Anda di halaman 1dari 15

49

GERAKAN MAHASISWA PADA MASA ORDE LAMA:


SUATU PERSPEKTIF HISTORIS
Oleh: Mohammad Maiwan*

ABSTRACT

The student movement in the post-independence as well as the Old Order ups and
downs along with the socio-political atmosphere. During the revolutionary period students
involved in the struggle for independence. While at the time of Liberal Democracy, student
activism changed. At first they are more academic activism alone and free from political
interests outside the university. But in the elections of 1955 university and college students
have politicized, making it applicable conflict and discord. In the Guided Democracy period
(1959-1965)increasing student political activity. Occurs strong government intervention
against the university. In addition, the form is also the influence of leftist groups who cause
strife and conflicts between student organizations. University of previously fragmented
worse. These circumstances occur until 1965 when the Communist Party of Indonesia
destroyed.

Key Words: Student movement, politics, Old Order era.

Pendahuluan percaturan politik, namun suara


Golongan mahasiswa mereka menggambarkan adanya
merupakan salah satu kekuatan aspirasi dalam masyarakat yang
penting dalam proses pembangunan perlu diperhatikan. Karena
bangsa. Dalam perkembangan bagaimanapun suara mahasiswa
sejarah Indonesia moderen kelompok adalah perpanjangan dari suara
mahasiswa terlibat dalam berbagai masyarakat. Ketidakpekaan
pasang surut kehidupan politik. pemerintah terhadap aspirasi
Keterlibatan tersebut sebagai bagian mahasiswa hampir dapat dipastikan
dari wujud kepedulian mereka akan akan mencetuskan konflik yang
perjalanan bangsa. Meskipun berujung pada kegaduhan politik.
kedudukan mahasiswa tidak dapat Secara politis benturan antara
disamakan dengan kekuatan- mahasiswa dengan pemerintah
kekuatan sosial politik formal dalam menjadi cermin tidak berjalannya

* Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Ilmu Sosial Politik, Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta
50

sebagian fungsi-fungsi dalam Gerakan mahasiswa memasuki tahap

pemerintahan secara maksimal. baru ketika Indonesia menyatakan diri


sebagai negara merdeka. Pada saat itu,
Begitu pula sebaliknya, redamnya
keadaan pendidikan, khususnya lembaga
gerakan mahasiswa menunjukkan
pendidikan tinggi belum berlangsung
adanya derajad kepuasaan terhadap normal (Bachtiar 1968:183; Thomas
fungsi-fungsi pemerintahan. Dalam 1973:40-86). Para mahasiswa di lembaga
konteks gerakan mahasiswa di pendidikan tinggi, di samping belajar juga

Indonesia, relasi antara mahasiswa terlibat secara aktif dalam penentangan


bersenjata melawan Belanda. Keterlibatan
dan pemerintah dipengaruhi oleh
mahasiswa diwujudkan dalam usaha-usaha
berbagai sebab sehingga menjadikan
yang lebih mendesak untuk
hubungan diantara keduanya mempertahankan kemerdekaan.
berlangsung secara dinamis sesuai Sebagian mahasiswa, bersama-sama
dengan atmosfer sosial politik yang pelajar sekolah menengah tergabung ke

ada. Salah satu episode sejarah yang dalam organisasi Tentara Pelajar (TP),
Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP),
menunjukan hubungan paling
Tentara Geni Pelajar (TGP). Sementara
dinamis antara gerakan mahasiswa
sebagian yang lain berjuang bersama
dan pemerintah adalah yang terjadi kelompok laskar-laskar perjuangan lain
pada era pasca kemerdekaan dan berdasarkan hubungan-hubungan
Orde Lama. Untuk itu, artikel di keagamaan ataupun golongan. Mereka

bawah ini akan menjelaskan semua dikenali sebagai, “pelajar pejuang”


(Susanto 1985). Sementara sebagian yang
bagaimana dinamika gerakan
lain bergabung ke dalam Corps Mahasiswa
mahasiswa pada masa tersebut.
(CM) yang kemudian disebarkan ke
Faktor-faktor apa yang berbagai front dan markas sebagai kader-
menyebabkannya, isu-isu apa yang kader terdidik untuk mendampingi para
berkembang, serta bagaimana komandan, terutama dalam tugas pembinaan

respon negara terhadapnya? teritorial. Tugas mereka adalah ikut aktif


menjalankan administrasi pemerintah di
daerah-daerah yang masih dikuasai pihak
Gerakan Mahasiswa Sesudah
republik. Hal itu wujud terutama pada tahap
Kemerdekaan
51

gerilya perang kemerdekaan (Notosusanto sebagian besar anggotanya adalah pelajar-


1978: 402-403). pelajar sekolah menengah dan sebagian
Di luar perjuangan bersenjata, kecil mahasiswa. Penggabungan antara dua
perkembangan dalam dunia mahasiswa organisasi tersebut melahirkan Ikatan
diwarnai dengan pembentukan organisasi- Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) (Soebagijo
organisasi baru serta usaha-usaha untuk I.N. 1987:202-222; Hindley 1966:195-196).
mewujudkan persatuan di antara mereka Selanjutnya didirikan organisasi-
atau pemuda dalam rangka menjayakan organisasi mahasiswa yang rapat dengan
revolusi nasional. Dalam kaitan ini, para partai-partai politik yang telah wujud
mahasiswa dan pemuda mengambil langkah sebelumnya. Pada tanggal 5 Februari 1947
penting dengan menyelenggarakan didirikan Himpunan Mahasiswa Islam
Konggres Pemuda di Yogyakarta tanggal (HMI) (Tanja1983; Sitompul 1976), sebagai
9-11 November 1945, yang melahirkan kelanjutan dari didirikannya partai Masyumi
organisasi federasi bernama, BKPRI (Badan 7 November 1945; Perhimpunan Mahasiswa
Kongres Pemuda Republik Indonesia) Kristen Indonesia (PMKI) buntut pendirian
(Ranuwihardjo 1979: 153). Namun karena Parkindo 18 November 1945, dan tanggal
adanya dominasi kelompok kiri yang 25 Mei 1947 didirikan Perhimpunan
diwakili oleh Pesindo (Pemuda Sosialis Mahasiswa Katolik Republik Indonesia
Indonesia) (Kahin 1980:201, .339-368) dan (PMKRI) buntut pendirian Partai Katholik 8
wujudnya berbagai perbedaan pandangan Desember 1945. Corak hubungan organisasi
politik di dalamnya, BKPRI mengalami mahasiswa dengan partai politik ini
perpecahan. merupakan gejala baru setelah kemerdekaan
Sebagai gantinya, pada bulan April yang merupakan proses awal yang akan
1946 diadakan pertemuan mahasiswa membawa dampak pada politisasi
seluruh Jawa yang kemudian berhasil mahasiswa.
mendirikan organisasi baru yaitu, Sarekat Di samping wujud organisasi-
Mahasiswa Indonesia (SMI) atau nama organisasi mahasiswa yang berhubung rapat
lainnya Societas Studisorum Indonesiensis. dengan partai-partai politik, muncul pula
Kebanyakan anggota SMI berhaluan kiri organisasi-organisasi mahasiswa yang
dan memiliki hubungan erat dengan tokoh- bercorak fungsional, professional dan lokal
tokoh komunis. Organisasi ini kemudian berdasarkan semangat kedaerahan, dengan
pada tanggal 2 Februari 1948 bergabung ke skop komunitas yang terbatas dan
dalam Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) penekanan yang kentara kepada satu bidang
(Soebagijo I.N. 1987:30-31, 65) yang kepakaran (Martha 1985:1999). Namun
52

sampai sejauh itu, satu model organisasi Gerakan Mahasiswa Pada Masa
yang menghimpun semua kekuatan Demokrasi Liberal
mahasiswa secara nasional belum ada. Setelah Perang Kemerdekaan selesai
Barulah dalam Konperensi dan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia
Mahasiswa Indonesia di Malang tanggal 8- pada bulan Desember 1949, dinamika
10 Maret 1947 tujuh buah organisasi gerakan mahasiswa memasuki era baru.
mahasiswa seperti: HMI, PMKI, PMKRI, Kehidupan berjalan semua secara normal,
PMKH, PMD, PMJ, MMM bersetuju untuk sementara para mahasiswa ataupun pelajar
mendirikan Perserikatan Perhimpunan kembali ke universitas maupun sekolah.
Mahasiswa Indonesia (PPMI) (Martha et al. Di bidang pendidikan, khususnya
1985: 199). Organisasi ini merupakan lembaga pendidikan tinggi, pemerintah
federasi organisasi ekstra universiter membuka kesempatan yang seluas-luasnya
mahasiswa Indonesia. PPMI kemudian kepada masyarakat untuk mengikuti
berkembang sebagai organisasi mahasiswa pendidikan tinggi dengan mendirikan
yang penting di dalam kancah politik beberapa universitas baru (Thomas 1973;96-
nasional (Anwar 1981:21-25). 122; Sanit 1989;20). Sepanjang awal tahun
Pada peringkat awal, PPMI memiliki 1950-an, kehidupan universitas berlangsung
hubungan rapat dengan Presiden Sukarno dalam suasana kegairahan yang tinggi dan
dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan kenangan romantik atas revolusi perjuangan
secara langsung dapat memberikan yang baru berlalu. Nuansa setelah merdeka
pandangan-pandangannya secara efektif memberikan harapan tinggi akan tumbuhnya
berkenaan dengan perkembangan politik suasana yang kondusif dalam
nasional dalam berbagai diskusi bersama. pengembangan aktifitas ilmiah. Kalangan
Bahkan pada masa awal tersebut, tokoh- universitas dapat berkarya secara bebas dan
tokoh PPMI berani memberikan pandangan memiliki otonomi yang kuat. Bahkan
kepada Presiden Sukarno berkaitan dengan sebagian mahasiswa terlibat dalam program-
pembentukan kabinet pemerintah (Martha et program pembangunan secara langsung
al. 1985: 200). PPMI bertahan cukup lama (Hardjasoemantri 1983).
dan menjadi bagian dari pasang surut Pada tahap ini, universitas telah
kehidupan politik pada masa Demokrasi tumbuh sebagai lembaga yang netral dan
Liberal dan Demokrasi Terpimpin. bertumpu pada tugas utamanya, yaitu
mengembangkan ilmu pengetahuan. Peluang
kerja dan karier lulusan mereka setelah
53

tamat sangat terbuka luas dalam jabatan- mahasiswa tersebut disokong oleh realitas,
jabatan pemerintah seiring dengan wujudnya baik subyektif maupun obyektif yang secara
perluasan birokrasi dalam satu negara baru. mendasar tidak cukup menjadi alasan untuk
Karena itu, tidaklah mengherankan jika menentang sistem yang ada. Generasi
generasi mahasiswa pada masa ini setelah mahasiswa pada masa ini, tidak berhadapan
tamat dari universitas dengan mudah dengan masalah yang sukar, sebagaimana
terserap ke dalam bidang pekerjaan resmi di generasi mahasiswa sesudahnya yang
lembaga-lembaga pemerintah (Fischer berhadapan dengan masalah kemelut politik,
1965:105). ekonomi maupun sosial sehingga
Dalam konteks ini, menjadi penting melahirkan tantangan tersendiri. Meskipun
kenapa pada saat itu tidak wujud suatu mulai muncul kekecewaan dari sebagian
gerakan mahasiswa yang bersifat keras yang kalangan masyarakat terhadap arah tujuan
berupaya menantang pemerintah yang baru negara baru tersebut, tetapi hampir
wujud. Hal ini berlaku karena struktur yang dipastikan tidak sebesar daripada harapan-
sedia ada masih cukup luas dan akomodatif harapan mereka. Selain itu, mereka sadar
untuk menampung tamatan institusi bahwa masa pembangunan negara masihpun
pendidikan tinggi yang masih sedikit bermula.
(Thomas 1973:92). Di samping itu, Sementara itu, di lingkungan
sebagian dari mahasiswa pada masa tersebut universitas, dinamika organisasi mahasiswa
adalah juga mantan para pejuang yang mengalami perkembangan baru, dalam
pernah terlibat dalam perang kemerdekaan, bentuk didirikannya organisasi-organisasi
yang notabene juga ikut menyumbangkan internal universitas (Martha 1985:270-271).
berdirinya tatanan yang ada. Mereka Meskipun di lembaga-lembaga pendidikan
memiliki hubungan-hubungan pribadi yang tinggi pada saat itu terdapat dua jenis
rapat dengan lapisan elite politik nasional organisasi mahasiswa yang berbeda, yakni,
yang memerintah yang juga berjuang pada intra dan ekstra universitas, namun keadaan
jaman penjajahan dahulu, maupun ketika masih tetap normal dan stabil. Aktifitas dan
Perang Kemerdekaan. Lebih dari itu, secara suasana akademik warga kampus masih
sadar para mahasiswa ini menganggap tetap terjaga dan berjalan dengan baik.
bahwa belajar juga merupakan kewajiban Berbagai aktifitas mahasiswa masihpun
mulia sebagai bagian mengisi kemerdekaan bersifat akademik semata dan terbebas dari
(Fischer 1965:104). kepentingan-kepentingan politik di luar
Pada dasarnya boleh dikatakan universitas. Namun secara perlahan seiring
bahwa, kurangnya partisipasi politik dengan berjalannya waktu, serta semakin
54

dekatnya waktu Pemilihan Umum 1955, Mahasiswa Indonesia) tahun 1956 setelah
maka kondisi tersebut berubah. Partai-partai pemilihan umum. CGMI merupakan
politik yang sejak awal menyadari potensi gabungan dari tiga organisasi mahasiswa
mahasiswa, di tengah langkanya tenaga- lokal, yang telah didirikan sebelumnya
tenaga terdidik berkualitas di masyarakat, tahun 1950, yaitu CMB (Consentrasi
dengan serta merta mulai melakukan Mahasiswa Bandung), CMY (Consentrasi
langkah-langkah mobilisasi politik dengan Mahasiswa Yogyakarta) dan GMIB
melibatkan partisipasi warga kampus. (Gerakan Mahasiswa Indonesia Bogor)
Wujudlah kemudian organisasi- ditambah dengan Mahasiswa Progresif dan
organisasi ekstra mahasiswa yang baru Persatuan Mahasiswa Demobilisan
yang menjadi cabang ataupun minimal (Hindley 1966:196-1999; McVey 1990:19-
memiliki hubungan emosional yang rapat 23).
dengan partai-partai politik. PNI (Parti Kewujudan organisasi-organisasi
Nasional Indonesia) mendirikan GMNI mahasiswa ekstra universitas yang baru ini,
(Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) secara otomatik menambah jumlah barisan
pada tahun 1954 (Rocamora 1975:265- organisasi yang sama yang telah disebut di
269), NU (Nahdlatul Ulama) mendirikan atas. Terlihat dengan jelas bahwa
IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama), penyusunan kekuatan politik dari
yang kelak di kemudian hari secara khusus universitas ini, mengikuti garis atau
mendirikan PMII (Persatuan Mahasiswa kecenderungan ideologi politik, yang
Islam Indonesia) (Noer 1987: 93-94). PSI menjadi bagian daripada apa yang oleh
(Parti Sosialis Indonesia) mendirikan GPS Clifford Geertz disebut sebagai “politik
(Gerakan Pemuda Sosialis). Seksi aliran”, di mana kelompok mahasiswa
Mahasiswa GPS ini di kemudian hari secara mendalam diintegrasikan ke dalam
berdiri sendiri dengan nama Gemsos satu kekuatan politik berdasarkan arus
(Gerakan Mahasiswa Sosialis) (Meyrs kebudayaan utama yang berkembang di
1959:112). dalam masyarakat (Geertz 1976).
Sementara itu, PKI (Partai Komunis Kewujudan organisasi-organisasi
Indonesia) menggunakan strategi lain. mahasiswa tumbuh berdasarkan pemisahan
Partai ini tidak secara langsung mendirikan ideologi yang tajam yang menjadi dasar
organisasi mahasiswa, sebagaimana yang perjuangan partai-partai politik. Ben
ditempuh partai-partai politik lain. PKI Anderson (1990: 107) secara jitu
baru mendirikan organisasi mahasiswa, menggambarkan keadaan ini sebagai
yakni CGMI (Consentrasi Gerakan berikut:
55

“Partai-partai besar masa itu -- sumberdaya politik, karena di sana terdapat


PKI, PNI, dan NU-- melebarkan sayap
potensi kepemimpinan dan keterampilan.
kekuatannya bukan saja di kalangan
anggota-anggotanya saja, tetapi juga Upaya kekuatan politik untuk
ke dalam segenap organ-organnya
mendapatkannya menyebabkan universitas
yang mencakup anak muda, wanita,
pelajar, petani, pekerja, sarjana, dan terjebak ke dalam proses politik (Sanit
lainnya…yang saling bersaing dengan
1989: 24).
sengit memperebutkan pengaruh di
segenap lapisan kehidupan Selepas Pemilihan Umum 1955
masyarakat.”
yang dimenangi PNI, Masyumi, NU dan
PKI yang menghasilkan peta kekuatan
Karena itu, campur tangan partai-
politik baru, tidaklah menghentikan
partai politik dalam lapisan kehidupan
politisasi universitas. Suasana politik
masyarakat, khususnya organisasi
nasional, yang diliputi konflik-konflik di
mahasiswa terbuka lebar yang ujung-
antara elite politik semakin berterusan,
ujungnya menyeret mahasiswa ke dalam
sehingga tidak menghasilkan stabilitas
kancah politik praktis. Proses tersebut
sebagaimana diharapkan dan justru
secara langsung mempengaruhi kehidupan
semakin menyeret mahasiswa jauh ke
universitas, dengan wujudnya perpecahan
dalam arus politik yang berkembang.
dalam kehidupan mahasiswa yang semakin
Organisasi-organisasi mahasiswa secara
kentara, karena perbedaan-perbedaan
permanen kemudian menjadi salah satu
asosiasi dan pandangan-pandangan politik.
benteng dari parti-partai politik di
Mulai saat itulah dunia mahasiswa
universitas.
mengalami politisasi yang sesungguhnya.
Dalam perkembangan tersebut,
Dalam Pemilihan Umum 1955,
kelompok mahasiswa menjadi salah satu
yang merupakan pemilihan umum pertama
sasaran penting perluasan pengaruh dalam
selepas Indonesia merdeka, universitas
rangka penguasaan massa oleh kekuatan-
menjadi salah satu tempat “pertarungan
kekuatan politik utama yang sedang
kekuasaan” dan perebutan pengaruh di
bersaing, yaitu Sukarno, Angkatan Darat
antara partai-partai politik, yang dengan
dan partai-partai politik. Bahkan organisasi
segala cara berusaha menarik kalangan
federasi mahasiswa ekstra universitas,
universitas. Dalam konteks ini, pola
yakni PPMI juga tidak terlepas dari sasaran
campur tangan politik terhadap kehidupan
politisasi. Untuk menyelamatkan
universitas menampakkan wajah baru
mahasiswa di dalam universitas, sebagian
(Sanit 1989:21). Para pemimpin politik
tokoh-tokoh Dewan Mahasiswa
sadar bahwa, universitas merupakan
Universitas Indonesia tahun 1956
56

mempelopori pendirian Majelis Mahasiswa partai-partai politik dalam menyesuaikan


Indonesia (MMI), yang merupakan diri dengan Demokrasi Terpimpin dan
federasi organisasi mahasiswa intra sebagian lagi karena langkah-langkah
universitas. Organisasi ini beranggotakan Presiden Sukarno yang ingin menjadi
Dewan-Dewan Mahasiswa dan Senat-Senat pengimbang kekuatan tentara dan partai-
Mahasiswa seluruh lembaga pendidikan partai politik (Magenda 1985: 136).
tinggi di Indonesia yang telah ada
sebelumnya. Baik PPMI maupun MMI Gerakan Mahasiswa Pada Masa
berebut kedudukan untuk mengakui Demokrasi Terpimpin
sebagai juru bicara yang mewakili Selanjutnya, pada masa Demokrasi
keseluruhan mahasiswa Indonesia (Paget Terpimpin (1959-1965) gerakan
1970: 161-163). Mulai saat itu muncul mahasiswa telahpun berkembang lebih
dualisme dalam organisasi mahasiswa di jauh seiring dengan perkembangan politik
Indonesia, yakni antara organisasi ekstra yang dinamik dan cepat yang prosesnya
universitas dan intra universitas. sudahpun dimulai pada tahun 1957 (Lev
Sementara itu, pada tahun 1957 1966). Kalangan universitas yang sebelum
pihak Angkatan Darat melakukan langkah ini, yaitu pada masa Demokrasi Liberal,
ofensif dengan mempelopori pendirian telah menerima pengaruh dari kekuatan-
BKSPM (Badan Kerjasama Pemuda kekuatan politik eksternal, kini semakin
Militer). Organisasi ini merupakan tempat jauh terlibat ke dalam arus politik.
untuk menghimpun kerjasama di antara Universitas bukan saja menjadi salah satu
institusi-institusi sipil-militer, termasuklah benteng perjuangan politik, tetapi juga
organisasi-organisasi mahasiswa, organisasi menjadi arena perebutan pengaruh yang
pemuda yang mempunyai hubungan dengan lebih besar yang akan digunakan sebagai
partai-partai politik, buruh, petani, wanita, alat untuk melakukan bargaining politik.
agama dan lain-lain (Lev 1966: 65). Dalam hal ini, peranan yang lebih besar
Pendirian BKSPM menandai awal peranan dalam gerakan mahasiswa tetap dipegang
pemuda dan mahasiswa dalam arena politik oleh organisasi-organisasi mahasiswa
nasional atas namanya sendiri. Ide badan eksternal universitas, yang memiliki
kerjasama ini bertujuan melemahkan hubungan erat dengan partai-partai politik.
peranan partai-partai politik dengan Akibatnya, lembaga universitas
menekankan penyatuan unsur-unsur atas yang merupakan institusi ilmiah yang pada
dasar fungsinya. Namun tujuan organisasi mulanya independen dan netral dari
ini gagal, sebagian karena keberhasilan
57

berbagai kepentingan tidak boleh lagi terdapat perluasan dalam birokrasi


dipertahankan. Salah satu faktor penting pemerintahan, namun besarnya jumlah
yang menyumbang pada meningkatnya lulusan tidaklah sepadan dengan bidang
gerakan mahasiswa adalah meluasnya yang tersedia. Dalam keadaan ekonomi
partisipasi pendidikan tinggi. Pada masa negara yang kocar-kacir serta belum
Demokrasi Terpimpin, terutama pada awal berkembangnya sektor-sektor swasta yang
tahun 1960-an pemerintah mendirikan kuat dan meluas, maka tumpuan bekerja
universitas-universitas baru di berbagai pada jabatan-jabatan dalam pemerintah
daerah, khususnya pada setiap ibukota merupakan satu-satunya harapan bagi
provinsi (Lev 1966). Bertambahnya jumlah mereka yang berpendidikan tinggi.
universitas secara otomatis juga menambah Selain itu, meningkatnya aktifisme
jumlah mahasiswa yang meningkat dengan mahasiswa sebagian besar juga
pesat (Fischer 1965:92; Magenda dipengaruhi oleh perkembangan politik
1985:137; Bachtiar 1968:186, 210). nasional, yang diwarnai usaha-usaha
Semakin banyaknya jumlah mahasiswa Presiden Sukarno untuk mempromosikan
yang ada di lembaga pendidikan tinggi satu ideologi nasional dengan menekankan
tersebut, pada prinsipnya telah menggeser pada tema-tema “kebanggaan nasional”,
persepsi umum akan kedudukan mereka “persatuan bangsa”, “revolusi belum
sebagai satu “entitas sosial” yang pada selesai” dan lain-lain dengan harapan dapat
asalnya bersifat ekslusif menjadi lebih memelihara keseimbangan di antara faksi-
massal dan egaliter. Para mahasiswa harus faksi politik yang berbeda-beda. Pada
berhadapan dengan realitas bahwa mereka tahun 1959 Sukarno mengemukakan
adalah sama dengan kelompok-kelompok gagasannya tentang Manipol-USDEK yang
sosial masyarakat lainnya. merupakan penjabaran lebih lanjut dari ide
beliau tentang revolusi, politik dan
Apatah lagi realitas menunjukkan ideologi negara (Feith 1968:594-595; Feith
bahwa kedudukan mahasiswa setelah tamat 1967:367-368).
belum dapat menjamin masa depan yang Pada tingkat inilah kemudian
cerah, mengingat banyaknya lulusan pemerintah menjadikan universitas dan
lembaga pendidikan tinggi tidak cukup mahasiswa menjadi salah satu sasaran
ditampung dalam sistem politik yang ada, indoktrinasi politik (Thomas 1973:181-
telah mulai menimbulkan “pengangguran 182). Meskipun ideologi Manipol-USDEK
terdidik” serta bentuk-bentuk kekecewaan ini menarik bagi sebagian mahasiswa,
dan frustasi di kalangan mereka. Meskipun namun indoktrinasi itu, untuk sebagian,
58

disambut dengan sikap permusuhan, kelompok kiri di universitas. Karena


sinisme dan sebelah mata, yang hanya akan itu, para mahasiswa kiri dengan
mengancam kebebasan (Feith 1967: 370).
keras menuduh tentara telah
Respon sebagian mahasiswa terhadap ide-
melakukan “militerisasi kampus”.
ide politik pemerintah merentang antara
Namun demikian, selepas itu,
penentangan terselubung dan kemauan
situasi nasional tidaklah bertambah baik.
umum yang tidak dapat ditolak. Namun
Kehidupan ekonomi masyarakat secara
untuk sebagian yang lain, justru disambut
umum semakin merosot. Politik Indonesia
secara antusias, menjadi tanda kesetiaan
kemudian bergeser ke kiri, sehingga lebih
yang meluap-luap. Para mahasiswa kiri
mendekatkannya dengan blok komunis.
segera menanggapi indoktrinasi ini sebagai
Dalam politik luar negeri, Indonesia
kesempatan untuk mengambil inisiatif
membentuk poros Jakarta-Phnom Penh-
dalam memimpin sekaligus mendominasi
Hanoi-Peking-Pyongyang, sehingga harus
wacana dan gerakan politik di universitas-
berhadapan dengan blok Barat. Puncak dari
universitas serta konstelasi politik
permasalahan ini adalah keluarnya
nasional.
Indonesia dari organisasi PBB
Dalam perkembangan
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada awal
berikutnya pemerintah juga
tahun 1965, yang menyebabkan Indonesia
menggerakkan mahasiswa untuk semakin terkucil dari pergaulan
kepentingan politik, ketika pada masyarakat internasional (Leifer 1983:
tanggal 19 Desember 1961 Presiden 103-105).

Sukarno menyampaikan maklumat Dengan bersandarkan kepada


Trikora (Tri Komando Rakyat), yang ajaran-ajaran Presiden Sukarno
berisikan seruan untuk merebut Irian faksi kiri berusaha membenarkan
Barat. Inisiatif tersebut disambut langkah-langkah politiknya.
mahasiswa yang kemudian bersama Serangan-serangan PKI semakin
pihak Angkatan Darat mewujudkan gencar diarahkan kepada kekuatan-
latihan-latihan ketentaraan (Martha kekuatan yang dianggap potensial
1985:319). Langkah ini sekaligus sebagai lawan politik. Melalui
ditempuh untuk membendung organisasi-organisasi di bawahnya,
“Nasakomisasi” dan pengaruh PKI, berusaha meningkatkan
59

pertentangan-pertentangan dalam konteks ini, mahasiswa telahpun muncul

masyarakat, di samping secara sebagai faktor politik di dalam universitas,


bahkan diakui sebagai kekuatan sosial
berterusan melakukan penyusupan
politik yang boleh mempengaruhi berbagai
secara sistematik ke dalam pelbagai
keputusan (Moechtar 1998:44-46).
organisasi lain sebagaimana Serangan-serangan mahasiswa kiri
sebelumnya (Legge 2001:387-388). ini juga disertai dengan usaha-usaha
Sementara itu, di lingkungan mereka yang meningkat dalam menguasai
organisasi mahasiswa, kelompok- organisasi eksternal maupun internal
kelompok organisasi mahasiswa kiri yang universitas. Sasaran mereka yang pertama
dipelopori oleh GMNI, CGMI, Germindo adalah PPMI yang sebelumnya telah
(Gerakan Mahasiswa Indonesia) dan berhasil disusupi (Martha 1985:304).
Perhimi (Perhimpunan Mahasiswa Selain menguasai organisasi eksternal
Indonesia) (Maxwell 2001:140) berusaha universitas, mahasiswa-mahasiswa
untuk meminggirkan lawan-lawan progresif revolusioner kiri juga berusaha
politiknya dengan berbagai cara, sehingga keras menguasai perhimpunan organisasi
muncul pertentangan di antara mahasiswa internal universitas, yaitu MMI. Puncak
yang pro dan antikomunis. Usaha-usaha dari kejadian tersebut adalah dalam
untuk mendominasi kehidupan universitas Kongres MMI yang ke IV April 1964 di
dilakukan bukan saja dengan Malino Sulawesi Selatan, di mana
melumpuhkan organisasi-organisasi ekstra kelompok mahasiswa kiri pimpinan CGMI
universitas saja, tetapi juga menguasai berhasil memenangi pertarungan dengan
organisasi-organisasi intra universitas, menguasai MMI, yang kemudian
seperti Dewan-Dewan Mahasiswa di mendapatkan tantangan dari Dewan
berbagai universitas, serta menyingkirkan Mahasiswa Universitas Indonesia (UI),
para dosen yang dianggap sebagai musuh Dewan Mahasiswa Institut Teknologi
politik. Bandung (ITB) dan Dewan Mahasiswa
Akibatnya, universitas berubah Universitas Padjajaran (Unpad) (Martha
menjadi semacam ajang “gimnastik- 1985:304).
revolusioner”, tempat untuk praktek Karena itu, segera setelah Konggres
“pertentangan kelas” seperti dosen versus MMI ke IV di Malino selesai, terjadi
mahasiswa, ataupun screening mahasiswa pergulatan pada Dewan-Dewan Mahasiswa
dan retooling atau pelucutan jabatan di seluruh lembaga pendidikan tinggi
terhadap dosen yang tidak disukai. Dalam Indonesia. Wujud usaha-usaha serius
60

mahasiswa kiri untuk menjatuhkan ketua- wujud, seraya mengingatkan agar


ketua Dewan Mahasiswa di lembaga organisasi HMI tidak menjadi sarang
pendidikan tinggi. Beberapa universitas kontra-revolusi dan jiwa kekolotan
utama menjadi sasaran penting yang secara (Rosihan Anwar 1981: 468). Meskipun
berterusan berusaha untuk dikuasai. demikian, di pihak lain CGMI bersama
Meskipun tidak semua tujuan dari organisasi-organisasi kiri lainnya secara
mahasiswa-mahasiswa progresif terus menerus mencari jalan dan akhirnya
revolusioner kiri tersebut berhasil, namun berhasil memperalat PPMI, sebagai wadah
realitanya tindakan mereka menimbulkan federasi organisasi mahasiswa, yang
“efek psikologikal” yang luar biasa kemudian menggantung keanggotaan HMI
terhadap kelompok-kelompok mahasiswa dari PPMI, pada tanggal 21 Oktober 1964
yang berseberangan, sehingga (Sitompul 1976: 50).
menyebabkan mereka bersikap defensif. Di lingkungan mahasiswa serangan
Bahkan, pada tahap tertentu, kelompok kiri, bukan saja berhenti kepada
keberhasilan tersebut semakin memperkuat HMI saja, tetapi diperluaskan kepada
keyakinan kelompok mahasiswa kiri untuk berbagai organisasi mahasiswa
meminggirkan lawan-lawan mereka. Salah nonkomunis lainnya. Bahkan mereka
satu organisasi mahasiswa terpenting yang merancang untuk menyerang organisasi-
dijadikan sasaran adalah HMI. Para organisasi mahasiswa yang lebih kecil dan
mahasiswa kiri menuntut agar HMI netral, yang tidak memiliki hubungan
dibubarkan (Sitompul 1976:43). Namun dengan partai politik, termasuklah di
usaha tersebut gagal, karena tuntutan dalamnya organisasi-organisasi mahasiswa
pembubaran HMI memperoleh tantangan lokal seperti: IMADA, IMABA, PMB dan
yang luas dari kelompok-kelompok lain-lain.
antikomunis. Organisasi-organisasi Meskipun, untuk sebagian, usaha
mahasiswa anti-PKI seperti: PMKRI, kelompok revolusioner progresif kiri gagal
PMII, GMKI, dan lain-lain dengan keras mencapai tujuannya dengan baik, namun
membela HMI. Mereka melihat bahwa, pada aspek lain mereka justru memperoleh
hancurnya HMI justru akan memperlemah beberapa keberhasilan penting. Mereka
barisan sipil yang berada di universitas- misalnya, berhasil mendesak agar
universitas. Karena itu, berbagai usaha Manifesto Kebudayaan dilarang, media
untuk menyelamatkan HMI dilakukan dan pers yang pro BPS (Badan Penyokong
berhasil. Presiden Sukarno menyatakan Sukarnoisme) dan antikomunis dilarang,
bahwa organisasi tersebut boleh terus serta partai-partai politik --seperti Partai
61

Murba pada 21 September 1965-- yang mengalami politisasi yang tinggi, terseret
memungkinkan Nasakomisasi dapat terus dalam arus kepentingan partai-partai politik
berlangsung dan PKI memiliki posisi yang yang menerobos memasuki dunia
kuat, juga dilarang. Sepanjang masa universitas. Universitas kemudian menjadi
Demokrasi Terpimpin kelompok kiri telah salah satu tempat “pergulatan kekuasaan”
berkembang pesat dan untuk sebagian dan perebutan pengaruh kekuatan eksternal.
berhasil memberikan pengaruh penting atas Bahkan, pada masa Demokrasi
arena politik nasional. Keadaan tersebut Terpimpin (1959-1965) gerakan
berlangsung sampai dengan tercetusnya mahasiswa telahpun berkembang lebih
peristiwa 30 S PKI tahun 1965 di mana jauh sejajar dengan perkembangan politik
PKI dituduh sebagai pelaku percobaan nasional. Kehidupan universitas yang
kudeta yang gagal. Organisasi ini beserta sebelumnya telah terpecah-belah, semakin
seluruh insitusi-institusi massa di parah. Konflik di antara kelompok dan
dalamnya kemudian menjadi sasaran organisasi mahasiswa, khususnya dengan
kemarahan kelompok antikomunis, mahasiswa “kiri” meningkat. Pada tahap
termasuk mahasiswa. ini, kalangan kiri, dengan berbagai cara,
berusaha mendominasi kehidupan
Kesimpulan universitas dan mahasiswa. Akan tetapi,
Dari uraian di atas dapat keadaan tersebut berakhir dengan
dikemukakan kesimpulan bahwa gerakan antiklimaks ketika pada tahun 1965 pihak
mahasiswa pada masa pasca kemerdekaan Komunis dituduh terlibat dalam aksi
serta Orde Lama mengalami pasang surut kudeta yang gagal, sehingga seluruh sayap
seiring dengan suasana sosial politik yang organisasi kiri, termasuklah organisasi
ada. Gerakan mereka memasuki dimensi mahasiswanya dihancurkan.
baru ketika Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan tahun 1945. Banyak di antara
mahasiswa yang bergabung pada sejumlah DAFTAR RUJUKAN
organisasi atau lasykar bersenjata dan
Amstutz, J.B. 1958. The Indonesian youth
dikenali sebagai “pelajar pejuang”.
movement 1908-1955. Tesis Ph.D.
Sementara pada masa Demokrasi Liberal, Fletcher School of Law and
Diplomacy, Tufts University,
corak aktifisme mahasiswa berubah. Seiring
Medford.
dengan dinamika politik kebangsaan yang
Anwar, R. 1981. Sebelum prahara:
meningkat pesat, khususnya menjelang
pergolakan politik Indonesia 1961-
Pemilihan Umum 1955, mahasiswa 1965. Jakarta: Sinar Harapan.
62

Kahin, G.M.T. 1980. Nasionalisme dan


Bachtiar, H.W. 1968. Indonesia. Dlm. revolusi di Indonesia. Terj. Ismail
Emmerson, Donald K. (pnyt.). bin Muhammad & Zaharom bin
Students and politics in developing Abdul Rashid. Kuala Lumpur:
nations, hlm. 180-214. New York: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Frederick A. Praeger, Inc.,
Publishers. Legge, J.D. 2001. Sukarno, biografi politik.
Terj. Tim PSH. Jakarta: Sinar
Coleman, J.S. (pnyt.). 1965. Education and Harapan.
political development. Princeton
New Jersey: Princeton University Leifer, M. 1983. Indonesia’s foreign policy.
Press. London: George Allen & Unwin.

Dahm, B. 1988. Sejarah Indonesia abad Lev, D.S. 1966. The transition to guided
kedua puluh. Terj. Abd. Aziz democracy: Indonesian politics
Hitam & Wan Azaham Wan 1957-1959. Monograph series.
Mohamad. Kuala Lumpur: Ithaca, New York: Modern
Dewan Bahasa dan Pustaka. Indonesian Project, Southeast Asia
Program Department of Asian
Diah, B.M. 1981. Angkatan Baru ’45. Studies Cornell University.
Jakarta: Masa Merdeka.
Magenda, B.D. 1985. Gerakan mahasiswa
Feith, H. 1967. Dynamics of guided dan hubungannya dengan sistem
democracy. Dlm. McVey, Ruth T. politik. Dlm. Farchan Bulkin (pnyt.).
(pnyt.). Indonesia, hlm. 317-382. Analisa kekuatan politik Indonesia,
New Haven: Human Relations Area hlm. 129-148. Jakarta: LP3ES.
Files.
Martha, A.G., Wibisono, C. & Anwar, Y.
Feith, H. 1968. The decline of constitutional 1985. Pemuda Indonesia dalam
democracy in Indonesia. Ithaca, New dimensi sejarah perjuangan
York: Cornell University Press. bangsa. Jakarta: Kurnia Esa.

Fischer, J. 1965. Indonesia. Dlm. James S. Maxwell, J. 2001. Soe Hok Gie: pergulatan
Coleman (pnyt.). Education and intelektual muda melawan tirani.
political development, hlm. 92-122. Terj. Tri Wibowo Budi Santoso.
Princeton, New Jersey: Pinceton Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
University Press.
McVey, R.T. 1990. Teaching modernity: the
Geertz, C. 1976. The religion of Java. PKI as an educational institution.
Chicago: University of Chicago Indonesia 50(Oktober):5-28.
Press.
Moechtar, H. 1998. Mereka dari Bandung:
Hardjasoemantri, K. 1983. Peranan proyek pergerakan mahasiswa Bandung
PTM dalam pengembangan 1960-1967. Bandung: Alumni.
pendidikan. Jakarta: Balai Pustaka.
Myers, R.J. 1959. The development of the
Hindley, D. 1966. The communist party of Indonesian socialist party. Tesis
Indonesia 1951-1963. Berkeley: Ph.D. University of Chicago.
University of California Press.
63

Noer, D. 1987. Partai Islam di pentas


nasional 1945-1965. Jakarta: Soebagijo, I.N. (pnys.). 1987. Perjuangan
Pustaka Utama Grafiti. pelajar IPI-IPPI. Jakarta: Balai
Pustaka.
Padmodiwiryo, S. 1995. Memoar Hario
Kecik: autobiografi seorang Susanto, S. 1985. Perjuangan tentara
mahasiswa prajurit. Jakarta: pelajar dalam perang kemerdekaan
Yayasan Obor Indonesia. Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Paget, R. 1970. Youth and the wane of
Sukarno’s government. Tesis Ph.D. Tanja, V. 1982. Himpunan mahasiswa
Cornell University, Ithaca. Islam. Jakarta: Sinar Harapan.

Rocamora, J.E. 1975. Nationalism in search Thomas, R.M. 1969. Effects of Indonesian
of ideology: the Indonesian population growth on educational
nationalist party 1946-1965. Quezon development, 1940-1968. Asian
City: University of the Philippines. Survey. Vol. IX, No. 7(July): 498-
514.
Sanit, A. 1989. Mahasiswa, kekuasaan dan
bangsa: refleksi dan gagasan Thomas, R.M. 1973. A chronicle of
alternatif. Jakarta: Lingkaran Studi Indonesian higher education.
Indonesia dan Yayasan LBH Singapore: Chopmen Enterprises.
Indonesia.

Sitompul, A. 1976. Sejarah perjuangan


Himpunan Mahasiswa Islam (1947-
1975). Surabaya: Bina Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai