Proposal Projek ASTAGINA Kelompok 8 PDB A-25 - 230329 - 063226
Proposal Projek ASTAGINA Kelompok 8 PDB A-25 - 230329 - 063226
“ASTAGINA-PDB A25”
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Anggota Kelompok 8 :
1. Alia Dewi Kartika (185221063)
2. Elyada Kharisma K. W. (1422211555)
3. Kamala Silmi Ash-Shihah (142221157)
4. Andini Dwi Kartika P. (162012433001)
5. Salsabila Lathifah Arini (147221021)
6. Devi Yuliarti Arum (191221017)
7. Naely Nurul Mustabsyiroh (431221017)
8. Annisa Ummi Nadlira (151221142)
9. Mega Permata Permadany (147221104)
KATA PENGANTAR
Pertama kami ingin mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
menuntun kami untuk dapat mampu mengolah pikiran serta menggerakkan pena kami sehingga
proposal PjBL ini dapat terselesaikan dengan baik.
Proposal PjBL ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan
tugas akhir pada tiga Mata Kuliah Wajib Umum Pembelajaran Dasar Bersama Universitas
Airlangga. Kerja keras bukan satu-satunya jaminan terselesaikannya projek pengebadian
masyarakat ini, namun uluran tangan dari berbagai pihak, baik secara material maupun non
material telah menjadi energi tersendiri, sehingga proposal PjBL ini dapat terwujud meskipun
belum sempurna.
Kami telah berupaya maksimal, namun menyadari mungkin masih ada kelemahan baik dari
segi isi maupun penulisan dan juga tata bahasa. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca demi perbaikan proposal ini. Akhir kata kami berharap
bahwasanya proposal PjBL yang mengusung tema tentang stunting bisa berguna serta bermanfaat
bagi pengembangan pembelajaran.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
BAB II............................................................................................................................................. 4
ii
3.6 Sumber Daya yang Dibutuhkan .......................................................................................... 17
3.6.1 Sumber Daya Instrumental Pra-Acara (Pembuatan Mind Map, Proposal, dan Surat
Perizinan) .............................................................................................................................. 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan uraian tersebut, mendorong kelompok kami untuk melakukan edukasi tentang
gizi seimbang kepada ibu-ibu yang ada di posyandu yang terletak di Desa Mulyorejo Utara..
Diharapkan dengan adanya sarana dan kegiatan sosialisasi serta evaluasi yang sistematis dan
terstruktur dapat mencegah terjadinya stunting dan edukasi gizi ini dapat meningkatkan
derajat kesehatan balita dan calon ibu.
TINJAUAN PUSTAKA
Selain itu faktor penyebab stunting juga dapat dikelompokkan menjadi dua
berdasarakan asal dari masing-masing faktor, dimana stunting dapat disebabkan oleh faktor
eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal yang dimaksud adalah berkaitan dengan
masyarakat dan negara yang terdiri dari pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, kondisi
ekonomi, serta sanitasi lingkungan. Sementara itu, faktor internal penyebab stunting berkaitan
dengan kondisi lingkungan dari anak, seperti diantaranya kondisi ibu ketika masa kehamilan,
pendidikan dan pendapatan orang tua, praktik pemberian ASI dan MPASI, serta kuliatas dan
kuantitas asupan makanan yang diberikan (Nirmalasari, 2020).
Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai
kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, ataupun setelah ibu melahirkan serta
masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan
4
5
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan pembelajaran dini yang
berkualitas juag turut menjadi faktor penyebab stunting pada usia anak (Sutarto et al., 2018).
Stunting yang diderita oleh anak tidak hanya memiiki dampak dalam jangka waktu
pendek, melainkan akan memiliki dampak yang berkelanjutan selama masa tumbuh kembang
anak. Dalam jangka pendek, stunting dapat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif yang
tidak optimal, keterlambatan motorik, keterlambatan verbal, hingga gangguan metabolisme
(Alvita et al., 2021). Sedangkan dalam jangka panjang, stunting dapat mengakibatkan
penurunan sistem kekebalan tubuh yang nantinya akan meningkatkan faktor resiko untuk
terkena infeksi (Lestari et al., 2014).
bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi
pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact) (Republik Indonesia,
2012). Masalah kekurangan gizi diawali dengan perlambatan atau retardasi pertumbuhan janin
yang dikenal sebagai IUGR (Intra Uterine Growth Retardation). Di negara
berkembang,kurang gizi pada pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada lahirnya anak yang
IUGR dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Kondisi IUGR hampir separuhnya terkait
dengan status gizi ibu, yaitu berat badan (BB) ibu pra-hamil yang tidak sesuai dengan tinggi
badan ibu atau bertubuh pendek, dan pertambahan berat badan selama kehamilannya (PBBH)
kurang dari seharusnya. Ibu yang pendek waktu usia 2 tahun cenderung bertubuh pendek pada
saat meninjak dewasa. Apabila hamil ibu pendek akan cenderung melahirkan bayi yang
BBLR. Ibu hamil yang pendek membatasi aliran darah rahim dan pertumbuhan uterus,
plasenta dan janin sehingga akan lahir dengan berat badan rendah (Kramer, 1987). Apabila
tidak ada perbaikan, terjadinya IUGR dan BBLR akan terus berlangsung di generasi
selanjutnya sehingga terjadi masalah anak pendek intergenerasi (Unicef, 2013; Republik
Indonesia, 2012; Sari et al, 2010). Gizi ibu dan status kesehatan sangat penting sebagai
penentu stunting. Seorang ibu yang kurang gizi lebih mungkin untuk melahirkan anak
terhambat, mengabadikan lingkaran setan gizi dan kemiskinan (Unicef, 2013).
Pemenuhan zat gizi yang adekuat, baik gizi makro maupun gizi mikro sangat dibutuhkan
untuk menghindari atau memperkecil risiko stunting. Kualitas dan kuantitas MP-ASI yang
baik merupakan komponen penting dalam makanan karena mengandung sumber gizi makro
dan mikro yang berperan dalam pertumbuhan linear (Taufiqurrahman et al, 2009). Pemberian
makanan yang tinggi protein, calsium, vitamin A, dan zinc dapat memacu tinggi badan anak
(Koesharisupeni, 2002). Pemberian asupan gizi yang adekuat berpengaruh pada pola
pertumbuhan normal sehingga dapat terkejar (catch up) (Rahayu, 2011).
Frekuensi pemberian MP-ASI yang kurang dan pemberian MP-ASI/susu formula terlalu
dini dapat meningkatkan risiko stunting (Padmadas et al, 2002; Hariyadi & Ekayanti, 2011).
Pengaturan dan kualitas makanan yang diberikan kepada bayi sangat tergantung kepada
pendidikan dan pengetahuan ibu dan ketersediaan bahan makanan di tingkat rumah tangga.
Kesadaran ibu terhadap gizi yang baik diberikan kepada anak memegang peranan yang
penting dalam menjaga kualitas makanan yang diberikan. Penelitian menunjukkan bahwa
rumah tangga dengan perilaku sadar gizi yang kurang baik berpeluang meningkatkan risiko
7
kejadian stunting pada anak balita 1,22 kali dibandingkan dengan rumah tangga dengan
perilaku kesadaran gizi baik (Riyadi et al, 2011). Penelitian di Nusa Tenggara Timur
menunjukkan bahwa peran ibu sebagai ”gate keeper” dalam menjaga konsumsi dan status gizi
rumah tangga terlihat sangat menonjol. Peran itu terlihat dari pengaruh pengetahuan gizi ibu,
akses informasi gizi dan kesehatan, praktek gizi dan kesehatan ibu dan alokasi pengeluaran
pangan dan non pangan (pendapatan) (Picauly & Magdalena, 2013). Penelitian lain yang
dilakukan di Kenya menunjukkan bahwa peningkatan risiko stunting signifikan pada anak-
anak yang diadopsi (Bloss, 2004). Penelitian di Ethiopia mengidentifikasi factor yang terkait
dengan tingginya stunting pada bayi yang diberi ASI. Hasilnya menunjukkan bahwa bayi dari
ibu yang mempunyai konsentrasi seng yang rendah dalam ASI lebih banyak yang stunting
(Assefa et al, 2013). Untuk itu perlu meningkatkan pasokan nutrisi dengan memberikan
tambahan makanan lainnya/suplemen dan tetap memberikan ASI kepada bayi. Balita yang
tidak lagi menyusui mempunyai risiko 2 kali lebih besar mengalami stunting dibandingkan
dengan balita yang masih menyusui (Taufiqurrahman et al, 2009).
Faktor determinan lainnya yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah faktor sosial
ekonomi. Status`sosial ekonomi, usia, jenis kelamin dan pendidikan ibu merupakan faktor
penting dari status gizi remaja (underweight dan stunting) (Assefa, 2013). Penelitian yang
dilakukan di negara yang berpendapatan menengah dan rendah menunjukkan bahwa anak-
anak yang tinggal di daerah kumuh, semakin bertambahnya usia anak memperburuk risiko
untuk stunting (Kyu & Shannon, 2013). Kesehatan anak juga menjadi faktor penentu kejadian
stunting. Berulang atau berkepanjangan episode diare selama masa kanak-kanak
meningkatkan risiko stunting (Ricci et al, 2013).
Berdasarkan kelompok umur pada balita, semakin bertambah umur prevalensi stunting
semakin meningkat. Prevalensi stunting paling tinggi pada usia 24-35 bulan yaitu sebesar
42,0% dan menurun pada usia 36-47 bulan. Stunting lebih banyak terjadi pada anak laki-laki
(38,1%) dibandingkan dengan anak perempuan (36,2%). Daerah perdesaan (42,1%)
mempunyai prevalensi stunting yang lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan (32,5%).
Menurut tingkat kepemilikan atau ekonomi penduduk, stunting lebih banyak terjadi pada
mereka yang berada pada kuintil terbawah (Riskesdas, 2013).
Prevalensi kejadian stunting lebih tinggi dibandingkan dengan permasalahan gizi lainnya
seperti gizi kurang (19,6%), kurus (6,8%) dan kegemukan (11,9%) (Riskesdas, 2013).
Dibandingkan dengan negara ASEAN, prevalensi stunting di Indonesia berada pada
kelompok high prevalence, sama halnya dengan negara Kamboja dan Myanmar (Bloem et al,
2013). Dari 556 juta balita di negara berkembang 178 juta anak (32%) bertubuh pendek dan
19 juta anak sangat kurus (<-3SD) dan 3.5 juta anak meninggal setiap tahun (Black et al, 2008;
Cobham, 2013).
Analisis terhadap pola pertumbuhan awal pada anak-anak dari 54 negara miskin di Afrika
dan Asia Tenggara menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan stunting selama 2 tahun
pertama kehidupan dan tidak ada pemulihan sampai dengan usia 5 tahun. Temuan ini
memusatkan perhatian pada periode 9-24 bulan sebagai “window of opportunity” untuk
intervensi terhadap stunting. Dukungan politik yang cukup besar dibutuhkan untuk investasi
pada 1000 hari pertama kehidupan. Data pertumbuhan longitudinal dari Gambia pedesaan
menunjukkan bahwa substansial catch-up terjadi antara 24 bulan dan pertengahan masa
kanak-kanak, serta antara pertengahan masa kanak- kanak dan dewasa. Data ini
menggambarkan bahwa fase pertumbuhan pubertas memungkinkan pemulihan tinggi badan
sangat besar, terutama pada anak perempuan selama masa remaja. Berdasarkan temuan
tersebut, intervensi stunting dilakukan pada setiap siklus kehidupan sehingga efek
intergenerasi dapat dihindari (Remans, 2011). Para pembuat kebijakan dan perencana program
harus mempertimbangkan dan melipatgandakan upaya untuk mencegah stunting
danmeningkatkan pertumbuhan catch-up pada tahun pertama kehidupan dan juga pada fase
purbertas untuk mengurangi dampak buruk yang diakibatkan oleh stunting.
Intervensi yang dilakukan dalam rangka mempercepat pengurangan stunting di Asia
Tenggara adalah meningkatkan ketersediaan dan akses makanan bergizi dengan melakukan
kolaborasi antara swasta dan sektor publik. Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)
dapat memainkan peran sebagai fasilitator. Sektor swasta dapat memproduksi dan
memasarkan makanan bergizi, sedangkan sektor publik menetapkan standar, mempromosikan
makanan sehat dan bergizi, dan menjamin akses makanan bergizi untuk daerah termiskin,
misalnya melalui program- program jaring pengaman sosial (Bloem, 2013).
Di Brasil pengurangan stunting telah dikaitkan untuk meningkatkan daya beli keluarga
berpenghasilan rendah, meningkatkan tingkat pendidikan ibu, penyediaan air bersih dan
sistem pembuangan, dan universalisasi virtual perawatan kesehatan dasar, termasuk
perawatan prenatal. Di Afrika, dilakukan program perbaikan ketahanan pangan rumah tangga,
keragaman diet dan peningkatan intervensi cakupan perawatan anak dan penyakit (Unicef,
2013).
BAB III
METODE PELAKSANAAN
Dalam pelaksanaan projek ini, ada beberapa kegiatan yang akan dilakukam. Adapun jenis
kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
Sosialisasi dan edukasi ini dilakukan dengan metode penyuluhan mengenai bahaya
stunting bagi tumbuh kembang anak serta sebagai langkah promotif dan preventif
pencegahan stunting. Selain itu, materi yang akan dipaparkan dalam penyuluhan nantinya
akan terkait dengan gejala serta risiko stunting dan juga peranan para ibu dan calon ibu
muda dalam upaya pencegahan stunting. Media penyuluhan yang akan digunakan nantinya
adalah selebaran atau poster mengenai stunting yang fungsinya sebagai penggerak
perhatian dan sebagai petunjuk bagi para ibu dan calon ibu muda.
Kegiatan pemberian makanan sehat dan bergizi berupa bubur kacang hijau
sekaligus pengedukasian kepada para ibu dan calon ibu mengenai perlunya asupan
11
12
makanan dengan kandungan gizi yang seimbang, serta pemaparan inspirasi resep makanan
bergizi seimbang.
Penyelenggaraan acara sosialisasi dan edukasi penyuluhan stunting oleh ASTAGINA akan
dilaksanakan pada sebagai berikut :
Tempat : Posyandu Mulyorejo Utara No. 201, Mulyorejo, Kec. Mulyorejo, Kota Surabaya,
Jawa Timur.
Terkait dengan waktu pelaksanaan terus kami koordinasikan dengan pihak setempat untuk
bisa menentukan waktu yang sesuai. Berikut merupakan susunan timeline rancangan kegiatan
yang telah kami tentukan :
masing-masing anggota
kelompok sesuai dengan
kesepakatan tema topik yang
ditentukan yaitu projek
penyuluhan stunting dan
berjudul ASTAGINA
(Ancaman Stunting Generasi
Muda Indonesia).
- Menentukan masing-masing
jobdesc setiap anggota
kelompok.
2. Jumat, 2 Maret 2023 Pembuatan Mind - Menyusun ide pembentukan
Map peta pikiran tentang
penentuan judul dan tema
awal yang berhubungan
segala hal yang berkaitan
dengan projek yang dipilih
terkait stunting.
- Mendekorasi mind map yang
disusun mencakup judul
kegiatan PjBL berupa
ASTAGINA (Ancaman
Stunting Generasi Muda
Indonesia), latar belakang,
tujuan kegiatan, bentuk dan
sasaran projek, metode
kegiatan, dan metode
pengumpulan data.
3. Jumat, 10 Maret 2023 Presentasi Mind - Mempresentasikan hasil mind
Map map di depan kelas dan
menjelaskan alur
14
Dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi dan edukasi terkait dengan stunting di Posyandu
dekat Puskesmas Mulyorejo yang bertempat di Jalan Mulyorejo Utara No. 201, Mulyorejo,
Kec. Mulyorejo, Kota Surabaya, Jawa Timur, diperlukan beberapa sumber daya pendukung
kegiatan baik dalam bentuk instrumen kegiatan ataupun sumber daya manusia dalam tahapan
perencanaan, persiapan serta pelaksanaan kegiatan.
3.6.1 Sumber Daya Instrumental Pra-Acara (Pembuatan Mind Map, Proposal, dan
Surat Perizinan)
2. Kertas lipat
3. Spidol warna
4. Kertas binder
5. Kertas metalik
6. Lem
7. Double tape
8. Kertas HVS A4
1. Standing banner
4. Sound system
5. Cinderamata
8. Kertas HVS A4
1. Kertas HVS A4
De Onis, M., & Branca, F. (2016). Childhood stunting: A global perspective. Maternal
and Child Nutrition, 12, 12–26. https://doi.org/10.1111/mcn.12231
Gonete, A. T., Kassahun, B., Mekonnen, E. G., & Takele, W. W. (2021). Stunting at
birth and associated factors among newborns delivered at the University of
Gondar Comprehensive Specialized Referral Hospital. PLoS One, 16(1),
e0245528.
Mitra. (2015) "Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk Mencegah
Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan)," Jurnal Kesehatan Komunitas,
vol. 2, no. 6, pp. 254-259.
Nugraheni, D., Nuryanto, N., Panunggal, B., & Syauqy, A. (2014). Asi Eksklusif Dan
Asupan Energi Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Usia 6 – 24 Bulan
Di Jawa Tengah. Journal of Nutrition College, 26(12), 70–73.
United Nations Children’s Fund. (2020). The State of Children in Indonesia – Trends,
Opportunities and Challenges for Realizing Children’s Rights. Jakarta: UNICEF
Indonesia. The-State-of-Children-in-Indonesia-2020.pdf (unicef.org)
20