Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GULLAINE BARRE SYNDROM(GBS)
DI RUANG ICU LT 2 GBPT RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:
Novia Faizzatur Rohmah
NIM. P27820820039

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS GULLAINE BARRE SYNDROM(GBS)

A. Definisi

Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012),


Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit autoimun dimana sistem
kekebalan seseorang menyerang sistem saraf tepi dan menyebabkan
kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi
karena susunan saraf tepi yang menghubungkan otak dan sumsum tulang
belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem saraf tepi
menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada
penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem saraf.
GBS merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis
flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.

B. Etiologi

Salah satu hipotesis menyatkan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi


autoimun yang menyerang myelin saraf perifer.(Myelin merupakan substansi
yang ada disekitar atau menyelimuti akson-akson saraf dan berperan penting
pada transmisi impuls syaraf).(Smeltzer,suzanna,2002,dalam NANDA 2015)

C. Manifestasi Klinis
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National
Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke
(NINCDS), yaitu:
1. Gejala pertama yang muncul adalah kesemutan pada kaki atau tangan,
terkadang disertai dengan rasa nyeri yang berawal di bagian tungkai
atau punggung (menjalar ke atas), hiporefleksi, dan
2. Kelemahan tubuh (bersifat simetris) yang ditandai dengan kesulitan
berjalan
3. Kelemahan dapat menyerang otot-otot pernapasan yang dapat berakibat
fatal
4. Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal
dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3
minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
5. Mengalami gangguan penglihatan akibat lemahnya otot-otot sekitar
mata, kesulitan menelan, bicara dan mengunyah, sensasi seperti
tertusuk jarum pada tangan dan hati, dan rasa nyeri yang cenderung
memburuk pada malam hari.
6. Gangguan detak jantung (aritmia dan takikardia) dan tekanan darah

7. gangguan pencernaan

8. Pada fase akhir, individu dengan GBS mengalami paralisis total,


termasuk paralisis otot pernapasan, sehingga perlu disokong oleh alat
bantu napas.
9. pasien GBS biasanya berkembang dari kelemahan nervus cranial,
seringkali kelemahan nervus fasial atau faringeal.

D. Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain


yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum
diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi
saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon
imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa
sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

E. Pathway

Faktor-faktor predisposisi terjadi 2-3 minggu sebelum onset, meliputi:


adanya ISPA, infeksi gastrointestinal, dan tindakan bedah saraf

Selaput mielin hilang akibat dari respon alergi, respon autoimun, hipoksemia, toksik
kimia, dan insufisiensi vaskular

Proses demielinasi

Kondisi saltatori tidak terjadi dan tidak ada transmisi impuls saraf

Gangguan fungsi saraf perifer dan kranial

Gangguan fungsi saraf kranial: Gangguan saraf perifer dan neuromuskular Disfungsi otonom
III, IV, V, VI, VII, IX, dan X

Paralisis pada okular, wajah Parastesia (kesemutan kebas) Paralis lengkap, otot Kurang bereaksinya sistem saraf
F.
dan otot orofaring, kesulitan dan kelemahan otot kaki, pernafasan terkena, simpatis dan parasimpatis,
berbicara, mengunyah, dan yang berkembang ke mengakibatkan perubahan sensori
G. menelan. ekstrimitas atas, batang insufisiensi pernafasan.
tubuh, dan otot wajah

H.
Gangguan pemenuhan nutrisi Kelemahan fisik umum, Risiko tinggi gagal Gangguan frekuensi jantung dan
dan cairan paralisis otot wajah pernafasan (ARDS), ritme, perubahan tekanan darah
I. penurunan kemampuan (hipertensi transien, hipotensi
batuk, peningkatan ortostatik)
sekresimukus

Deficit nutrisi
J. Penurunan tonus otot seluruh
tubuh, perubahan estetika
Penurunan curah jantung ke otak
wajah
Gangguan mobilitas fisik dan jantung
K.

Sekresi mukus masuk lebih Gagal fungsi Penurunan curah jantung


ke bawah jalan nafas pernafasan
Koma
risiko tinggi infeksi saluran
nafas bawah dan parenkim
paru

L.
Gangguan pertukaran gas Kematian
Pneumonia
M.

Bersihan jalan napas


tidak efektif

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot
yang bersifat difus dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau
bahkan menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan
adanya kelemahan pada otot-otot intercostal. Tanda rangsang meningeal
seperti perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks
patologis seperti refleks Babinsky tidak ditemukan.

b. Pemeriksaan Laboratorium
Gambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar
protein dalam cairan otak (> 0,5 mg%) tanpa diikuti oleh peninggian
jumlah sel dalam cairan otak, hal ini disebut disosiasi sito-albuminik.
Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini dimulai pada minggu 1-2
dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu. Jumlah
sel mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil
penderita tidak ditemukan peninggian kadar protein dalam cairan otak.
Imunoglobulin serum bisa meningkat. Bisa timbul hiponatremia pada
beberapa penderita yang disebabkan oleh SIADH (Sindroma
Inapproriate Antidiuretik Hormone).

c. Pemeriksaan Elektrofisiologi (EMG)


Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis GBS
adalah kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik melambat. Distal
motor retensi memanjang kecepatan hantaran gelombang-f melambat,
menunjukkan perlambatan pada segmen proksimal dan radiks saraf. Di
samping itu untuk mendukung diagnosis pemeriksaan elektrofisiologis
juga berguna untuk menentukan prognosis penyakit : bila ditemukan
potensial denervasi menunjukkan bahwa penyembuhan penyakit lebih
lama dan tidak sembuh sempurna.
d. Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein
( 1 – 1,5 g/dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh
Guillain (1961) disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan
cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan
hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu
pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan
menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic
dissociation).

e. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika
dilakukan kira-kira pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan
memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini
dapat terlihat pada 95% kasus SGB.

a) Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit.


b) Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal.
Pada stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy.
G. Penatalaksanaan GBS
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan
secara umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini
dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama
dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap
harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya
penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas
(imunoterapi) (Japardi, 2002).

a. Sindrom, Guillain Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis


dan pasien diatasi di unit perawatan intensif (Japardi, 2002)
1) Pengaturan Jalan Napas
Respirasi diawasi secara ketat terhadap perubahan kapasitas vital
dan gas darah yang menunjukkan permulaan kegagalan pernafasan.
Setiap ada tanda kegagalan pernafasan maka penderita harus segera
dibantu dengan oksigenasi dan pernafasan buatan. Trakheotomi
harus dikerjakan atau intubasi penggunaan ventilator jika
pernafasan buatan diperlukan untuk waktu yang lama atau resiko
terjadinya aspirasi. Walaupun pasien masih bernafas spontan,
monitoring fungsi respirasi dengan mengukur kapasitas vital secara
regular sangat penting untuk mengetahui progresivitas penyakit.
2) Pemantauan EKG dan Tekanan Darah
Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat
penting karena gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan
timbulnya hipotensi atau hipertensi yang mendadak serta gangguan
irama jantung. Untuk mencegah takikardia dan hipertensi,
sebaiknya diobati dengan obat-obatan yang waktu kerjanya pendek
(short-acting), seperti : penghambat beta atau nitroprusid,
propanolol. Hipotensi yang disebabkan disotonomi biasanya
membaik dengan pemberian cairan iv dan posisi terlentang
(supine). Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode
brakikardia selama pengisapan endotrakeal dan terapi fisik. Kadang
diperlukan pacemaker sementara pada pasien dengan blok jantung
derajat 2 atau 3.

3) Plasmaparesis
Pertukaran plasma (plasma exchange) yang menyebabkan reduksi
antibiotik ke dalam sirkulasi sementara, dapat digunakan pada
serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada
pasien demielinasi. Bermanfaat bila dikerjakan dalam waktu 3
minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang
dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg. Dalam waktu 7-14
hari dilakukan tiga sampai lima kali exchange. Plasmaparesis atau
plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Albumin : dipakai pada plasmaferesis,
karena Plasma pasien harus diganti dengan suatu substitusi plasma.

4) Perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit terutama


natrium karena penderita sering mengalami retensi airan dan
hiponatremi disebabkan sekresi hormone ADH berlebihan.
5) Ileus paralitik terkadang ditemukan terutama pada fase akut
sehingga parenteral nutrisi perlu diberikan pada keadaan ini.
b. Perawatan Umum
1) Mencegah timbulnya luka baring/bed sores dengan perubahan
posisi tidur.
2) Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada
secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps aru.
Segera setelah penyembuhan mulai fase rekonvalesen) maka
fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan
otot.
3) Spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota
gerak yang lumpuh,
4) Kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Gerakan pasti pada
kaki yang lumpuh mencegah deep voin thrombosis.
5) Perawatan kulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring
dan trakhea.
6) Infeksi paru dan saluran kencing harus segera diobati.
7) Bila ada nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik.
c. Pengobatan
1) Kortikosteroid
Seperti : azathioprine, cyclophosphamid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan


preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk
terapi GBS. Peter melaporkan kemungkinan efek steroid dosis
tinggi intravenous menguntungkan. Dilaporkan 3 dari 5 penderita
memberi respon dengan methyl prednisolon sodium succinate
intravenous dan diulang tiap 6 jam diikuti pemberian prednisone
oral 30 mg setiap 6 jam setelah 48 jam pengobatan intravenous.
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual
dan sakit kepala.

2) Profilaksis terhadap DVT (deep vein thrombosis)


Pemberian heparin dengan berat molekuler yang rendah
secara subkutan (fractioned Low Molecular Weight Heparin/
fractioned LMWH) seperti : enoxaparin, lovenox dapat
mengurangi insidens terjadinya tromboembolisme vena secara
dramatik, yang merupakan salah satu keluhan utama dari paralisis
ekstremitas. DVT juga dapat dicegah dengan pemakaian kaus
kaki tertentu (true gradient compression hose/ anti embolic
stockings/ anti-thromboembolic disease (TED) hose).

3) Pengobatan imunosupresan:
a) Imunoglobulin IV
Beberapa peneliti pada tahun 1988 melaporkan pemberian
immunoglobulin atau gamaglobulin pada penderita GBS yang
parah ternyata dapat mempercepat penyembuhannya seperti halnya
plasmapharesis. Gamaglobulin (Veinoglobulin) diberikan
perintravena dosis tinggi. Pengobatan dengan gamma globulin
intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena
efek samping/komplikasi lebih ringan tetapi harganya mahal. Dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan
dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
imunoglobulin intravena (IVIG 7s) : dipakai untuk memperbaiki
aspek klinis dan imunologis dari GBS dan Dosis dewasa adalah 0,4
g/kg/hari selama 5 hari (total 2 g selama 5 hari) dan bila perlu
diulang setelah 4 minggu. Kontraindikasi IVIg : adalah
hipersensitivitas terhadap regimen ini dan defisiensi IgA, antibodi
anti IgE/ IgG. Tidak ada interaksi dng obat ini dan sebaiknya tidak
diberikan pd kehamilan.
b) Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah 6
merkaptopurin (6-MP).

H. Komplikasi
1. Paralisis menetap
2. Gagal nafas
3. Pneumonia
4. Aritmia Jantung
5. Kontraktur atau cacat sendi
6. Aspirasi
7. Kelumpuhan otot pernafasan.
8. Dekubitus
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

Umur : Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan


antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2
tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3
bulan dan paling tua usia 95 tahun.
Jenis kelamin : Semua orang baik wanita maupun laki-laki dapat
mengalaminyaKeluhan utama: kelemahan otot dan juga
otot pernapasan (tiba-tiba seluruh tubuh tidak bisa
bergerak)
2. Keluhan Utama
Pasien dengan GBS dating dengan mengeluhkan parastesia (kesemutan dan
kebas) pada otot kaki, sesak napas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Gejala yang sering dirasakan pasien yaitu kesemutan dan kebas (parestesia),
kelemahan pada otot kaki yang berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh
dan otot wajah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengalami infeksi pada saluran pernapasan, gastroinstentinal yang
lama, bedah saraf, penggunaan obat-obat seperti kortisteroid dan berbagai
jenis antibiotic.
5. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Umumnya pasien cepat marah, merasa takut, cemas akan kemungkinan
paralisis yang permanen, sehingga pasien menjadi pendiam dan malas
berkomunikasi dengan orang disekitarnya. Terkadang pasien merasa Tuhan
tidak adil dengannya akibat penyakit yang diderita (hubungan spiritualnya
kurang baik)
6. Riwayat kesehatan meliputi riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga
yang diderita pasien seperti DM, hipertensi, atau penyakit yang di derita
sekarang. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, kesemutan kebas, disfagia, kesadaranpasien dari
compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah (hipotensi atau hipertensi), respirasi riet naik, dan terjadi
dispnea, nadimeningkat dan reguler.
3) Pemeriksaan B6
a. B1 Pernafasan (Breath)
Pasien tidak dapat batuk efektif, pengeluaran sputum, ronkhi,
dispneu, adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan, apneu.
b. B2 Kardiovaskuler/ Sirkulasi (Blood)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah kemerahan.akral
dingin, CRT >3 detik, palpitasi, penurunan perfusi perifer sekunder
dari penurunan curah jantung.
c. B3 Persyarafan (Brain)
Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun,
perubahan ketajaman penglihatan, ganggua keseimbangan tubuh,
afasis (kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan.
d. B4 Perkemihan/ Eliminasi Urin (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi
saat berkemih.
e. B5 Percernaan/ Eliminasi Alvi (Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic
usus turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi anal.
f. B6 Tulang-Otot-Integumen (Bone)
Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera / injuri fraktur tulang,
hemiplegi, paraplegi.
B. Diagnosis Keperawatan

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) menjadi panduan dalam


penegakan diagnosis keperawatan. Dari diagnosis ini kemudian akan dibuat
perencanaan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien.
Diagnosis pada pasien GBS yaitu:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
3. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung
4. Defisist nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
5. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular
6. Resiko aspirasi b.d penurunan refleks muntah dan/atau batuk
C. Intervensi

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) menjadi panduan dalam


tindakan keperawatan. Dalam tindakan terdapat observasi, terapeutik, edukasi,
dan kolaborasi.
TANGGAL / DIAGNOSA PERENCANAAN KEPERAWATAN
N
O. KEPERAWATA TUJUAN & KRITERIA RENCANA TINDAKAN
JAM N HASIL KEPERAWATAN
1. Kamis, Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
napas tidak keperawatan selama 4 x 15 I.01011
27/02/20 menit diharapkan jalan nafas
efektif b.d benda kembali efektif
1) Observasi
09.00 asing dalam jalan Kriteria Hasil : 1. Monitor pola napas
napas d.d sputum 2. Monitor bunyi napas
- Batuk efektif meningkat tambahan
berlebih ih - Produksi sputum menurun 3. Monitor sputum
- Dispnea menurun b. Terapeutik
- Sianosis menurun 1. Pertahankan
- Frekuensi napas membaik kepatenan jalan napas
- Pola napas membaik 2. Posisikan semi fowler
atau fowler
3. Berikan minum air
hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
7. Berikan oksigen, jika
perlu
c. Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk
efektif
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Kamis, Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
keperawatan selama 4 x 15 I.05173
27/02/20 mobilitas fisik b.d
menit diharapkan mobilitas
penurunan a. Observasi
fisik meningkat
09.00 1. Identifikasi adanya
kekuatan otot d.d Kriteria Hasil : nyeri atau keluhan
Kekuatan otot - Pergerakan ekstremitas fisik lainnya.
meningkat 2. Identifikasi toleransi
klien menurun 4 fisik melakukan
- Kekuatan otot meningkat
4 - Kaku sendi menurun pergerakan.
3. Monitor frekuensi dan
4 - Gerakan terbatas menurun.
tekanan darah sebelum
4 - Kelemahan fisik menurun memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi
umum selama
melakukan mobilisasi.
b. Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu.
2. Fasiltasi melakukan
pergerakan jika perlu
c. Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
produser mobilisasi
2. Anjurkan mobilisasi
dini

3 Kamis, Risiko Aspirasi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Aspirasi


dibuktikan keperawatan selama 4 x 15 I.01018
27/02/20 dengan penurunan menit diharapkan tingkat a. Observasi
refleks batuk atau aspirasi menurun 1. Monitor tingkat
kesadaran,batuk,mun
09.00 muntah Kriteria Hasil : tah dan kemampuan
- Tingkat kesadaran menelan
2. Monitor status
meningkat
pernapasan
- Kebersihan mulut 3. Monitor bunyi
meningkat napas,terutama
- Dispnea menurun setelah
- Kelemahan otot menurun makan/minum.
- Batuk menurun 4. Periksa residu gaster
- Sianosis menurun sebelum
memberikan asupan
- Frekuensi napas membaik
oral.
(N:16-20x/menit) 5. Periksa kepatenan
selang nasogastrik
sebelum
memberikan asupan
oral.
2) Terapeutik
1. Posisikan semi
fowler(30-45 derajat)
30 menit sebelum
memberi asupan oral
2. Pertahankan posisi
semifowler(30-45
derajat) pada pasien
tidak sadar.
3. Pertahankan
kepatenan jalan
napas (mis.teknik
head tilt,chin lift,jaw
thrust,in line)
4. Pertahankan
pengembangan balon
endotracheal tube
(ETT).
5. Lakukan
penghisapan jalan
napas,jika produksi
meningkat.
6. Sediakan suction di
ruangan.
7. Hindari memberikan
melalui NGT ,jika
residu banyak
8. Berikan makanan
dengan ukuran kecil
atau lunak.
9. Berikan obat oral
dalam bentuk cair
3) Edukasi
1. Anjurkan makan
secara perlahan
2. Ajarkan strategi
mencegah aspirasi
3. Ajarkan teknik
mengunyah atau
menelan,jika perlu.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan Sesuai Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) terdiri dari 4 bagian yaitu observasi, terapeutik, Edukasi, dan
kolaboratif.

E. Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi keperawatan adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak untuk melakukan
pengkajian ulang sehingga perawat dapat mengambil keutusan.
1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan
yang ditetapkan)
2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan
dalam mencapai tujuan)
3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan).
Evaluasi keperawatan disusun menggunakan format SOAP yaitu:
S: ungkapan perasaan/keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan
O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawata menggunakan
pengamatan yang objektif.
A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
DAFTAR PUSTAKA

Aprisunadi.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Aprisunadi.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Aprisunadi.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Inawati. 2010. Sindrom Guillan Barre (GBS). (http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/
archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember
%202010/SINDROM%20GUILLAIN%20BARRE.pdf), diakses pada
24-02-2020
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2012. Patofisiologi:Konsep. Klinik Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GBS


Nama mahasiswa : Novia Faizzatur Rohmah
NIM : P27820820039
Ruangan : ICU Lt 2 GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Pengkajian Keperawatan
Tanggal masuk Rumah Sakit : 14Februari 2020pukul 22.00 WIB (IGD)
15 Februari 2020 pukul 24.00 WIB (HCU A)
16 Februari 2020(ICU GBPT)
Tanggal pengkajian : 27 Februari 2020 pukul 09.00 WIB

I. Identitas penderita
Nama : ny. M
Nomor Register : 12.80.xx.xx
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Katholik
Pekerjaan : Perawat
Pendidikan : SMA
Alamat : Kupang-NTT
Diagnosa : GBS Type miller fisher +ESBL
Alasan utama MRS : Pasien rujukan dari RSU Prof yohannes
kupang. Pasien datang dengan penurunan
kesadaran, dengan diagnosa tumor otak
dan suspek multicranial nerve palsy.
Upaya yang telah dilakukan :Pasien dibawa ke RSU Prof yohannes
kupang kemudian di rujuk ke RSUD Dr.
Soetomo untuk diberikan tindakan lebih
lanjut.
Terapi/ operasi yang pernah dilakukan: November tahun 2019 (operasi SC)

II. Riwayat Keperawatan


a. Riwayat penyakit sekarang
Awal pertama kali (2 minggu sebelumnya) pasien merasa matanya sulit
digerakkan (kelopak mata kanan menutup sejak 7 hari SMRS)
pandangan ganda sejak 6 hari dan diare selama 1 hari SMRS serta
tangan dan kaki kesemutan lalu muncul batuk, pilek, dan sakit
tenggorokan/sulit menelan selama 5 hari SMRS (makanan bisa masuk
sedikit dan setiap minum (benda cair) selalu keluar dari hidung) serta
sesak.
 Tanggal 13Februari 2020Pasien di bawa ke RSU Prof yohannes
Kupang
 Tanggal 14Februari 2020pukul 22.00 WIB di rujuk ke IGD RSUD
Dr. Soetomo Surabaya, pasien datang dengan penurunan
kesadaran, dengan diagnosa tumor otak dan suspek multicranial
nerve palsy
 Tanggal 15 Februari 2020 pukul 24.00 WIB pasien di pindah ke
ruangan HCU A
 Tanggal 16 Februari 2020 pukul 21.00 WIB pindah ICU GBPT
dengan diagnosa GBS tipe miller fisher + gagal nafas. TD: 141/97
mmHg, N: 86 x/menit, RR: 34 x/menit, SpO2: 85-90 % (NRM 10
Lpm), T: 36,5OC, GCS: 325, terpasang infuse dan dower kateter.
Tanggal 28Februari 2020 pukul 09.00 WIB , GCS: 4X6, Terpasang ETT
dan napas dibantu dengan ventilator, sudah dilakukan suction pada jam
08.00 dan 11.00 WIB (setiap 3 jam sekali atau sesuai kebutuhan pasien),
pasien tidak kejang, konjungtiva anemis, anemia ( HB 8,8 g/dl),
TD:110/64 mmHg, N:96 x/menit, T: 36,4 OC, RR: 24 x/menit, SpO2: 98
% dan rencana postaneus dilatation tracheostomy (PDT).

2. Riwayat penyakit sebelumnya


Keluarga pasien mengatakan tidak pernah sakit sampai rawat inap seperti
sekarang.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM atau riwayat penyakit keturunan
lainnya dan tidak memiliki penyakit yang sama dengan klien.
4. Keadaan kesehatan lingkungan
Keluarga klien mengatakan di lingkungan klien tidak ada yang memiliki
penyakit GBS yang sama dengan klien.Klien mengatakan tinggal didaerah
lingkungan yang cukup bersih.

5. Genogram

35
tahu
nn

Keterangan :
X : Meninggal : Garis pernikahan
: Klien : Garis keturunan
: Laki-laki ----- : Tinggal serumah
: Perempuan

III. Observasi dan pemeriksaan fisik


1. Keadaan umum : GCS: 4X6
2. Berat badan : 65 kg
3. Tinggi badan : 168 kg
4. Tanda tanda vital :
Tekanan darah :110/64 mmHg MAP: 74
Suhu :36,4 OC
Nadi :96 x/menit
Pernapasan :24 x/menit
SpO2 : 98 %.
5. Pernapasan (Breathing : B1)
Klien bernapas di bantu dengan ventilator: mode CPAP, MV/EMV: 6.5,
TV/ETV: 265, total rate: 24 x/menit, Peep/express: 5, FiO2: 30 %, SO 2:
98%. Terdapat suara napas tambahan ronchi, retraksi dada ada.
6. Cardiovasculer (Bleeding : B2)
Tekanan darah:110/64 mmHg, Nadi:96 x/menit, S1 S2 tunggal. Irama
jantung regular normal, akral dingin, kering dan pucat, konjungtiva
anemis, turgor kulit cukup, tidak ada perdarahan, CRT <3 detik, suhu
36,4 OC.
7. Persyarafan (Brain : B3)
GCS 4 X 6, pupil bulat isokor (+3/+3). Mata tidak bisa digerakkan
(tertutup).
8. Perkemihan eliminasi urin (Bladder : B4)
Produksi urin kurang lebih 1300 ml/24 jam sedangkan intake 1475
ml/24 jam, warna kuning ke orange, bau menyengat. Klien terpasang
kateter urine.
9. Pencernaan – eliminasi alvi (Bowel – B5)
Pasien terpasang NGT (sonde susu hepatosol 6x200 ml), pada mulut
tidak terdapat karies gigi, bibir kering dan terdapat luka pada mulut,
tidak terdapat pembesaran tonsil pada tenggorokan. Pada abdomen
terdapat kelainan (ada cairan bebas (darah) dalam abdomen, bising usus
14-16 x/menit (+), soepl. Klien BAB satu kali sehari pada pagi hari.
10. Tulang – otot – integumen (Bone – B6)
Mengalami parase tetapi tidak paralise, hemiparase. Tidak mengalami
kelainan pada ekstremitas atas dan ekstremitasbawah. Tidak terdapat
memar dan patah tulang belakang, Tidak ada luka, fraktur, dislokasi,
edema, dan nyeri pada ekstremitas
.
4 4
4 4

IV. Pemeriksaan penunjang


- Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 Februari 2020
No Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan
1. HB 8,8 g/dl L: 13,3– 16,6

P: 11,0 – 14,7
2. PH 7,457 7,35-7,45
3. PCO2 30,7 mmHg 35-45
4. PO2 88,4 mmHg 80-100
5. HCO3- 21,9 mmol/l 22,0-26,0
6. TCO2 22,8 mmol/l 23-30
7. SO2 96,9 % 97-100
8. AaDo2 93,8 mmHg 0,00-0,00
9. HCT 26 % L: 41,3– 52,1
P: 35,2 – 46,7
10. Clorida 106 mmol/l 97-107
11. Kalium 3,40 mmol/l 3,5 – 5,1
12. Natrium 140 mmol/l 136 – 145
- Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 29 Februari 2020
No Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan
1. RBC 3,23 10&6/uL 3,69-5,46
2. RDW 12,9 % 12,2-14,8
3. MPV 9,3 fL 9,2-12,0
4. MCHC 35,2 g/dL 29,7-33,1
5. MCH 28,5 pg 27,1-32,4
6. MCV 80,8 fL 86,7-102-3
7. WBC 0,3 10&3/uL 3,37-10,0
8. HB 9,2 g/dl L: 13,3– 16,6
P: 11,0 – 14,7
9. HCT 26,1 % L: 41,3– 52,1
P: 35,2 – 46,7
10. PLT 417 10^3/uL 150-450
11. GDA 193 Mg/dL Dewasa:
Normal: <100
DM:>= 126
12. Natrium 120 mmol/l 136-145
13. kalium 3,7 mmol/l 3,5-5,1
14. klorida 98,0 mmol/l 98-107
15. Kalsium 8,9 Mg/dL 8,5- 10,1
16. SGOT 101,0 U/L L: 0-50 P: 0-35
17. SGPT 575,0 U/L L: 0-50 P: 0-35

No Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan


1. PH 7,57 7,35-7,45
2. PCO2 22 mmHg 35-45
3. PO2 169 mmHg 80-100
4. HCO3- 20,2 mmol/l 22,0-26,0
5. TCO2 20,9 mmol/l 23-30
6. SO2 100 % 97-100
7. AaDo2 -47 mmHg 0,00-0,00
8. Beecf -1,8 mmol/l -3,50-2,00
9. FiO2 21,0 0,00-0,00
10. Temp 37

- Hasil pemeriksaan CT Scan Kepala (pakai kontras) pada tanggal


26/02/2020
1. Tak tampak lesi hipo/ hiperdense pada brain pharencym yang
dengan pemberian kontras tak tampak abnormal kontras
enhancement
2. Sulci dan gyri normal
3. System ventrikel dan cysterna normal
4. Pons dan cerebellum normal
5. Tak tampak kalsifikasi abnormal
6. Tak tampak deviasi midline
7. Orbita, mastoid dan sinus paranasalis kanan dan kiri tak tampak
kelainan
8. Calvaria normal
9. Tak tampak proses osteolitik /osteoblastik
10. KESAN: saat ini tak tampak massa, proses infeksi, metastase,
maupun perdarahan di brain pharencym
V. Terapi
- Mecobalamin 1 amp/12 jam IV
- Omeprazole 40 mg/ 12 jam
- Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
- Cairan clinimix 500 ml/24 jam
- Suction tiap 3 jam sekali
- Enteral (sonde) Hepatosol 200 ml/3 jam
- Mobilisasi /12 jam
- Oral hygiene 2X /24 jam
- Head up

ANALISA DATA
Pengelompokan data Penyebab Masalah Keperawatan
DS : - GBS Bersihan jalan napas tidak
efektif
DO :
 klien tampak tidak mampu batuk
 terdapat sputum berlebih berwarna Paralis lengkap, otot
kekuningan kental. pernafasan terkena,
 Terdengar suara napas tambahan mengakibatkan insufisiensi
Ronchi pernafasan
 Klien terpasang tracheostomy
 Frekuensi pernapasan 24 x/menit

Risiko tinggi gagal


pernafasan (ARDS),
penurunan kemampuan
batuk, peningkatan
sekresimukus

Gagal fungsi pernafasan

Terpasang ETT

Produksi secret meningkat

Bersihan jalan napas tidak


efektif

DS : - GBS Gangguan mobilitas fisik

DO :

 Kekuatan otot klien menurun


4 4 Parastesia (kesemutan
4 4 kebas) dan kelemahan otot
kaki, yang berkembang ke
 Gerakan klien terbatas ekstrimitas atas, batang
 Fisik klien tampak lemah tubuh, dan otot wajah

Penurunan tonus otot


seluruh tubuh, perubahan
estetika wajah

Gangguan mobilitas fisik

DS : - GBS Deficit perawatan diri

DO :

 Klien tidak mampu mandi,


mengenakan pakaian/makanan
secara mandiri Parastesia (kesemutan
 Klien bedrest kebas) dan kelemahan otot
kaki, yang berkembang ke
ekstrimitas atas, batang
tubuh, dan otot wajah

Penurunan tonus otot


seluruh tubuh

Kelemahan fisik umum

Kelemahan fisik umum

Deficit perawatan diri


Ds : - GBS Risiko Aspirasi

DO :

- Pasien bedrest
- Penurunan refleks muntah dan
batuk Paralisis pada okular, wajah
- Gangguan menelan dan otot orofaring,
- Terpasang NGT kesulitan berbicara,
- Terpasang tracheostomy mengunyah, dan menelan.

Terpasang NGT dan ETT

Risiko Aspirasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan/Masalah Ditemukan Masalah Masalah Teratasi


No.
Kolaboratif Tanggal Paraf Tanggal Paraf
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d Kamis,
benda asing dalam jalan napas d.d sputum 27/02/20
berlebih
2. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan Kamis,
kekuatan otot d.d Kekuatan otot klien 27/02/20
menurun
4 4
4 4

3. Defisit perawatan diri b.d kelemahan d.d Kamis,


Tidak mampu mandi/mengenakan 27/02/20
pakaian/makan/ke toilet secara mandiri

4. Risiko Aspirasi dibuktikan dengan Kamis,


27/02/20
ktpenurunan refleks batuk atau muntah
INTERVENSI KEPERAWATAN

TANGGAL / PERENCANAAN KEPERAWATAN


DIAGNOSA
NO. RENCANA TINDAKAN
JAM KEPERAWATAN TUJUAN & KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN
1. Kamis, Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas I.01011
tidak efektif b.d benda keperawatan selama 4 x 15 menit
27/02/20 diharapkan jalan nafas kembali 4) Observasi
asing dalam jalan napas efektif 4. Monitor pola napas
09.00 d.d sputum berlebih ih 5. Monitor bunyi napas tambahan
Kriteria Hasil : 6. Monitor sputum
- Batuk efektif meningkat e. Terapeutik
- Produksi sputum menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
- Dispnea menurun 2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum air hangat
- Sianosis menurun 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Frekuensi napas membaik 5. Lakukan penghisapan lendir kurang
- Pola napas membaik dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan
7. Berikan oksigen, jika perlu
f. Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif
g. Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Kamis, Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi I.05173
b.d penurunan kekuatan keperawatan selama 4 x 15 menit a. Observasi
otot d.d Kekuatan otot diharapkan mobilitas fisik 5. Identifikasi adanya nyeri atau
27/02/20
meningkat keluhan fisik lainnya.
klien menurun 4 4 Kriteria Hasil : 6. Identifikasi toleransi fisik
09.00
4 4 melakukan pergerakan.
- Pergerakan ekstremitas 7. Monitor frekuensi dan tekanan darah
meningkat sebelum memulai mobilisasi
- Kekuatan otot meningkat 8. Monitor kondisi umum selama
- Kaku sendi menurun melakukan mobilisasi.
- Gerakan terbatas menurun. c. Terapeutik
- Kelemahan fisik menurun 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu.
2. Fasiltasi melakukan pergerakan jika
perlu
d. Edukasi
3. Jelaskan tujuan dan produser
mobilisasi
4. Anjurkan mobilisasi dini

3 Kamis, Risiko Aspirasi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Aspirasi I.01018


dibuktikan dengan keperawatan selama 4 x 15 menit a. Observasi
27/02/20 penurunan refleks batuk diharapkan tingkat aspirasi 6. Monitor tingkat
atau muntah menurun kesadaran,batuk,muntah dan
09.00 Kriteria Hasil : kemampuan menelan
7. Monitor status pernapasan
- Tingkat kesadaran meningkat 8. Monitor bunyi napas,terutama
- Kebersihan mulut meningkat setelah makan/minum.
- Dispnea menurun 9. Periksa residu gaster sebelum
- Kelemahan otot menurun memberikan asupan oral.
- Batuk menurun 10. Periksa kepatenan selang
- Sianosis menurun nasogastrik sebelum memberikan
- Frekuensi napas membaik asupan oral.
5) Terapeutik
(N:16-20x/menit)
1. Posisikan semi fowler(30-45
derajat) 30 menit sebelum memberi
asupan oral
2. Pertahankan posisi semifowler(30-
45 derajat) pada pasien tidak sadar.
3. Pertahankan kepatenan jalan napas
(mis.teknik head tilt,chin lift,jaw
thrust,in line)
4. Pertahankan pengembangan balon
endotracheal tube (ETT).
5. Lakukan penghisapan jalan
napas,jika produksi meningkat.
6. Sediakan suction di ruangan.
7. Hindari memberikan melalui
NGT ,jika residu banyak
8. Berikan makanan dengan ukuran
kecil atau lunak.
9. Berikan obat oral dalam bentuk
cair
6) Edukasi
1. Anjurkan makan secara perlahan
2. Ajarkan strategi mencegah aspirasi
3. Ajarkan teknik mengunyah atau
menelan,jika perlu.
PELAKSANAAN KEPERAWATAN

No. Hari / Tgl / Tindakan Keperawatan Tanda


Diagnosa Jam Tangan /
Paraf
Kamis, 27/02/20
DX3 08.00 WIB 1) Memonitor tingkat
kesadaran,batuk,muntah dan
kemampuan menelan
R/ : GCS 4X6, pasien batuk
apabila di suction, pasien
terpasang tracheostomy

2) Monitor status pernapasan


DX3 08.03 WIB R/ : RR: 24 x/menit, SpO2: 98
%

DX1 08.03 WIB 3) Memonitor pola napas


R/ : RR: 24 x/menit, SpO2: 98
%

4) Monitor bunyi napas tambahan


DX1 08.05 WIB R/ :Terdengar suara napas
tambahan ronchi

DX1 dan 3 08.06 WIB 5) Memposisikan klien semi fowler


atau fowler
R/ : klien kooperatif dan dalam
posisi semi fowler
DX1 08.15 WIB 6) Melakukan fisioterapi dada
R/ : Klien kooperatif

DX 3 08.18 WIB 7) Menyediakan suction di ruangan.


R/ :suction sudah tersedia di
dekat klien

8) Melakukan hiperoksigenasi
DX1 08.19 WIB sebelum penghisapan
R/ : SpO2 : 100 % dan klien
kooperatif

DX1 dan 3 08.20 WIB 9) Melakukan penghisapan lendir


kurang dari 15 detik (suction)
R/ : Klien kooperatif
10) Memonitor sputum
DX1 08.21 WIB R/ : warna putih ke kuningan
kental dan banyak

11) Mempertahankan kepatenan


DX1 dan 3 08.22 WIB jalan napas
R/ : Klien kooperatif

12) Memonitor pasien yang


menggunakan alat bantu
DX1 09.00 WIB ventilator (setiap 1 jam).
Hasil: Mode: CPAP, MV: 6,5,
TV: 265, Total Rate: 24, PEEP:
5, FiO2/O2: 30%, SpO2: 98%

13) Mengidentifikasi adanya nyeri


DX2 09.00 WIB atau keluhan fisik lainnya
R/ : Klien mengatakan tidak ada
nyeri hanya merasa sedikit kaku
pada ekstremitas

14) Mengidentifikasi toleransi fisik


melakukan pergerakan.
DX2 09.05 WIB R/: dilakukan dengan kolaborasi
fisioterapi dan klien kooperatif
mampu menggerakan
ekstremitas dengan lemah

15) Memonitor kondisi umum


DX2 09.15 WIB selama melakukan mobilisasi.
R/ : klien tampak tenang dan
kooperatif

16) Memonitor frekuensi dan


DX2 09.16 WIB tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
R/ : klien kooperatif dan TD:
110/64, N: 96, S: 36,4 OC

17) Memeriksa residu gaster


DX3 12.00 WIB sebelum memberikan asupan
oral
R/ : tidak ada retensi

18) Memposisikan semi fowler(30-


DX3 12.01 WIB 45 derajat) 30 menit sebelum
memberi asupan oral
R/ :Klien dalam posisi semi
fowler

19) Memberikan makanan dengan


ukuran kecil atau lunak.
DX3 12.02 WIB R/ : Nutrisi diberikan dalam
bentuk cairan yaitu susu
hepatosol 200 ml melalui NGT

Jum’at,28/02/20
DX3 08.00 WIB
20) Memonitor tingkat
kesadaran,batuk,muntah dan
kemampuan menelan
R/ : GCS 4X6, pasien batuk
apabila di suction, pasien
terpasang tracheostomy

DX3 08.03 WIB 21) Monitor status pernapasan


R/ : RR: 22 x/menit, SpO2: 98
%%

22) Memonitor pola napas


DX1 08.03 WIB R/ : RR: 22 x/menit, SpO2: 98
%

DX1 08.05 WIB 23) Monitor bunyi napas


tambahan
R/ :Terdengar suara napas
tambahan ronchi

DX1 dan 3 08.06 WIB 24) Memposisikan klien semi


fowler atau fowler
R/ : klien kooperatif dan dalam
posisi semi fowler

DX1 08.15 WIB 25) Melakukan fisioterapi dada


R/ : Klien kooperatif

DX 3 08.18 WIB 26) Menyediakan suction di


ruangan.
R/ :suction sudah tersedia di
dekat klien
DX1 08.19 WIB 27) Melakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
R/ : SpO2 : 100 % dan klien
kooperatif

DX1 dan 3 08.20 WIB 28) Melakukan penghisapan


lendir kurang dari 15 detik
(suction)
R/ : Klien kooperatif

29) Memonitor sputum


DX1 08.21 WIB R/ : warna putih ke kuningan
kental dan banyak

DX1 dan 3 08.22 WIB 30) Mempertahankan kepatenan


jalan napas
R/ : Klien kooperatif

31) Memonitor pasien yang


DX1 09.00 WIB menggunakan alat bantu
ventilator (setiap 1 jam).
Hasil: Mode: CPAP, MV: 5,5,
TV: 258, Total Rate: 23, PEEP:
5, FiO2/O2: 30%, SpO2: 99%

DX2 09.00 WIB 32) Mengidentifikasi adanya nyeri


atau keluhan fisik lainnya
R/ : Klien mengatakan tidak ada
nyeri hanya merasa sedikit kaku
pada ekstremitas

33) Mengidentifikasi toleransi fisik


DX2 09.05 WIB melakukan pergerakan.
R/: dilakukan dengan kolaborasi
fisioterapi dan klien kooperatif

DX2 09.15 WIB 34) Memonitor kondisi umum


selama melakukan mobilisasi.
R/ : klien tampak tenang dan
kooperatif

DX2 09.16 WIB 35) Memonitor frekuensi dan


tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
R/ : klien kooperatif dan TD:
119/70, N: 91, S: 36 OC
DX3 12.00 WIB 36) Memeriksa residu gaster
sebelum memberikan asupan
oral
R/ : tidak ada retensi

DX3 12.01 WIB 37) Memposisikan semi fowler(30-


45 derajat) 30 menit sebelum
memberi asupan oral
R/ :Klien dalam posisi semi
fowler

DX3 12.02 WIB 38) Memberikan makanan dengan


ukuran kecil atau lunak.
R/ : Nutrisi diberikan dalam
bentuk cairan yaitu susu
hepatosol 200 ml melalui NGT
Sabtu, 29/02/20
DX3 08.00 WIB 39) Memonitor tingkat
kesadaran,batuk,muntah dan
kemampuan menelan
R/ : GCS 4X6, pasien batuk
apabila di suction, pasien
terpasang tracheostomy

40) Monitor status pernapasan


DX3 08.03 WIB R/ : RR: 25x/menit, SpO2: 98
%

DX1 08.03 WIB 41) Memonitor pola napas


R/ : RR: 25 x/menit, SpO2: 98
%

42) Monitor bunyi napas tambahan


DX1 08.05 WIB R/ :Terdengar suara napas
tambahan ronchi

DX1 dan 3 08.06 WIB 43) Memposisikan klien semi fowler


atau fowler
R/ : klien kooperatif dan dalam
posisi semi fowler
DX1 08.15 WIB 44) Melakukan fisioterapi dada
R/ : Melakukan clapping dan
vibrating,Klien kooperatif

DX 3 08.18 WIB 45) Menyediakan suction di ruangan.


R/ :suction sudah tersedia di
dekat klien
DX1 08.19 WIB 46) Melakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
R/ : SpO2 : 100 % dan klien
kooperatif
DX1 dan 3 08.20 WIB
47) Melakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik (suction)
R/ : Klien kooperatif

DX1 08.21 WIB 48) Memonitor sputum


R/ : warna putih ke kuningan
kental dan banyak
DX1 dan 3 08.22 WIB
49) Mempertahankan kepatenan
jalan napas
R/ : Klien kooperatif

DX1 09.00 WIB 50) Memonitor pasien yang


menggunakan alat bantu
ventilator (setiap 1 jam).
Hasil: Mode: CPAP, MV: 5,5,
TV: 258, Total Rate: 23, PEEP:
5, FiO2/O2: 30%, SpO2: 99%
DX2 09.00 WIB
51) Mengidentifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
R/ : Klien mengatakan tidak ada
nyeri
DX2 09.05 WIB
52) Mengidentifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan.
R/: dilakukan dengan kolaborasi
fisioterapi dan klien kooperatif
09.15 WIB
DX2 53) Memonitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi.
R/ : klien tampak tenang dan
kooperatif
09.16 WIB
DX2 54) Memonitor frekuensi dan
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
R/ : klien kooperatif dan TD:
107/65, N: 103, S: 37,9 OC
12.00 WIB
55) Memeriksa residu gaster
DX3 sebelum memberikan asupan
oral
R/ : tidak ada retensi
12.01 WIB
56) Memposisikan semi fowler(30-
DX3 45 derajat) 30 menit sebelum
memberi asupan oral
R/ :Klien dalam posisi semi
12.02 WIB fowler
DX3
57) Memberikan makanan dengan
ukuran kecil atau lunak.
R/ : Nutrisi diberikan dalam
bentuk cairan yaitu susu
hepatosol 200 ml melalui NGT
EVALUASI KEPERAWATAN

Tanggal Tanda
Diagnosis
dan jam Catatan Perkembangan Tangan/
Keperawatan
Paraf
Kamis, Bersihan jalan S:-
27/02/20 napas tidak efektif
b.d benda asing O:
Pukul dalam jalan napas  Klien terpasang
tracheostomy
14.00 WIB
 Produksi sputum cukup
membaik
 Klien tidak sianosis
 Klien tidak gelisah
 Frekusensi napas klien
cukup membaik RR: 23
x/menit
 Pola napas klien cukup
membaik
 Mode: CPAP, MV: 5,5,
TV: 258, Total Rate: 23,
PEEP: 5, FiO2/O2: 30%,
SpO2: 99%
A : masalah bersihan jalan
napas tidak efektif teratasi
sebagian
P : intervensi dilanjutkan
Kamis, Gangguan S:-
27/02/20
mobilitas fisik b.d O :
Pukul penurunan  Pergerakan ekstremitas
14.00 WIB kekuatan otot d.d sedang
 Kekuatan otot klien
Kekuatan otot 4 4
klien menurun
4 4
4 4
 Skala nyeri pada klien 0
4 4  Kaku sendi pada klien
sedang
 Kelemahan fisik klien
sedang
A : masalah gangguan
mobilitas fisik belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
Kamis, Risiko Aspirasi S:-
27/02/20 b.d penurunan
refleks batuk dan O:
Pukul muntah.  Tingkat kesadaran
meningkat, GCS: 4X6
14.00 WIB
 Klien terpasng
tracheostomy
 Kelemahan otot klien
sedang
 Akumulasi sekret cukup
menurun
 Frekuensi napas klien
cukup membaik RR:
23x/menit.
A : masalah resiko aspirasi
belum terjadi
P : intervensi dipertahankan
Jum’at, Bersihan jalan S:-
28/02/20 napas tidak efektif
b.d benda asing O:
Pukul 14.00 dalam jalan napas  Klien terpasang
WIB tracheostomy
 Produksi sputum cukup
membaik
 Klien tidak sianosis
 Klien tidak gelisah
 Frekusensi napas klien
cukup membaik RR: 25
x/menit
 Pola napas klien cukup
membaik
 Hasil: Mode: CPAP, MV:
5,5, TV: 359, Total Rate:
25, PEEP: 5, FiO2/O2:
30%, SpO2: 100%
A : masalah Bersihan jalan
napas tidak efektif teratasi
sebagian
P : intervensi dilanjutkan
manajemen jalan napas
Jum’at, Gangguan S:-
28/02/20 mobilitas fisik b.d
Pukul 14.00 penurunan O:
WIB kekuatan otot
 Pergerakan ekstremitas
sedang
 Skala nyeri pada klien 0
 Kaku sendi pada klien
sedang
 Kelemahan fisik klien
cukup meningkat
 Klien mampu
mengangkat tangan dan
kaki walaupun belum
maksimal
A : masalah Gangguan
mobilitas fisik teratasi
sebagian
P : intervensi dilanjutkan
Jum’at, Risiko Aspirasi S:-
28/02/20 b.d penurunan
refleks batuk dan O:
Pukul 14.00 muntah.  Tingkat kesadaran
WIB meningkat, GCS: 4X6
 Klien terpasng
tracheostomy
 Kelemahan otot klien
sedang
 Akumulasi sekret cukup
menurun
 Frekuensi napas klien
cukup membaik RR:
25x/menit.
A : masalah Risiko Aspirasi
belum terjadi
P : intervensi dipertahankan
Sabtu, Bersihan jalan S : -
29/02/20 napas tidak efektif
b.d benda asing O :
Pukul dalam jalan napas  Klien terpasang
tracheostomy
14.00 WIB
 Produksi sputum cukup
membaik
 Klien tidak sianosis
 Klien tidak gelisah
 Frekusensi napas klien
cukup membaik RR: 20
x/menit SPO2100%
 Pola napas klien cukup
membaik
 Mode: CPAP, MV: 7,0,
TV: 342, Total Rate: 20,
PEEP: 5, FiO2/O2: 30%,
SpO2: 100%
A : masalah Bersihan jalan
napas tidak efektif teratasi
sebagian
P : intervensi dilanjutkan

Sabtu, Gangguan S:-


29/02/20 mobilitas fisik b.d
penurunan O:
Pukul kekuatan otot  Pergerakan ekstremitas
14.00 WIB sedang
 Skala nyeri pada klien 0
 Kaku sendi pada klien
sedang
 Kelemahan fisik klien
cukup meningkat
 Klien mampu
mengangkat tangan dan
kaki walaupun belum
maksimalan
 Klien tampak melakukan
latihan menggerakkan
sendi
A : masalah Gangguan
mobilitas fisik teratasi
sebagian
P : intervensi dilanjutkan
Sabtu, Risiko Aspirasi S:-
29/02/20 b.d penurunan
refleks batuk dan O:
Pukul muntah.  Tingkat kesadaran
meningkat, GCS: 4X6
14.00 WIB
 Klien terpasng
tracheostomy
 Kelemahan otot klien
cukup membaik
 Akumulasi sekret cukup
menurun
 Frekuensi napas klien
cukup membaik RR:
20x/menit.
A : masalah Risiko Aspirasi
belum terjadi
P : intervensi dipertahankan
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini, mahasiswa melaporkan pembahasan asuhan


keperawatan pada Ny.M dengan Guillain Barre Syndrome (GBS) yang
dilaksanakan selama 3 hari, mulai tanggal 27 Februari 2020 sampai dengan 29
Februari 2020 di ruang ICU GBPT Lt.2 RSUD Dr.Soetomo Surabaya sesuai tiap
fase dalam proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta dilengkapi pembahasan dokumentasi
keperawatan.

A. Pembahasan Pengkajian
Pada tahap pembahasan pengkajian ini penulis membandingkan antara
teori pengkajian menurut Doengoes (2002) dengan data hasil pengkajian pada
Ny.M dengan Guillain Barre Syndrome (GBS). Untuk memperoleh data
tersebut, penulis melakukan pengkajian kepada klien, keluarga, melakukan
pemeriksaan fisik observasi serta dari mempelajari satus klien.Didapatkan
klien dengan diagnose Guillain Barre Syndrome (GBS) dengan identitas Ny.M
usia 35 tahun MRS pada tanggal 14 Februari 2020 pukul 22.00 WIB (IGD).
Klien masuk melalui IGD RSUD Dr.Soetomo pada tanggal 14 Februari 2020
pukul 22.00 WIB, dengan penurunan kesadaran, dengan diagnosa tumor otak
dan suspek multicranial nerve palsy.Tanggal 15 Februari 2020 pukul 24.00
WIB pasien di pindah ke ruangan HCU A.Tanggal 16 Februari 2020pukul
21.00 WIB pindah ICU GBPT dengan diagnosa GBS tipe miller fisher + gagal
nafas. TD: 141/97 mmHg, N: 86 x/menit, RR: 34 x/menit, SpO2: 85-90 %
(NRM 10 Lpm), T: 36,5OC, GCS: 325, terpasang infuse dan dower kateter.
Tanggal 28 Februari 2020 pukul 09.00 WIB , GCS: 4X6, Terpasang ETT
dan napas dibantu dengan ventilator, sudah dilakukan suction pada jam 08.00
dan 11.00 WIB (setiap 3 jam sekali atau sesuai kebutuhan pasien), pasien tidak
kejang, konjungtiva anemis, anemia ( HB 8,8 g/dl), TD:110/64 mmHg, N:96
x/menit, T: 36,4 OC, RR: 24 x/menit, SpO2: 98 %.
B. Diagnosa Keperawatan
Dalam penyusunan diagnosa keperawatan penulis mengacu pada
rumusan diagnosa SDKI 2017. penulis menemukan 4 diagnosa keperawatan
yang muncul pada klien Ny.M dengan diagnosa utama yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam
jalan napas ditandai dengan sputum berlebih
Menurut SDKI 2017, bersihan jalan napas tidak efektif adalah
ketidakmampuan secret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan napas tetap paten. Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian
tanda dan gejala pada Ny.M yaitu klien tidak mampu batuk dan terdapat
sputum berlebh dikarenakan adanya benda asing dalam jalan napas
2. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d Kekuatan otot
klien menurun
Menurut SDKI 2017,gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan
dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian tanda dan gejala pada
Ny.M yaitu klien mengalami penurunan kekuatan otot dan sendi kaku
3. Risiko Aspirasi dibuktikan dengan penurunan refleks batuk atau muntah
Menurut SDKI 2017,resiko aspirasi beresiko mengalami masuknya
sekresi ke gastrointestinal,sekresi orofaring,benda cair atau padat ke dalam
saluran trakeobronkhial akibat disfungsi mekanisme protektif saluran
napas. Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian tanda dan gejala
pada Ny.M yaitu klien mengalami penurunan refleks batuk atau muntah

C. Intervensi Keperawatan
Dalam kegiatan tahap perencanaan ini adalah penentuan prioritas
masalah. Penetuan prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat
diatasi dalam waktu yang bersamaan. Perencanaan pada masing-masing
diagnosa untuk tujuan disesuaikan dengan teori yang ada, dan lebih banyak
melihat dari kondisi klien, keadaan tempat/ruangan dan sumberdaya dari tim
kesehatan. Pada penentuan kriteria waktu, penulis juga menetapkan
berdasarkan kondisi klien, ruangan sehingga penulis berharap tujuan yang
sudah disusun dan telah ditetapkan dapat tercapai. Adapaun pembahasan
perencanaan kepada klien Ny.M dengan GBS, sesuai prioritas diagnosa
keperawatan sebagai berikut :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam
jalan napas ditandai dengan sputum berlebih
Tujuan utama setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan
jalan napas meningkat, dengan kriteria hasil batuk efektif meningkat, produksi
sputum menurun, ronchi menurun, dispnea menurun, frekuensi napas
membaik. (SLKI 2019,L.01001)
2. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d Kekuatan otot
klien menurun
Tujuan utama setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas
fsik meningkat, dengan kriteria hasil pergerakan ekstremitas
meningkat,kekuatan otot meningkat,kaku sendi menurun,kelemahan fisik
menurun. (SLKI 2019,L.05042)
3. Risiko Aspirasi dibuktikan dengan penurunan refleks batuk atau muntah
Tujuan utama setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
aspirasi menurun, dengan kriteria hasil tingkat kesadaran
meningkat,kemampuan menelan meningkat,kebersihan mulut
meningkat,kelemahan otot menurun. (SLKI 2019,L.01006)
D. Implementasi Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan ini, pada dasarnya disesuaikan dengan susunan
perencanaan, dengan maksud agar semua kebutuhan klien dapat terpenuhi
secara optimal. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan ini, penulis
melibatkan klien, keluarga, dan tim kesehatan lain sehingga dapat bekerja sama
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Dalam pelaksanaan penulis
juga melakukan tindakan secara mandiri, melakukan kolaborasi dengan dokter,
dan tim kesehatan lainya. Dalam hal hubungan baik antara klien, keluarga, dan
tim kesehatan lain mempermudah untuk penyembuhan klien. Adapun
pembahasan pelaksanaan dari diagnosa utama yang telah tersusun adalah
sebagai berikut :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
napas ditandai dengan akumulasi sekret berlebih
Implementasi yang diberikan kepada klien sesuai dengan SIKI 2019
pada Intervensi keperawatan yaitu monitor pola napas, monitor bunyi
napas tambahan terdengar suara ronchi, monitor sputum berwarna putih
kental dan banyak, pertahankan kepatenan jalan napas, posisikan semi
fowler atau fowler, melakukan fisioterapi dada, melakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik, melakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan. Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
merupakan hal yang tepat dilakukan pada klien yang mengalami jalan
napas tidak efektif.

No. Peneliti(jurna Metode (design,


l dan edisi) Judul penelitian sampel, variabel, Hasil penelitian
dan instrumen)
1. Tati Murni The Effect Of Menggunakan desain Berdasarkan hasil
Karokaro, Lia Endotracheal penelitian kuantitatif penelitian terhadap
Hasrawi Tube (Ett) dengan rancangan 20 sampel Diruang
Suction Measures adalah Quasi ICU Rumah Sakit
Jurnal
On Our Experiment Grandmed Lubuk
Keperawatan
Saturation Levels (experimen semu) Pakam Tahun 2019
dan Fisioterapi
In Failed Patients dengan model dapat disimpulkan
(JKF)
e-ISSN 2655-
In Icu Grandmed rancangan one group bahwa: Karakteristik
0830 Hospital pretest-posttest, yaitu responden terbanyak
Vol. 2 No.1 sebelum di berdasarkan jenis
Edisi Mei- laksanakannya maka kelamin yaitu laki-
Oktober 2019 dilakukan observasi laki sebesar 12
pada sample dan responden (60,0%),
sesudah perlakuan hasil analisis uji
dilakukan observasi Wilcoxon terdapat
kembali. Teknik perbedaan yang
pengumpulan data signifikan sebelum
dilakukan dengan dan sesudah dengan
teknik accidental hasil Nilai sebelum
sampling dimana dilakukan tindakan
hanya pasien yang suction meliputi nilai
bertemu dengan mean adalah 86,90%,
peneliti yang menjadi nilai standar
sampel penelitian, deviation adalah
menggunakan 4.553%, Maka
Intrument lembar ditarik kesimpulan
observasi. Ada pengaruh
sebelum dan sesudah
tindakan suction
terhadap nilai
saturasi oksigen (p <
0.005), sehingga Ha
diterima.
2. Zahrah Pengaruh Desain penelitian Analisa perubahan
Maulidia Tindakan yang digunakan kadar saturasi
Septimar, Arki Penghisapan dalam penelitian ini oksigen sebelum dan
Rosina Novita Lendir (Suction ) adalah pra pasca test sesudah dilakukan
terhadap (onegroup pra – tindakan suction
Perubahan Kadar post testdesign). terdapat pengaruh
Saturasi Oksigen Penelitian ini antara tindakan
mengungkapkan
pada Pasien kritis suction dengan kadar
hubungan sebab
di ICU saturasi oksigen pada
akibat dengan
melibatkan satu pasien kritis yang
kelompok subjek. dirawat di ruang ICU
Kelompok subjek Rumah Sakit An-
diobservasi sebelum Nisa Tangerang. Hal
dilakukan intervensi, ini terlihat dari
kemudian adanya perubahan
diobservasi kembali yang signifikan
setelah dilakukan antara sebelum dan
8
intervensi. sesudah pasien
Penelitian ini mendapatkan
melibatkan 40 perlakuan suction.
responden. Teknik
sampling yang
digunakan adalah
teknik total sampling.
Alat pengumpulan
data menggunakan
lembar observasi.
3. Widia Astuti Hubungan Jenis penelitian ini Hasil analisis bivariat
Aw, Fajar Intensitas adalah kuantitatif, didapatkan ada
Adhie Sulistyo Tindakan Suction dengan mengunakan perbedaan bermakna
Dengan pendekatan deskriptif antara Heart Rate
Perubahan Kadar analitik. Teknik (HR), Respiratory
Jurnal Ilmiah
Saturasi Oksigen analisa yang Rate (RR), saturasi
Wijaya
Pada Pasien digunakan penelitian oksigen (Sa ),
Volume 11
Nomor 2, Yang Terpasang ini adalah Tekanan Darah (BP)
Juli- Ventilator Di menggunakan metode dan Mean Arterial
Desember Ruang Icu Rsud cross sectional. Cara Pressure (MAP)
2019 Hal 134 Kota Bogor pengambilan sampel sebelum dan sesudah
- 142; website penelitian ini dengan mobilisasi progresif
: teknik total dengan dengan p
www.jurnalwi samplingdengan value 0,000 dan
jaya.com; jumlah 42 responden 0,037 (p < 0,05).
ISSN : 2301- yang terpasang Hasil penelitian ini
4113 ventilator di ruang menyarankan
Intensive Care Unit. mobilisasi progresif
Pengumpulan data di tetap diberikan pada
peroleh melalui pasien kritis untuk
lembar observasi yang meningkatkan
dibantu oleh 5 kualitas hidup pasien
perawat yang dengan
bertugas. Analisa data memperhatikan
yang digunakan status hemodinamika
adalah univariat dan pasien. Terjadi
bivariat (Chi Square). peningkatan status
hemodinamik setelah
dilakukan mobilisasi
progresif dalam batas
normal.

2. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d Kekuatan otot
klien menurun

No. Peneliti(jurna Metode (design,


l dan edisi) Judul penelitian sampel, variabel, Hasil penelitian
dan instrumen)
1. Tiurmauli Efektivitas Desain penelitian Menurut peneliti
Rotua Mobilisasi yang digunakan pemberian mobilisasi
Simanjuntak, Miring Kiri adalah penelitian miring kiri miring
Agus Purnama Miring Kanan eksperimen dengan kanan baik itu
Dalam Upaya kelompok kontrol dengan posisi 30
Jurnal Pencegahan intervensi. Data yang derajat atau 90
Keperawatan Pressure Injury dikumpulkan berupa derajat ada pengaruh
Komprehensif Pada Pasien data kuantitatif dan atau efektif dalam
Vol. 6 No.1, Sepsis Di Ruang juga data kualitatif penurunan kejadian
Januari 2020: Instalasi yang di angkakan. pressure injury/luka
35-44 Pelayanan peneliti mengambil tekan pada pasien
Intensif jumlah sampel standar sepsis di Ruang
minimum penelitian Instalasi Pelayanan
eksperimen yaitu 15 Intensif terlebih
pasien tiap kelompok pasien sepsis
penelitian. Total mengalami ganguan
sampel di kedua koagulasi
kelompok adalah 30 dikarenakan
orang dan sesuai komplikasi salah
dengan kriteria inklusi satunya adalah
dan eksklusi dalam pressure injury/luka
penelitian ini. Analisa tekan. Dalam
bivariat penelitian ini mempertahankan
menggunakan uji kondisi dan posisi
statistik Chi Square. pasien dengan sepsis
ditempat tidur agar
dalam keadaan aman
untuk tidak
terjadinya pressure
injury/luka tekan,
maka perawat
dianjurkan untuk
melakukan
mobilisasi miring kiri
miring kanan dengan
memposisikan pasien
90 derajat dalam
waktu setiap 2 jam
sekali guna
menghindari
terjadinya kerusakan
syaraf dan pembuluh
darah. Mobilisasi
miring kiri miring
kanan dapat berguna
dalam
mempertahankan
tonus otot dan refleks
pasien. Selain itu
mobilisasi miring kiri
miring kanan juga
bisa meningkatkan
hubungan saling
percaya antara
perawat, pasien dan
keluarga pasien.
2. Wahyu Rima Pengaruh Desain penelitian Hasil analisis bivariat
Agustin1, Mobilisasi menggunakan metode didapatkan ada
Gatot Progresif quasi eksperimen perbedaan bermakna
Suparmanto, Terhadap Status dengan pre-post antara Heart Rate
Wahyuningsih Hemodinamik without control (HR), Respiratory
Safitri Pada Pasien design. Pengukuran Rate (RR), saturasi
Kritis Di dengan lembar oksigen (Sa ),
Journal of Intensive Care observasi untuk Tekanan Darah (BP)
Health Unit menilai Heart Rate dan Mean Arterial
Research, Vol (HR), Respiratory Pressure (MAP)
3 No 1. Maret Rate (RR), saturasi sebelum dan sesudah
2020 (20-27) oksigen (Sa ), mobilisasi progresif
Available Tekanan Darah dan dengan dengan p
online at Mean Arterial value 0,000 dan
https://jurnal.s Pressure (MAP) 0,037 (p < 0,05).
tikesmus.ac.id sebelum dan sesudah Hasil penelitian ini
/index.php/avi diberikan mobilisasi menyarankan
cenna progresif. mobilisasi progresif
Avicenna : Pengambilan sampel tetap diberikan pada
dengan cara purposive pasien kritis untuk
sampling, sejumlah 19 meningkatkan
responden. Penelitian kualitas hidup pasien
ini dilaksanakan dengan
selama 1 bulan pada memperhatikan
bulan oktober 2018 status hemodinamika
pasien. Terjadi
peningkatan status
hemodinamik setelah
dilakukan mobilisasi
progresif dalam batas
normal.
3. Stefanus Pengaruh Penelitian ini Berdasarkan hasil
Mendes Kiik Mobilisasi Dini menggunakan tersebut maka dapat
Terhadap Waktu rancangan penelitian dikatakan bahwa
Jurnal Pemulihan Pre-eksperimental mobilisasi dini dapat
Kesehatan Peristaltik Usus (One group pretest- mempengaruhi
(Health Pada Pasien posttest design). waktu pemulihan
Journal) 8 Vol Pasca Operasi Penelitian ini peristaltik usus.
1. No.1 Abdomen Di melibatkan satu Yang artinya bahwa
November Ruang Icu kelompok subjek. proses pemulihan
2012 - Bprsud Labuang Kelompok subjek organ tubuh bagian
Februari 2013 Baji Makassar diobservasi sebelum dalam lebih cepat.
dilakukan intervensi, bahwa mobilisasi
kemudian diobservasi dini mempercepat
lagi setelah intervensi. stadium proliferasi
Populasi dalam dengan merangsang
penelitian ini adalah makrofag untuk
pasien pasca operasi menghasilkan
abdomen di BPRSUD angiogenesis
Labuang Baji sehingga fibroplasia
Makassar selama 30 meletakkan
Maret-13 April 2009. substansi dasar dan
Jumlah populasi serabut kolagen serta
dalam penelitian ini pembuluh darah
adalah 24 orang. mulai menginfiltrasi
Sampel dalam luka. Dengan
penelitian ini adalah mobilisasi dini
pasien pasca operasi secara teratur maka
abdomen yang sirkulasi di daerah
menjalani insisi menjadi lancar
pembedahan di sehingga jaringan
BPRSUD Labuang insisi yang
Baji tanggal 30 Maret mengalami cedera
- 13 April 2009. akan mendapatkan
Jumlah sampel dalam zat-zat esensial
penelitian ini adalah untuk penyembuhan
18 orang. seperti oksigen,
Pengambilan sampel asam amino, vitamin
pada penelitian ini dan mineral.
menggunakan metode
Nonprobability
Sampling dengan
teknik Purposive
Sampling

3. Risiko Aspirasi dibuktikan dengan penurunan refleks batuk atau muntah

No. Peneliti(jurna Metode (design,


l dan edisi) Judul penelitian sampel, variabel, Hasil penelitian
dan instrumen)
1. Muhammad Strategi Menelan Studi kasus ini Hasil studi kasus
Ardi dan Oral Motor menggunakan desain laki-laki berusia 50
Exercise Untuk deskriptif pada satu tahun tiba-tiba
Mencegah orang pasien stroke mengalami
Jurnal Media
Keperawatan: Aspirasi Pada yang mengalami kelemahan pada
Politeknik Pasien Stroke gangguan menelan. tubuh sisi kiri
Kesehatan Studi difokuskan pada sehingga tidak bisa
Makassar penerapan strategi berjalan disertai
Vol. 10 No. menelan dan oral mulut mencong dan
01 2019 motor exercise untuk kesulitan menelan.
mencegah aspirasi Tindakan
e-issn : 2622- pada pasien stroke keperawatan untuk
0148, p-issn : yang mengalami mencegah terjadinya
2087-0035 gangguan menelan. aspirasi dengan
mengatur posisi semi
fowler saat makan
dan tetap
mempertahankan
posisi selama 30-45
menit setelah makan,
mengatur posisi
kepala (head turn)
saat makan/minum,
menganjurkan
keluarga untuk
memberi kesempatan
kepada pasien untuk
menelan dan
memotong kecil
makanan,
mengajarkan oral
motor exercise.
Setelah lima hari
perawatan pasien
masih batuk,
keluarga sudah
memperhatikan
pengaturan posisi
saat makan dan
minum sehingga
pasien tidak tersedak,
namun belum bisa
mengikuti seluruh
rangkaian oral
exercise yang baru
diajarkan satu kali.
Berdasarkan hal
tersebut, perawat
sebaiknya melakukan
screening menelan
pada pasien stroke,
menerapkan strategi
menelan dan oral
motor exercise pada
pasien stroke yang
mengalami gangguan
menelan untuk
mencegah aspirasi.
2. Dyah Untari, I Efektivitas Desain penelitian Penelitian kuantitatif
made Kariasa, Perawatan Mulut menggunakan metode ini menggunakan
Muhammad Menggunakan metode kuasi
quasi eksperimen eksperimen dengan
Adam Madu Terhadap dengan pre-post desain Pre dan
Risiko without control Post test control
Journal Pneumonia design. Pengukuran untuk membuktikan
Educational Aspirasi Pada dengan lembar efektifitas perawatan
of Nursing Pasien Stroke mulut menggunakan
observasi untuk madu dengan risiko
(JEN) Vol.2 Yang Mengalami
menilai Heart Rate pneumonia aspirasi
No.2 – Juli – Penurunan
(HR), Respiratory pada pasien stroke
Desember Kesadaran Dan yang mengalami
2019; hal. 24- Disfagia Rate (RR), saturasi
penurunan kesadaran
36 p-ISSN : oksigen (Sa ), dan disfagia.
2655-2418; e- Tekanan Darah dan Penelitian ini
ISSN : 2655- Mean Arterial dilakukan di RSPAD
7630 Pressure (MAP) Gatot Soebroto
journal sebelum dan sesudah Puskesad pada bulan
Oktober-November
homepage: diberikan mobilisasi 2016.
https://ejourna progresif.
l.akperrspadja Pengambilan sampel
karta.ac.id dengan cara purposive
sampling, sejumlah 19
responden. Penelitian
ini dilaksanakan
selama 1 bulan pada
bulan oktober 2018

E. Evaluasi Keperawatan
Pada evaluasi penulis mengukur tindakan yang telah dilaksanakan dalam
memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi disesuaikan dengan kriteria penilaian
yang telah ditetapkan dan waktu yang telah ditentukan pada tujuan
keperawatan. Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya. Adapun evaluasi hasil dari diagnosa
keperawatan utama adalah sebagai berikut :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas d.d
sputum berlebih
Evaluasi terakhir di lakukan pada tanggal 29 Februari 2020 pukul 14.00,
dengan klien masih terpasang tracheostomy dan alat bantu napas dibantu
dengan ventilator, produksi sputum cukup membaik,klien tidak
sianosis,klien tidak gelisah,frekusensi napas klien cukup membaik rr: 20
x/menit spo2100%,pola napas klien cukup membaik. RR 26x/menit, masih
terdengar suara ronchi pada lapang paru
2. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d Kekuatan otot
klien menurun
Evaluasi terakhir di lakukan pada tanggal 29 Februari 2020 pukul 14.00,
dengan klien pergerakan ekstremitas sedang,skala nyeri pada klien 0,kaku
sendi pada klien sedang,kelemahan fisik klien cukup meningkat,klien
mampu mengangkat tangan dan kaki walaupun belum maksimal,klien
tampak melakukan latihan menggerakkan sendi.
3. Risiko Aspirasi dibuktikan dengan penurunan refleks batuk atau muntah
Evaluasi terakhir di lakukan pada tanggal 29 Februari 2020 pukul 14.00,
dengan tingkat klien kesadaran meningkat, gcs: 4x6,klien terpasng
tracheostomy,kelemahan otot klien cukup membaik,akumulasi sekret
cukup menurun,frekuensi napas klien cukup membaik rr: 20x/menit.
F. Dokumentasi
Penulis melaksanakan asuhan keperawatan  dengan meggunakan pendekatan
proses keperawatan pada klien Ny.M dalam studi kasus ini penulis telah
mendokumentasikan secara lengkap mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai