Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.

B DENGAN
GUILLAIN BARRE SYNDROME

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kritis


Dosen : Ns Amila,M.Kep.Sp.KMB

OLEH :

1. Ester Nainggolan
2. Juliana Purba
3. Meilinda Saragih
4. Merisa Situmorang
5. Rena Tindaon
\

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2022/2023
2
3

PEMBAHASAN

1. Definisi

Sindrom Guillain Barre (SGB) adalah sekumpulan dari

gejala poliradikuloneuropati autoimun yang terjadi pasca infeksi,

terutama mengenai neuron motorik, namun dapat juga mengenai

neuron sensorik dan otonom. Menifestasi klinis tersering adalah

paralisis flaksid di sertai menurunnya refleks tendon dalam, dan

keseluruhan gejala dapat pulih setelah beberapa minggu atau bulan.

(Sukman tulus putra dkk , 2014)

Sindrom Guillain Barre (SGB) adalah klinis yang di tunjukan

oleh onset akut dari gejala – gejala yang mengenai saraf perifer dan

kranial. Proses penyakit termasuk demilasi dan degenerasi selaput

myelin dari syaraf perifer dan kranial . Etiologinya tidak di ketahui,

tetapi respons alergi atau respons autoimun sangat mungkin sekali.

Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrom tersebut mempunyai

asal virus, tetapi tidak ada virus yang dapat diisolasi sejauh ini. (Tutu

aprilariani, 2013)

Dari pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa Guillain

Barre Syndrome (GBS) adalah penyakit autoimun yang menyerang

sistem persyarafan serta menyebabkan penurunan refles tendon dimana

etiologinya masih belum diketahui dan pemulihannya membutuhkan

waktu yang lama.


4

2. Patofisiologi

Patofisiologi sindrom ini belum dapat di jelaskan dengan jelas. Namun, salah satu

yang paling banyak di teliti adalah infeksi C. jejuni. Pada infeksi C. jejuni. Antigen

pada kapsul bakteri serupa dengan antigen ganglosida pada selubung mielin saraf,

sehingga tubuh membentuk antibodi yang tidak hanya menyerang pathogen ini, namun

juga menyerang dan merusak selubung mielin saraf. Terjadi infiltrasi limfosit dan

fagositosis oleh magrofag. Rusaknya mielin menyebabkan hantaran saraf terhambat atau

tidak terjadi sama sekali sehingga terjadi paralisis. (Sukman tulus putra dkk , 2014)
5
6

Bagan 2.1 Patofisiologi masalah keperawatan Sindrom Guillain Barre

Faktor – faktor predisposisi terjadi 3-3 minggu sebelum onset,


meliputi adanya ISPA, infeksi gastroin testinal, dan tindakan

Selaput mielin hilang akibat dari respon alergi, respons


autoimin, hipoksemia, toksik kimia, dan insufisiensi
vaskular

Proses

Konduksi saltatori tidak terjadi dan tidak ada transmisi


impuls saraf

Gangguan fungsi saraf perifer dan kranial

Gangguan fungsi saraf kraial: III, IV, V, VI, VII, IX, dan X Disfungsi otonom
Ganguuan perifer dan neuromuskular
Gangguan fungsi jantung dan ritme, perubahan tekanan darah (hipertensi transien, hip
Gangguan pemenuhan
Resiko tinggi ggal
Kelemahan pernapasan
fisik umum, (ARDS) penurunan kemampuan batuk, peningkatan sekresi mukus
nutrisi dan cairan
paralisis otot wajah

Resiko tinggi defisist Penurunan


cairan tubuh Resikotonus otot seluruh
tinggi
tubuh, perubahan
infeksi estetika
saluran Penurunan curah jantung ke otak dan jantu
Resiko tinggi
Kecemasan keluarga Prognosis penyakit kurang baik
pemenuhan nutrisi napaswahjah
bawah dan
Sumber
kurang : asuhan
dari kebutuhan keperawatan klien dengan gangguan infeksi sitem saraf pusat.
pneumoni
Ketidak Arif
efektifan
muttaqin, 2012 Resiko tinggi penurunan perfusi perifer
bersihan jalan napas.
Ketidakefektifitas pola napas

Sekresi mukus masuk


Gangguan lebih kebawah jalan
pemenuhan ADL Gagal fungsi pernapasan Penurunan curah jantung ke ginj
napas
Kerusakan mobilitas fisik
Gangguan konsep diri
(gambaran diri) Koma
Penurunan filtrasi glomerulus

Kematian

anuna
Gawat kardiovaskular
Gagal ginjal akut
7

3. Tanda dan gejala

Gejala timbul secara progresif dan meliputi :

a. Kelemahan otot yang simetris (tanda neurologi utama) dan muncul

pertama – tama pada tungkai (tipe asenden) yang kemudian meluas

ke lengan serta mengenai nervus fasialis dalam 24 hingga 72 jam

akibat tergangguanya transmisi impuls melalui radiks saraf

anterior.

b. Kelemahan otot yang pertama – tama terasa pada lengan (tipe

desenden) atau terjadi sekaligus pada lengan dan tungkai akibat

terganggunya transmisi impuls melalui radiks saraf anterior.

c. Tidak terdapat kelemahan otot atau hanya mengenai nervus

fasialis (pada bentuk yang ringan).

d. Parestesia yang kadang – kadang mendahului kelemahan otot,

tetapi akan menghilang dengan cepat; keluhan ini terjadi karena

tergangguanya transmisi impuls lewat radiks saraf dorsalis.

e. Diplegia yang mungkin disertai oftalmoplegia (paralisis okuler)

akibat terganggunya transmisi impuls melalui radiks saraf motorik

dan terkenannya nervus kranialis III, IV, dan VI.

f. Disfagia atau disartria dan yang lebih jarang terjadi, kelemahan

otot yang dipersarafi nervus kranialis XI (nervus aksesorius

spinalis)

g. Hipotonia dan arefleksia akibat terganggunya lengkung

refleks. (Kowalak, Wels dan Mayer, 2013)


8

4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis :

a. GBS dianggap sebagai kondisi kedarurtan medis; pasien di tangani

di dalam unit perawatan intensif.

b. Masalah pernafasan mungkin memerlukan terapi pernapasan atau

ventilasi mekanis.

c. Intubasi elektif dapat diimplementasikan sebelum awitan keletihan

otot pernapasan yang ekstrem.

d. Agens antikoagulan dan stocking antiembolisme atau sepatu

kompresi berurut dapat digunakan untuk mencegah thrombosis dan

emboli pulmonal.

e. Plasmaferesis (pertukaran plasma) atau immunoglobulin intravena

(IVIG) dapat digunakan untuk secara langsung mempengaruhi

kadar antibodi myelin saraf perifer.

f. Pemantauan EKG secara kontinu; pantau dan tangani disritmia

jantung dan komplikasi labil lain akibat disfungsi autonom.

Takikardia dan hipertensi ditangani dengan obat kerja singkat,

seperti agens penyekat alfa-adrenergik. Hipotensi di tangani

dengan meningkatkan jumlah cairan intravena yang diberikan.

(Brunner & Suddarth, 2011)


9

Penatalaksanaan nonmedis :

Dengan cara melakukan latihan pasif yaitu dengan menerapkan Range

Of Motion. (jurnal “Inside Guillain-Barré Syndrome: An occupational

therapist's perspective” 2011)

5. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian terhadap komplikasi Guillain Barre Syndrome

meliputi pemantauan terus menerus terhadap ancaman gangguan

gagal napas akut yang mengancam kehidupan. Komplikasi ini

mencakup disritmia jantung, yang terlihat melalui pemantauan

EKG dan mengobservasi klien terhadap tanda thrombosis vena

provunda dan emboli paru – paru, yang sering mengancam klien

imobilisasi dan paralisis. (Arif mutaqin, 2012)

1) Keluhan utama

Kelemahan otot baik kelemahan fisik secara umum maupun

local seperti melemahnya otot – otot pernapasan.

2) Riwayat penyakit sekarang

Pada pengkajian klien GBS biasanya didapatkan keluhan yang

berhubungan dengan proses demielinisasi. Keluhan tersebut

diantaranya gejala – gejala neurologis diawalai dengan

parestesia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang

dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan otot

wajah. Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya

paralisis yang lengkap.


10

3) Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang

memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi

keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA), infeksi gastrointestinal dan

tindakan bedah saraf.

Pengkajian pemakaian obat – obat yang sering digunakan

klien, seperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis

– jenis antibiotik, dan reaksinya untuk menilai resistensi

pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya

pengkajian.

4) Pengkajian psikososiospiritual

Meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat

untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,

kognitif, dan perilaku klien.

5) Pemeriksaan fisik

Pada klien dengan GBS biasanya suhu tubuh normal.

Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda –

tanda penurunan curah jantung. Peningkatan frekuensi napas

berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan

adanya infeksi pada sistem pernapasan serta akumulasi secret

akibat insufisiensi pernapasan. Tekanan darah di dapatkan

ortostatik hipotensi atau tekanan darah meningkat (hipertensi


11

transien) berhubungan dengan penurunan reaksi saraf simpatis

dan parasimpatis.

a) B1 (Breathing)

Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan

peningkatan frekuensi pernapasan karena infeksi saluran

pernapasan dan yang paling sering didapatkan pada klien

GBS adalah penurunan frekuensi pernapasan karena

melemahnya fungsi otot – otot pernapasan. Palpasi

biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.

Auskultasi bunyi napas tambah seperti ronkhi pada klien

dengan GBS berhubungan akumulasi secret dari infeksi

saluran napas.

b) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular pada klien GBS

menunjukan bradikardia akibat penurunan fungsi perifer.

Tekanan darah didapatkan ortostatik hipotensi atau

Tekanan Darah (TD) meningkat (hipertensi transien)

akibat penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.

c) B3 (Brain)

(1) Pengkajian tingkat kesadaran

Pada klien dengan GBS biasanya kesadaran klien

komposmentis. Apabila klien mengalami penurunan


12

tingkat kesadaran maka penilaian Glasgow Coma

Scale (GCS) sangat penting untuk menilai tingkat

kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring

pemberian asuhan.

(2) Pengkajian fungsi serebral

Status mental : observasi penampilan, tingkah laku,

nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktifitas motorik

klien. Pada klien GBS tahap lanjut disertai dengan

penurunan tingkat kesadaran biasanya status mental

klien mengalami perubahan.

(3) Pengkajian saraf kranial

Pada saraf kranial klien dengan GBS mengalami

beberapa gangguan, yaitu pada saraf III, IV, VI terjadi

penurunan kemampuan membuka dan menutup

kelopak mata, paralisis ocular. Pada saraf V, klien

mengalami paralisis pada otot wajah sehingga

menganggu proses mengunyah. Pada saraf VII,

presepsi pengecapan dalam batas normal, wajah

asimetris karena adanya paralisis unilateral. Saraf IX,

dan X, klien mengalami paralisis otot orofaring,

kesulitan berbicara, mengunyah dan menelan.

Kemampuan menelan kurang baik, sehingga

menangganggu pemenuhan nutrisi via oral.


13

(4) Pengkajian sistem motorik

Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan

koordinasi pada GBS tahap lanjut mengalami

perubahan. Klien mengalami kelemahan motorik

secara umum sehingga mengganggu mobilitas fisik.

(5) Pengkajian refleks

Pemeriksaan refleks propunda, pengetukan pada

tendon, ligamentum atau periosteum drajat refleks

pada respons normal.

(6) Pengkajian sistem sensorik

Parestesia (kesemutan) dan kelemahan otot kaki, yang

dapat berkembang ke ekstremitas atas,batang tubuh

dan otot wajah. Klien mengalami penurunan

kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu.

d) B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan

berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini

berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan

curah jantung ke ginjal.

e) B5 (Bowel)

Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan

produksi asam lambung. Terjadi penurunan nutrisis karena

anoreksia dan kelemahan otot – otot pengunyah serta


14

gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via

oral jadi berkurang.

f) B6 (Bone)

Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran

menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam

pemenuhan kebutuhan sehari – hari klien lebih banyak

dibantu oleh orang lain.

6) Pemeriksaan diagnostik

Diagnosis GBS sangat bergantung pada riwayat

penyakit dan perkembangan gejala klinis dan tidak ada satu

pemeriksaanpun yang dapat memastikan GBS; pemeriksaan

tersebut hanya menyingkirkan dugaan – dugaan.

Lumbal pungsi dapat menunjukkan kadar protein

normal pada awalnya dengan kenaikan pada minggu 4-6.

Pemeriksaan konduksi saraf mencatat transmisi impuls

sepanjang serabut saraf.

Sekitar 25% orang dengan penyakit ini mempunyai

antibodi baik terhadap sitomegalovirus atau virus Epstein-

Barr. Telah ditunjukan bahwa suatu perubahan respon imun

pada antigen saraf perifer dapat menunjang perkembangan

gangguan.
15

b. Diagnosa keperawatan

1) Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan

progresif cepat otot – otot pernapasan, dan ancaman gagal

napas.

2) Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan

dengan perubahan frekuensi jantung ritme dan irama

bradikardia.

3) Resiko perubahan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat.

4) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan

neuromuskular, penurunan kekuatan otot, dan penurunan

kesadaran.

5) Ansietas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan

perubahan kesehatan.

6) Koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan

dengan prognosis penyakit yang tidak jelas, perubahan peran

keluarga, dan status sosioekonomi yang tidak jelas.


16

c. Intervensi dan Rasionalisasi Keperawatan

Tabel 2.1 Intervensi dan Rasionalisasi

Tujuan Dan
Diagnosa Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1) Pola napas Dalam waktu 1) Kaji fungsi paru, 1) Menjadi bahan parameter
tidak efektif 3x24 jam setelah adanya bunyi monitoring serangan
yang diberikan napas tambahan, napas
berhubungan tindakan pola perubahan irama menjadi data
dengan napas kembali dan kedalaman, dasar intervensi
kelemahan efektif. Kriteria: penggunaan otot selanjutnya.
progresif cepat secara subjektif – otot aksesori. 2) Tanda dan
otot – otot sesak napas (-), 2) Evaluasi keluhan gejala meliputi
pernapasan, frekuensi napas sesak napas, baik adanya
dan ancaman 16-20 secara verbal dan kesulitan
gagal napas. non verbal. bernapas saat
3) Beri ventilasi berbicara,
mekanik. pernapasan
4) Lakukan dangkal dan
pemeriksaan irregular,
kapasitas vital mengguanakan
pernapasan. otot – otot
5) Kolaborasi: aksesoris,
Pemberian takikardia dan
humidifikasi perubahan pola
oksigen 3 napas.
liter/menit. 3) Ventilasi
mekanik
digunakan jika
pengkajian
sesuai kapasitas
vital, klien
memperlihatkan
perkembangan
kearah
kemunduran,
yang
mengindikasi
ke arah
memburuknya
kekuatan otot-
otot pernapasan.
4) Kapasitas vital
klien di pantau
lebih sering dan
dengan interval
yang teratur
dalam
penambahan
kecepatan
pernapasan dan
17

kualitas
pernapasan,
sehingga
pernapasan
yang tidak
efektif dapat di
antisipasi.
Penurunan
aktivitas vital
karena
kelemahan otot
– otot yang
digunakan saat
menelan, dan
adanya indikasi
memburuknya
fungsi
pernapasan.
5) Membantu
pemenuhan
oksigen yang
sangat
diperlukan
tubuh dengan
kondisi laju
metabolisme
sedang
meningkat.

2) Resiko tinggi Setelah dilakukan 1) Auskultasi 1) Hipotensi dapat


penurunan perawatan selama Tekanan darah. terjadi s/d
curah jantung 2x24 jam, Bandingkan disfungsi
yang diharapkan kedua lengan, ventrikel,
berhubungan penurunan curah ukur dalam hipertensi juga
dengan jantung tidak keadaan fenomena
perubahan terjadi. Dengan berbaring, umum s/d nyeri
frekuensi, kriteria : duduk, atau cemas
irama, dan Stabilitas berdiri bila pengeluaran
konduksi hemodinamik memungkinkan. katekolamin.
elektrikel. baik (tekanan 2) Evaluasi kualitas 2) Penurunan
darah dalam dan kesamaan curah jantung
batas normal, nadi. mengakibatkan
curah jantung 3) Catat murmur. menurunnya
kembali 4) Pantau frekuensi kekuatan nadi
meningkat, input jantung dan 3) Menunjukkan
dan output irama. gangguan aliran
sesuai, tidak 5) Kolaborasi : darah dalam
menunjukkan Berikan O2 jantung
tanda-tanda tambahan sesuai (kelainan katup,
disritmia) indikasi. kerusakn
septum, atau
vibrasi otot
papilar)
4) Perubahan
frekuensi dan
18

irama jantung
menunjukkan
komplikasi
disritmia
5) Oksigen yang
dihirup akan
langsung
meningkatkan
saturasi oksigen
darah.

3) Resiko Setelah 1) Kaji kemampuan 1) Perhatikan yang


perubahan dilakukan klien dalam diberikan untuk
kebutuhan tindakan pemenuhan nutrisi yang
nutrisi: kurang keperawatan nutrisi oral. adekuat dan
dari kebutuhan selama 2x24 jam 2) Monitor pencegahan
tubuh yang diharapkan komplikasi kelemahan otot
berhubungan pemenuhan akibat paralisis karena kurang
dengan asupan nutrisi klien akibat makanan.
yang tidak terpenuhi. insufisiensi 2) Ilius paralisis
adekuat. Dengan kriteria : aktivitas dapat
Tidak terjadi parasimpatis. disebabkan oleh
komplikasi 3) Berikan nutrisi insufisiensi
akibat penurunan via selang aktivitas
asupan nutrisi. ansogastrik. parasimpatis.
4) Berikan nutrisi Dalam keadaan
via oral bila ini, makanan
paralisis menelan melalui
berkurang. intravena
dipertimbangka
n diberikan oleh
dokter dan
perawat
memantau
bising usus
sampai
terdengar.
3) Jika klien tidak
mampu
menelan, makan
diberikan
melalui selang
lambung.
4) Bila klien dapat
menelan,
makanan
melalui oral
diberikan
perlahan –
lahan dan
sangat hati –
hati.
19

4) Hambatan Dalam waktu 1) Kaji tingkat 1) Merupakan data


mobilitas fisik 3x24 jam setelah kemampuan dasar untuk
yang diberikan klien dalam melakukan
berhubungan tindakan melakukan intervensi
dengan mobilitas klien mobilitas fisik. selanjutnya.
kerusakan meningkat atau 2) Dekatkan alat 2) Bila pemulihan
neuromuskular teradaptasi. dan sarana yang mulai untuk
, penurunan Kriteria : dibutuhkan klien dilakukan, klien
kekuatan otot, peningkatan dalam dapat
dan penurunan kemampuan dan pemenuhan mengalami
kesadaran. tidak terjadi aktvitas sehari – hipotensi
thrombosis vena hari. ortostatik (dari
provunda dan 3) Hindari faktor disfungsi
emboli paru yang otonom) dan
merupakan memungkinkan kemungkinan
ancaman klien terjadi trauma membutuhkan
paralisis, yang pada saat klien meja tempat
tidak mampu melakukan tidur untuk
menggerakkan mobilisasi. menolong
ekstremitas. 4) Sokong mereka
Dekubitus tidak ekstremitas yang mengambil
terjadi. mengalami posisi duduk
paralisis. tegak.
5) Monitor 3) Individu
komplikasi paralisis
hambatan mempunyai
mobilitas fisik. kemungkinan
6) Kolaborasi mengalami
dengan tim kompresi
fisioterapis. neuropati,
paling sering
saraf ulnar dan
perineal.
Bantalan dapat
di tempatkan di
siku dan kepala
fibula untuk
mencegah
terjadinya
masalah ini.
4) Ekstremitas
paralisis
disokong
dengan posisi
fungsional dan
memberikan
latihan rentang
gerak secara
pasif paling
sedikit dua kali
sehari.
5) Deteksi dini
thrombosis
vena profunda
dan dekubitus
20

sehingga
dengan
penemuan yang
cepat,
penanganan
lebih mudah
dilaksanankan.
Kolaborasi
dengan ahli
terapi fisik
untuk
mencegah
deformitas
kontraktur
dengan
menggunakan
pengubahan
posisi yang hati
– hati dan
latihan rentang
gerak.

5) Ansietas yang Setelah 1) Bantu klien 1) Ansietas


berhubungan dilakukan mengekspresikan berkelanjutan
dengan tindakan perasaan marah, memberikan
ancaman, keperawatan kehilangan dan dampak
kondisi sakit selama 2x24 takut. serangan
dan perubahan jam, diharapkan 2) Kaji tanda verbal jantung
kesehatan. ansietas hilang dan nonverbal selanjutnya.
dan berkurang. ansietas, 2) Reaksi verbal
Dengan kriteria damping klien atau nonverbal
hasil : mengenal dan lakukan dapat
perasaannya, tindakan bila menunjukan
dapat menunjukan rasa agitasi,
mengidentifikas perilaku marah dan
i penyebab atau merusak. gelisah.
faktor yang 3) Hindari 3) Konfrontasi
memenuhinya konfrontasi. dapat
dan menyatakan 4) Mulai meningkatkan
ansietas melakukan rasa marah,
berkurang/hilan tindakan untuk menurunkan
g. mengurangi kerja sama dan
kecemasan. Beri mungkin
lingkungan yang memperlambat
tenang dan penyembuhan.
suasana penuh 4) Mengurangi
istirahat. rangsangan
5) Tingkatkan eksternal yang
control sensasi tidak perlu.
klien. 5) Kontrol sensasi
6) Orientasi klien klien dengan
terhadap cara
prosedur rutin memberikan
dan aktivitas informasi
yang diharapkan. tentang keadaan
21

7) Beri kesempatan klien ,


pada klien menekankan
untung pada
mengungkapkan perhargaan
ansietasnya terhadap
8) Berikan privasi sumber –
untuk klien sumber koping
dengan orang (pertahanan
terdekat diri), yang
posistif,
membantu
latihan relaksasi
dan teknik –
teknik
pengalihan dan
memberikan
respon baik
yang positif.
6) Orientasi dapat
menurunkan
ansietas.
7) Dapat
menghilangkan
ketegangan
terhadap
kekhawatiran
yang tidak
diekspresdikan.
8) Memberi waktu
untuk
mengekspresika
n perasaan,
menghilangkan
cemas dan
perilaku
adaptasi.
Adanya
keluarga dan
teman – teman
yang dipilih
klien melayani
aktivitas dan
pengalihan akan
menurunkan
perasaan
terisolasi.
6) Koping Dalam waktu 1) Kaji mekanisme 1) Intervensi
individu dan 1x24 jam setelah koping yang awal bisa
keluarga tidak diberikan klien gunakan. mencegah
efektif yang tindakan koping 2) Lakukan distress
berhubungan individu kembali pendekatan psikologis
dengan efektif. Kriteria : terapeutik dalam pada klien.
prognosis ekspresi wajah mengkaji koping 2) Pendekatan
penyakit yang klien rileks dan yang klien yang baik
22

tidak jelas, menerima gunakan. dapat


perubahan penjelasan yang 3) Anjurkan membentu
peran di berikan . klien pemilihan menggali lebih
keluarga, dan kooperatif koping yang jauh
status dengan program positif. kemampuan
sosioekonomi pengobatan dan 4) Berikan klien dalam
yang tidak perawatan. dukungan moral. mencari
jelas. 5) Diskusikan mekanisme
secara rasional koping yang
pentingnya akan
tindakan digunakan.
pengobatan dan 3) Mekanisme
perawatan yang koping yang
akan diberikan. positif dapat
6) Evaluasi membantu
mekanisme klien lebih
koping yang percaya diri,
dipakai setelah lebih
dilakuakan kooperatif
tondakan. terhadap
tindakan yang
akan dilakukan
dan mencegah
terjadinya
kecemasan
tambahan.
4) Menambah
rasa percaya
diri klien akan
koping yang
akan
digunakan.
5) Teknik
pengalihan
yang secara
rasional
membantu
klien memilih
sendiri koping
positif yang
akan
digunakan.
6) Pemantauan
sederhana
terhadap
kemampuan
klien dalam
memilih
mekanisme
koping yang
telah
digunakan.
23

d. Implementasi

Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat pada

kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan

kegiatan komunikasi (Kozier et al, 1995). Pelaksanaan

implementasi akan mengidentifikasi, mengapa sesuatu terjadi, apa

yang terjadi, kapan, bagaimana dan siapa yang melakukan

intervensi (Deden Dermawan, 2012)

e. Evaluasi

Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil/ perbuatan

dengan standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat

sejauh mana tujuan tercapai.

Evaluasi keperwatan : membandingkan efek/hasil suatu

tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang

sudah dibuat. (Deden dermawan, 2012)

6. Analisa data

Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam

pengembangan daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar

belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian

keperawatan. Dalam melakukan analisa data diperlukan kemampuan

mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep,

teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan

dalammenentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.


24
25

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN GUILLAIN-BARRE SYNDROME


(GBS) DI RUANG ICU

A. Pengkajian
1. Biodata Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 60 Tahun
TTL : Tangerang, 27 Juni 1960
No Medrek : 765463
Agama : Islam
Golongan Darah : AB+
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiun BUMN
Diagnosa Medis : Guillain-Barre Syndrome (GBS)
Tanggal Masuk RS : 26 April 2022
Tanggal Pengkajian : 28 April 2022
Alamat : Medan

2. Biodata Penanggung Jawab


Nama : Ny. A
Umur : 58 Tahun
Agama : Islam
Hubungan dengan Klien : Istri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat Lengkap : Medan

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Kelemahan otot hampir seluruh tubuh, khususnya pada bagian ekstremitas bawah dan
menjalar ke ekstremitas atas.
26

b. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)


Pasien mengatakan mengeluh nyeri tekan otot seperti terbakar, nyeri pada bahu,
punggung, pinggang dan bokong. Pasien tampak cemas, pasien terlihat kesulitan
bernafas dan nafas pendek, wajah/muka kemerahan, tekanan darah kadang-kadang
tinggi dan terkadang rendah, klien tampak takut dan bingung, adanya perubahan pola
eliminasi BAB, pasien kesulitan mengunyah dan menelan, pasien terpasang
ventilator mekanik.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan
kolesterol.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak mempunyai riwayat penyakit serupa dengan
pasien dan tidak mempunyai penyakit keturunan serta penyakit menular.

4. Primary Survey
a. Airway
Look : terdapat sumbatan jalan nafas (sputum)
Listen : ada suara nafas tambahan (ronchi)
Feel : ada hembusan nafas
b. Breathing
Pasien mengalami kesulitan bernafas dan dilakukan pemasangan ventilator mekanik
dengan FVC <15 ml/kg
Inspeksi : pergerakan dada simetris, tidak ada jejas, RR 26 x/menit
Auskultasi : suara nafas ronchi
Perkusi : sonor +/+
Palpasi : tidak ada krepitasi pada bagian dada

c. Circulation
Tekanan darah 102/84 mmHg, nadi 80 x/menit, akral teraba hangat, CRT < 2 detik.
d. Disability
Kesadaran Composmentis, GCS 15 E4V5M6
e. Exposure
Tidak ada jejas, suhu 36,30C
27

5. Secondary Suvey
f. Foley Cateter
Pasien terpasang foley cateter
g. Gastric Tube
Pasien terpasang NGT
h. Heart Monitor
Hasil monitor EKG pasien sinus rhytme

6. Re Evaluasi
a. Head to Toe Examination
1) Keadaan kulit : baik
Tugor kulit : baik
Warna kulit : kemerahan
2) Keadaan rambut
Bersih, tekstur baik, warna rambut hitam, terdapat uban, distribusi rambut
merata.
3) Kuku
Warna kuku merah muda, kuku bersih dan pendek.
4) Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak ada edema, tidak ada lesi.
5) Wajah
Bentuk wajah simetris, tidak ada edema, tidak lesi, tidak ada massa, wajah
terlihat kemerahan.
6) Mata
Kondisi mata : normal/ simetris
Pupil : hitam, isokor, reflek cahaya (+/+)
Sklera : ikterik (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Alis mata : tipis, distribusi alis merata
7) Leher
Tidak ada pembesaran limfa dan tiroid, tidak ada massa dan lesi.
8) Dada
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi dan massa, warna kulit sama
dengan kulit keseluruhan
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler
Perkusi : sonor (+/+)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan bagian dada, tidak ada krepitasi
28

9) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi dan massa, tidak ada luka bekas
operasi
Auskultasi : bising usus peristaltik 20 x/menit
Perkusi : timpani
Palpasi : terdapat nyeri tekan, terdapat distensi abdomen

10) Ekstremitas
Atas : kekuatan otot lemah, derajat kekuatan otot 2, tidak ada
lesi
Bawah : kekuatan otot lemah, derajat kekuatan otot 2, tidak ada
lesi

b. Finger in Every Orifice


1) Hidung
Pasien bernafas menggunakan cuping huding, tidak ada pembesaran konka, tidak ada
sekret, tidak ada lesi, tidak ada deformitas, tidak ada massa, septum nassal
simetris.
2) Telinga
Telinga simetris, tidak ada serumen (-/-), tidak ada darah (-/-), tidak ada lesi, fungsi
pendengaran baik (+/+).
3) Mulut
Mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis, warna bibir merah muda, lidah tidak kotor,
saliva normal, tidak menggunakan gigi palsu dan tidak ada stomatitis.
4) Anus
Tidak ada lesi.
c. Vital sign
Kesadaran : Samnolen GCS 10 E2M4V4
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Frekuensi nadi : 68 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 360C
d. Anamnesis
Keluhan : pasien mengalami kelemahan otot hampir seluruh
tubuh khususnya pada bagian ekstremitas bawah dan
atas
29

Obat : IVFD NaCl 0,9 %


Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam
Injeksi Lapibal 500 mg/8 jam
Injeksi Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam
Injeksi Omeprazole 1 gram/12 jam
Paracetamol 3x500 mg
Makanan : diit cair
Penyakit : Guillain-Barre Syndrome (GBS)
Alergi : pasien tidak mempunyai alergi obat dan makanan

7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Inspeksi : jalan nafas menggunakan selang ETT dan terdapat sputum
berwarna putih, pengembangan ada simetris, pasien tampak
sesak, frekuensi nafas 25 x/menit, tidak terdapat darah, pasien
menggunakan nafas cuping hidung, adanya kedalaman
pernafasan.
Auskultasi : suara nafas ronchi
Perkusi : sonor
Palpasi : taktil fremitus (+/+)
b. Sistem Kardiovaskuler
Warna kulit kemerahan, tidak terdapat distensi vena jugularis, frekuensi nadi 68 x/menit,
irama teratur, denyut nadi lemah, tekanan darah 90/70 mmHg, temperatur kulit
hangat, pengisian kapiler <2 detik, tidak ada edema, tidak ada kelainan bunyi
jantung.
c. Sistem Pencernaan
Reflek mengunyah dan menelan terganggu, menggunakan alat bantu NGT, frekuensi
makan 3 x/hari, diit cair.
d. Sistem Perkemihan
Pasien terpasang kateter, kateter dalam keadaan bersih, aliran kateter lancar, tidak ada
darah di urine, urine tidak merembes, terpasang selama perawatan, frekuensi
berkemih tidak terkontrol, jumlah urine 2500 cc/24 jam, warna urine kuning jernih.
e. Sistem persarafan
Tingkat kesadaran samnolen GCS 10 E2M4V4.
f. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid.
30

g. Sistem Muskuloskeletal
Pasien mengalami kelemahan otot pada bagian ekstremitas atas dan bawah, kekuatan otot
2
h. Sistem Integumen
Turgor kulit baik, tidak ada lesi, warna kulit sawo matang, akralhangat, tidak ada massa.

8. Pola Aktivitas Sehari-hari


Jenis Kegiatan Di Rumah Di RS
Pola Nutrisi
1. Makan
Frekuensi 3×/hari 2×/hari
Jenis Nasi, lauk, sayur Diit cair
Porsi Sedang Sedikit
Cara Mandiri NGT
Keluhan - Kesulitan mengunyah
dan menelan

2. Minum 5×/hari
Frekuensi 5-6×/hari Air susu- air mineral
Jenis Air mineral NGT
Gangguan menelan
Cara Mandiri
Keluhan -
Pola Eliminasi
1. BAB
Frekuensi 2×/hari -
Konsistensi Semi padat -
Warna Kuning kecoklatan -
Bau Khas -
Cara Mandiri -
Keluhan - -
2. BAK
Frekuensi 5-6×/hari Tidak terkontrol
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Bau Khas Khas
Cara Mandiri Kateter
Keluhan - -
31
Pola Isirahat Tidur
1. Malam 7-8 jam Penurunan kesadaran
2. Siang 2 jam
Personal Hygiene
Mandi 2×/hari 2×/hari
Gosok Gigi 2×/hari 2×/hari
Ganti Pakaian 2×/hari 2×/hari
Cara Mandiri Bantuan
Keluhan - -

9. Data Psikologis
a. Data Sosial
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mudah bersosialisasi dengan orang lain.
b. Data Spiritual
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien rajin shalat 5 waktu dan berdoa.

10. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
No Jenis Pemeriksaan Nilai Nilai Normal
1. WBC 10,92 (103/UL) 4,0 - 11,0 (103/UL)
2. PLT 293 (103/UL) 150 - 400 (103/UL)
3. HGB 11,0 (g/dL) 12 - 16 (g/dL)
4. Glukosa Sewaktu 111 mg/dL <180 mg/dL
5. Ureum 23mg/dL 10 - 50 mg/dL
6. Kreatinin 0,3 mg/dL <1,4 mg/dL

b. Radiologi
Tidak ada Kelainan
c. EKG
Sinus rhtyme
d. Terapi
1) IVFD NaCl 0,9 %
2) Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam
3) Injeksi Lapibal 500 mg/8 jam
4) Injeksi Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam
5) Injeksi Omeprazole 1 gram/12 jam
6) Paracetamol 3x500 mg
32

B. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1. Ds : - Adanya sputum Ketidakefektifan
Do : bersihan jalan nafas
1. Adanya sputum
2. Adanya suara nafas
tambahan
3. Pasien tampak kesulitan
bernafas
4. Tidak ada batuk
2. Ds : - Keletihan otot
Ketidakefektifan pola
Do : pernafasan nafas
1. Pasien tampak sesak
2. Adanya perubahan
kedalaman pernafasan
3. Pasien tampak
menggunakan
pernafasan cuping
hidung
4. Frekuensi pernafasan
25×/menit
3. Ds : - Ketidakmampuan Ketidakseimbangan
Do : menelan nutrisi kurang dari
1. Adanya distensi kebutuhan tubuh
abdomen
2. Adanya gangguan
mengunyah
3. Adanya gangguan
menelan
4. Nafsu makan menurun
4. Ds : - paralisis Hambatan mobiltas
Do : fisik
1. Adanya kelemahan otot
bagian ekstremitas atas
dan bawah
2. Kesulitan membolak-
33
balik posisi
3. Derajat kekuatan otot 2
4. Keterbatasan rentang
gerak
5. Ds : - Kelemahan otot
Konstipasi
Do : abdomen
1. Adanya distensi
abdomen
2. Adanya nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun

C. Masalah Keperawatan / Diagnosis Keperawatan Berdasakan Prioritas


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya sputum
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan
4. Hambatan mobilitas fisik b.d paralisis
5. Konstipasi b.d kelemahan otot abdomen

D. Rencana Keperawatan
Nama : Tn. B
Umur : 60 Tahun
No.RM : xx
Diagnosa Medis : Guillain-Barre Syndrome (GBS)

Perencanaan
No. Diagnosis Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Auskultasi 1. Untuk
bersihan jalan nafas b.d tindakan suara nafas mengetahui
adanya sputum keperawatan selama sebelum dan perubahan suara
7x24 jam sesudah nafas
ketidakseimbangan suctioning
bersihan jalan nafas 2. Berikan 2. Untuk
dapat teratasi, oksigen memberikan
dengan kriterian sebelum cadangan
hasil : melakukan oksigen
1. Suara nafas suctioning
vesikuler 3. Lakukan 3. Untuk
2. Tidak ada suctioning membersihkan
34
sputum jalan nafas
3. Mampu
bernafas dengan
mudah
2. Ketidakefektifan pola
Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk
nafas b.d keletihan otot tindakan mengetahui
pernafasan keperawatan selama keadaan umum
7x24 jam 2. Posisikan 2. Untuk
Ketidakefektifan pasien memaksimalkan
pola nafas dapat semifowler ventilasi
teratasi, dengan 3. Berikan 3. Untuk
kriteria hasil : oksigen sesuai mengurangi
1. Sesak hilang indikasi sesak
2. Tidak ada
pernafasan
menggunakan
cuping hidung
3. Tanda-tanda
vital dalam
batas normal
TD : 120/80 mmHg
N : 80-100 x/menit
S : 36,5-37,5oC
RR : 16-20 x/menit
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kali pola 1. Untuk
nutrisi kurang dari tindakan makan mengetahui
kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama nutrisi pasien
ketidakmampuan 7x24 jam 2. Monitor 2. Untuk
menelan Ketidakseimbangan jumlah nutrisi mengetahui
nutrisi kurang dari dan nutrisi dan
kebutuhan tubuh kandungan kadungan kalori
dapat teratasi, kalori
dengan kriteria 3. Monitor pucat, 3. Untuk
hasil : kemerahan mengetahui
1. Nafsu makan dan terpenuhinya
meningkat kekeringan nutrisi pasien
2. Menunjukkan jaringan
35
peningkatan konjungtiva
funsi 4. Monitor intake 4. Untuk
mengunyah dan dan output mengetahui
menelan intake dan
3. Tidak ada output pasien
distensi 5. Kolaborasi 5. Untuk
abdomen dengan ahli mengetahui
gizi jumlah nutrisi
yang adekuat
4. Hambatan mobilitas fisik
Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk
b.d paralisis tindakan sebelum dan mengetahui
keperawatan selama sesudah keadaan umum
7x24 jam Hambatan latihan pasien
mobilitas fisik dapat 2. Konsultasi 2. Dapat
teratasi, dengan dengan melakukan
kriteria hasil : fisioterapi tindakan yang
1. Adanya dengan tepat
peningkatan rencara
derajat kekuatan ambulasi
otot sesuai
2. Pasien dapat kebutuhan
membolak-balik 3. Latih teknik 3. Untuk
posisi ROM atau meningkatkan
3. Rentang gerak ambulasi derajat kekuatan
pasien otot
meningkat 4. Kolaborasi 4. Untuk
4. Tanda-tanda pemberian mempercepat
vital dalam obat kesembuhan
batas normal
TD : 120/80 mmHg
N : 80-100 x/menit
S : 36,5-37,5oC
RR : 16-20
x/menit
5. Konstipasi b.d
Setelah dilakukan 1. Monitor tanda 1. Untuk
kelemahan otot abdomen tindakan dan gejala mengetahui
keperawatan selama konstipasi tanda dan gejala
36
7x24 jam Konstipasi konstipasi
dapat teratasi, 2. Monitor bising 2. Untuk
dengan kriteria usus mengetahui
hasil : bunyi bising
1. Bebas dari usus
ketidakyamanan 3. Monitor 3. Untuk
dan konstipasi feses : megetahui
2. Nafsu makan frekuensi, frekuensi,
meningkan konsistensi konsistensi dan
3. Tidak ada dan volume volume feses
distensi pasien
abdomen 4. Untuk
4. Tidak ada nyeri 4. Konsultasi mempercepat
abdomen dengan dokter kesembuhan
5. Dapat BAB pemberian
normal obat

Anda mungkin juga menyukai