Setelah sampai di rumah ia mengajak suami serta semua keluarga dan sejumlah prajuritnya
menuju Juking Sopang untuk menuntut balas atas kematian putranya. Setibanya di Juking Sopang, Nyai
Balau meminta Antang mengakui kesalahannya serta meminta maaf. Begitu Antang lengah Nyai
Balau yang sakti itu segera melemparkan selendangnya kearah dada Antang. Setelah merobohkan
Antang, Nyai Balau lalu mengajak mereka untuk untuk berdamai dan membahas ketentuan adat yang
berlaku atas kejahatan pembunuhan. Ia menolak untuk membayar denda adat tersebut. Dengan
sebagian sisa tenaga yang dimiliki, ia berupa bangkit kemudian kembali menyerang Nyai Balau.
Pertarungan sengit kembali berlangsung. Antang pun tewas di tangan Nyai Balau. Setelah peristiwa itu,
tidak pernah lagi ada musuh yang berani mengusik kampung Tewah. Demikian juga warga Tewah, tidak
seseorang pun yang berani berbuat kejahatan karena takut pada Nyai Balau. Hingga akhirnya hayatnya,
Nyai Balau memimpin Tewah dengan bijaksana. Atas jasa-jasanya serta kisah kepahlawanannya, Nyai
Balau senantiasa dikenang sebagai "Panglima Bawi" atau Panglima Wanita Dayak yang sakti dan
bijaksana sebagai pemimpin.
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, A. (2018). Nyai Balau Panglima Dayak wanita. mmc,kalteng.go.id.
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/266-nyai-balau-kehilangan-