/sarana yang menunjang dalam kegiatan penelusuran informasi.
Perpustakaan sebagai sarana penting dalam menunjang kegiatan penelusuran informasi
pemustaka. Sebagai contoh, penggunaan katalog sebagai sarana penelusuran informasi,
dengan katalog para pemustaka dapat dengan mudah dalam menemukan kembali
informasi di perpustakaan dan menelusur koleksi yang tersedia di perpustakaan.
Hasugian menyatakan "bahwa temu balik informasi adalah suatu proses identifikasi

48
kecocokan antara query dengan representasi atau indeks dari suatu dokumen, kemudian
mengambil (retrieve) suatu dokumen dari suatu simpanan, sebagai bentuk" (Hasugian,
2006) pemenuhan kebutuhan informasi seseorang. Dari sudut pandang hasugian
tersebut, beliau mengidentifikasikan temu balik informasi sebagai sistem, dimana
dokumen yang diminta dan dibutuhkan pemustaka diidentifikasi kemudian diambil dari
suatu tempat penyimpanan.
Dalam temu balik di perpustakaan, dokumen yang dimaksud Hasugian
merupakan informasi, dimana informasi yang dibutuhkan pemustaka tersebut
diidentifikasi ke dalam subjek, judul, pengarang/penanggung jawab bahan pustaka
kemudian setelah itu pemustaka mengambil informasi tersebut berdasarkan hasil
identifikasi dan dilakukan pemanggilan yang dilakukan melalui basis data informasi.
Dari situlah pustakawan akan menemukan meta data bahan pustaka yang dibutuhkan
dan menjadi jawaban dari permintaan pemustaka (Haidar & Rullyana,2017).
Selain itu, Kowalski dan Maybury menjelaskan bahwa "An Information
Retrieval System is a system that is capable of storage, retrieval, and maintenance of
information. Information in this context can be composed of text (including numeric
and date data), images, audio, video and other multimedia objects." (Kowalski &
Maybury, 2002, hlm. 2) Temu kembali informasi merupakan suatu sistem yang
menyimpan, mencari, dan memelihara informasi. Informasi yang dimaksudkan dalam
konteks ini mencakup berbagai bentuk, seperti teks (termasuk data numeric dan
tanggal), video, gambar, audio, dan objek multimedia lainnya. Berbeda dari pendapat
yang dipaparkan oleh Hasugian, pendapat Kowalski ini lebih cocok dan cenderung
menggambarkan sistem yang hanya dilakukan oleh ahli informasi yaitu pustakawan di
perpustakaan. Namun dalam definisi yang dikemukakan Kowalski ini terdapat dua hal
yang tidak dapat dilakukan oleh pemustaka yaitu penyimpanan dan pemeliharaan
informasi karena, definisi yang dikemukakan oleh Kowalski memiliki cakupan yang
lebih luas yang meliputi proses penyimpanan, penelusuran, dan juga pemeliharaan
informasi yang hanya dapat dilakukan oleh para pustakawan ahli informasi lainnya.
Berdasarkan beberapa pengertian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa temu
Kembali Informasi adalah suatu kegiatan yang mencari kembali informasi yang sudah
diidentifikasikan berdasarkan subjeknya dan melalui berbagai macam sarana guna
mempermudah dalam proses pencarian serta menunjang kebutuhan informasi bagi

49
pemustaka. Nugraha (2017) menyatakan bahwa pustakawan memiliki peran tersendiri
dalam konsep temu balik informasi. Seperti di perpustakaan,seorang pustakawan
memiliki tugas untuk dapat "menemukan"kembali informasi yang dibutuhkan oleh
pemustaka. Hal ini disebabkan karena tidak semua pemustaka mengetahui bagaimana
cara untuk dapat memperoleh informasi yang dibutuhkannya oleh karena itu,mereka
meminta bantuan pustakawan untuk membantu mencarikan kebutuhannya. Tujuan dari
Temu balik informasi ini yaitu sebagai upaya dalam mencegah terjadinya duplikasi,
pemborosan waktu, tenaga dan biaya, serta sebagai sarana untuk mengetahui arah
perkembangan ilmu/bidang yang diikuti. Oleh karena itu, dalam proses penelusuran
temu kembali informasi ini dibutuhkan keterampilan, agar dapat memperoleh informasi
yang efektif, efisien, akurat dan sesuai dengan kebutuhan.
Lancaster menyatakan bahwa kerangka sistem temu kembali informasi
mencakup 6 subsistem, yaitu subsistem indexing, subsistem dokumen, subsistem kosa
kata, subsistem pencocokan, sub sistem penelusuran, dan antarmuka atau interaksi
pengguna dengan sistem.Apabila dilihat secara keseluruhan, sistem temu kembali
informasi mencakup tiga elemen utama, yaitu pemakai atau user, dokumen, dan mesin
pencocok (matcher-machine). Setiap dokumen tersebut dipresentasikan menggunakan
berbagai kata atau indeks. Kedua bentuk penggambaran ini yang "dipertemukan" dalam
sistem temu kembali informasi untuk mengambil dokumen yang tepat dan relevan dari
database kumpulan dokumen. Proses "mempertemukan" inilah yang disebut sebagai
strategi penelusuran.Adapun lima komponen temu kembali informasi menurut
Hasibuan, sebagai berikut (Hasugian, 2006): a. Pengguna/user Seseorang yang dapat
memanfaatkan dan menggunakan sistem informasi dalam proses pencarian dan
pengelolaan informasi. Selain itu, pengguna terbagi sebagai dua kelompok, yaitu
pengguna (user) dan pengguna akhir. b. Query Bahasa permintaan berupa format yang
diinput oleh user kedalam sistem informasi c. Dokumen Dalam perpustakaan, bahan
pustaka dikategorikan sebagai dokumen. Sedangkan dalam dunia sistem informasi,
dokumen memiliki arti semua bentuk dokumen elektronik yang sudah di-input dan
tersimpan di database. d. Indeks dokumen Seluruh dokumen yang sudah tersimpan di
database yang beroperasi sebagai representasi subjek dari suatu dokumen. e.
Pencocokan (Matcher Function) Terjadi ketika pengguna memasukkan query dengan
indeks dokumen yang telah tersimpan dalam database computer. Setelah itu, komputer

50
akan melakukan proses pencocokan dalam waktu singkat yang sesuai dengan kecepatan
memori yang dimiliki komputer. Tujuan Sistem temu kembali informasi secara teknis
yaitu untuk mencocokan istilah atau term yang sudah disusun dalam bentuk query
dengan istilah-istilah yang terdapat dalam dokumen, melalui pencocokan tersebut maka
dokumen-dokumen yang relevan dan tepat dapat dengan mudah terambil (retrieved),
dimana pada saat terambilnya dokumen relevan yang tersimpan dalam sistem
penyimpanan koleksi dapat memenuhi kebutuhan dan permintaan informasi pemustaka.
Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan pemustaka menjadi tolak ukur keberhasilan
dari Sistem temu kembali informasi.
Kebutuhan merupakan suatu hal yang diperlukan individu dalam menunjang
segala aktivitas yang dilakukan dan juga mencapai tujuan dari kegiatan tersebut. Yang
dimaksud kebutuhan dalam konteks perpustakaan adalah kebutuhan informasi, dimana,
adanya ketertarikan dalam informasi yang berada dalam sumber informasi/pustaka yang
memberikan jawaban dan kepuasan terhadap hal yang dicari.Qalyubi tahun 2007 (dalam
Masiani,2019 hal 3) menjelaskan bahwa kebutuhan informasi di dorong oleh segala
sesuatu yang dinamakan "a problematic" yaitu suatu kondisi yang terjadi dalam
lingkungan internal manusia yang tidak terpenuhi olehnya untuk mencapai tujuan hidup.
Informasi secara umum didefinisikan sebagai data dan fakta yang bermakna bagi para
penggunanya. Dalam (Masiani, 2019), Kadir di tahun 2002 memaparkan bahwa
"...informasi merupakan data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga
meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut."Yusup tahun
2009 (dalam Masiani, 2019 hal 3) menyatakan definisi informasi berdasarkan sudut
pandang kepustakawanan dan perpustakaan, informasi, memaparkan bahwa
"...informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau juga dapat berupa
putusan-putusan yang dibuat seseorang " Identifikasi kebutuhan informasi merupakan
salah satu tindakan yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan fasilitas perpustakaan
dalam memenuhi kebutuhan pemustaka. Grover (Masiani, 2019) memaparkan bahwa
"identifikasi kebutuhan informasi merupakan proses manajemen yang bertujuan agar
lembaga informasi yang terkait dapat menjalankan perannya dalam melayani seluruh
lapisan masyarakat tanpa terkecuali, serta dapat memenuhi konsep fundamental dalam
hal pemasaran, yakni berfokus pada pelanggan." Selaras dengan hal tersebut, dalam
(Masiani, 2019), Qalyubi juga memaparkan bahwa "...untuk memenuhi kebutuhan

51
informasi pemustaka, perpustakaan harus bisa mengkaji serta menganalisis siapa
pemustaka dan informasi apa yang dibutuhkan, lalu mengusahakan tersedianya jasa saat
yang dibutuhkan, dan mendorong pemustaka untuk menggunakan fasilitas yang tersedia
di perpustakaan ".Informasi dan pemustaka merupakan salah satu komponen utama
dalam perpustakaan. Karena kedua hal tersebut saling terikat satu sama lain, dimana
setiap pemustaka memiliki kebutuhan terhadap informasi yang tentunya berbeda-beda.
Dalam (Masiani, 2019), Sulistyo-Basuki pada tahun 1991 memaparkan bahwa
"...kebutuhan informasi adalah informasi yang dibutuhkan seseorang untuk pekerjaan,
penelitian, kepuasan rohani, pendidikan dan lain-lain.
Adapun kebutuhan informasi akan muncul sesuai dengan kegiatan yang
dilakukan seseorang sehingga memunculkan keinginan terhadap suatu informasi guna
mencapai kepuasan. Masih dalam (Masiani, 2019), pendapat lain dikeluarkan oleh
Fatmawati tahun 2019 yang menjelaskan bahwa "...kebutuhan informasi akan muncul
apabila terjadi kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan yang
diinginkan sehingga sejalan dengan keinginan seseorang tersebut untuk mencari
jawaban atas pertanyaannya, dia akan terus mencari dan menggali informasi yang
diinginkan guna menjawab semua ketidaktahuannya.
"Adapun dalam (Roni & Nurhaeni, 2021), tercantum bahwa ada beberapa jenis
pendekatan kebutuhan informasi, diantaranya : a. Current Need Approach (pendekatan
kebutuhan informasi mutakhir), merupakan proses pendekatan yang memiliki tujuan
untuk untuk meningkatkan pengetahuan. Dalam jenis ini, pengguna dan sistem
informasi memerlukan pola interaksi yang bersifat konsisten. Artinya, interaksi yang
dilakukan oleh pengguna dan sistem informasi melalui hal yang sangat umum.Adapun
informasi yang dibutuhkan untuk mendapat gambaran secara umum saja, bukan untuk
menjawab pertanyaan yang spesifik. b. Everyday Need Approach (pendekatan
kebutuhan informasi rutin), merupakan proses pendekatan yang melibatkan antara
kebutuhan pengguna dengan ciri sifatnya yang cepat dan spesifik melalui pola informasi
yang diperlukan, yakni informasi yang bersifat rutin ditemui. Pendekatan ini juga
dilakukan dalam jangka waktu yang rutin untuk memenuhi kebutuhan informasi sehari-
harinya. Sehingga pengguna mendapatkan informasi yang jauh lebih spesifik dan relatif
cepat. c. Exhaustic Need Approach (pendekatan kebutuhan informasi mendalam),
merupakan pendekatan terhadap kebutuhan informasi yang mendalam. Dimana hal

52
tersebut, pengguna informasi memiliki ketergantungan yang tinggi dengan informasi
yang dibutuhkan dengan kriteria yang relevan, spesifik, dan lengkap. Pendekatan ini
dilakukan untuk mendapatkan informasi secara mendalam. d. Catching-Up Need
Approach (pendekatan kebutuhan informasi sekilas), yakni pendekatan pengguna
terhadap informasi yang ringkas namun lengkap, khususnya mengenai perkembangan
teakhir suatu subjek yang diperlukan dan hal-hal lain yang bersifat relevan. Informasi
yang dihasilkan mencakup informasi dengan sifatnya yang dapat menampilkan sumber,
rujukan, gambar, gaya bahasa, dan sifat lainnya.

53
BAB X
LITERASI DAN NUMERASI

1. Pengertian Literasi dan Numerasi


Numerasi atau literasi numerasi merupakan literasi yang dikenal paling
awal dalam sejarah peradaban manusia. Keduanya tergolong literasi fungsional
dan sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan numerasi
berfungsi efektif dalam kegiatan belajar, bekerja, dan berinteraksi sepanjang
hayat. Oleh sebab itu, literasi numerasi dikembangkan secara sistematis dan
berkelanjutan, baik dalam kegiatan pembelajaran dalam kelas maupun kegiatan
pembelajaran di luar kelas (ekstrakurikuler).
Kegiatan ekstrakurikuler literasi numerasi difokuskan kepada pengayaan
dan penguatan kemampuan numerasi yang dilaksanakan dalam pembelajaran di
kelas. Kegiatan ekstrakurikuler bersifat menyenangkan dan menantang dalam
mengembangkan potensi anak. Potensi anak ini dikembangkan merujuk kepada
tingkat perkembangan anak. Prinsip menyenangkan dan menantang ini juga
berlaku bagi pemilihan bahan bacaan.
Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk
a. menggunakan berbagai macam bilangan dan simbol yang terkait dengan
matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai
konteks kehidupan sehari-hari dan (
b. menganalisis informasi yang ditampilkan di dalam berbagai bentuk (grafik,
tabel, bagan, dan lain sebagainya) lalu menggunakan interpretasi hasil
analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil kesimpulan dan
keputusan. Secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan
untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di
dalam kehidupan sehari-hari.
Literasi numerasi juga mencakup kemampuan untuk menerjemahkan
informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Singkatnya, literasi
numerasi adalah kemampuan atau kecakapan dalam mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan menggunakan matematika dengan percaya diri di

54
seluruh aspek kehidupan. Literasi numerasi meliputi pengetahuan, keterampilan,
perilaku, dan perilaku positif.
Numerasi tidaklah sama dengan kompetensi matematika. Keduanya
berlandaskan pada pengetahuan dan keterampilan yang sama, tetapi
perbedaannya terletak pada pemberdayaan pengetahuan dan keterampilan
tersebut. Pengetahuan matematika saja tidak membuat seseorang memiliki
kemampuan numerasi. Numerasi mencakup keterampilan mengaplikasikan
konsep dan kaidah matematika dalam situasi riil sehari-hari. Saat
permasalahannya sering kali tidak terstruktur, memiliki banyak cara
penyelesaian, atau bahkan tidak ada penyelesaian yang tuntas, serta
berhubungan dengan faktor nonmatematis.
Sebagai contoh, seorang peserta didik belajar bagaimana membagi
bilangan bulat dengan bilangan bulat lainnya. Ketika bilangan yang pertama
tidak habis dibagi, maka akan ada sisa. Biasanya peserta didik diajarkan untuk
menuliskan hasil bagi dengan sisa, lalu mereka juga belajar menyatakan hasil
bagi dalam bentuk desimal.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, hasil bagi yang presisi (dengan
desimal) sering kali tidak diperlukan sehingga sering kali dilakukan pembulatan.
Secara matematis, kaidah pembulatan ke bawah dilakukan jika nilai desimalnya
lebih kecil daripada 5, pembulatan ke atas jika nilai desimalnya lebih besar
daripada 5, dan pembulatan ke atas atau ke bawah bisa dilakukan jika nilai
desimalnya 5. Namun, dalam konteks nyata, kaidah itu tidaklah selalu dapat
diterapkan. Contohnya, jika 40 orang yang akan bertamasya diangkut dengan
minibus yang memuat 12 orang, secara matematis minibus yang dibutuhkan
untuk memuat semua orang itu adalah 3,333333. Jumlah itu tentu tidak masuk
akal sehingga dibulatkan ke bawah menjadi 3 minibus. Akan tetapi, jika sebuah
tempat duduk hanya boleh diduduki oleh satu orang saja, artinya ada 4 orang
tidak mendapatkan tempat duduk. Oleh karena itu, jumlah minibus yang
seharusnya dipesan adalah 4 buah. Perlu dicermati bahwa numerasi
membutuhkan pengetahuan matematika yang dipelajari dalam kurikulum. Akan
tetapi, pembelajaran matematika itu sendiri belum tentu menumbuhkan
kemampuan numerasi.

55
2. Ruang Lingkup Literasi dan Numerasi
Kemampuan literasi numerasi sebagai pengetahuan dan kecakapan yang
erat kaitannya dengan pemahaman angka, simbol dan analisis informasi
kuantitatif (grafik, tabel, bagan, dan sebagainya), sangat penting dimiliki
generasi saat ini. Dengan memiliki kemampuan literasi numerasi yang baik,
peserta didik secara cakap mampu mengaplikasikan pengetahuan matematikanya
dalam kehidupan nyata. Modul ini menyajikan materi mengenai literasi
numerasi secara teori dan praktik. Defenisi dan pengertian literasi numerasi
dijelaskan secara mendetail agar pihak yang berkepentingan, dalam hal ini
pemerintah daerah, pengawas, kepala sekolah, guru dan orang tua dengan mudah
memahami.
Tak hanya itu, berbagai strategi pengembangan literasi numerasi jika
diberikan, disertai gambar dan langkap pelaksanaan kegiatan. Penguatan literasi
numerasi peserta didik di sekolah dasar dapat dilaksanakan secara
berkesinambungan dan berjenjang mulai dari tingkat pemerintah daerah, satuan
pendidikan dan kelas. Literasi Numerasi juga dapat dipelajari melalui
pembiasaan, terintegrasi dalam pembelajaran hingga pengembangan pada
ekstrakurikuler. Cakupan literasi numerasi sangat luas, tidak hanya dalam
pelajaran matematika, tetapi juga berkaitan dengan literasi lainnya, misalnya
kebudayaan atau kewarganegaraan. Adapun komponen literasi numerasi dalam
cakupan Matematika, yaitu: bilangan, operasi dan penghitungan, geometri dan
pengukuran, pengolahan data, interpretasi statistik, penalaran spasial, dan pola.
3. Tujuan dan Manfaat Literasi dan Numerasi
Literasi Numerasi erat dengan kehidupan sehari-hari. Anak
membutuhkan kompetensi literasi numerasi untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan mereka.
Tujuan mempelajari literasi numerasi bagi peserta didik adalah sebagai
berikut.
a. Mengasah dan menguatkan pengetahuan dan keterampilan numerasi peserta
didik dalam menginterpretasikan angka, data, tabel, grafik, dan diagram.

56
b. Mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan literasi numerasi untuk
memecahkan masalah dan mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-
hari berdasarkan pertimbangan yang logis.
c. Membentuk dan menguatkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu
mengelola kekayaan sumber daya alam (SDA) hingga mampu bersaing serta
berkolaborasi dengan bangsa lain untuk kemakmuran dan kesejahteraan
bangsa dan negara.
Adapun manfaat mempelajari literasi numerasi bagi peserta didik adalah
sebagai berikut.
a. Peserta didik memiliki pengetahuan dan kecakapan dalam melakukan
perencanaan dan pengelolaan kegiatan yang baik.
b. Peserta didik mampu melakukan perhitungan dan penafsiran terhadap data
yang ada di dalam kehidupan sehari-hari.
c. Peserta didik mampu mengambil keputusan yang tepat di dalam setiap aspek
kehidupannya
4. Strategi Pengembangan Literasi dan Numerasi
1. Tingkat Kelas
a. Pembelajaran matematika, pendekatan pembelajaran matematika di
dalam kelas perlu dilakukan perubahan berikut,
1) menggunakan konteks yang dekat dengan pengalaman keseharian
peserta didik dan senantiasa menghubungkan berbagai topik
matematika dengan situasi dunia nyata,
2) menekankan pada pemahaman konsep dan terutama penalaran di
dalam konteks, dan bukan pada keterampilan hitung atau komputasi
saja.
b. Pembelajaran nonmatematika, memunculkan atau menyisipkan unsur
numerasi di dalam pembahasan mata pelajaran lain sehingga peserta
didik memiliki banyak kesempatan untuk melatih pengetahuan dan
keterampilan matematika di dalam konteks mata pelajaran lain.
c. Berikut ini contoh aktivitas literasi numerasi tingkat kelas.

57
1) Guru sebelum memulai pembelajaran mengaitkan kegiatan peserta
didik sebelum sampai di sekolah, dengan penguatan literasi
numerasi.
2) Penguatan literasi numerasi juga dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan muatan pelajaran yang diajarkan.
2. Tingkat Sekolah
a. Pengayaan numerasi melalui lingkungan fisik
1) Pengembangan sarana penunjang dengan memanfaatkan lingkungan
sekolah sebagai media pembelajaran numerasi sehingga tercipta
ekosistem yang kaya numerasi.
2) Tampilan informasi yang memunculkan numerasi dalam berbagai
konteks. Misalnya, di kamar kecil dapat ditampilkan informasi
mengenai berapa jumlah volume air yang diboroskan jika keran tidak
tertutup penuh dan masih meneteskan air selama satu hari, atau
informasi mengenai bagaimana memperkirakan waktu 20 detik
untuk mencuci tangan dengan sabun sebagai protokol kesehatan.
3) Tampilan informasi yang biasanya hanya dalam bentuk teks, dapat
diperkaya dengan unsur numerasi. Contohnya, staf perpustakaan
dapat menampilkan informasi mengenai jumlah peminjam buku
(berdasarkan genre, gender, dan sebagainya) setiap bulannya dengan
menggunakan diagram lingkaran, tabel, atau grafik.
4) Pemanfaatan fasilitas di sekolah untuk tampilan-tampilan numerasi,
misalnya, alat pengukuran tinggi badan, termometer suhu ruangan,
dan nomor ruang kelas yang menarik.
5) Tersedianya fasilitas atau tampilan-tampilan numerasi di taman
sekolah yang mendorong peserta didik untuk bermain numerasi.
6) Ketersediaan lingkungan atau ruang berkarya untuk numerasi yang
memberikan kesempatan peserta didik untuk berinteraksi melalui
alat matematika dan permainan tradisional maupun permainan papan
(board games) yang membutuhkan dan melatih keterampilan
numerasi. Ruang ini dapat berada di salah satu bagian dari
perpustakaan, ruang kelas khusus, atau bahkan ruang di fasilitas

58
umum atau sosial, misalnya di balai desa, sehingga memberikan
akses bahkan untuk anak prasekolah dan anak pendidikan usia dini.
b. Program Intervensi Untuk peserta didik berisiko tinggi (at-risk), dapat
dibuat program intervensi, misalnya Jam Numerasi yang dikhususkan
untuk melatih kemampuan numerasi peserta didik yang tertinggal.
c. Acara/Program Numerasi Bersama Keluarga Secara berkala, sekolah
dapat mengadakan acara numerasi yang mengundang Peserta didik dan
keluarga dengan topik mengenai numerasi yang menarik dan dapat
dipraktikkan di rumah. Berikut ini ditampilkan beberapa contoh topik,
1) membuat permainan matematika sederhana; Peserta didik dan orang
tua diajarkan membuat beberapa permainan matematika yang dapat
dibawa pulang untuk dimainkan bersama keluarga.
2) numerasi dalam memasak; Peserta didik dan orang tua diajak
memasak bersama dengan memperhatikan resep yang terdapat
berbagai pengukuran bahan masak.
3) Matematika dalam pekerjaan; mengundang seorang tokoh dalam
pekerjaan tertentu dan menjelaskan bagaimana matematika
digunakan dalam pekerjaan tersebut.

59
DAFTRA PUSTAKA

Reitz, Joan M. 2004. Dictionary for library and information science. London:
Librararies Unlimited
Rohman, Asep saeful. 2012. Standard dan model literasi informasi. Makalah seminar
pelatihan instruktur literasi informasi. Tangerang: UPH Karawaci.
Suherman. 2009. Perpustakaan sebagai jantung sekolah. Bandung: MQS Publishing.
Sukaesih. 2012. Literasi informasi dalam bidang akademis.. Makalah seminar Pelatihan
instruktur literasi informasi. Tangerang: UPH Karawaci.
Verna, Naresh Chandra. 2009. Information literacy and life-long learning. Dalam:
Emerging trends and technologies in libraries and onformation services.New
Dwlhi: KBD Publications
Widyawan, Rosa. 2012. Pelayanan referensi berasal dari senyumam. Bandung: Bahtera
Ilmu.
Yulianti. 2011. Implementasi program literasi informasi: studi kasus di Fakultas
komunikasi Universitas Padjadjaran. Tesis Pascasarjana, Bandung :UNPAD

60
GLOSARIUM

Departemen adalah subdivisi fakultas yang mencakup banyak bidang berbeda sesuai
dengan fokus bidang keilmuan masing-masing fakultas.
Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung
nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat,
didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik
Kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang kemampuan yang dibutuhkan
dibutuhkan untuk melakukan atau untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang
dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja.
Literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan
keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan
memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari.
Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang ataupun kelompok
dalam upaya mendewasakan manusia melalui sebuah pengajaran maupun pelatihan.
Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan dan / atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
Ruang lingkup adalah batasan banyaknya subjek yang tercakup dalam sebuah masalah.
Secara umum memiliki makna batasan
Seminar adalah suatu pertemuan yang bersifat ilmiah untuk membahas suatu masalah
tertentu dengan prasarana serta tanggapan melalui suatu diskusi untuk mendapatkan
suatu keputusan bersama mengenai masalah yang diperbincangkan.

61
INDEKS

Literasi; 4:5:6::7:9:10
Informasi ; :4:5:7:9
Numerasi; 54:55;56

62

Anda mungkin juga menyukai