1
PRE-LAB
1. Sebutkan prinsip pengukuran daya cerna pati secara in vitro?
Pengukuran daya cerna pati secara in vitro memiliki prinsip menghidrolisis pati
dengan cara meraksikan sampel dengan enzim α-amilase. Semakin tinggi daya cerna pati
maka semakin tinggi juga pati diubah menjadi glukosa, yang berarti semakin tinggi juga
kemampuan pati untuk meningkatkan glokosa darah. Sedangkan semakin rendah daya
cerna pati maka semakin tinggi kadar pati resisten (RS) dan kemungkinan pati tersebut sulit
dicerna atau tidak bisa dicerna (Ulfa, 2017).
2. Enzim apa yang digunakan pada pengukuran daya cerna pati secara in vitro? (a).
jelaskan fungsinya (b)! , kondisi optimum bagi enzim tersebut (c)!
Enzim yang digunakan pada pengukuran daya cerna pati secara in vitro adalah
enzim yang dapat memecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil seperti enzim α-amilase.
Enzim α-amilase ini berfungsi untuk memecah karbohidrat menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana. Kondisi optimum aktivitas enzim α-amilase yaitu saat berada pada pH
mendekati netral, yaitu pH 6. Sedangkan untuk suhu optimum aktivitas enzim α-amilase
yaitu pada suhu 55°C (Rafsen, 2018).
3. Bagaimana cara menetukan gula reduksi hasil hidrolisis (cerna) pati dalam pengujian
daya cerna pati secara in vitro tersebut? Jelaskan prinsipnya!
Pati pada bahan atau sampel terhidrolisis dengan enzim a-amilase dan akan
terbentuk amilosa rantai pendek, oligosakarida, maltosa, dan maltotriosa. Peningkatan
amilosa rantai pendek akan menambah kadar gula pereduksi (Ulfa, 2017).
TINJAUAN PUSTAKA
- Pati
Pati merupakan polimer alami yang biasanya diisolasi dari komoditas seperti beras,
jagung, gandum, dan kentang. Pati banyak digunakan dalam industri pangan dan
merupakan salah satu komponen penting dalam suatu produk pangan. Sifat fungsional
pati merupakan hal yang diharapkan dalam penggunaan pati untuk produk pangan.
Karakteristik yang biasa diharapkan dari pati pada produk pangan adalah thickening,
gelling, adhesive, binding, stabilitas terhadap asam dan panas (Damat dkk, 2018).
- Tepung Gaplek / Singkong
Tepung singkong atau yang biasanya dikenal dengan tepung gaplek merupakan
tepung yang terbuat dari singkong yang telah mengalami fermentasi. Singkong yang telah
mengalami fermentasi tersebut kemudian dikeringkan dan digiling menjadi hingga menjadi
tepung. Tepung ini biasa digunakan sebagai tepung substitusi karena mengandung kalsium
dan karbohidrat yang tinggi. Tepung singkong ini menyerupai tepung terigu tetapi tidak
memiliki kandungan gluten (Hernawan, 2014).
- Tepung Tapioka / Pati Singkong
Tepung ta[ioka atau yang biasanya dikenal dengan sebutan tepung kanji merupakan
tepung yang terbuat dari pati singkong. Tepung ini memiliki sifat yang mirip seperti
tepung sagu. Karakteristik dari tepung ini yaitu akan bertekstur seperti gel dan lengket
seperti lem saat bertemu dengan air dan dikenai panas (Wibowo & Susiasih, 2015).
- Pati Modifikasi Oksidasi
Pati modifikasi oksidasi merupakan pati yang telah mengalami perlakuan kimia secara
terkendali. Perlakuan ini aka mengubah satu atau lebih sifat awal pati tersebut. Pati yang
telah termodifikasi secara kimiawi biasa disebut dengan derivat pati. Biasanyapati
modifikasi oksidasi dilakukan untuk mendapatkan pati yang memiliki sifat viskositas
rendah, kecepatan retrogradasi rendah, cepat tergelatinisasi, memiliki kejerniha yang
lebih baik, dan saat suhu dingin tidak membentuk gel yang rigid (Damat dkk, 2018).
- Pati Modifikasi Silang
Pati modifikasi silang merupakan pati modifikasi kimia. Hasil dari pati modifikasi ini
akan lebih tahan terhadap asam, Pati modifikasi silang ini umumnya diproduksi dengan
mereaksikan granula pati dan reagen multifungsi yang dapat membentuk hubungan antar
molekul ester atau ester antara kelompok hidroksil molekul pati (Widyaningsih dkk,
2017).
- Reagen DNS
Reagen DNS (Dinitrosilat) merupakan reagen yang dapat bereaksi redoks dengan
gula pereduksi. DNS akan tereduksi membentuk 3-amino-5-nitrosilat dan gugus aldehid
yang bertindak sebagai pereduksi akan teroksidasi menjadi karboksil. Jika terdapat gula
pereduksi pada suatu sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna kuning menjadi
berwarna jingga kemerahan. Reaksi ini berlangsung pada suhu 100°C dalam suasana
basa. Jika pada sampel mengandung gula pereduksi yang semakin banyak maka
bsorbansinya akan semakin tinggii juga (Ruswandi dkk, 2018).
- Enzim Alfa Amilase
Enzim α-amilase merupakan enzim ekstraseluler. Enzim ini termasuk kategori
endoenzim. Hal inidikkarenakan pemotongan pati oleh enzim dilakukan secara acak di
dalam. Enzim α-amilase mampu memotong ikatan 1,4-α-D-glikosidik antar monomer
glukosa pada rantai linier amilosa. Enzim ini tersusun atas protein (Hidayat dkk, 2016).
- Glukosa
Glukosa memiliki rumus kimia C6H12O6 yang merupakan aldoheksosa atau gula
monosakarida yang mimiliki 6 atom kabon dan grup aldehid. Glukosa merupakan sumber
energy utama untuk metabolism sel. Glukosa merupakan blok bangunan untuk komponen
karbohidrat yang lebih besar seperti sukrosa, selulosa, pati ataupun glikogen (Benardot,
2011).
- STPP
Sodium tripofosfat (STPP) merupakan salah satu bahan tambahan pangan. STPP biasa
digunakan dalam pati modifikasi silang. Dalam industri pangan, STPP biasa digunakan
sebagai pengawet dan pembentuk tekstur. Selain itu STPP juga biasa digunakan sebagai
pengemulsi, penstabil, pengental pada susu evaporasi, dll (Maharani dkk, 2017).
- H2O2
Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan salah satu oksidator kuat yang cukup sering
digunakan dalam modifikasi pati. Selain itu hydrogen peroksida merupakan oksidator
yang paling baik untuk lingkunga. Hal ini dikarenakan hydrogen peroksida terdekomposisi
menjadi oksigen dan air (Anindya & Haryadi, 2014).
- Na Asetat
Na asetat atau natrium asetat memiliki rumus kimia CH3COONa. Natrium asetat ini
termasuk dalam jenis garam organik. Umumnya natrium asetat memiliki bentuk kristal
berwarna putih, tidak berwarna dan tidak berbau. Natrium asetat biasa digunakan
sebagai bahan tambahan pangan yaitu sebagai pengawet. Garam ini dapat menahan
pertumbuhan khamir dan kapang pada pangan, namun garam ini lebih efektif untuk
menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri (Hendra dkk, 2017).
DIAGRAM ALIR EVALUASI NILAI GIZI PATI
Preparasi
A. Tepung Singkong Pasta
Tepung Singkong
50 ml Akuades
Hasil
Tepung Tapioka
50 ml Akuades
Hasil
C. Tapioka Modifikasi Oksidasi dalam Bentuk Pasta
Tepung Tapioka
2,5 ml H2O2
Dihomogenkan
50 ml Akuades
Dipanaskan pada suhu 100oC sampai tergelatinisasi
Hasil
D. Tapioka Modifikasi Pengikatan Silang dalam Bentuk Pasta
Tepung Tapioka
Dihomogenkan
Endapan pati F.
termodifikasi
G.
50 ml Akuades
Dipanaskan pada suhu 100oC sampai tergelatinisasi
Hasil
Prosedur Kerja Penentuan Daya Cerna Pati
Suspensi Tepung
15 ml buffer Na-asetat
10 ml larutan enzim (0.2 M, pH 5.2)
Diinkubasi dalam Waterbath Shaker pada suhu 37oC dengan kecepatan sedang
Didinginkan
Hasil
3 ml reagen DNS
Ditutup dengan alumunium foil
Didinginkan
Hasil
Pembuatan Blanko
Akuades
15 ml buffer Na-asetat
10 ml larutan enzim (0.2 M, pH 5.2)
Diambil 3 ml
Didinginkan
3 ml reagen DNS
Dimasukkan dalam tabung reaksi
Didinginkan
Hasil
ANALISA PROSEDUR
Tahapan Pertanyaan
Apakah fungsi penambahan
akuades?
Perhitungan :
Tepung Singkong
- waktu 10 menit, nilai X = (0,285-0,0723)/7,53 = 0,028
- waktu 20 menit, nilai X = (0,347-0,0723)/7,53 = 0,036
- waktu 40 menit, nilai X = (0,559-0,0723)/7,53 = 0,065
- waktu 60 menit, nilai X = (0,602-0,0723)/7,53 = 0,07
- waktu 90 menit, nilai X = (0,783-0,0723)/7,53 = 0,094
- waktu 120 menit, nilai X = (0,801-0,0723)/7,53 = 0,097
- waktu 180 menit, nilai X = (0,843-0,0723)/7,53 = 0,102
Tepung Tapioka
- waktu 10 menit, nilai X = (0,296-0,0723)/7,53 = 0,029
- waktu 20 menit, nilai X = (0,456-0,0723)/7,53 = 0,051
- waktu 40 menit, nilai X = (0,538-0,0723)/7,53 = 0,062
- waktu 60 menit, nilai X = (0,600-0,0723)/7,53 = 0,07
- waktu 90 menit, nilai X = (0,756-0,0723)/7,53 = 0,091
- waktu 120 menit, nilai X = (0,822-0,0723)/7,53 = 0,099
- waktu 180 menit, nilai X = (0,877-0,0723)/7,53 = 0,107
Hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tepung singkong berbanding lurus.
Pati singkong/tapioka
Hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
pati singkong berbanding lurus.
Hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tapioka modifikasi silang berbanding lurus.
Perhitungan:
2. Jelaskan pengaruh perbedaan jenis sampel pati tapioka dengan tepung singkong
terhadap penentuan daya cerna pati in vitro
Perbedaan jenis sampel berpengaruh terhadap penentuan daya cerna pati in vitro. Aada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna pati in vitro seperti zat anti gizi,
proses pengolahan, komponen pada bahan, kandungan amilosa dan amilopektin, dll. Pada
tepung singkong dan pati singkong atau tapioka terdapat kandungan kandungan amilosa
dan amilopektin yang berbeda. Kandungan amilosa pada tapioka cenderung lebih tinggi
dibanding tepung singkong. Semakin tinggi kandungan amilosa menandakan kandungan
amilopektin semakin tinggi. Kandungan amilopektin yang tinggi dapat meningkatkan daya
cerna pati. Hal ini dikarenakan amilosa tersusun atas polimer gula sederhana dengan
rantai lurus. Rantai lurus ini membentuk ikatan amilosa yang solid yang menyebabkan pati
tidak mudah mengalami gelatinisasi dan dan memiliki daya cerna rendah. Tepung tapioka
memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi sibanding tepung singkong sehingga daya
cerna tapioka lebih rendah dibanding tepung singkong (Tama dkk, 2019).
3. Jelaskan pengaruh modifikasi pati terhadap penentuan daya cerna pati in vitro
Pati alami dalam penggunaannya biasa dimodifikasi untuk mendapatkan pati
dengan karakteristik atau sifat fungsional sesuai dengan yang dibutuhkan. Pati dimodifikasi
untuk menghilangkan sifat-sifat yang tidak diinginkan sehingga dapat digunakan untuk
banyak pengolah. Modifikasi pati dapat dilakukan secara kimia dan fisik. Modifikasi pati
secara fisik biasa dilakukan dengan perlakuan panas. Sedangkan modifikasi pati secara
kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti oksidasi, hidrolisis asam, substitusi,
dan modifikasi ikatan silang (Kusnandar, 2019).
Perlakuan modifikasi pada pati singkong atau tepung tapioka mempengaruhi daya
cerna pati in vitro. Kelarutan tepung tapioka modifikasi juga lebih tinggi dibanding tepung
tapioka biasa. Kelarutan tepung modifikasi lebih tinggi dikarenakan terjadinya
depolimerisasi dan rusaknya granula pati akibat modifikasi baik pengikat silang maupun
oksidasi. Kelarutan yang lebih tinggi menandakan daya cerna yang lebih tinggi sehingga
pati lebih mudah dihidrolisis oleh enzim (Dewi & Eduard, 2019).
4. Apakah terdapat perbedaan daya cerna pati modifikasi oksidasi dan pengikatan silang?
Mengapa?
Pati modifikasi silang dan pati modifikasi oksidasi memiliki perbedaan daya cerna.
Pada pati modifikasi oksidasi dapat menghambat retrograsdasi. Hal ini akan membuat
daya cerna protein menjadi lebih tinggi. Sedangkan pada pati modifikasi silang tidak
dapat menghambat retrogradasi. Pati modifikasi silang terdapat penambahan agent
crosslink yaitu fosfat. Fosfat dapat menggantikan gugus –OH pada pati dan akan
dihubungkan dengan pati yang lain. Oleh karena hal ini, ikatan antar pati akan semakin
kuat dan suhu gelatinisasi menurun (Latifah & Yunianta, 2017).
Anindya, A & Haryadi. 2014. Oksidasi Hancuran Singkong Menggunakan H2O2 dan Asam
Laktat dengan Katalisator Ferrous Sulfate Heptahydrate untuk MeningkatkanBaking
Expension. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3(4): 128-134
Damat., dkk. 2018. Teknologi Pati Termodifikasi dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Malang:
UMMPress
Hendra, M., Nida, E., & Melly, N. 2017. Pengaruh Konsentrasi Natrium Asetat dan Lama
Penyimpanan Terhadap Mutu Mi Basah. JIM Pertanian Unsyiah. 2(4): 454-463
Hernawan, A. 2014. Kue Favorit dari Umbi-Umbian ala Cake Shop. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Maharani, Y., Faizah, H., & Rahmayuni. 20017. Pengaruh Perlakuan Sodium Tripolyphosphate
(STPP) Pada Pati Sagu Termodifikasi Terhadap Ketebalan, Transparasi dan Laju
Perpindahan Uap Air Edible Film. JOM FAPERTA. 4(2): 1-10
Rafsen, H. 2018. Optimasi Produksi dan Karakterisasi Enzim α-Amilase Dari Isolat Bakteri
Termofil Bacillus sp RSII4B Sumber Air PanasLejja Soppeng Sulawesi Selatan. Skripsi.
Ruswandi., Budhi, O., & Minda, A. 2018. Penentuan Kadar Fruktosa Hasil Hidrolisis Insulin
Dengan DNS Sebagai Pengoksidasi. EKSAKTA. 19(1): 14-23
Ulfa, M. 2017. Efek Modifikasi Autoclaving-Cooling Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz)
Terhadap Indeks Homa-IR dan Homa-B Tikus Modal Diabetes. Skripsi. Jember:
Universitas Jember
Wibowo, A & Susiasih, H. 2015. Kue Kering Terfavorit. Jakarta Selatan: Kawan Pustaka
Widyaningsih, T., Novita, W., & Nur, I. 2017. Pangan Fungsional: Aspek Kesehatan, Evaluasi,
dan Regulasi. Malang: Universitas Brawijaya Press
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Dewi, A. & Eduard, F. 2019. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tapioka Teroksidasi dan
Aplikasinya Untuk Pembuatan Edible Film. Prosiding SNST ke-10 Tahun 2019. Universitas
Wahid Hasyim: Semarang
Herawati, H. 2011. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna Sebagai Pangan
Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 30. No. 1. Hal: 31-39
Herlina., dkk. 2016. Penggunaan α-amilase dan Variasi Lama Hidrolisis Pada Pembuatan
Tepung Glukomanan dari Umbi Gembili (Dioscorea esculenta L.). Jurnal Agroteknologi.
Vol. 10. No. 1. Hal: 73-86
Krisnatuti, D., Dini, R., & Rina, Y. 2014. Diet Sehat untuk Penderita Diabetes Melitus. Jakarta
Timur: Penebar Swadaya
Latifah, Husnul dan Yunianta. 2017. Modifikasi Pati Garut (Marantha arundinacea) Metode
Ganda (Ikatan Silang – Substitusi) Dan Aplikasinya Sebagai Pengental Pada Pembuatan
Saus Cabai. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 5. No. 4. Hal: 31-41
Tama, I., dkk. 2019. Model Supply Chain Agroindustri di Indonesia: Studi Kasus Produk
Singkong. Malang: UB Press
SS DAFTAR PUSTAKA
(Benardot, 2011)
Perhitungan :
Tepung Singkong
- waktu 10 menit, nilai X = (0,285-0,0723)/7,53 = 0,028
- waktu 20 menit, nilai X = (0,347-0,0723)/7,53 = 0,036
- waktu 40 menit, nilai X = (0,559-0,0723)/7,53 = 0,065
- waktu 60 menit, nilai X = (0,602-0,0723)/7,53 = 0,07
- waktu 90 menit, nilai X = (0,783-0,0723)/7,53 = 0,094
- waktu 120 menit, nilai X = (0,801-0,0723)/7,53 = 0,097
- waktu 180 menit, nilai X = (0,843-0,0723)/7,53 = 0,102
Tepung Tapioka
- waktu 10 menit, nilai X = (0,296-0,0723)/7,53 = 0,029
- waktu 20 menit, nilai X = (0,456-0,0723)/7,53 = 0,051
ACC DHP
- waktu 40 menit, nilai X = (0,538-0,0723)/7,53 = 0,062
- waktu 60 menit, nilai X = (0,600-0,0723)/7,53 = 0,07
- waktu 90 menit, nilai X = (0,756-0,0723)/7,53 = 0,091
- waktu 120 menit, nilai X = (0,822-0,0723)/7,53 = 0,099
- waktu 180 menit, nilai X = (0,877-0,0723)/7,53 = 0,107
hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tepung singkong berbanding lurus.
Pati singkong/tapioka
hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
pati singkong berbanding lurus.
hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tapioka modifikasi oksidasi berbanding lurus.
hubungan antara waktu inkubasi dengan kadar glukosa hasil hidrolisis enzim pada sampel
tapioka modifikasi silang berbanding lurus.
Keterangan :
Tepung Singkong:
GF: 0,0404
TS: 0,8662
Pati Singkong:
GF: 0,03
TS: 0,9536
Tapioka Modifikasi Oksidasi:
GF:0,02
TS: 0,7559
Tapioka Modifikasi Pengikatan
Silang:
GF:0,02
TS: 0,7559
Perhitungan:
= 31,856%
= 16,139%
= 20,669%
= 61,401%
= 33,456%
= 36,314%
= 7,699%
= 34,767%
= 33,457%
= 9,745%