Anda di halaman 1dari 13

Nama : Frans Fernando V.H.

Prodi : Ners

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KONSTIPASI

1.1 Definisi

Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari
3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan
sampai rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).

Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada umumnya
konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang
berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum
adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan
batasan dari konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada
kolon, rektum atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999). 

Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar,
kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi
epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama
berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira
dirinya konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan
antara dokter dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin dkk, 1990).

1.2 Epidemiologi

Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya dan konstipasi yang
berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut National Health Interview Survey
pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama
anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke dokter
sebanyak 2.5 juta kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan
pencahar (NIDDK, 2000).

Konstipasi merupakan  keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan
dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan konstipasi
(Holson, 2002). Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 65 tahun merupakan
konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar (Cheskin, dkk 1990). Di Australia sekitar
20% populasi di atas 65 tahun mengeluh mendrita konstipasi dan lebih banyak pada wanita
dibanding pria (Robert-Thomson, 1989). Suatu penelitian yang melibatkan 3000 orang usia
lanjut usia di atas 65 tahun menunjukkan sekitar 34% wanita dan 26% pria meneluh menderita
konstipasi (Harari, 1989).
 

1.3  Etiologi

Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi saraf, tidak
sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi.
Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang
aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.

Faktor-faktor risiko konstipasi pada usia lanjut:

1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik, golongan


diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi, antasida aluminium,
penyalahgunaan pencahar.

2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis, neuropati


diabetic.

3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.

4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB, mengabaikan
dorongan BAB, konstipasi imajiner.

5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia, volvulus, iritable
bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia kolon.

6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang olahraga,
bepergian jauh, paska tindakan bedah parut

1.4 Patofisiologi

Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat
lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadran yang baik dan
kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB.

Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik  usus besar yang menghantarkan feses ke rektum
untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum yang diikuti relaksasi
sfingter anus interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks
kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dilayani oleh syaraf
pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna
diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot
dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot
elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam proses ini.

Patogenesis konstipasi bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel, mencakup beberapa


faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh dengan bertambahnya usia. Proses
menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan
respon motorik sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi
pleksus myenterikus, sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler
menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar plasma
beta- endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di
usus. Ini dibuktikan dengan efek konstipasif sediaan opiat karena dapat menyebabkan relaksasi
tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat
kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia
khususnya pada wanita. Pada penderita konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk
mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih
lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut.

1.5 Manifestasi Klinis

Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah: (ASCRS, 2002)

1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB

2. Mengejan keras saat BAB

3. Massa feses yang keras dan sulit keluar

4. Perasaan tidak tuntas saat BAB

5. Sakit pada daerah rectum saat BAB

6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB

7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam

8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses

9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

1.6  Penatalaksanaan

2.6.1 Tatalaksana non farmakologik

a)      Cairan

Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan konstipasi. Kecuali ada kontraindikasi,
orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml
cairan perhari) untuk mencegah dehidrasi. Asupan cairan dapat dicapai bila tersedia
cairan/minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula cairan yang berasal dari
sup,sirup, dan es. Asupan cairan perlu lebih banyak bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik
tetapi kondisi jantungnya stabil.
b)      Serat

Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu transit (transit time).
Pada orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari. Ada juga
yang menyarankan agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per hari. Serat berasal dari biji-
bijian, sereal, beras merah, buah, sayur, kacang-kacangan. Serat akan memfasilitasi gerakan
usus dengan meningkatkan masa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga
menyediakan substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi gas dan asam lemak rantai pendek
yang meningkatkan gumpalan tinja. Perlu diingat serat tidaklah efektif tanpa cairan yang cukup,
dan dikontraindikasikan pada pasien dengan impaksi tinja (skibala) atau dilatasi kolon.
Peningkatan jumlah serat dapat menyebabkan gejala kembung, banyak gas, dan buang besar
tidak teratur terutama pada 2-3 minggu pertama, yang seringkali menimbulkan ketidakpatuhan
obat.

c)      Bowel training

Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa untuk buang air besar. Hal
tersebut akan menyebabkan rektum  lebih mengembang karena adanya penumpukan feses.
Membuat jadwal untuk buang air besar merupakan langkah awal yang lebih baik untuk
dilakukan pada pasien tersebut, dan baik juga diterapkan pada pasien usia lanjut yang
mengalami gangguan kognitif. Pada pasien yang sudah memiliki kebiasaan buang air besar
pada waktu yang teratur, dianjurkan meneruskan kebiasaan teresebut. Sedangkan pada pasien
yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air besar, waktu yang baik untuk buang air besar
adalah setelah sarapan dan makan malam.

d)     Latihan jasmani

Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana tetapi bermanfat bagi
orang usia lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan kaki satu setengah jam setelah makan
cukup membantu. Bagi mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan
atau didudukkan atau diberdirikan disekitar tempat tidur. Positioning bagi pasien usia lanjut
yang tidak dapat bergerak, meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali
dengan interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk mencegah ulkus dekubitus. Tentu saja
pasien yang mengalami tirah baring dapat dibantu dengan menyediakan toilet atau komod
dengan tempat tidur, jangan diberi bed pan. Mengurut perut dengan hati-hati mungkin dapat
pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus.

e)      Evaluasi penggunaan obat

Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu dilakukan untuk mengeliminasi,
mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan menimbulkan konstipasi. Obat
antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang potensial menimbulkan konstipasi. Obat
yang mengandung zat besi juga cenderung menimbulkan konstipasi, demikian obat anti
hipertensi (antagonis kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan obat-obatan
yang sering pula menyebabkan konstipasi.

 
2.6.2        Tatalaksana farmakologik

a)      Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)

Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran. Sediaan yang ada
merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti pysilium dan isophagula husk, dan
senyawa sintetik seperti metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-sama
efektif dalam meningkatkan frekuensi dan volume tinja. Obat ini tidak menyebabkan
malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang usia lanjut, tidak seperti bran yang tidak diproses.
Pencahar bulk terbukti menurunkan konstipasi pada orang usia lanjut dan nyeri defekai pada
hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus diimbangi dengan asupan cairan.

b)      Pelembut tinja

Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut usia sebagai pencahar
dan sebagai pelembut tinja. Docusate sodium bertindak sebagaisurfaktan, menurunkan
tegangan permukaan feses untuk membiarakan air masuk dam memperlunak feses. Docusate
sebenarnya tidak dapat menolong konstipasi yang kronik, penggunaannya sebaiknya dibatasi
pada situasi dimana mangedan harus dicegah.

c)      Pencahar stimulan

Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut. Senna meningkatkan
peristaltik di kolon distal dan menstimulasi peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang lunak.
Pemberian 20 mg senna per hari selama 6 bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun tidak
menyebabkan kehilangan protein atau elektrolit. Senna umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-
12 jam setelah pemberian. Orang usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama yakni
sampai dengan 10 minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang teratur. Pemberian
sebelum tidur malam mengurangi risiko inkontininsia fekal malam hari dan dosis juga harus
ditritasi berdasarkan respon individu. Terapi dengan Bisakodil supositoria memiliki absorbsi
sistemik minimal dan sangat menolong untuk mengatasi diskezia rectal pada usia lanjut.
Sebaiknya diberikan segera setelah makan pagi secara supositoria untuk mendapatka efek
refleks gastrokolik. Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar pada
rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali seminggu.

 d)     Pencahar hiperosmolar

Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol. Di dalam kolon keduanya
di metabolisme oleh bakteri kolon menjadi bentuk laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan
karbondioksida. Asam organik dengan berat molekul rendah ini secara osmotic meningkatkan
cairan intraluminal dan menurunkan pH feses. Laktulosa sebagai pencahar hiperosmolar
terbukti memperpendek waktu transit pada sejumlah kecil penghni panti rawat jompo yang
mengalami konstipasi. Laktulosa dan sorbitol juga sama-sama menunjukkan efektifitasnya
dalam mengobati konstipasi pada orang usia lanjut yang berobat jalan. Sorbitol sebaiknya
diberikan 20-30 selama empat kali sehari. Glikol polietelin merupakan pencahar hiperosmolar
yang potensial yang mengalirkan cairan ke lumen dan merupakan zat pembersih usus yang
efektif. Gliserin adalah pencahar hiperomolar yang dugunakan hanya dalam bentuk supositoria.
e)      Enema

Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi kolon; hasil yang kurang baik
biasanya karena pemberian yang tidak memadai. Enema harus digunakan secara hati-hati
pada usia lanjut. Pasien usia lanjut yang mengalami tirah baring mungkin membutuhkan enema
secara berkala untuk mencegah skibala. Namun, pemberian enema tertentu terlalu sering dapat
mengakibatkan efek samping. Enema yang berasal dari kran (tap water) merupakan tipe paling
aman untuk penggunaan rutin, karena tidak menghasilkan iritasi mukosa kolon. Enema yang
berasal dari air sabun (soap-suds) sebaiknya tidak diberikan pada orang usia lanjut.

1.7 WOC  
2.1 KASUS (Askep)

Tn. A berusia 65 tahun datang ke poli umum dengan keluhan tidak bisa buang air besar selama
seminggu.Setelah 1 minggu Tn.A bisa BAB dan mengalami nyeri saat defekasi. Tn. A
merasakan nyeri dan penuh perjuangan dalam mengejan. Saat dikaji, klien mengatakan bentuk
fesesnya keras dalam minggu ini sampai sekarang. Dari hasil pemeriksaan didapatkan :

TD :

HR :

RR :

TB :

Bising Usus :

2.2    PENGKAJIAN

I.     BIODATA

II.   Keluhan Utama

Mengatakan nyeri saat buang air besar.

III.  Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengatakan bahwa sakitnya sudah 1 minggu terakhir ini dan juga merasakan perutnya terasa
penuh. Klien juga mengatakan bahwa susah buang air besar dan sering buang angin selama 1
minggu terakhir ini.

IV.   Riwayat Kesehatan Masa Lalu

1. Penyakit yang pernah dialami

Klien mengatakan tidak pernah rawat inap di rumah sakit karena tidak pernah
mengalami penyakit yang parah sebelumnya, paling hanya sakit ringan yaitu demam,
flu.

2. Tindakan yang dilakukan

Klien mengatakan bahwa paling hanya dengan obat-obat yang dijual di warung dan
kebetulan cocok (2 sampai 3 hari sembuh).

3. Riwayat operasi

Klien mengatakan tidak pernah di operasi.


4. Riwayat alergi

Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi. Klien tidak mempunyai pantangan makanan
apapun.

V.   Riwayat / Keadaan Psikososial

1. Bahasa yang digunakan  : Bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

2. Persepsi klien tentang penyakitnya :  Klien menganggap penyakitnya mengganggu


aktifitas dan mengurangi nafsu makannya. Namun klien tetap bersyukur semua yang
dideritanya dan menganggap semua sakit yang dideritanya tersebut sebagai cobaan
dari Tuhan.

3. Konsep diri

a. Body image

Tidak ada masalah dengan body image

b. Ideal diri
Klien mengharapkan dan selalu berdoa kepada Tuhan YME agar diberikan
ketabahan dalam menghadapi penyakitnya dan kesembuhan walau tidak terlalu
mengharap.

c. Harga diri
Klien senang tinggal di panti karena tercukupi semua kebutuhannya, dan bebas
melakukan apa saja yang diinginkan.

d. Peran diri
Klien seorang duda yang telah ditinggal istrinya karena meninggal kurang lebih 10
tahun lalu. Dari perkawinannya klien memiliki 1 orang anak.

e. Personal identity
Klien merupakan anggota panti Tresna Werdha Abdi di wisma Teratai. Klien
merupakan duda dengan 1 anak.

f. Keadaan Emosi
Keadaan emosi klien dalam keadaan stabil.

g. Perhatian terhadap orang lain/lawan bicara


Klien tampak memperhatikan dan menanggapi setiap pertanyaan yang diberikan
kepadanya.

h. Hubungan dengan keluarga


Harmonis dengan keluarga yang ada dan masuk ke panti karena keinginan klien
sendiri yang tidak mau menyusahkan keluarga terutama anaknya yang telah
berumah tangga.

i. Hubungan dengan orang lain


Baik, klien mau bergaul dengan sesama warga panti terutama dengan anggota satu
wisma.

j. Kegemaran
Menonton televisi dan duduk-duduk di ruang tamu wisma

k. Daya adaptasi
Klien dapat beradaptasi dengan warga di panti walaupun klien kurang bisa mengikuti
kegiatan yang ada di panti seperti pengajian, gotong royong dan senam pagi karena
keterbatasan karena penyakitnya.

l. Mekanisme Pertahanan diri


Klien memiliki pertahanan diri yang efektif

VI.  Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum: klien dalam kondisi baik namun teraba adanya distensi abdomen

2. Pemeriksaan B1- B6

a) Brain : Kesadaran compos mentis


b) Breath :  RR: 22 kali /menit, tidak ada suara nafas tambahan
c) Blood : TD: 150/90 mmHg; HR: 106x/menit; tidak ada anemia
d) Bowel : Sulit BAB, saat BAB terasa nyeri,terdapat distensi abdomen dengan lingkar 
perut 50 cm, bising usus 2x/menit ( kurang terdengar ), sering buang angin.
e) Bladder : normal, 1200cc/ hari, warna kuning
f) Bone : normal

VII. Pola Kebiasaan sehari-hari

1. Pola tidur dan kebiasaan

2. Pola Eliminasi

a) BAB              : tidak lancar dan tidak ada penggunaan laksativ, riwayat perdarahan,
tidak ada dan saat mengkaji tidak terjadi diare, karakter feses: Klien mengatakan
fesesnya keras.
b) Pola BAK  : ± 5-10 x/hari dan tidak terjadi inkontinensia, Karakter urin: kuning,
Jumlah urine : 1200 ml/hari, tidak ada rasa nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK, tidak
ada penggunaan diuretik    

3. Pola makan dan minum


4. Gejala (Subjektif)

 Diit type : Jenis makanan yaitu makanan biasa dan jumlah makanan per hari 3 piring
dalam per hari. Jarang makan sayur. Kurang suka makanan berserat. Minum 5 gelas
sehari

 Kehilangan selera makan : perut terasa penuh

5. Kebersihan/Personal Higiene
6. Pola Kegiatan/Aktivitas

ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH

Data Subjektif: Usia yang lanjut Konstipasi

Klien mengatakan sulit BAB


selama 1 minggu ini Penurunan respon terhadap
dorongan defekasi
Data Objektif:

 BAB 1x/minggu

 Feses keras
Gangguan koordinasi reflek
 Bising usus defekasi

 Teraba Skibala
Penumpukan feses
 

  Konstipasi

Data Subjektif: Penatalaksanaan penyakit Kurang pengetahuan

Klien mengatakan
permintaan informasi serta Ketidakakuratan mengikuti
menyatakan bahwa klien instruksi
kurang mengerti manfaat
makanan berserat
Permintaan informasi
 

Data Objektif:
 
Ketidak-akuratan mengikuti
pola diet yang sehat
Kurang pengetahuan
 

2.3 Diagnosa Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan penurunan respon terhadap dorongan defekasi

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang pola diet yang
sehat. 

 2.4 Interpensi Keperawatan

N DIAGNOSA TUJUAN/ INTERVENSI RASIONAL


O KEPERAWATA
. N KRITERIA HASIL

1. Konstipasi b.d. Tujuan: 1. Pastikan 1. Membantu


penurunan defekasi menentukan
respon Pola defekasi normal klien intervensi
terhadap sebelumny selanjutnya
 
dorongan a dan pola
defekasi diet klien 2. Cairan
Kriteria hasil:
membantu
 Defekasi 3x   pergerakan
seminggu cairan, kopi
1. Dorong bersifat diuretic
 Konsistensi asupan dan menarik
feses lunak harian cairan
sedikitnya
  2 liter 3. Cairan dapat
cairan, bertindak
batas kopi sebagai
2-3x/hari stimulus untuk
evakuasi feses
2. Anjurkan 3
gelas air 4. Meningkatkan
hangat penggunaan 
yang optimal otot
diminum 30 abdomen dan
mnt efek gravitasi
sebelum optimal
sarapan

3. Ajari klien
untuk
posisi semi
jongkok
normal saat
defekasi

3. Kurangnya Tujuan : 1. Kaji ulang 1. Memberikan


pengetahuan. proses dasar
Klien dapat penyakit, pengetahuan
mengetahui faktor pengalama dimana klien
predisposisi, n klien. dapat
pencegahan, membantu
kekambuhan,   pilihan
deteksi, serta terapi informasi
farmakologi.  
terapi.
  1. Dorong
2. Dapat
klien/orang
merupakan
Kriteria Hasil: terdekat
membantu klien
untuk
 Klien dapat mengalami
menyataka
memahami perasaan
n rasa
proses rehabilitasi
takut/peras
penyakit/prog vital.
aan dan
nosis. perhatian.  
 Klien dapat 2. Dorong 1. Keluarga dapat
mengidentifik keluarga mengetahui
asi hubungan secara aktif proses
tanda/gejala dalam perawatan
proses proses serta
penyakit. perawatan pengobatan
dan klien.
 Klien mampu
pengobata
melakukan
n klien.  
perubahan
pola hidup. 3. Berikan 1. Eliminasi usus
informasi klien berjalan
 Klien mampu
tentang normal
ikut aktif
pola diet
dalam
yang sehat
berpartisipasi
dan tinggi
dalam
serat.
program
pengobatan.  
 

DAFTAR PUSTAKA

NUZULUL ZULKARNAIN HAQ.html

Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC

Darmojo, Boedhi&Martono, Hadi. 2006. Buku Ajar Geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 3.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia

Doenges, E. Marlyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

Maryam, R Siti. 2008. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Noedhi, Darmojo. 2009.  Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). Jakarta: Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Pudjiastuti, Surini Sri. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai