Anda di halaman 1dari 34

EVALUASI NILAI GIZI PATI

1
PRE-LAB
1. Sebutkan prinsip pengukuran daya cerna pati secara in vitro?
Pengukuran daya cerna pati secara in vitro memiliki prinsip menghidrolisis pati
dengan cara meraksikan sampel dengan enzim α-amilase. Semakin tinggi daya cerna pati
maka semakin tinggi juga pati diubah menjadi glukosa, yang berarti semakin tinggi juga
kemampuan pati untuk meningkatkan glokosa darah. Sedangkan semakin rendah daya
cerna pati maka semakin tinggi kadar pati resisten (RS) dan kemungkinan pati tersebut sulit
dicerna atau tidak bisa dicerna (Ulfa, 2017).

2. Enzim apa yang digunakan pada pengukuran daya cerna pati secara in vitro? (a).
jelaskan fungsinya (b)! , kondisi optimum bagi enzim tersebut (c)!
Enzim yang digunakan pada pengukuran daya cerna pati secara in vitro adalah
enzim yang dapat memecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil seperti enzim α-amilase.
Enzim α-amilase ini berfungsi untuk memecah karbohidrat menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana. Kondisi optimum aktivitas enzim α-amilase yaitu saat berada pada pH
mendekati netral, yaitu pH 6. Sedangkan untuk suhu optimum aktivitas enzim α-amilase
yaitu pada suhu 55°C (Rafsen, 2018).

3. Bagaimana cara menetukan gula reduksi hasil hidrolisis (cerna) pati dalam pengujian
daya cerna pati secara in vitro tersebut? Jelaskan prinsipnya!
Pati pada bahan atau sampel terhidrolisis dengan enzim a-amilase dan akan
terbentuk amilosa rantai pendek, oligosakarida, maltosa, dan maltotriosa. Peningkatan
amilosa rantai pendek akan menambah kadar gula pereduksi (Ulfa, 2017).
TINJAUAN PUSTAKA
- Pati
Pati merupakan polimer alami yang biasanya diisolasi dari komoditas seperti beras,
jagung, gandum, dan kentang. Pati banyak digunakan dalam industri pangan dan
merupakan salah satu komponen penting dalam suatu produk pangan. Sifat fungsional
pati merupakan hal yang diharapkan dalam penggunaan pati untuk produk pangan.
Karakteristik yang biasa diharapkan dari pati pada produk pangan adalah thickening,
gelling, adhesive, binding, stabilitas terhadap asam dan panas (Damat dkk, 2018).
- Tepung Gaplek / Singkong
Tepung singkong atau yang biasanya dikenal dengan tepung gaplek merupakan
tepung yang terbuat dari singkong yang telah mengalami fermentasi. Singkong yang telah
mengalami fermentasi tersebut kemudian dikeringkan dan digiling menjadi hingga menjadi
tepung. Tepung ini biasa digunakan sebagai tepung substitusi karena mengandung kalsium
dan karbohidrat yang tinggi. Tepung singkong ini menyerupai tepung terigu tetapi tidak
memiliki kandungan gluten (Hernawan, 2014).
- Tepung Tapioka / Pati Singkong
Tepung ta[ioka atau yang biasanya dikenal dengan sebutan tepung kanji merupakan
tepung yang terbuat dari pati singkong. Tepung ini memiliki sifat yang mirip seperti
tepung sagu. Karakteristik dari tepung ini yaitu akan bertekstur seperti gel dan lengket
seperti lem saat bertemu dengan air dan dikenai panas (Wibowo & Susiasih, 2015).
- Pati Modifikasi Oksidasi
Pati modifikasi oksidasi merupakan pati yang telah mengalami perlakuan kimia secara
terkendali. Perlakuan ini aka mengubah satu atau lebih sifat awal pati tersebut. Pati yang
telah termodifikasi secara kimiawi biasa disebut dengan derivat pati. Biasanyapati
modifikasi oksidasi dilakukan untuk mendapatkan pati yang memiliki sifat viskositas
rendah, kecepatan retrogradasi rendah, cepat tergelatinisasi, memiliki kejerniha yang
lebih baik, dan saat suhu dingin tidak membentuk gel yang rigid (Damat dkk, 2018).
- Pati Modifikasi Silang
Pati modifikasi silang merupakan pati modifikasi kimia. Hasil dari pati modifikasi ini
akan lebih tahan terhadap asam, Pati modifikasi silang ini umumnya diproduksi dengan
mereaksikan granula pati dan reagen multifungsi yang dapat membentuk hubungan antar
molekul ester atau ester antara kelompok hidroksil molekul pati (Widyaningsih dkk,
2017).
- Reagen DNS
Reagen DNS (Dinitrosilat) merupakan reagen yang dapat bereaksi redoks dengan
gula pereduksi. DNS akan tereduksi membentuk 3-amino-5-nitrosilat dan gugus aldehid
yang bertindak sebagai pereduksi akan teroksidasi menjadi karboksil. Jika terdapat gula
pereduksi pada suatu sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna kuning menjadi
berwarna jingga kemerahan. Reaksi ini berlangsung pada suhu 100°C dalam suasana
basa. Jika pada sampel mengandung gula pereduksi yang semakin banyak maka
bsorbansinya akan semakin tinggii juga (Ruswandi dkk, 2018).
- Enzim Alfa Amilase
Enzim α-amilase merupakan enzim ekstraseluler. Enzim ini termasuk kategori
endoenzim. Hal inidikkarenakan pemotongan pati oleh enzim dilakukan secara acak di
dalam. Enzim α-amilase mampu memotong ikatan 1,4-α-D-glikosidik antar monomer
glukosa pada rantai linier amilosa. Enzim ini tersusun atas protein (Hidayat dkk, 2016).
- Glukosa
Glukosa memiliki rumus kimia C6H12O6 yang merupakan aldoheksosa atau gula
monosakarida yang mimiliki 6 atom kabon dan grup aldehid. Glukosa merupakan sumber
energy utama untuk metabolism sel. Glukosa merupakan blok bangunan untuk komponen
karbohidrat yang lebih besar seperti sukrosa, selulosa, pati ataupun glikogen (Benardot,
2011).
- STPP
Sodium tripofosfat (STPP) merupakan salah satu bahan tambahan pangan. STPP biasa
digunakan dalam pati modifikasi silang. Dalam industri pangan, STPP biasa digunakan
sebagai pengawet dan pembentuk tekstur. Selain itu STPP juga biasa digunakan sebagai
pengemulsi, penstabil, pengental pada susu evaporasi, dll (Maharani dkk, 2017).
- H2O2
Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan salah satu oksidator kuat yang cukup sering
digunakan dalam modifikasi pati. Selain itu hydrogen peroksida merupakan oksidator
yang paling baik untuk lingkunga. Hal ini dikarenakan hydrogen peroksida terdekomposisi
menjadi oksigen dan air (Anindya & Haryadi, 2014).
- Na Asetat
Na asetat atau natrium asetat memiliki rumus kimia CH3COONa. Natrium asetat ini
termasuk dalam jenis garam organik. Umumnya natrium asetat memiliki bentuk kristal
berwarna putih, tidak berwarna dan tidak berbau. Natrium asetat biasa digunakan
sebagai bahan tambahan pangan yaitu sebagai pengawet. Garam ini dapat menahan
pertumbuhan khamir dan kapang pada pangan, namun garam ini lebih efektif untuk
menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri (Hendra dkk, 2017).
DIAGRAM ALIR EVALUASI NILAI GIZI PATI
 Preparasi
A. Tepung Singkong Pasta
Tepung Singkong

Ditimbang 5 gram pada timbangan analitik

Dimasukkan dalam beaker glass 250 ml

50 ml Akuades

Dipanaskan pada suhu 100oC sampai tergelatinisasi (menjadi bening)

Hasil

B. Pati Singkong Pasta

Tepung Tapioka

Ditimbang 5 gram pada timbangan analitik

Dimasukkan dalam beaker glass 250 ml

50 ml Akuades

Dipanaskan pada suhu 100oC sampai tergelatinisasi

Hasil
C. Tapioka Modifikasi Oksidasi dalam Bentuk Pasta

Tepung Tapioka

Ditimbang 5 gram pada timbangan analitik


50 ml Akuades
Dimasukkan dalam beaker glass 250 ml

2,5 ml H2O2

Dihomogenkan

Dibiarkan selama 12 jam

Dicuci dengan air bersih sebanyak 2 kali

Endapan pati termodifikasi

50 ml Akuades
Dipanaskan pada suhu 100oC sampai tergelatinisasi

Hasil
D. Tapioka Modifikasi Pengikatan Silang dalam Bentuk Pasta

Tepung Tapioka

Ditimbang 5 gram pada timbangan analitik


50 ml Akuades
E.
Dimasukkan dalam beaker glass 250 ml

0,5 gram STPP

Dihomogenkan

Dibiarkan selama 12 jam

Dicuci dengan air bersih sebanyak 2 kali

Endapan pati F.
termodifikasi
G.

50 ml Akuades
Dipanaskan pada suhu 100oC sampai tergelatinisasi

Hasil
 Prosedur Kerja Penentuan Daya Cerna Pati
Suspensi Tepung
15 ml buffer Na-asetat
10 ml larutan enzim (0.2 M, pH 5.2)

Dimasukkan sebanyak 200 mg ke dalam erlenmeyer

Diinkubasi dalam Waterbath Shaker pada suhu 37oC dengan kecepatan sedang

Diambil 3 ml larutan yang telah dihidrolisis setiap selang waktu

Menit ke-10 Menit ke-40 Menit ke-90 Menit ke-180

Menit ke-20 Menit ke-60 Menit ke-120

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit

Didinginkan

Hasil

 Penentuan Gula Reduksi Hasil Hidrolisis Pati Metode DNS

Sampel (Hasil Uji Daya Cerna Pati)

3 ml reagen DNS
Ditutup dengan alumunium foil

Dipanaskan dalam penangas air pada suhu 90oC selama 10 menit

Didinginkan

Diukur absorbansi dengan spektrofotometer pada Panjang gelombang 575 nm

Hasil
 Pembuatan Blanko
Akuades
15 ml buffer Na-asetat
10 ml larutan enzim (0.2 M, pH 5.2)

Dimasukkan sebanyak 0,2 ml ke dalam erlenmeyer

Diinkubasi dalam Waterbath Shaker selama 30 menit pada suhu 37oC

Diambil 3 ml

Dimasukkan dalam tabung reaksi

Dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit

Didinginkan
3 ml reagen DNS
Dimasukkan dalam tabung reaksi

Ditutup dengan alumunium foil

Dipanaskan pada suhu 90oC selama 10 menit

Didinginkan

Diukur absorbansi dengan spektrofotometer pada Panjang gelombang 575 nm

Hasil
ANALISA PROSEDUR

Tahapan Pertanyaan
Apakah fungsi penambahan
akuades?

Akuades berfungsi untuk


membuat pasta tepung
singkong.

Apakah fungsi pemanasan


setelah penambahan
akuades?

Pemanasan berfungsi untuk


membuat tepung yang telah
ditambah aquades
tergelatinisasi.

Apakah fungsi penambahan


H2O2?

H2O2 berperan sebagai


oksidator kuat yang berfungsi
untuk mengubah gugus
hidroksil menjadi karboksil.

Apa fungsi pembiaran selama


12 jam?

Hal ini berfungsi untuk


memberi waktu untuk pati
mengendap sempurna.
Apakah fungsi penambahan
STPP?

STPP berfungsi sebagai cross


link agent yang dapat
mengubah struktur pati
menjadi memiliki ikatan silang
dan mencegah retrogradaasi
pati.

Apa fungsi pencucian


sebanyak 2 kali?

Pencucian berfungsi untuk


menghilangkan sisa-sisa
reagen atau zat-zat lain yang
tidak diinginkan.

Apa fungsi penambahan


larutan enzim?

Penambahan larutan enzim


berfungsi untuk memecah pati
menjadi senyawa yang lebih
sederhana.

Apa fungsi penambahan


buffer Na-asetat (0.2 M, pH
5.2)?

Penambahan buffer Na-


asetat berfungsi untuk
membentuk kondisi optimal
aktivitas enzim.

Apa fungsi variasi waktu


pada saat inkubasi dalam
Waterbath Shaker?

Variasi waktu inkubasi


berfungsi untuk mengetahui
kadar pati cepat dicerna,
pati lambat dicerna, dan pati
resisten.

Apa fungsi pemanasan


tabung reaksi selama 5 menit?

Pemanasan tabung reaksi


selama 5 menit berfungsi
untuk menginaktivasi enzim.

Apa fungsi penambahan


reagen DNS?

Penambahan reagen DNS


berfungsi untuk menghentikan
kerja enzim amilase dan juga
sebagi indikator warna.

Apakah fungsi pemanasan


pada suhu 90 selama 10
menit?

Pemanasan tersebut berfungsi


untuk mempercapat reaksi
perubahan warna, selain itu
suhu 90 merupakan suhu
optimal untuk aktivitas reagen
DNS.
DATA HASIL PRAKTIKUM

1. Tuliskan data pengukuran kadar glukosa standar untuk kurva standar !

Kadar glukosa standar


Absorbansi
(mg/100 ml)
0 0
0,02 0,251
0,04 0,417
0,06 0,582
0,08 0,678
0, 1 0,765

2. Buatlah kurva standar kadar glukosa!

Persamaan regresi: y = 7,53X + 0,0723


3. Tuliskan data hasil pengujian kadar glukosa sampel hasil hidrolisis enzim!

Jenis Sampel Waktu (Menit) Absorbansi Kadar Glukosa


Hasil Hidrolisis Enzim
Tepung Singkong 10 0,285 0,028
Pasta 20 0,347 0,036
40 0,559 0,065
60 0,602 0,07
90 0,783 0,094
120 0,801 0,097
180 0,843 0,102
Pati Singkong / 10 0,296 0,029
Tapioka Pasta 20 0,456 0,051
40 0,538 0,062
60 0,600 0,07
90 0,756 0,091
120 0,822 0,099
180 0,877 0,107
Tapioka modifikasi 10 0,202 0,017
oksidasi dalam 20 0,301 0,030
bentuk pasta 40 0,477 0,054
60 0,518 0,059
90 0,553 0,064
120 0,606 0,071
180 0,692 0,082
Tapioka modifikasi 10 0,280 0,028
pengikatan silang 20 0,312 0,032
dalam bentuk pasta 40 0,343 0,036
60 0,479 0,054
90 0,555 0,064
120 0,593 0,069
180 0,627 0,074

Persamaan regresi: y = 7,53x + 0,0723

Perhitungan :
Tepung Singkong
- waktu 10 menit, nilai X = (0,285-0,0723)/7,53 = 0,028
- waktu 20 menit, nilai X = (0,347-0,0723)/7,53 = 0,036
- waktu 40 menit, nilai X = (0,559-0,0723)/7,53 = 0,065
- waktu 60 menit, nilai X = (0,602-0,0723)/7,53 = 0,07
- waktu 90 menit, nilai X = (0,783-0,0723)/7,53 = 0,094
- waktu 120 menit, nilai X = (0,801-0,0723)/7,53 = 0,097
- waktu 180 menit, nilai X = (0,843-0,0723)/7,53 = 0,102
Tepung Tapioka
- waktu 10 menit, nilai X = (0,296-0,0723)/7,53 = 0,029
- waktu 20 menit, nilai X = (0,456-0,0723)/7,53 = 0,051
- waktu 40 menit, nilai X = (0,538-0,0723)/7,53 = 0,062
- waktu 60 menit, nilai X = (0,600-0,0723)/7,53 = 0,07
- waktu 90 menit, nilai X = (0,756-0,0723)/7,53 = 0,091
- waktu 120 menit, nilai X = (0,822-0,0723)/7,53 = 0,099
- waktu 180 menit, nilai X = (0,877-0,0723)/7,53 = 0,107

Tapioka Modifikasi Oksidasi


- waktu 10 menit, nilai x = (0,202-0,0723)/7,53 = 0,017
- waktu 20 menit, nilai x = (0,301-0,0723)/7,53 = 0,030
- waktu 40 menit, nilai x = (0,477-0,0723)/7,53 = 0,054
- waktu 60 menit, nilai x = (0,518-0,0723)/7,53 = 0,059
- waktu 90 menit, nilai x = (0,553-0,0723)/7,53 = 0,064
- waktu 120 menit, nilai x = (0,606-0,0723)/7,53 = 0,071
- waktu 180 menit, nilai x = (0,692-0,0723)/7,53 = 0,082

Tapioka Modifikasi Silang


- waktu 10 menit, nilai x = (0,280-0,0723)/7,53 = 0,028
- waktu 20 menit, nilai x = (0,312-0,0723)/7,53 = 0,032
- waktu 40 menit, nilai x = (0,343-0,0723)/7,53 = 0,036
- waktu 60 menit, nilai x = (0,479-0,0723)/7,53 = 0,054
- waktu 90 menit, nilai x = (0,555-0,0723)/7,53 = 0,064
- waktu 120 menit, nilai x = (0,593-0,0723)/7,53 = 0,069
- waktu 180 menit, nilai x = (0,627-0,0723)/7,53 = 0,074
4. Buatlah kurva perbandingan antara waktu dan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim untuk
seluruh sampel. Serta jelaskan hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil
hidrolisis enzim!
Tepung singkong

Hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tepung singkong berbanding lurus.

Pati singkong/tapioka

Hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
pati singkong berbanding lurus.

Tapioka modifikasi oksidasi


Hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tapioka modifikasi oksidasi berbanding lurus.

Tapioka modifikasi silang

Hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tapioka modifikasi silang berbanding lurus.

5. Tulislah perhitungan daya cerna pati!

Jenis Sampel Waktu Absorbansi RDS (%) SDS (%) RS (%)


(Menit)
Tepung singkong pasta 20 0,347
31,856 47,172 8,820
120 0,801
Pati singkong (tapioka) 20 0,456
16,139 20,669 61,401
pasta 120 0,822
Tapioka modifikasi 20 0,301 33,456 36,314 7,699
oksidasi dalam bentuk
pasta 120 0,606

Tapioka modifikasi 20 0,312 34,767 33,457 9,745


pengikatan silang dalam
120 0,593
bentuk pasta

Rumus perhitungan penentuan daya cerna pati:


Keterangan :
Tepung Singkong:
GF: 0,0404
TS: 0,8662
Pati Singkong:
GF: 0,03
TS: 0,9536
Tapioka Modifikasi Oksidasi:
GF:0,02
TS: 0,7559
Tapioka Modifikasi
Pengikatan Silang:
GF:0,02
TS: 0,7559

Perhitungan:

1. Tepung Singkong Pasta


RDS% = (G20 - GF) x 0,9 x 100/TS
= (0,347 - 0,0404) x 0,9 x 100/0,8662
= 31,856%
SDS% = (G120 - G20) x 0,9 x 100/TS
= (0,801 - 0,347) x 0,9 x 100/0,8662 = 47,172%
RS% = [TS - (RDS+SDS)] x 100/TS
= (0,8662 - ((0,31856 + 0,47172)) x 100/0,8662 = 8,764%

2. Pati Singkong (tapioka) Pasta


RDS% = (G20 - GF) x 0,9 x 100/TS
= (0,201 - 0,03) x 0,9 x 100/0,9536
= 16,139%
SDS% = (G120 - G20) x 0,9 x 100/TS
= (0,420 - 0,201) x 0,9 x 100/0,9536
= 20,669%
RS% = [TS - (RDS+SDS)] x 100/TS
= [0,9536 - (0,16139 + 0,20669)] x 100/0,9536
= 61,401%

3. Tapioka Modifikasi Oksidasi dalam bentuk pasta


RDS% = (G20 - GF) x 0,9 x 100/TS
= (0,301 - 0,02) x 0,9 x 100/0,7559
= 33,456%
SDS% = (G120 - G20) x 0,9 x 100/TS
= (0,606 - 0,301) x 0,9 x 100/0,7559
= 36,314%
RS% = [TS - (RDS+SDS)] x 100/TS
= [0,7559 - (0,33456+0,36314)] x 100/0,7559
= 7,699%
4. Tapioka Modifikasi Pengikatan silang dalam bentuk pasta

RDS% = (G20 - GF) x 0,9 x 100/TS


= (0,312 - 0,02) x 0,9 x 100/0,7559
= 34,767%
SDS% = (G120 - G20) x 0,9 x 100/TS
= (0,593 - 0,312) x 0,9 x 100/0,7559
= 33,457%
RS% = [TS - (RDS+SDS)] x 100/TS
= [0,7559 - (0,34767 + 0,33457)] x 100/0,7559
= 9,745%
ANALISA HASIL
Pada percobaan penentuan daya cerna pati ada 4 sampel yang diunakan yaitu
tepung singkong, tepung tapioka (pati singkong), tapioka modifikasi oksidasi dalam bentuk
pasta, dan tapioka modifikasi pengikatan silang dalam bentuk pasta. Dari percobaan yang
dilakukan didapatkan data hasil pengujian kadar glukosa sampel hasil hidrolisis enzim.
Pengujian dilakukan setiap 10, 20, 40, 60, 90, 120, 180 menit. Pada data hasil pengujian
yang didapat diketahui bahwa kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada tiap sampel
meningkat seiring bertambahnya waktu. Hasil pengujiaan sampel tepung singkong pada menit
ke-10 didapatkan kadar hasil hidrolisis pati sebesar 0,028. Pada menit ke-20 didapatkan
hasil 0,036. Hasil ini terus meningkat hingga pada menit ke-120 didapatkan kadar hasil
hidrolisis pati sebesar 0,102. Untuk hasil pengujiaan sampel tepung tapioka pada menit ke-
10 didapatkan kadar hasil hidrolisis pati sebesar 0,029. Pada menit ke-20 didapatkan hasil
0,051. Hasil ini terus meningkat hingga pada menit ke-120 didapatkan kadar hasil hidrolisis
pati sebesar 0,107. Untuk hasil pengujiaan sampel tapioka modifikasai oksidasi dalam bentuk
pasta pada menit ke-10 didapatkan kadar hasil hidrolisis pati sebesar 0,017. Pada menit ke-
20 didapatkan hasil 0,030. Hasil ini terus meningkat hingga pada menit ke-120 didapatkan
kadar hasil hidrolisis pati sebesar 0,082. Untuk hasil pengujiaan sampel yang terakhir yaitu
tapioka modifikasi pengikat silang dalam bentuk pasta pada menit ke-10 didapatkan kadar
hasil hidrolisis pati sebesar 0,028. Pada menit ke-20 didapatkan hasil 0,032. Hasil ini terus
meningkat hingga pada menit ke-120 didapatkan kadar hasil hidrolisis pati sebesar 0,074.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin lama waktu inubasi akan
memberikan waktu yang lebih lama bagi enzim untuk menghidrolisis pati. Hal ini akan
membuat pati yang terhidrolisis dan glukosa yang dihasilkan menjadi lebih banyak seiring
semakin lama waktu inkubasi/hidrolisis (Herlina dkk, 2016).
Pada percobaan dilakukan penghitungan daya cerna pati pada keempat sampel.
Dilakukan penentuan kadar RDS (pati cepat cerna)(%), SDS (pati lambat cerna)(%), dan RS
(pati resisten)(%). Penentuan ini dilakukan dengan mengambil sampel pada saat inkubasi
menit ke-20 dan 120. Pada sampel tepung singkong pasta didapatkan nilai RDS sebesar
31,856%, kadar SDS sebesar 47,172%, dan kadar RS sebesar 8,820%. Pada sampel tepung
tapioka pasta didapatkan nilai RDS sebesar 16,139%, kadar SDS sebesar 20,669%, dan
kadar RS sebesar 61,401%. Pada sampel tapioka modifikasi oksidasi dalam bentuk pasta
didapatkan nilai RDS sebesar 33,456%, kadar SDS sebesar 36,314 %, dan kadar RS
sebesar 7,699%. Pada sampel tapioka modifikasi pengikat silang dalam bentuk pasta
didapatkan nilai RDS sebesar 34,767%, kadar SDS sebesar 33,457 %, dan kadar RS
sebesar 9,745%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa sampel yang memiliki kadar RDS
tertinggi adalah tapioka modifikasi pengikatan silang dalam bentuk pasta. Sedangkan
sampel yang memiliki kadar RDS dan SDS terendah adalah tepung tapioka. Sampel yang
memiliki kadar SDS tertinggi dan kadar RS terendah adalah tepung singkong pasta, dan untuk
sampel yang memiliki kadar RS tertinggi adalah tepung tapioka. Dapat disimpulkan sampel
yang memiliki daya cerna paling tinggi adalah tepung singkong pasta karena memiliki kadar
SDS paling tinggi dan kadar RS yang paling rendah. Sedangkan sampel yang memiliki daya
cerna paling rendah adalah tepung tapioka karena memiliki kadar RS paling tinggi dan
kadar SDS terendah. Hal ini sesuai dengan literatur. Pada literatur tertulis bahwa RS (Resistant
Starch) merupakan pati yang sulit untuk dicerna karena untuk menghidrolisis RS membutuhkan
waktu yang cukp lama dibanding SDS (Herawati, 2011).
PEMBAHASAN

1. Jelaskan pengaruh pemanasan terhadap penentuan daya cerna pati in vitro


Prose pemanasan dapat mempengaruhi kualias pati termasuk daya cernanya.
Pemanasan juga akan mengubah karakteristik pati. Sampel pati yang berbentuk pasta
atau suatu bahan dengan kandungan pati dan terdapat kandungan air di dalamnya jika
dikenai panas maka akan terjadi perubahan tekstur yaitu akan membentuk gel (proses
gelatinisasi). Granula pati akan rusak dan akan menyebabkan air yang terdapat pada
sampel/bahan dapat masuk ke dalam granula pati dan akan terjadi pembengkakan.
Proses gelatinisasi yang terjadi ini menyebabkan pati memiliki daya cerna yang lebih
tingii/meningkatkan daya cerna pati. Hal ini dikarenakan enzim pencernaan mendapatkan
tempat yang lebih luas untuk bekerja. Pada bahan yang mengandung pati pemanasan
dengan menggunakan air seperti perebusan dapat lebih meningkatkan daya cerna pati
dibanding pemanasan kering seperti pengovenan. Hal ini dikarenakan proses gelatinisasi
yang terjadi akan lebih intensif karena peranan air dan kontak yang lebih besar. Jika
pada bahan tersebut dilakukan pendinginan maka kadar RS pada bahan akan meningkat
dan akan terjadi retrogradasi yang dapat menyebabkan daya cerna pati menurun.
Retrogradasi ini akan menyebabkan perubahan struktur pati menjadi susah untuk dicerna.
(Krisnatuti dkk, 2014).

2. Jelaskan pengaruh perbedaan jenis sampel pati tapioka dengan tepung singkong
terhadap penentuan daya cerna pati in vitro
Perbedaan jenis sampel berpengaruh terhadap penentuan daya cerna pati in vitro. Aada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna pati in vitro seperti zat anti gizi,
proses pengolahan, komponen pada bahan, kandungan amilosa dan amilopektin, dll. Pada
tepung singkong dan pati singkong atau tapioka terdapat kandungan kandungan amilosa
dan amilopektin yang berbeda. Kandungan amilosa pada tapioka cenderung lebih tinggi
dibanding tepung singkong. Semakin tinggi kandungan amilosa menandakan kandungan
amilopektin semakin tinggi. Kandungan amilopektin yang tinggi dapat meningkatkan daya
cerna pati. Hal ini dikarenakan amilosa tersusun atas polimer gula sederhana dengan
rantai lurus. Rantai lurus ini membentuk ikatan amilosa yang solid yang menyebabkan pati
tidak mudah mengalami gelatinisasi dan dan memiliki daya cerna rendah. Tepung tapioka
memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi sibanding tepung singkong sehingga daya
cerna tapioka lebih rendah dibanding tepung singkong (Tama dkk, 2019).

3. Jelaskan pengaruh modifikasi pati terhadap penentuan daya cerna pati in vitro
Pati alami dalam penggunaannya biasa dimodifikasi untuk mendapatkan pati
dengan karakteristik atau sifat fungsional sesuai dengan yang dibutuhkan. Pati dimodifikasi
untuk menghilangkan sifat-sifat yang tidak diinginkan sehingga dapat digunakan untuk
banyak pengolah. Modifikasi pati dapat dilakukan secara kimia dan fisik. Modifikasi pati
secara fisik biasa dilakukan dengan perlakuan panas. Sedangkan modifikasi pati secara
kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti oksidasi, hidrolisis asam, substitusi,
dan modifikasi ikatan silang (Kusnandar, 2019).
Perlakuan modifikasi pada pati singkong atau tepung tapioka mempengaruhi daya
cerna pati in vitro. Kelarutan tepung tapioka modifikasi juga lebih tinggi dibanding tepung
tapioka biasa. Kelarutan tepung modifikasi lebih tinggi dikarenakan terjadinya
depolimerisasi dan rusaknya granula pati akibat modifikasi baik pengikat silang maupun
oksidasi. Kelarutan yang lebih tinggi menandakan daya cerna yang lebih tinggi sehingga
pati lebih mudah dihidrolisis oleh enzim (Dewi & Eduard, 2019).

4. Apakah terdapat perbedaan daya cerna pati modifikasi oksidasi dan pengikatan silang?
Mengapa?
Pati modifikasi silang dan pati modifikasi oksidasi memiliki perbedaan daya cerna.
Pada pati modifikasi oksidasi dapat menghambat retrograsdasi. Hal ini akan membuat
daya cerna protein menjadi lebih tinggi. Sedangkan pada pati modifikasi silang tidak
dapat menghambat retrogradasi. Pati modifikasi silang terdapat penambahan agent
crosslink yaitu fosfat. Fosfat dapat menggantikan gugus –OH pada pati dan akan
dihubungkan dengan pati yang lain. Oleh karena hal ini, ikatan antar pati akan semakin
kuat dan suhu gelatinisasi menurun (Latifah & Yunianta, 2017).

Kesimpulan (Prinsip, Tujuan, DHP Singkat)


Prinsip analisa daya cerna pati secara in vitro yaitu pati dihidrolisis oleh enzim α-
amilase dengan keadaan seperti pada pencernaan. Pati yang dihirolisis akan
menghasilkan glukosa yang kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer
setelah direaksikan dengan reagen DNS. Tujuan dari praktikum ini adalah menganalisa
pengaruh pengolahan terhadap daya cerna pati. Pada percobaan penentuan daya cerna
pati ada 4 sampel yang diunakan yaitu tepung singkong, tepung tapioka (pati singkong),
tapioka modifikasi oksidasi dalam bentuk pasta, dan tapioka modifikasi pengikatan silang
dalam bentuk pasta. Dari percobaan yang dilakukan didapatkan data hasil pengujian
kadar glukosa sampel hasil hidrolisis enzim. Pengujian dilakukan setiap 10, 20, 40, 60, 90,
120, 180 menit. Pada data hasil pengujian yang didapat diketahui bahwa kadar glukosa
hasil hidrolisis enzim pada tiap sampel meningkat seiring bertambahnya waktu. Dari
praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel yang memiliki daya cerna
paling tinggi adalah tepung singkong pasta karena memiliki kadar SDS paling tinggi dan
kadar RS yang paling rendah. Sedangkan sampel yang memiliki daya cerna paling rendah
adalah tepung tapioka karena memiliki kadar RS paling tinggi dan kadar SDS terendah.
DAFTAR PUSTAKA

Anindya, A & Haryadi. 2014. Oksidasi Hancuran Singkong Menggunakan H2O2 dan Asam
Laktat dengan Katalisator Ferrous Sulfate Heptahydrate untuk MeningkatkanBaking
Expension. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3(4): 128-134

Benardot, D. 2011. Advanced Sports Nutrtion. Champaign:Human kinetics

Damat., dkk. 2018. Teknologi Pati Termodifikasi dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Malang:
UMMPress

Hendra, M., Nida, E., & Melly, N. 2017. Pengaruh Konsentrasi Natrium Asetat dan Lama
Penyimpanan Terhadap Mutu Mi Basah. JIM Pertanian Unsyiah. 2(4): 454-463

Hernawan, A. 2014. Kue Favorit dari Umbi-Umbian ala Cake Shop. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama

Maharani, Y., Faizah, H., & Rahmayuni. 20017. Pengaruh Perlakuan Sodium Tripolyphosphate
(STPP) Pada Pati Sagu Termodifikasi Terhadap Ketebalan, Transparasi dan Laju
Perpindahan Uap Air Edible Film. JOM FAPERTA. 4(2): 1-10

Rafsen, H. 2018. Optimasi Produksi dan Karakterisasi Enzim α-Amilase Dari Isolat Bakteri
Termofil Bacillus sp RSII4B Sumber Air PanasLejja Soppeng Sulawesi Selatan. Skripsi.

Ruswandi., Budhi, O., & Minda, A. 2018. Penentuan Kadar Fruktosa Hasil Hidrolisis Insulin
Dengan DNS Sebagai Pengoksidasi. EKSAKTA. 19(1): 14-23

Ulfa, M. 2017. Efek Modifikasi Autoclaving-Cooling Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz)
Terhadap Indeks Homa-IR dan Homa-B Tikus Modal Diabetes. Skripsi. Jember:
Universitas Jember

Wibowo, A & Susiasih, H. 2015. Kue Kering Terfavorit. Jakarta Selatan: Kawan Pustaka

Widyaningsih, T., Novita, W., & Nur, I. 2017. Pangan Fungsional: Aspek Kesehatan, Evaluasi,
dan Regulasi. Malang: Universitas Brawijaya Press
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Dewi, A. & Eduard, F. 2019. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tapioka Teroksidasi dan
Aplikasinya Untuk Pembuatan Edible Film. Prosiding SNST ke-10 Tahun 2019. Universitas
Wahid Hasyim: Semarang

Herawati, H. 2011. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna Sebagai Pangan
Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 30. No. 1. Hal: 31-39

Herlina., dkk. 2016. Penggunaan α-amilase dan Variasi Lama Hidrolisis Pada Pembuatan
Tepung Glukomanan dari Umbi Gembili (Dioscorea esculenta L.). Jurnal Agroteknologi.
Vol. 10. No. 1. Hal: 73-86

Krisnatuti, D., Dini, R., & Rina, Y. 2014. Diet Sehat untuk Penderita Diabetes Melitus. Jakarta
Timur: Penebar Swadaya

Kusnandar, F. 2019. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta: Bumi Aksara

Latifah, Husnul dan Yunianta. 2017. Modifikasi Pati Garut (Marantha arundinacea) Metode
Ganda (Ikatan Silang – Substitusi) Dan Aplikasinya Sebagai Pengental Pada Pembuatan
Saus Cabai. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 5. No. 4. Hal: 31-41

Tama, I., dkk. 2019. Model Supply Chain Agroindustri di Indonesia: Studi Kasus Produk
Singkong. Malang: UB Press
SS DAFTAR PUSTAKA

(Benardot, 2011)

(Widyaningsih dkk, 2017).


(Anindya & Haryadi, 2014).
SS DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
ACC DHP
DATA HASIL PRAKTIKUM

1. Tuliskan data pengukuran kadar glukosa standar untuk kurva standar !


Kadar glukosa standar
Absorbansi
(mg/100 ml)
0 0
0,02 0,251
0,04 0,417
0,06 0,582
0,08 0,678
0, 1 0,765

2. Buatlah kurva standar kadar glukosa!


Persamaan regresi: y = 7,53X + 0,0723
ACC DHP
3. Tuliskan data hasil pengujian kadar glukosa sampel hasil hidrolisis enzim!

Jenis Sampel Waktu (Menit) Absorbansi Kadar Glukosa


Hasil Hidrolisis Enzim
Tepung Singkong 10 0,285 0,028
20 0,347 0,036
40 0,559 0,065
60 0,602 0,07
90 0,783 0,094
120 0,801 0,097
180 0,843 0,102
Pati Singkong / 10 0,296 0,029
Tapioka 20 0,456 0,051
40 0,538 0,062
60 0,600 0,07
90 0,756 0,091
120 0,822 0,099
180 0,877 0,107
Tapioka modifikasi 10 0,202 0,017
oksidasi dalam 20 0,301 0,030
bentuk pasta 40 0,477 0,054
60 0,518 0,059
90 0,553 0,064
120 0,606 0,071
180 0,692 0,082
Tapioka modifikasi 10 0,280 0,028
pengikatan silang 20 0,312 0,032
dalam bentuk pasta 40 0,343 0,036
60 0,479 0,054
90 0,555 0,064
120 0,593 0,069
180 0,627 0,074

Persamaan regresi: y = 7,53x + 0,0723

Perhitungan :
Tepung Singkong
- waktu 10 menit, nilai X = (0,285-0,0723)/7,53 = 0,028
- waktu 20 menit, nilai X = (0,347-0,0723)/7,53 = 0,036
- waktu 40 menit, nilai X = (0,559-0,0723)/7,53 = 0,065
- waktu 60 menit, nilai X = (0,602-0,0723)/7,53 = 0,07
- waktu 90 menit, nilai X = (0,783-0,0723)/7,53 = 0,094
- waktu 120 menit, nilai X = (0,801-0,0723)/7,53 = 0,097
- waktu 180 menit, nilai X = (0,843-0,0723)/7,53 = 0,102
Tepung Tapioka
- waktu 10 menit, nilai X = (0,296-0,0723)/7,53 = 0,029
- waktu 20 menit, nilai X = (0,456-0,0723)/7,53 = 0,051
ACC DHP
- waktu 40 menit, nilai X = (0,538-0,0723)/7,53 = 0,062
- waktu 60 menit, nilai X = (0,600-0,0723)/7,53 = 0,07
- waktu 90 menit, nilai X = (0,756-0,0723)/7,53 = 0,091
- waktu 120 menit, nilai X = (0,822-0,0723)/7,53 = 0,099
- waktu 180 menit, nilai X = (0,877-0,0723)/7,53 = 0,107

Tapioka Modifikasi Oksidasi


- waktu 10 menit, nilai x = (0,202-0,0723)/7,53 = 0,017
- waktu 20 menit, nilai x = (0,301-0,0723)/7,53 = 0,030
- waktu 40 menit, nilai x = (0,477-0,0723)/7,53 = 0,054
- waktu 60 menit, nilai x = (0,518-0,0723)/7,53 = 0,059
- waktu 90 menit, nilai x = (0,553-0,0723)/7,53 = 0,064
- waktu 120 menit, nilai x = (0,606-0,0723)/7,53 = 0,071
- waktu 180 menit, nilai x = (0,692-0,0723)/7,53 = 0,082

Tapioka Modifikasi Silang


- waktu 10 menit, nilai x = (0,280-0,0723)/7,53 = 0,028
- waktu 20 menit, nilai x = (0,312-0,0723)/7,53 = 0,032
- waktu 40 menit, nilai x = (0,343-0,0723)/7,53 = 0,036
- waktu 60 menit, nilai x = (0,479-0,0723)/7,53 = 0,054
- waktu 90 menit, nilai x = (0,555-0,0723)/7,53 = 0,064
- waktu 120 menit, nilai x = (0,593-0,0723)/7,53 = 0,069
- waktu 180 menit, nilai x = (0,627-0,0723)/7,53 = 0,074
ACC DHP
4. Buatlah kurva perbandingan antara waktu dan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim untuk
seluruh sampel! Serta jelaskan hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil
hidrolisis enzim!
Tepung singkong

hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tepung singkong berbanding lurus.
Pati singkong/tapioka

hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
pati singkong berbanding lurus.

Tapioka modifikasi oksidasi


ACC DHP

hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tapioka modifikasi oksidasi berbanding lurus.

Tapioka modifikasi silang

hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tapioka modifikasi silang berbanding lurus.

5. Tulislah perhitungan daya cerna pati!

Jenis Sampel Waktu Absorbansi RDS (%) SDS (%) RS


(Menit) (%)
Tepung singkong pasta 20 0,347
31,856 47,172 8,820
120 0,801
Pati singkong (tapioka) 20 0,201
pasta
16,139 20,669 61,40
120 0,420
1

Tapioka modifikasi 20 0,301


oksidasi dalam bentuk 33,456 36,314 7,699
pasta
120 0,606

Tapioka modifikasi 20 0,312


pengikatan silang dalam 34,767 33,457 9,745
bentuk pasta 120 0,593
ACC DHP
Rumus perhitungan penentuan daya cerna pati:

Keterangan :
Tepung Singkong:
GF: 0,0404
TS: 0,8662
Pati Singkong:
GF: 0,03
TS: 0,9536
Tapioka Modifikasi Oksidasi:
GF:0,02
TS: 0,7559
Tapioka Modifikasi Pengikatan
Silang:
GF:0,02
TS: 0,7559

Perhitungan:

1. Tepung Singkong Pasta

RDS% = (G20 - GF) x 0,9 x 100/TS

= (0,347 - 0,0404) x 0,9 x 100/0,8662

= 31,856%

SDS% = (G120 - G20) x 0,9 x 100/TS

= (0,801 - 0,347) x 0,9 x 100/0,8662 = 47,172%

RS% = [TS - (RDS+SDS)] x 100/TS

= (0,8662 - ((0,31856 + 0,47172)) x 100/0,8662 = 8,764%

3. Pati Singkong (tapioka) Pasta

RDS% = (G20 - GF) x 0,9 x 100/TS

= (0,201 - 0,03) x 0,9 x 100/0,9536

= 16,139%

SDS% = (G120 - G20) x 0,9 x 100/TS


ACC DHP
= (0,420 - 0,201) x 0,9 x 100/0,9536

= 20,669%

RS% = [TS - (RDS+SDS)] x 100/TS

= [0,9536 - (0,16139 + 0,20669)] x 100/0,9536

= 61,401%

3. Tapioka Modifikasi Oksidasi dalam bentuk pasta

RDS% = (G20 - GF) x 0,9 x 100/TS

= (0,301 - 0,02) x 0,9 x 100/0,7559

= 33,456%

SDS% = (G120 - G20) x 0,9 x 100/TS

= (0,606 - 0,301) x 0,9 x 100/0,7559

= 36,314%

RS% = [TS - (RDS+SDS)] x 100/TS

= [0,7559 - (0,33456+0,36314)] x 100/0,7559

= 7,699%

4. Tapioka Modifikasi Pengikatan silang dalam bentuk pasta

RDS% = (G20 - GF) x 0,9 x 100/TS

= (0,312 - 0,02) x 0,9 x 100/0,7559

= 34,767%

SDS% = (G120 - G20) x 0,9 x 100/TS

= (0,593 - 0,312) x 0,9 x 100/0,7559

= 33,457%

RS% = [TS - (RDS+SDS)] x 100/TS

= [0,7559 - (0,34767 + 0,33457)] x 100/0,7559

= 9,745%

Anda mungkin juga menyukai