Anda di halaman 1dari 30

TUGAS UJIAN SEMESTER

METODE PENELITIAN HUKUM

“ Tinjauan Yuridis Kode Etik dan Pedoman


Perilaku Hakim ”

Oleh :

Iwayan satya raditya mulyana


1312000318

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SURABAYA
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………………………………….... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………….. 3

C. Tujuan dan Manfaat ………………………………………… 3

1. Tujuan Penelitian ……………………………………… 3

2. Manfaat Penelitian …………………………………….. 3


D. Sistematika Penulisan ………………………………………. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori ……………………………………………… 6

1. Tinjauan Umum Tentang Hakim ……………………….. 6

a. Pengertian Hakim ………………………………….. 6

b. Tugas dan Kewenangan Hakim

di Pengadilan ………………………………………. 7

2. Tinjauan Umum Tentang Kode Etik

dan Pedoman Perilaku Hakim ………………………….. 8

3. Pengawasan Perilaku Hakim oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial ……………….. 12

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ………………………………………………. 13

B. Jenis dan Sumber Data ………………………………………. 13

1. Jenis Data ……………………………………………….. 13

2. Sumber Data ……………………………………………. 15

C. Teknik Pengumpulan Data ………………………………….. 15

D. Analisis Data ………………………………………………… 15

BAB IV PEMBAHASAN

A. Efektifitas Penerapan Kode Etik

dan Pedoman Perilaku Hakim ………………………………. 16

B. Pengawasan Terhadap Perilaku Hakim oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial ……………………. 17


1. Obyek Pengawasan …………………………………….. 18

2. Kewenangan Pengawasan

oleh Mahkamah Agung ………………………………… 19

3. Kewenangan Pengawasan

oleh Komisi Yudisial …………………………………… 20

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran ………………………………………. 24

1. Kesimpulan ……………………………………………... 24

2. Saran ……………………………………………………. 24

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………... iii

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Undang-undang Dasar 1945 pasal 24 telah mengatur tentang Kekuasaan

Kehakiman, merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, bebas dari campur tangan pihak

kekuasaan ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam Undang-
Undang Dasar 1945, dan hakim dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib

menjaga kemandirian Pengadilan.

Tugas dan fungsi Hakim diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 48

Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur tugas pokok hakim

yaitu memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara. Hakim harus bertanggung

jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya serta didalam membuat

pertimbangan hukum Hakim harus berdasarkan pada alasan dan dasar hukum

yang tepat dan benar.

Peran utama kewenangan disidang pengadilan adalah hakim. Hakim

merupakan sosok yang sangat berkuasa didalam sistem peradilan. Adanya

wewenang dan tanggungjawab hakim tersebut, menimbulkan konsekwensi bahwa

kepada Hakim dituntut tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan tugas

menegakkan hukum dan keadilan, dengan tidak membeda-bedakan orang

sebagaimana lafal sumpah hakim yang diucapkan sebelum memangku jabatannya.

Untuk mewujudkan suatu Pengadilan yang mandiri, netral (tidak

memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan berwibawa, yang mampu

menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan,

sehingga Hakim patut menjunjung tinggi kode etik dan pedoman perilaku sebagai

sebagai seorang penegak hukum. Untuk itu, perlu adanya tugas pengawasan

secara internal dan eksternal oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan

Komisi Yudisial Republik Indonesia.


Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah

Agung Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Ketua Komisi

Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik

Dan Pedoman Perilaku Hakim, yang kemudian prinsip-prinsip dasar Kode Etik

dan Pedoman Perilaku Hakim tersebut diimplementasikan dalam 10 (sepuluh)

aturan perilaku, antara lain: (1) Berperilaku Adil, (2) Berperilaku jujur, (3)

Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegrasi Tinggi, (6)

Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisiplin Tinggi,

(9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap Profesional.

Dari hal-hal penting dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, sesuai

dengan judul tugas ini, Penulis cukup hanya akan menyoroti tentang bagaimana

independensi hakim dalam memberikan putusan di Pengadilan yang didasarkan

atas asas-asas kekuasaan kehakiman.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perlu kiranya penulis

melakukan pembahasan permasalahan antara lain:

A. Bagaimanakah efektifitas penerapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku

Hakim?

B. Bagaimanakah pengawasan terhadap perilaku Hakim oleh Mahkamah Agung

dan Komisi Yudisial?


C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah seperti yang diuraikan diatas, penulisan

karya tulis ilmiah ini bertujuan sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui aturan-aturan mengenai perilaku dan kode etik dalam

rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat Hakim demi

mewujudkan penegakan hukum dan keadilan di Negara Republik Indonesia.

2) Untuk mengetahui fungsi pengawasan terhadap perilaku Hakim oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam sistem Ketatanegaraan

Republik Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah yang penulis lakukan

adalah sebagai berikut:

1) Manfaat Teoritis

a. Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian secara ilmiah dan

merumuskan hasil-hasil penelitian tersebut ke dalam bentuk tulisan karya

ilmiah.

b. Menerapkan teori-teori yang telah diperoleh dari bangku perkuliahan dan

menghubungkan dengan praktik di lapangan.


c. Untuk memperoleh manfaat ilmu pengetahuan dibidang hukum dengan

mempelajari literatur yang ada dikombinasikan dengan perkembangan

hukum yang timbul dalam masyarakat.

2) Manfaat Praktis

Agar penelitian yang dilakukan ini dapat berguna bagi para pihak yang

terkait dalam pelaksanaan tugasnya masing-masing.

D. Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan karya tulis ilmiah ini ada 5 (lima) bab, yang terdiri

dari:

Bab I Pendahuluan, didalamnya berisi uraian latar belakang, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan

karya ilmiah yang bertujuan untuk mengantarkan pikiran pembaca ke

pokok permasalahan yang akan dibahas.

Bab II Tinjauan Pustaka, didalamnya berisi kerangka teori yang memaparkan

mengenai tinjauan umum tentang Hakim dan tinjauan umum tentang

kode etik dan pedoman perilaku Hakim serta pengawasan Hakim oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Bab III Metode Penelitian, didalamnya berisi tentang tipe penelitian yang

digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, baik secara normatif

atau sosiologis (empiris).

Bab IV Pembahasan, didalam bab ini berisi hasil analisa data yang menguraikan

tentang efektifitas penerapan kode etik dan pedoman perilaku Hakim


serta pengawasan terhadap perilaku Hakim oleh Mahkamah Agung dan

Komisi Yudisial.

Bab V Penutup, adalah bab terakhir dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, yang

berisi kesimpulan dan saran. Merupakan cakupan yang dibahas secara

sederhana dan terperinci guna menjelaskan rangkuman dari seluruh

intisari.

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim

a) Pengertian Hakim

Pejabat penegak hukum yang paling dominan dalam pelaksanaan

penegakan hukum ialah Hakim. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan

putusan terhadap suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas

hakim terhadap nilai-nilai keadilan. Kedudukan Hakim berbeda dengan pejabat-

pejabat yang lain, ia harus benar-benar menguasai hukum, bukan sekedar

mengandalkan kejujuran dan kemauan baiknya. Wirjono Prodjodikoro

berpendapat bahwa perbedaan antara pengadilan dan instansi-instansi lain ialah,

bahwa pengadilan dalam melakukan tugasnya sehari-hari selalu secara positif dan

aktif memperhatikan dan melaksanakan macam-macam peraturan hukum yang

berlaku dalam suatu Negara. Di bidang hukum pidana, hakim bertugas

menerapkan apa in concreto ada oleh seorang terdakwa dilakukan suatu perbuatan

melanggar hukum pidana. Untuk menetapkan ini oleh hakim harus dinyatakan

secara tepat Hukum Pidana yang mana telah dilanggar ( Wirjono Prodjodikoro,

1974: 26-27).

Pengertian Hakim terdapat dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang

menyebutkan bahwa Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi

wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili. Selain di dalam KUHAP,

pengertian hakim juga terdapat dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 4 Tahun

2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa

hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam

undang-undang.
Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim yang memimpin jalannya

persidangan harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa

yang diwakili oleh penasihat hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu

pula kepada penuntut umum. Dengan demikian diharapkan kebenaran materil

akan terungkap, dan hakimlah yang bertanggung jawab atas segala yang

diputuskannya.

b) Tugas dan Kewenangan Hakim di Pengadilan

Tugas pokok dari pada hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili

serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam perkara

perdata, Hakim harus membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-

kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya

peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Hakim juga tidak boleh

menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara dengan dalih bahwa

hukum tidak atau kurang jelas, melainkan ia wajib untuk memeriksa dan

mengadilinya.

Hakim berwenang untuk menolak permohonan penundaan sidang dari para

pihak, kalau ia beranggapan bahwa hal tersebut tidak diperlukan. Hasil putusan

diserahkan kepada timbangan dan hati-hatinya hakim untuk menentukan harga

suatu pengakuan dengan lisan, yang diperbuat di luar hukum.

2. Tinjauan Umum Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dijadikan

pedoman oleh setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi scbagai

Hakim.
Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran dari

kode etik profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik

dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran

maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat

memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada

hukum.

Hal ini tertuang dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung

Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Ketua Komisi Yudisial

Republik Indonesia Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Dan

Pedoman Perilaku Hakim, yang kemudian prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan

Pedoman Perilaku Hakim tersebut diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan

perilaku sebagai berikut:

(1) Berperilaku adil

Adil bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan

yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang

sama kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling

mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberi kesempatan

yang sama (equality and fairness) terhadap setiap orang. Oleh karenanya,

seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di bidang peradilan yang

memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan benar harus selalu

berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan orang.

(2) Berperilaku Jujur


Kejujuran bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar

adalah benar dan yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong terbentuknya

pribadi yang kuat dan membangkitkan kesadaran akan hakekat yang hak dan yang

batil. Dengan demikian, akan terwujud sikap pribadi yang tidak berpihak terhadap

setiap orang baik dalam persidangan maupun diluar persidangan.

(3) Berperilaku Arif Dan Bijaksana

Arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-

norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma

keagamaan, kebiasan-kebiasan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi

dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya.

Perilaku yang arif dan bijaksana mendorong terbentuknya pribadi yang

berwawasan luas, mempunyai tenggang rasa yang tinggi, bersikap hati-hati, sabar

dan santun.

(4) Bersikap Mandiri

Mandiri bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain,

bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap

mandiri mendorong terbentuknya perilaku Hakim yang tangguh, berpegang teguh

pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan

hukum yang berlaku.

(5) Berintegritas Tinggi

Integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur

dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia

dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam
melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang

berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan

tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu

berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan

terbaik.

(6) Bertanggung jawab

Bertanggungjawab bermakna kesediaan untuk melaksanakan sebaik-

baiknya segala sesuatu yang menjadi wewenang dan tugasnya, serta memiliki

keberanian untuk menanggung segala akibat atas pelaksanaan wewenang dan

tugasnya tersebut.

(7) Menjunjung tinggi harga diri

Harga diri bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan

kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap orang.

Prinsip menjunjung tinggi harga diri, khususnya Hakim, akan mendorong dan

membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehingga terbentuk pribadi yang

senantiasa menjaga kehormatan dan martabat sebagai aparatur Peradilan.

(8) Berdisiplin tinggi

Disiplin bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang

diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan

masyarakat pencari keadilan. Disiplin tinggi akan mendorong terbentuknya

pribadi yang tertib di dalam melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian dan

berusaha untuk menjadi teladan dalam lingkungannya, serta tidak

menyalahgunakan amanah yang dipercayakan kepadanya.


(9) Berperilaku Rendah Hati

Rendah hati bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh

dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan

mendorong terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar,

menghargai pendapat orang lain, menumbuh kembangkan sikap tenggang rasa,

serta mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas di dalam

mengemban tugas.

(10) Bersikap profesional

Profesional bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk

melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung

oleh keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas. Sikap

profesional akan mendorong terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan

mempertahankan mutu pekerjaan, serta berusaha untuk meningkatkan

pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya mutu hasil

pekerjaan, efektif dan efisien.

3. Pengawasan Perilaku Hakim oleh Mahkamah Agung dan Komisi

Yudisial

Istilah “pengawasan” yang dikenal dan dikembangkan dalam ilmu

manajemen merupakan salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan. Pengawasan


pada hakikatnya adalah suatu tindakan menilai apakah telah berjalan sesuai

dengan yang telah ditentukan. Dengan pengawasan akan ditemukan kesalahan-

kesalahan yang akan dapat diperbaiki dan yang terpenting jangan sampai

kesalahan yang sama terulang lagi.

Pengawasan pelaksanaan tugas para hakim, dilakukan melalui dua jenis

pengawasan yaitu: Pertama, pengawasan internal yang dilakukan oleh Badan

Pengawas pada Mahkamah Agung. Pengawasan internal ini berfungsi sebagai

pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas peradilan di semua tingkatan dan di

seluruh wilayah hukum peradilan Republik Indonesia. Kedua, pengawasan

eksternal yang dilakukan oleh komisi independen yaitu Komisi Yudisial.

Keberadaan pengawas eksternal ini penting agar proses pengawasan dapat benar-

benar bertindak obyektif untuk kepentingan pengembangan sistem peradilan yang

bersih, efektif, dan efesien.

Kemandirian hakim dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara

harus tetap terjaga, dipertahankan dan dihormati oleh semua lembaga Negara,

termasuk Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. (Titik Triwulan Tutik, 2007 :

168)

BAB III

Metode Penelitian
A. Tipe Penelitian

Ditinjau dari sudut tujuan penelitian hukum, terdapat dua tipe metode

penelitian, yaitu, penelitian hukum normatif atau kepustakaan, dan penelitian

hukum sosiologis atau empiris. Penelitian hukum normatif yang diteliti hanya

bahan pustaka atau data sekunder. ”Pada penelitian hukum sosiologis atau empiris

maka yang diteliti adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan

penelitian terhadap data primer dilapangan atau terhadap masyarakat”. (Soerjono

Soekanto, 1942 : 51)

Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah, penelitian yang

dilakukan termasuk dalam kategori penelitian hukum normatif atau penelitian

hukum kepustakaan. Penelitian Hukum normatif memiliki definisi yang sama

dengan penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang

fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan

sekunder (Johny Ibrahim, 2006:44).

B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

1) Data Primer

Merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif , artinya mempunyai

otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan

resmi, atau risalah di dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah:


 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman.

 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi

Yudisial.

 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:

047/KMA/SKB/IV/2009 dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia

Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku

Hakim.

2) Data Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141) Bahan

hukum sekunder sebagai pendukung dari data yang digunakan dalam penelitian

ini ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel,

internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian

ini

2. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini, yaitu:

1) Sumber Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu hasil informasi yang

didapat melalui pemantauan secara langsung melalui media elektronik terkait


penerapan kode etik dan pedoman perilaku hakim serta fungsi pengawasan

oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

2) Sumber Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu sumber data yang

diperoleh dari hasil penelaahan beberapa literatur dan sumber bacaan lainnya

yang dapat mendukung penulisan karya tulis ilmiah ini.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah

dengan: Teknik Kepustakaan, yaitu suatu teknik penelaahan normatif dari

beberapa peraturan perundang-undangan dan berkas-berkas putusan yang terkait

dengan judul karya tulis ilmiah ini serta penelaahan beberapa literatur seperti:

buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan

sumber lainnya yang yang relevan dengan materi yang dibahas.

D. Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini disusun dan dianalisis

secara kualitatif, kemudian selanjutnya data tersebut diuraikan secara deskriptif

guna memperoleh gambaran yang dapat dipahami secara jelas dan terarah untuk

menjawab permasalahan yang penulis teliti.

BAB IV

Pembahasan

A. Efektifitas Penerapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim


Penerapan Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan

Komisi Yudisial Republik Indonesia merupakan implementasi dari Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 41 ayat (3),

yang menyebutkan: “Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ditetapkan oleh

Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung”.

Efektif atau tidaknya Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi

Yudisial tersebut salah satunya dapat kita lihat dari data Hukuman Disiplin Hakim

oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung.

Dari data tersebut, jenis hukumannya dikategorikan menjadi 4 (empat),

yaitu:

1) Hukuman disiplin berat, berupa tidak diperkenankan menangani perkara

selama 1 tahun dengan akibat hukum dikurangi tunjangan remunerasi selama

12 bulan sebesar 100% tiap bulan.

2) Hukuman disiplin, berupa:

a) Pembebasan jabatan dan dimutasikan.

b) Pembebasan jabatan dan dipindahkan dengan akibat hukuman dikurangi

tunjangan khusus remunerasi selama 12 bulan sebesar 100% tiap bulan.

3) Hukuman disiplin sedang, berupa tidak diperkenankan menangani perkara

selama 6 bulan dengan akibat hukum dikurangi tunjangan remunerasi selama

6 bulan sebesar 90% tiap bulan.

4) Hukuman disiplin ringan, berupa:

a) Teguran lisan dengan tanpa dikurangi tunjangan remunerasi.


b) Teguran tertulis dengan akibat hukum dikurangi tunjangan remunerasi

selama 3 bulan sebesar 75% tiap bulan.

c) Pernyataan tidak puas secara tertulis dengan akibat hukum dikurangi

tunjangan remunerasi selama 3 bulan sebesar 75% tiap bulan.

Data tersebut mencerminkan keseriusan dalam menerapkan fungsi

pengawasan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Hal ini akan membuat

efek jera (determinasi) bagi Hakim-hakim lain sehingga akan berpikir dua kali

untuk berbuat hal-hal yang menyalahi daripada kode etik dan pedoman perilaku

hakim itu sendiri, sehingga akan terciptalah suatu keadilan.

B. Pengawasan Terhadap Perilaku Hakim oleh Mahkamah Agung dan

Komisi Yudisial

Pembagian fungsi pengawasan perilaku hakim oleh Mahkamah Agung dan

Komisi Yudisial dimana pengawasan secara internal oleh Mahkamah Agung dan

pengawasan secara eksternal oleh Komisi Yudisial seperti yang telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 39

ayat (3) dan pasal 40 ayat (1), yang menyebutkan: “Pengawasan internal atas

tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung” dan “Dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim

dilakukan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial”.

1. Obyek Pengawasan

Ada tiga hal yang menjadi obyek pengawasan terhadap kinerja hakim

(MARI, 2004 : 80-81), yaitu:


a. Pengawasan bidang teknis peradilan atau teknis yustisial.

Yang dimaksud dengan teknis peradilan adalah segala sesuatu yang

menjadi tugas pokok hakim, yaitu menerima, memeriksa, mengadili dan

menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Dalam kaitan ini termasuk pula

bagaimana terlaksananya putusan tersebut. Jadi tujuan pengawasan dalam konteks

ini adalah adanya peningkatan kualitas putusan hakim.

b. Pengawasan bidang administrasi peradilan.

Sedang yang dimaksud dengan administrasi peradilan adalah segala

sesuatu yang menjadi tugas pokok kepaniteraan lembaga pengadilan. Administrasi

peradilan disini harus dipisahkan dengan administrasi umum yang tidak ada

sangkutpautnya dengan suatu perkara di lembaga pengadilan tersebut.

Administrasi peradilan erat kaitannya terhadap teknis peradilan. Suatu putusan

pengadilan tidak akan sempurna apabila masalah administrasi peradilan diabaikan.

c. Pengawasan terhadap perbuatan pejabat peradilan.

Pengawasan model ketiga ini adalah pengawasan terhadap tingkah laku

perbuatan (pekerjaan) pejabat pengadilan dan para hakim panitera, yang

mengurangi kewajaran jalannya peradilan dilakukan berdasarkan temuan-temuan,

penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh hakim dan pejabat

kepaniteraan, baik yang dikemukakan atas dasar laporan hasil pengawasan

internal maupun atas laporan masyarakat media massa, dan lain-lain pengawasan

internal.

2. Kewenangan Pengawasan oleh Mahkamah Agung


Salah satu fungsi Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah fungsi

pengawasan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang

kekuasaan kehakiman yaitu dalam Bab VI Pasal 39 ayat (1) yang menyebutkan:

“Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan

peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan

kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung”.

Pelaksanaan pengawasan juga bersandar pada Pasal 32 Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang menyatakan sebagai

berikut :

a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan

peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam

menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.

b. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan

tugas administrasi dan keuangan.

c. Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang

bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua badan peradilan yang berada

di bawahnya.

d. Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan

kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya.

Pengawasan yang dilakukan Mahkamah Agung tersebut tidak boleh

mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Dari

ketentuan diatas maka terlihat bahwa yang harus diawasi oleh Mahkamah Agung

adalah jalannya peradilan (rechstsgang) dengan tujuan agar jalannya


diselenggarakan oleh pejabat pengadilan peradilan dapat dengan seksama dan

sewajarnya.

Mahkamah Agung adalah pengawas tertinggi jalannya peradilan, namun

demikian Mahkamah Agung dapat mendelegasikan kewenangannya pada

pengadilan tingkat banding berdasarkan asas sederhana, cepat dan biaya ringan.

Dengan asas ini memungkinkan pendelegasian kewenangan pengawasan tersebut.

Didalam praktek selama ini Mahkamah Agung dalam melaksanakan pengawasan

telah mendelegasikan kepada para ketua Pengadilan Tinggi di semua lingkungan

peradilan.

3. Kewenangan Pengawasan Oleh Komisi Yudisial

Konsekuensi logis sebuah negara hukum yang telah dipilih Indonesia

berakar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar

hukum yang baik dan adil. Salah satu lembaga yang memiliki peranan yang

sangat urgent dan mutlak diperlukan dalam struktur negara modern dan mewadahi

salah satu komponen dalam negara hukum adalah kekuasaan kehakiman yang

bebas, mandiri dan bertanggung jawab. Kekuasaan kehakiman berfungsi sebagai

lembaga pengontrol terhadap berlakunya hukum ini sehingga mutlak diperlukan

suatu lembaga kekuasaan kehakiman yang tidak hanya sekedar ada, memiliki

fasilitas yang diperlukan ataupun mampu menyelesaikan perkara yang muncul

tetapi lebih dari itu juga harus bersyaratkan sebuah predikat yang bersih dan

berwibawa dalam rangka mewujudkan penegakan hukum dan keadilan.


Sejarah telah membuktikan bahwa Kekuasaan kehakiman yang mandiri

sebagai sebuah cita-cita yang harus dijunjung tinggi dalam negara hukum

Indonesia telah kehilangan alamnya.

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial,

menyatakan:

a. Mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat;

dan

b. Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku

hakim.

Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam sistem seleksi dan

rekruitmen hakim agung yang disamping hakim karier, juga berasal dari non-

hakim seperti praktisi, akademisi dan lain-lain asal memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Kehadiran Komisi Yudisial di

Indonesia juga didasari pemikiran bahwa hakim agung yang duduk di Mahkamah

Agung merupakan figur yang sangat menentukan dalam penegakan hukum dan

keadilan.

Sementara itu khusus yang berkaitan dengan kewenangan kedua yaitu

menjaga martabat serta dan menegakkan kehormatan, keluhuran perilaku hakim,

bertitik tolak pada fakta bahwa diantara para penegak hukum yang lain, posisi

hakim adalah istimewa. Hakim adalah konkretisasi hukum dan keadilan yang

abstrak. Hal ini berkaitan dengan tugas hakim seperti yang digariskan dalam

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu

sebagai berikut:
Pertama, tugas peradilan (teknis yustisial) diantaranya:

a) Menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap

perkara yang diajukan kepadanya;

b) Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang

(Pasal 4 ayat (1));

c) Membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya

mengatasi hambatan dan rintangan demi tercapainya peradilan yang

sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 ayat (2));

d) Melarang menolak suatu perkara untuk diperiksa dan diadili yang

diajukan dengan dalih belum hukumnya tidak/kurang jelas,

melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 ayat (1)).

Kedua, tugas yuridis, yaitu memberi keterangan, pertimbangan dan nasihat

masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan

diatur dalam undang-undang (Pasal 22 ayat (2)).

Ketiga, tugas akademis ilmiah dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu hakim

wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 5 ayat (1)).

Dalam kerangka tugas-tugas hakim seperti yang digariskan Undang-

Undang tersebut, Komisi Yudisial melakukan pengawasan terhadap perilaku

hakim. Jadi Komisi Yudisial merupakan lembaga pengawas ekstern dan bersifat

independen. Sedangkan Mahkamah Agung melakukan pengawasan intern

terhadap hakim.
Selain pengawasan internal dan eksternal, dalam masyarakat juga

berkembang ide pengawasan oleh masyarakat. Laporan masyarakat mengenai

dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim memiliki peran yang sangat

penting karena masyarakat adalah pihak yang berinteraksi langsung dengan hakim

ketika berperkara di pengadilan. Selain itu Komisi Yudisial juga dapat

memperoleh informasi mengenai dugaan pelanggaran perilaku hakim dari surat

kabar atau media massa.

Media massa harus dianggap sebagai bagian atau wakil masyarakat.

Dengan demikian pemberitaan media massa tentang penyimpangan perilaku

hakim juga harus ditindaklanjuti dengan cara yang sama seperti halnya jika

Komisi Yudisial mendapatkan dugaan pelanggaran perilaku yang berasal dari

masyarakat.

BAB V

Penutup

A. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
Wewenang Mahkamah Agung dalam pengawasan Hakim secara internal

dan Komisi Yudisial dalam pengawasan Hakim secara eksternal adalah bertujuan

untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran dan martabat serta

perilaku hakim. Salah satu faktor rendahnya mentalitas dan moralitas haikm

karena para hakim terbebas dari pengawasan yang efektif. Dengan kata lain

lemahnya pengawasan terhadap hakim dapat mendorong hakim bisa berbuat

apapun, apalagi yang menguntungkan dirinya. Karena itu, diperlukan peran

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam mengawasi perilaku hakim.

Supaya hakim bisa menjalankan tugas fungsinya secara efektif, terutama dalam

hal mengambil keputusan dan memberi jalan kepada orang-orang yang mencari

keadilan.

2. Saran

Saran-saran yang akan penulis sampaikan melalui karya tulis ilmiah ini,

antara lain yaitu:

a. Seyogyanya, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dapat bersama-sama

bahu-membahu dalam meningkatkan pengawasan dan menegakkan kode etik

dan pedoman perilaku hakim sehingga akan tercipta peradilan yang

berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Masyarakat agar tidak bersikap pasif, tetapi ikut aktif dalam pengawasan

perilaku hakim sehingga tidak ada lagi pelanggaran hak seperti yang sering

terjadi di peradilan.
DAFTAR PUSTAKA

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi

Yudisial

 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:

047/KMA/SKB/IV/2009 dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia

Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku

Hakim

 Lestaluhu, SH.MH, Rajab. 2013. Bahan Ajar “Metode Penelitian Hukum”.

Sorong : Fakultas Hukum UMS

 Prim Fahrur Razi, S.H., Sengketa Kewenangan Pengawasan Antara

Mahkamah Agung Dan Komisi Yudisial (Tesis), tersedia di

http://www.google.com

 Ayu Yustisia, Pengawasan Perilaku Hakim Oleh Majelis Kehormatan Hakim

Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Skripsi), tersedia di

http://www.google.com

 Panji Widiyanto Wicaksono, Aspek Hukum Pembuktian Tindak Pidana

Penipuan Melalui Media Elektronika (Skripsi), tersedia di

http://www.google.com

 Raharjo Kurniawan, Analisis Penerapan Ketentuan Pidana Minimal Oleh

Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Dalam Persidangan Perkara Korupsi

(Skripsi), tersedia di http://www.google.com

 Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Hukuman Disiplin Hakim (Data

Periode Oktober-Desember 2011), tersedia di http://www.google.com


 http://peradilan-di-indonesia.blogspot.com/2012/06/tugas-seorang-hakim-
pengadilan-negeri.html

Anda mungkin juga menyukai