KEPANDUAN
Berawal dari Amien Rais Guru Besar UGM Yogyakarta yang mewacanakan
perlunya segera dilakukan suksesi kepemimpinan nasional, di dalam sidang Tanwir
Muhammadiyah tahun 1993 di Surabaya. Bola panas itu terus digelindingkan tanpa
waktu jedah, – membentur dan membakar kisi-kisi korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN). Belenggu Normalisasi Kehidupan Kampus dalam bentuk Badan
Keamanan Kampus dibongkar dan dilepaskan, sehingga mahasiswa memperoleh
kembali kebebasan dan kemerdekaan berkumpul dan berserikat, mengemukakan
gagasan dan pendapat yang eksploratif. Angin panas reformasi tak dapat
dibendung memasuki pintu-pintu istana, meruntuhkan kekuasan Pak Harto.
Momentum inilah yang digunakan oleh seorang Pandu Hizbul Wathan –
Amien Rais– mendorong Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membangkitkan
kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan. Sense of Urgency dan kearifan
intelektual – spiritual para pimpinan Muhammadiyah – memutuskan dan
menetapkan KEBANGKITAN Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (1999).
Pertolongan Allah sudah datang, setelah terpinggirkannya semua yang harus
dipinggirkan oleh rezim orde baru.
Sekali pandu tetap memandu sepanjang hayatnya. Semakin maju peradaban,
semakin kompleks masalah yang dihadapinya. Ruang pengabdian yang berupa
MAJLIS tidak lagi mencukupi untuk mengelola wilayah pendidikan di luar sekolah
dan di laur rumah – di alam terbuka sebagai kampus kehidupan sosial. Dan oleh
sebab itulah kehadiran/kebangkitan HW sebagai organisasi otonom (ORTOM)
dalam Muhammadiyah harus di “follow up” tidak untuk diperdebatkan dari sisi
manapun.
Hizbul Wathan mengemban perintah melaksanakan keputusan persyarikatan
yang menetapkan sebagai ORTOM dengan pikulan beban dan tanggungjawab yang
amat berat – serta tanggungan resiko finansial dan nonfinansial. Dalam
melaksanakan keputusan itu dengan patrol system (beregu/berjamaah)
melangkahkan derap kakinya, menjejakkan kedua kakinya di atas “tanah realitas”
sosial. Karena sektor pendidikan harus tunduk pada keangkuhan kebijakan publik.
Maka catatan yang bisa saya sajikan adalah sebagai berikut:
1. Singsingkan lengan baju, bekerja dengan sungguh-sungguh menetapi JANJI
PANDU – berbakti, mengabdi dan mengawal ibu pertiwi tanpa henti.
2. Pandu itu adalah gerakan, maka bersegeralah bergerak ke wilayah pendidikan
di luar sekolah dan rumah.
3. Pendidikan non formal di alam terbuka dilakukan untuk menanamkan
kepercayaan dalam jiwa anak-anak bangsa bahwa keadaan di negeri ini dapat
diperbaiki.
4. PANDU tidak boleh memusuhi pemerintah ketika melihat kelemahan-
kelemahan, kekurang-arifan dan kealphaan dalam pimpinan nasional yang baru.
5. Hizbul Wathan bukan musuh Pramuka, tapi “teman sejawat” dalam pengabdian
cinta tanah air. Pendidikan formal di alam terbuka, secara bersama dan bahu
membahu memandu rakyat.
6. Dalam menghadapi dan memanage berbagai gejolak kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa
7. Perkuat pembangunan “Qobilah” di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM)
karena kita sadar bahwa dalam menyempurnakan kehidupannya, manusia terus
menerus mengasah akalnya di Perguruan TInggi untuk menciptakan
pengetahuan ilmiah baru di samping yang sudah ada. Kepada para calon
intelektual itu kita ratakan “Kode Kehormatan Pandu HW” sebagai tata nilai
(budaya) yang dipegang teguh.