Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PROJECT BASED LEARNING (PjBL)

“ASTAGINA-PDB A25”

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Hari : Jumat Tanggal : 31 Maret 2023 Jam ke : 1-2

Anggota Kelompok 8 :
1. Alia Dewi Kartika (185221063)
2. Elyada Kharisma K. W. (1422211555)
3. Kamala Silmi Ash-Shihah (142221157)
4. Andini Dwi Kartika P. (162012433001)
5. Salsabila Lathifah Arini (147221021)
6. Devi Yuliarti Arum (191221017)
7. Naely Nurul Mustabsyiroh (431221017)
8. Annisa Ummi Nadlira (151221142)
9. Mega Permata Permadany (147221104)
KATA PENGANTAR

Pertama kami ingin mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
menuntun kami untuk dapat mampu mengolah pikiran serta menggerakkan pena kami sehingga
proposal PjBL ini dapat terselesaikan dengan baik.

Seperti diketahui bersama, peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dilakukan secara


berkesinambungan dan sampai saat ini terus dilaksanakan. Salah satu metode untuk meningkatkan
pendidikan yaitu dengan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning). Maka kami akan
melaksanakan PjBL sesuai dengan ketentuan serta syarat yang kami dapatkan oleh dosen
pengampu Mata Kuliah Wajib Umum Pembelajaran Dasar Bersama tahun 2023.

Proposal PjBL ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan
tugas akhir pada tiga Mata Kuliah Wajib Umum Pembelajaran Dasar Bersama Universitas
Airlangga. Kerja keras bukan satu-satunya jaminan terselesaikannya projek pengebadian
masyarakat ini, namun uluran tangan dari berbagai pihak, baik secara material maupun non
material telah menjadi energi tersendiri, sehingga proposal PjBL ini dapat terwujud meskipun
belum sempurna.

Kami telah berupaya maksimal, namun menyadari mungkin masih ada kelemahan baik dari
segi isi maupun penulisan dan juga tata bahasa. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca demi perbaikan proposal ini. Akhir kata kami berharap
bahwasanya proposal PjBL yang mengusung tema tentang stunting bisa berguna serta bermanfaat
bagi pengembangan pembelajaran.

Surabaya, 30 Maret 2023

Penulis,

Kelompok 8 PDB A-25

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

1.1 Latar belakang ...................................................................................................................... 1

1.2 Tujuan Umum ........................................................................................................................ 3

1.3 Tujuan Khusus .................................................................................................................. 3

BAB II............................................................................................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 4

2.1 Pengertian Stunting ............................................................................................................... 4

2.2 Indikator Stunting.................................................................................................................. 5

2.3 Faktor determinan dan Dampak stunting ............................................................................. 5

2.4 Prevalensi Stunting di Indonesia........................................................................................... 7

2.5 Prevalensi Stunting di dunia ................................................................................................. 8

2.6 Kebijakan Penanggulangan Stunting .................................................................................... 8

2.7 Intervensi pada Penanggulangan Stunting ........................................................................... 9

BAB III ......................................................................................................................................... 11

METODE PELAKSANAAN ....................................................................................................... 11

3.1 Tema Kegiatan .................................................................................................................... 11

3.2 Jenis Kegiatan ..................................................................................................................... 11

3.3 Sasaran Kegiatan ................................................................................................................ 12

3.4 Waktu dan Tempat Kegiatan ............................................................................................... 12

3.5 Susunan Acara Kegiatan ..................................................................................................... 17

ii
3.6 Sumber Daya yang Dibutuhkan .......................................................................................... 17

3.6.1 Sumber Daya Instrumental Pra-Acara (Pembuatan Mind Map, Proposal, dan Surat
Perizinan) .............................................................................................................................. 17

3.6.2 Sumber Daya Manusia Pra- Acara .............................................................................. 18

3.6.3 Sumber Daya Instrumental Pelaksanaan Acara .......................................................... 18

3.6.4 Sumber Daya Manusia Pelaksanaan Acara ................................................................. 19

3.6.5 Sumber Daya Instrumental Pasca-Acara (Pembuatan kuesioner pemantauan hasil


kegiatan serta pembuatan laporan akhir) ............................................................................. 19

3.6.6 Sumber Daya Manusia Pasca-Acara ........................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Stunting adalah kondisi ketika tinggi badan anak lebih pendek daripada standar usianya
akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang. Kondisi ini bisa disebabkan oleh malnutrisi
yang dialami ibu saat hamil atau anak pada masa pertumbuhannya. Berdasarkan data WHO,
suatu negara dikatakan mengalami masalah stunting bila jumlah kasusnya berada di atas 20%.
Sementara itu, berdasarkan data tahun 2018, jumlah kasus stunting di Indonesia adalah
sebanyak 30,8%, atau tiga dari sepuluh anak Indonesia. Oleh karena itu, stunting masih
menjadi masalah yang harus segera ditangani (Jakarta, 25 Januari 2023).
Menurut Kementerian Kesehatan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat
Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari
24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Presiden RI Joko Widodo mengatakan dalam
forum tersebut stunting bukan hanya urusan tinggi badan tetapi yang paling berbahaya adalah
rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan yang ketiga
munculnya penyakit-penyakit kronis. ''Oleh sebab itu target yang saya sampaikan 14% di
tahun 2024. Ini harus bisa kita capai, SSGI adalah hasil untuk mengukur target stunting di
Indonesia. Sebelumnya SSGI diukur 3 tahun sekali sampai 5 tahun sekali. Menkes
mengatakan mulai 2021 SSGI dilakukan setiap tahun. Penurunan stunting ini terjadi di masa
pandemi bukan terjadi di masa biasa. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengharapkan
di masa yang normal tahun ini penurunan kasus stunting diharapkan bisa lebih tajam lagi
sehingga target penurunan stunting di angka 14% di 2024 dapat tercapai. Secara jumlah yang
paling banyak penurunan angka stunting adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sumatera Utara, dan Banten. Menurut Standar WHO terkait prevalensi stunting harus di angka
kurang dari 20%. Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik melalui 2 cara utama
yakni intervensi gizi pada ibu sebelum dan saat hamil, serta intervensi pada anak usia 6 sampai
2 tahun.
1
2

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan Rakernas ini bertujuan mensukseskan


Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan 5
pilar. Pilar pertama adalah komitmen, pilar kedua adalah pencegahan stunting, pilar ketiga
harus bisa melakukan konvergensi, pilar keempat menyediakan pangan yang baik, dan pilar
kelima melakukan inovasi terobosan dan data yang baik. Sedangkan Tahun sebelumnya, ada
2 juta perempuan yang menikah dalam setahun. Dari 2 juta setahun itu yang hamil di tahun
pertama 1,6 juta, dari 1,6 juta yang stunting masih 400 ribu. Kementerian Agama
mengeluarkan kebijakan untuk 3 bulan sebelum menikah, calon pengantin harus diperiksa
dulu kalau ada anemia dan kurang gizi diimbau menunda kehamilan dulu demi kesehatan ibu
dan bayi sampai gizi tercukupi.
Menurut ALODOKTER penyebab stunting sendiri disebabkan oleh malnutrisi dalam
jangka panjang (kronis). Kekurangan asupan gizi ini bisa terjadi sejak bayi masih di dalam
kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan dan minimnya
pengetahuan calon ibu tentang gizi seimbang Selain itu anak yang kebutuhan nutrisinya tidak
terpenuhi selama masa tumbuh kembangnya juga bisa mengalami stunting dan terdapat
banyak sekali faktor risiko stunting yang dialami anak-anak maupun ibu hamil salah satunya
untuk ibu hamil sendiri bisa mengakibatkan Intrauterine growth restriction (IUGR),
Perawakan pendek, Berat badan ibu tidak naik selama kehamilan, Tingkat pendidikan rendah
dan Kemiskinan. Sedangkan pada anak-anak beberapa kondisi yang meningkatkan resiko nya
mengalami stunting antara lain Mengalami penelantaran, tidak mendapatkan ASI eksklusif,
mendapatkan gizi MPASI yang berkualitas buruk, Menderita penyakit yang menghalangi
penyerapan nutrisi, seperti penyakit TBC, anemia, penyakit jantung bawaan, infeksi kronis,
serta sindrom malabsorbsi.
Untuk memenuhi asupan gizi tersebut dibutuhkannya gizi yang seimbang, dimana asupan
gizi seimbang dengan aktivitas yang dilakukan. Gizi seimbang pada anak sekolah dapat
berperan dalam pencapaian tujuan Millenium development Goals (MDGs), Status gizi anak
dapat mempengaruhi derajat kesehatan anak itu sendiri, semakin baik status gizinya semakin
baik kesehatannya dan lebih jarang sakit anak tersebut. Status gizi tersebut dapat diperoleh
dari konsumsi makanan.kondisi status gizi yang baik dapat tercapai apabila tubuh memperoleh
zat-zat gizi dari makanan. zat-zat gizi tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan fisik,
kemampuan kerja sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan optimal.
3

Berdasarkan uraian tersebut, mendorong kelompok kami untuk melakukan edukasi tentang
gizi seimbang kepada ibu-ibu yang ada di posyandu yang terletak di Desa Mulyorejo Utara..
Diharapkan dengan adanya sarana dan kegiatan sosialisasi serta evaluasi yang sistematis dan
terstruktur dapat mencegah terjadinya stunting dan edukasi gizi ini dapat meningkatkan
derajat kesehatan balita dan calon ibu.

1.2 Tujuan Umum


Sebagai bentuk pengabdian masyarakat melalui penyuluhan sosialisasi di puskesmas untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para ibu tentang pencegahan stunting melalui
edukasi praktik pemberian makanan sehat yang tepat dan mencukupi nutrisi yang dibutuhkan
berdasarkan rekomendasi pola hidup sehat WHO dan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (KEMENKES RI).
1.3 Tujuan Khusus
1. Menumbuhkan kesadaran para ibu dan calon ibu muda terkait dengan bahaya stunting bagi
tumbuh kembang anak dan seberapa pentingnya upaya pencegahan dilakukan.
2. Meningkatkan pemahaman para ibu dan calon ibu muda terkait dengan faktor risiko atau
penyebab yang menyertai stunting.
3. Memberikan pemahaman para ibu dan calon ibu muda terkait dengan peranan mereka dalam
upaya pencegahan stunting.
4. Memberikan pemahaman para ibu dan calon ibu muda terkait dengan perlunya asupan
makanan dengan kandungan gizi yang seimbang bagi tumbuh kembang anak.
5. Memberikan inspirasi resep menu makanan yang sehat dan bergizi bagi anak yang praktis,
murah, dan mudah dibuat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Stunting


Stunting menjadi salah satu masalah gizi anak yang kerap kali tidak dikenali oleh
masyarakat dikarenakan karakter fisik tubuh pendek yang dianggap sangat umum dan normal
di Indonesia (De Onis & Branca, 2016). Stunting adalah suatu ganguan pada tumbuh kembang
anak yang terjadi akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak
memadai. Stunting ini ditandai dengan pengukuran tinggi badan menurut umur yang berada di
bawah -2 satandar deviasi (WHO, 2015). Faktor penyebab stunting dapat dikelompokkan
menjadi dua yakni faktor yang mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung. Secara
langsung, stunting dapat terjadi akibat adanya pemasalahan dalam pola pemberian kolostrum
dan ASI eksklusif, pola konsumsi anak, serta penyakit infeksi yang mneyebabkan adanya
ganguan pada proses absorpsi secara fisiologis. Sementara itu, secara tidak langsung stunting
dapat terjadi akibat adanya permasalahan atau keterbatasan dalam akses dan ketersediaan bahan
pangan yang bergizi, serta buruknya kualitas sanitasi dan kesehatan lingkungan di sekitaran
tempat tinggal (Rosha et al., 2020).

Selain itu faktor penyebab stunting juga dapat dikelompokkan menjadi dua
berdasarakan asal dari masing-masing faktor, dimana stunting dapat disebabkan oleh faktor
eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal yang dimaksud adalah berkaitan dengan
masyarakat dan negara yang terdiri dari pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, kondisi
ekonomi, serta sanitasi lingkungan. Sementara itu, faktor internal penyebab stunting berkaitan
dengan kondisi lingkungan dari anak, seperti diantaranya kondisi ibu ketika masa kehamilan,
pendidikan dan pendapatan orang tua, praktik pemberian ASI dan MPASI, serta kuliatas dan
kuantitas asupan makanan yang diberikan (Nirmalasari, 2020).

Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai
kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, ataupun setelah ibu melahirkan serta
masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan

4
5

kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan pembelajaran dini yang
berkualitas juag turut menjadi faktor penyebab stunting pada usia anak (Sutarto et al., 2018).

Stunting yang diderita oleh anak tidak hanya memiiki dampak dalam jangka waktu
pendek, melainkan akan memiliki dampak yang berkelanjutan selama masa tumbuh kembang
anak. Dalam jangka pendek, stunting dapat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif yang
tidak optimal, keterlambatan motorik, keterlambatan verbal, hingga gangguan metabolisme
(Alvita et al., 2021). Sedangkan dalam jangka panjang, stunting dapat mengakibatkan
penurunan sistem kekebalan tubuh yang nantinya akan meningkatkan faktor resiko untuk
terkena infeksi (Lestari et al., 2014).

2.2 Indikator Stunting


Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita stunting adalah berdasarkan indeks
Tinggi badan menurut umur (TB/U) menurut standar WHO child growth standart dengan
kriteria stunting jika nilai z score TB/U < -2 Standard Deviasi (SD) (Picauly & Toy, 2013;
Mucha, 2013).Periode 0- 24 bulan merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan
sehingga disebut dengan periode emas. Periode ini merupakan periode yang sensitif karena
akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat
dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi yang tercukupi pada usia ini (Mucha, 2013).
Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita. Penyebab langsung
adalah kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit infeksi (Unicef, 1990; Hoffman,
2000; Umeta, 2003). Faktor lainnya adalah pengetahuan ibu yang kurang, pola asuh yang
salah, sanitasi dan hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan (Unicef, 1990).
Selain itu masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu masalah, karena anak
pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak dengan aktivitas yang normal, tidak seperti
anak kurus yang harus segera ditanggulangi. Demikian pula halnya gizi ibu waktu hamil,
masyarakat belum menyadari pentingnya gizi selama kehamilan berkontribusi terhadap
keadaan gizi bayi yang akan dilahirkannya kelak (Unicef Indonesia, 2013).

2.3 Faktor determinan dan Dampak stunting


Permasalah gizi adalah permasalahan dalam siklus kehidupan, mulai dari kehamilan, bayi,
balita, remaja, sampai dengan lansia. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur,
6

bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi
pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact) (Republik Indonesia,
2012). Masalah kekurangan gizi diawali dengan perlambatan atau retardasi pertumbuhan janin
yang dikenal sebagai IUGR (Intra Uterine Growth Retardation). Di negara
berkembang,kurang gizi pada pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada lahirnya anak yang
IUGR dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Kondisi IUGR hampir separuhnya terkait
dengan status gizi ibu, yaitu berat badan (BB) ibu pra-hamil yang tidak sesuai dengan tinggi
badan ibu atau bertubuh pendek, dan pertambahan berat badan selama kehamilannya (PBBH)
kurang dari seharusnya. Ibu yang pendek waktu usia 2 tahun cenderung bertubuh pendek pada
saat meninjak dewasa. Apabila hamil ibu pendek akan cenderung melahirkan bayi yang
BBLR. Ibu hamil yang pendek membatasi aliran darah rahim dan pertumbuhan uterus,
plasenta dan janin sehingga akan lahir dengan berat badan rendah (Kramer, 1987). Apabila
tidak ada perbaikan, terjadinya IUGR dan BBLR akan terus berlangsung di generasi
selanjutnya sehingga terjadi masalah anak pendek intergenerasi (Unicef, 2013; Republik
Indonesia, 2012; Sari et al, 2010). Gizi ibu dan status kesehatan sangat penting sebagai
penentu stunting. Seorang ibu yang kurang gizi lebih mungkin untuk melahirkan anak
terhambat, mengabadikan lingkaran setan gizi dan kemiskinan (Unicef, 2013).
Pemenuhan zat gizi yang adekuat, baik gizi makro maupun gizi mikro sangat dibutuhkan
untuk menghindari atau memperkecil risiko stunting. Kualitas dan kuantitas MP-ASI yang
baik merupakan komponen penting dalam makanan karena mengandung sumber gizi makro
dan mikro yang berperan dalam pertumbuhan linear (Taufiqurrahman et al, 2009). Pemberian
makanan yang tinggi protein, calsium, vitamin A, dan zinc dapat memacu tinggi badan anak
(Koesharisupeni, 2002). Pemberian asupan gizi yang adekuat berpengaruh pada pola
pertumbuhan normal sehingga dapat terkejar (catch up) (Rahayu, 2011).
Frekuensi pemberian MP-ASI yang kurang dan pemberian MP-ASI/susu formula terlalu
dini dapat meningkatkan risiko stunting (Padmadas et al, 2002; Hariyadi & Ekayanti, 2011).
Pengaturan dan kualitas makanan yang diberikan kepada bayi sangat tergantung kepada
pendidikan dan pengetahuan ibu dan ketersediaan bahan makanan di tingkat rumah tangga.
Kesadaran ibu terhadap gizi yang baik diberikan kepada anak memegang peranan yang
penting dalam menjaga kualitas makanan yang diberikan. Penelitian menunjukkan bahwa
rumah tangga dengan perilaku sadar gizi yang kurang baik berpeluang meningkatkan risiko
7

kejadian stunting pada anak balita 1,22 kali dibandingkan dengan rumah tangga dengan
perilaku kesadaran gizi baik (Riyadi et al, 2011). Penelitian di Nusa Tenggara Timur
menunjukkan bahwa peran ibu sebagai ”gate keeper” dalam menjaga konsumsi dan status gizi
rumah tangga terlihat sangat menonjol. Peran itu terlihat dari pengaruh pengetahuan gizi ibu,
akses informasi gizi dan kesehatan, praktek gizi dan kesehatan ibu dan alokasi pengeluaran
pangan dan non pangan (pendapatan) (Picauly & Magdalena, 2013). Penelitian lain yang
dilakukan di Kenya menunjukkan bahwa peningkatan risiko stunting signifikan pada anak-
anak yang diadopsi (Bloss, 2004). Penelitian di Ethiopia mengidentifikasi factor yang terkait
dengan tingginya stunting pada bayi yang diberi ASI. Hasilnya menunjukkan bahwa bayi dari
ibu yang mempunyai konsentrasi seng yang rendah dalam ASI lebih banyak yang stunting
(Assefa et al, 2013). Untuk itu perlu meningkatkan pasokan nutrisi dengan memberikan
tambahan makanan lainnya/suplemen dan tetap memberikan ASI kepada bayi. Balita yang
tidak lagi menyusui mempunyai risiko 2 kali lebih besar mengalami stunting dibandingkan
dengan balita yang masih menyusui (Taufiqurrahman et al, 2009).
Faktor determinan lainnya yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah faktor sosial
ekonomi. Status`sosial ekonomi, usia, jenis kelamin dan pendidikan ibu merupakan faktor
penting dari status gizi remaja (underweight dan stunting) (Assefa, 2013). Penelitian yang
dilakukan di negara yang berpendapatan menengah dan rendah menunjukkan bahwa anak-
anak yang tinggal di daerah kumuh, semakin bertambahnya usia anak memperburuk risiko
untuk stunting (Kyu & Shannon, 2013). Kesehatan anak juga menjadi faktor penentu kejadian
stunting. Berulang atau berkepanjangan episode diare selama masa kanak-kanak
meningkatkan risiko stunting (Ricci et al, 2013).

2.4 Prevalensi Stunting di Indonesia


Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) menunjukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi
stunting di Indonesia dari 36,8 % pada tahun 2007 menjadi 37,2 % pada tahun 2013, artinya
1 dari 3 anak Indonesia tergolong pendek (Riskesdas, 2013). Prevalensi tertinggi berada di
Nusa Tenggara Timur (NTT) dan terendah di Kepulauan Riau. Hanya 5 provinsi yang
mempunyai prevalensi kurang dari 30 persen yaitu Kepulauan Riau, Yogyakarta, DKI,
Kalimantan Timur dan Bangka Belitung.
8

Berdasarkan kelompok umur pada balita, semakin bertambah umur prevalensi stunting
semakin meningkat. Prevalensi stunting paling tinggi pada usia 24-35 bulan yaitu sebesar
42,0% dan menurun pada usia 36-47 bulan. Stunting lebih banyak terjadi pada anak laki-laki
(38,1%) dibandingkan dengan anak perempuan (36,2%). Daerah perdesaan (42,1%)
mempunyai prevalensi stunting yang lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan (32,5%).
Menurut tingkat kepemilikan atau ekonomi penduduk, stunting lebih banyak terjadi pada
mereka yang berada pada kuintil terbawah (Riskesdas, 2013).
Prevalensi kejadian stunting lebih tinggi dibandingkan dengan permasalahan gizi lainnya
seperti gizi kurang (19,6%), kurus (6,8%) dan kegemukan (11,9%) (Riskesdas, 2013).
Dibandingkan dengan negara ASEAN, prevalensi stunting di Indonesia berada pada
kelompok high prevalence, sama halnya dengan negara Kamboja dan Myanmar (Bloem et al,
2013). Dari 556 juta balita di negara berkembang 178 juta anak (32%) bertubuh pendek dan
19 juta anak sangat kurus (<-3SD) dan 3.5 juta anak meninggal setiap tahun (Black et al, 2008;
Cobham, 2013).

2.5 Prevalensi Stunting di dunia


Pada tahun 2020 didapatkan prevalensi stunting di dunia sebesar 149,2 juta atau 22% pada
balita dibawah usia 5 tahun (WHO, UNICEF, WORLD BANK, 2021). Sementara itu,
berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018, menunjukkan bahwa prevalensi
stunting di Indonesia sebesar 30,8% (Balitbangkes, 2018). Angka tersebut masih tergolong
tinggi, apabila dibandingkan dengan target penurunan stunting hingga menjadi 14% pada
tahun 2024.

2.6 Kebijakan Penanggulangan Stunting


Landasan kebijakan program pangan dan gizi dalam jangka panjang dirumuskan dalam
Undang-Undang No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) tahun 2005-2025. Pendekatan multi sektor dalam pembangunan pangan dan gizi
meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan, dengan kandungan gizi
yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya. Pembangunan jangka panjang dijalankan
secara bertahap dalam kurun waktu lima tahunan, dirumuskan dalam dokumen Rencana
9

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ditetapkan dalam Peraturan


Presiden. Dalam RPJMN tahap ke-2 periode tahun 2010-2014, terdapat dua indikator outcome
yang berkaitan dengan gizi yaitu prevalensi kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk)
sebesar <15 persen dan prevalensi stunting (pendek) sebesar 32 persen pada akhir 2014.
Sasaran program gizi lebih difokuskan terhadap ibu hamil sampai anak usia 2 tahun (Republik
Indonesia, 2012).
Fokus Gerakan perbaikan gizi adalah kepada kelompok 1000 hari pertama kehidupan, pada
tataran global disebut dengan Scaling Up Nutrition (SUN) dan di Indonesia disebut dengan
Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka Percepatan Perbaikan Gizi Pada 1000 Hari
Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan dan disingkat Gerakan 1000
HPK). SUN movement merupakan upaya global dari berbagai negara dalam rangka
memperkuat komitmen dan rencana aksi percepatan perbaikan gizi, khususnya penanganan
gizi sejak 1.000 hari dari masa kehamilan hingga anak usia 2 tahun.

2.7 Intervensi pada Penanggulangan Stunting


Intervensi efektif dibutuhkan untuk mengurangi stunting, defisiensi mikronutrien, dan
kematian anak . Jika diterapkan pada skala yang cukup maka akan mengurangi (semua
kematian anak) sekitar seperempat dalam jangka pendek. Dari intervensi yang tersedia,
konseling tentang pemberian ASI dan fortifikasi atau suplementasi vitamin A dan seng
memiliki potensi terbesar untuk mengurangi beban morbiditas dan mortalitas anak.
Peningkatan makanan pendamping ASI melalui strategi seperti penyuluhan tentang gizi dan
konseling gizi, suplemen makanan di daerah rawan pangan secara substansial dapat
mengurangi stunting dan beban terkait penyakit. Intervensi untuk gizi ibu (suplemen folat
besi, beberapa mikronutrien, kalsium, dan energi dan protein yang seimbang) dapat
mengurangi risiko berat badan lahir rendah sebesar 16%. Direkomendasikan pemberian
mikronutrien untuk anak-anak seperti suplementasi vitamin A (dalam periode neonatal dan
akhir masa kanak-kanak), suplemen zinc, suplemen zat besi untuk anak-anak di daerah
malaria tidak endemik, dan promosi garam beryodium. Untuk intervensi pengurangan stunting
jangka panjang, harus dilengkapi dengan perbaikan dalam faktor-faktor penentu gizi, seperti
kemiskinan, pendidikan yang rendah, beban penyakit, dan kurangnya pemberdayaan
perempuan (Bhutta, 2008).
10

Analisis terhadap pola pertumbuhan awal pada anak-anak dari 54 negara miskin di Afrika
dan Asia Tenggara menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan stunting selama 2 tahun
pertama kehidupan dan tidak ada pemulihan sampai dengan usia 5 tahun. Temuan ini
memusatkan perhatian pada periode 9-24 bulan sebagai “window of opportunity” untuk
intervensi terhadap stunting. Dukungan politik yang cukup besar dibutuhkan untuk investasi
pada 1000 hari pertama kehidupan. Data pertumbuhan longitudinal dari Gambia pedesaan
menunjukkan bahwa substansial catch-up terjadi antara 24 bulan dan pertengahan masa
kanak-kanak, serta antara pertengahan masa kanak- kanak dan dewasa. Data ini
menggambarkan bahwa fase pertumbuhan pubertas memungkinkan pemulihan tinggi badan
sangat besar, terutama pada anak perempuan selama masa remaja. Berdasarkan temuan
tersebut, intervensi stunting dilakukan pada setiap siklus kehidupan sehingga efek
intergenerasi dapat dihindari (Remans, 2011). Para pembuat kebijakan dan perencana program
harus mempertimbangkan dan melipatgandakan upaya untuk mencegah stunting
danmeningkatkan pertumbuhan catch-up pada tahun pertama kehidupan dan juga pada fase
purbertas untuk mengurangi dampak buruk yang diakibatkan oleh stunting.
Intervensi yang dilakukan dalam rangka mempercepat pengurangan stunting di Asia
Tenggara adalah meningkatkan ketersediaan dan akses makanan bergizi dengan melakukan
kolaborasi antara swasta dan sektor publik. Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)
dapat memainkan peran sebagai fasilitator. Sektor swasta dapat memproduksi dan
memasarkan makanan bergizi, sedangkan sektor publik menetapkan standar, mempromosikan
makanan sehat dan bergizi, dan menjamin akses makanan bergizi untuk daerah termiskin,
misalnya melalui program- program jaring pengaman sosial (Bloem, 2013).
Di Brasil pengurangan stunting telah dikaitkan untuk meningkatkan daya beli keluarga
berpenghasilan rendah, meningkatkan tingkat pendidikan ibu, penyediaan air bersih dan
sistem pembuangan, dan universalisasi virtual perawatan kesehatan dasar, termasuk
perawatan prenatal. Di Afrika, dilakukan program perbaikan ketahanan pangan rumah tangga,
keragaman diet dan peningkatan intervensi cakupan perawatan anak dan penyakit (Unicef,
2013).
BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Tema Kegiatan


Sosialisasi stunting yang kami adakan bertemakan ASTAGINA yang merupakan akronim
dari Ancaman Stunting Generasi Muda Indonesia. Astagina di adopsi dari bahasa jawa yang
memiliki arti selalu berbuat kebaikan. Dengan tema yang kami angkat ini, kami menyelipkan
sebuah harapan untuk membantu generasi muda, khususnya ibu-ibu muda dalam mencegah
stunting dan memenuhi kebutuhan gizi pada buah hati mereka. Dengan upaya tersebut, secara
tidak langsung, kami juga berupaya dalam mencegah bertambahnya angka stunting di
Indonesia.

3.2 Jenis Kegiatan

Dalam pelaksanaan projek ini, ada beberapa kegiatan yang akan dilakukam. Adapun jenis
kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:

1. Sosialisasi dan Edukasi

Sosialisasi dan edukasi ini dilakukan dengan metode penyuluhan mengenai bahaya
stunting bagi tumbuh kembang anak serta sebagai langkah promotif dan preventif
pencegahan stunting. Selain itu, materi yang akan dipaparkan dalam penyuluhan nantinya
akan terkait dengan gejala serta risiko stunting dan juga peranan para ibu dan calon ibu
muda dalam upaya pencegahan stunting. Media penyuluhan yang akan digunakan nantinya
adalah selebaran atau poster mengenai stunting yang fungsinya sebagai penggerak
perhatian dan sebagai petunjuk bagi para ibu dan calon ibu muda.

2. Pemberian Makanan Sehat dan Bergizi

Kegiatan pemberian makanan sehat dan bergizi berupa bubur kacang hijau
sekaligus pengedukasian kepada para ibu dan calon ibu mengenai perlunya asupan

11
12

makanan dengan kandungan gizi yang seimbang, serta pemaparan inspirasi resep makanan
bergizi seimbang.

3.3 Sasaran Kegiatan


Sasaran dari kegiatan sosialisasi dan edukasi terkait stunting adalah para ibu yang berada
di lingkungan Posyandu Mulyorejo serta para calon ibu muda yang merupakan mahasiswi
Universitas Airlangga.

3.4 Waktu dan Tempat Kegiatan

Penyelenggaraan acara sosialisasi dan edukasi penyuluhan stunting oleh ASTAGINA akan
dilaksanakan pada sebagai berikut :

Tanggal : Sabtu, 8 April, 2023

Waktu : 08.00 – 12.00 WIB

Tempat : Posyandu Mulyorejo Utara No. 201, Mulyorejo, Kec. Mulyorejo, Kota Surabaya,
Jawa Timur.

Terkait dengan waktu pelaksanaan terus kami koordinasikan dengan pihak setempat untuk
bisa menentukan waktu yang sesuai. Berikut merupakan susunan timeline rancangan kegiatan
yang telah kami tentukan :

Tabel 3.4 Timeline Kegiatan

No Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan


1. Jumat, 24 Februari Rapat Koordinasi - Menentukan topik yang akan
2023 digunakan yang berkaitan dan
bertujuan untuk memecahkan
tingkat permasalahan yang
cukup besar di masyarakat.
- Mengkolaborasikan beragam
ilmu yang dimiliki oleh
13

masing-masing anggota
kelompok sesuai dengan
kesepakatan tema topik yang
ditentukan yaitu projek
penyuluhan stunting dan
berjudul ASTAGINA
(Ancaman Stunting Generasi
Muda Indonesia).
- Menentukan masing-masing
jobdesc setiap anggota
kelompok.
2. Jumat, 2 Maret 2023 Pembuatan Mind - Menyusun ide pembentukan
Map peta pikiran tentang
penentuan judul dan tema
awal yang berhubungan
segala hal yang berkaitan
dengan projek yang dipilih
terkait stunting.
- Mendekorasi mind map yang
disusun mencakup judul
kegiatan PjBL berupa
ASTAGINA (Ancaman
Stunting Generasi Muda
Indonesia), latar belakang,
tujuan kegiatan, bentuk dan
sasaran projek, metode
kegiatan, dan metode
pengumpulan data.
3. Jumat, 10 Maret 2023 Presentasi Mind - Mempresentasikan hasil mind
Map map di depan kelas dan
menjelaskan alur
14

pembentukan judul dan tema


kegiatan PjBL berupa
ASTAGINA (Ancaman
Stunting Generasi Muda
Indonesia), latar belakang,
tujuan kegiatan, bentuk dan
sasaran projek, metode
kegiatan, dan metode
pengumpulan data..
- Mendapatkan saran lanjutan
dari dosen terkait projek
ASTAGINA agar lebih
kompleks, kreatif, dan
inovatif yang berbeda dari
yang lain dengan edukasi
penyuluhan stunting dengan
hasil yang lebih interaktif.
4. Jumat, 17 Maret 2023 Penyusunan - Membuat proposal Project
Proposal Projek Based Learning (PjBL)
dengan proses diskusi
bersama dengan
mengembangkan mind map
yang telah dibuat
minggu sebelumnya dan
menyesuaikan dengan
interaksi berupa saran dari
dosen Pengantar Kolaborasi
Keilmuan berdasarkan hasil
presentasi mind map di kelas.
- Menentukan pembagian tugas
pengisian proposal PjBL yang
15

sesuai berdasarkan isi bab I,


II, III dengan adil dan
dikerjakan dalam diskusi
bersama melalui Google
Document yang dibuat.
5. Selasa, 28 Maret 2023 Pengumpulan - Hasil proposal sementara
Proposal Projek yang ditentukan oleh dosen
hingga bab III saja karena bab
selanjutnya dilanjutkan
setelah pelaksanaan bentuk
projek kegiatan dilakukan,
dikumpulkan masing-masing
anggota kelompok di Hebat.
6. Rabu, 29 Maret 2023 Pembuatan PPT - Menyusun penjabaran untuk
dan Video Proposal video proposal projek sesuai
Projek PjBL isi proposal agar dapat dibaca
dan dipahami dengan lebih
singkat, jelas, dan padat.
- Mengambil rekaman video
presentasi hasil penjabaran
materi proposal bab I, II, dan
III oleh setiap anggota
kelompok mengenai
isi proposal PjBL yang
dilaksanakan di Kampus C
Universitas Airlangga.
7. Jumat, 31 Maret 2023 Proses Pengeditan - Penyusunan dan pembagian
dan Pengumpulan tugas sesuai alur pengeditan
Video Proposal video dengan kolaborasi ide
Projek PjBL kreasi bersama.
16

- Pengumpulan video proposal


PjBL bersama berupa file
MP4 di Hebat Elearning.
8. Senin, 1 April 2023 Survei Tempat - Melakukan pengecekan
tempat di Posyandu
Mulyorejo dan melaksanakan
alur kesepakatan pelaksanaan
kegiatan berupa surat
perizinan kepada RT/RW dan
Kepala Posyandu untuk
sosialisasi mengenai stunting.
9. Sabtu, 8 April Sosialisasi dan - Melakukan sosialisasi dan
Edukasi edukasi penyuluhan stunting
Penyuluhan ke tempat yang menjadi
Stunting sasaran projek yaitu Posyandu
Mulyorejo Utara No. 201,
Mulyorejo, Kec. Mulyorejo,
Kota Surabaya, Jawa Timur
yang waktunya bersamaan
dengan pembuatan
dokumentasi video projek
akhir proposal.
10. Senin, 10 April Evaluasi - Melakukan evaluasi dan
perhitungan data kuisioner
para ibu dan calon ibu muda
terhadap kegiatan sosialisasi
yang telah dilakukan untuk
melanjutkan dan
mencantumkannya ke
proposal bab selanjutnya.
17

3.5 Susunan Acara Kegiatan


• 08.00-08.10: Persiapan berkumpul di Kampus C Universitas Airlangga.
• 08.10-08.15: Berangkat ke tempat acara Posyandu Mulyorejo.
• 08.15-08.30: Persiapan kebutuhan alat dan bahan keseluruhan.
• 08.30-09.15: Registrasi ibu-ibu atau peserta lainnya.
• 09.15-09.25: Pembukaan oleh MC.
• 09.25-10.25: Sosialisasi ASTAGINA terkait stunting di Indonesia sesuai isu terkini.
• 10.25-10.45: Edukasi oleh ASTAGINA dan Duta Stunting Provinsi Jawa Timur.
• 10.45-10.55: Tanya jawab dengan ASTAGINA dan Duta Stunting Provinsi Jawa Timur.
• 10.55-11.00: Games untuk ibu dan anak.
• 11.00-11.10: Pengisian kuesioner ASTAGINA.
• 11.15-11.35: Masak bareng ibu-ibu, ASTAGINA, dan Duta Stunting Provinsi Jawa Timur.
• 11.40-11.50: Pemberian makanan sehat kaya nutrisi untuk para ibu dan anak-anak.
• 11.51-12.00: Penutupan dan dokumentasi.

3.6 Sumber Daya yang Dibutuhkan

Dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi dan edukasi terkait dengan stunting di Posyandu
dekat Puskesmas Mulyorejo yang bertempat di Jalan Mulyorejo Utara No. 201, Mulyorejo,
Kec. Mulyorejo, Kota Surabaya, Jawa Timur, diperlukan beberapa sumber daya pendukung
kegiatan baik dalam bentuk instrumen kegiatan ataupun sumber daya manusia dalam tahapan
perencanaan, persiapan serta pelaksanaan kegiatan.

Instrumen kegiatan meliputi perlengkapan penunjang ataupun bahan yang diperlukan


dalam kegiatan. Tentunya, semua sumber daya yang kami cantumkan dalam proposal ini
dianggap benar-benar perlu dan telah kami pertimbangkan bersama. Berikut merupakan
sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan proyek kelompok kami.

3.6.1 Sumber Daya Instrumental Pra-Acara (Pembuatan Mind Map, Proposal, dan
Surat Perizinan)

1. Kertas manila putih


18

2. Kertas lipat

3. Spidol warna

4. Kertas binder

5. Kertas metalik

6. Lem

7. Double tape

8. Kertas HVS A4

3.6.2 Sumber Daya Manusia Pra- Acara

1. Dosen Pembimbing yang memberikan arahan serta petunjuk dalam pelaksanaan


projek kegiatan.
2. Pihak Posyandu Mulyorejo yang nantinya berperan dalam pemberian izin
pelaksanaan kegiatan, serta turut berperan dalam promosi pelaksanaan kegiatan ini
kepada warga.

3.6.3 Sumber Daya Instrumental Pelaksanaan Acara

1. Standing banner

2. Selebaran sebagai media sosialisasi

3. Stiker logo program

4. Sound system

5. Cinderamata

6. Perlengkapan dekorasi acara

7. Kamera untuk dokumentasi kegiatan


19

8. Kertas HVS A4

9. Perlengkapan dan bahan pembuatan bubur kacang hijau

3.6.4 Sumber Daya Manusia Pelaksanaan Acara

1. Pemateri eksternal yakni Duta Stunting Jawa Timur Tahun 2022

2. Pihak Posyandu Mulyorejo yang nantinya turut membantu pelaksanaan kegiatan


dari mulai registrasi peserta, menjamin ketertiban acara, serta turut membangun
suasana meriah dalam acara.

3.6.5 Sumber Daya Instrumental Pasca-Acara (Pembuatan kuesioner pemantauan


hasil kegiatan serta pembuatan laporan akhir)

1. Kertas HVS A4

3.6.6 Sumber Daya Manusia Pasca-Acara

1. Pihak Posyandu Mulyorejo yang nantinya akan memberikan laporan progresif


terkait dengan kualitas gizi dan kesehatan para peserta posyandu yang telah
menerima edukasi.

2. Dosen Pembimbing yang nantinya akan memberikan evaluasi terkait dengan


pelaksanaan kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA

Balitbangkes. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. In Kementerian


Kesehatan RI (Vol. 53, Issue 9).

De Onis, M., & Branca, F. (2016). Childhood stunting: A global perspective. Maternal
and Child Nutrition, 12, 12–26. https://doi.org/10.1111/mcn.12231

Gonete, A. T., Kassahun, B., Mekonnen, E. G., & Takele, W. W. (2021). Stunting at
birth and associated factors among newborns delivered at the University of
Gondar Comprehensive Specialized Referral Hospital. PLoS One, 16(1),
e0245528.

Mitra. (2015) "Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk Mencegah
Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan)," Jurnal Kesehatan Komunitas,
vol. 2, no. 6, pp. 254-259.

Nugraheni, D., Nuryanto, N., Panunggal, B., & Syauqy, A. (2014). Asi Eksklusif Dan
Asupan Energi Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Usia 6 – 24 Bulan
Di Jawa Tengah. Journal of Nutrition College, 26(12), 70–73.

Rosha B, Susilowati A, Amaliah N, Permanasari Y. (2020). Penyebab Langsung dan


Tidak Langsung Stunting di Lima Kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah, Kota
Bogor (Study Kualitatif Kohor Tumbuh Kembang Anak Tahun 2019). Buletin
Penelitian Kesehatan. 48(3), 169-171. https://doi.org/10.22435/bpk.v48i3.3131

UNICEF/WHO/WORLD BANK. (2021). Levels and trends in child malnutrition


UNICEF / WHO / World Bank Group Joint Child Malnutrition Estimates Key
findings of the 2021 edition. World Health Organization, 1–32.
https://www.who.int/publications/i/item/9789240025257

United Nations Children’s Fund. (2020). The State of Children in Indonesia – Trends,
Opportunities and Challenges for Realizing Children’s Rights. Jakarta: UNICEF
Indonesia. The-State-of-Children-in-Indonesia-2020.pdf (unicef.org)

20

Anda mungkin juga menyukai