Dalam perspektif penciptaan karya seni, ruang imajinasi merupakan
khayalan yang dijadikan ide atau gagasan berdasarkan objek dan subjektivitasnya. Secara etimologi kuno Roland Barthes mengemukakan bahwa kata imaji (image) harus digali dari akar kata imitari yang berarti meniru (Barthes, 2010:19), pada nyatanya imaji merupakan istilah yang berbeda dengan imajinasi. Menurut Mike Susanto Imajinasi adalah daya pikir untuk membayangkan atau berangan-angan atau menciptakan gambaran-gambaran kejadian berdasarkan pikiran dan pengalaman seseorang (Rusli, 2018). Perbedaan imaji dan imajinasi bukan berarti tidak berhubungan, dikarenakan imajinasi selalu memerlukan imaji atau citra sebelumnya sehingga dalam proses imajinasi tersebut akan muncul imaji-imaji yang membentuk gambaran tertentu secara mental (tidak secara visual/ tampak mata) dan tekstual (diraba) sebelumnya (Rusli, 2018). Menurut pandangan satre (Rusli, 2018) imajinasi dapat digolongkan menjadi 4 pokok, yakni : imaji (gambaran), imaji bersifat quasi observasi, imaji (spontanitas), dan imaji (ketiadaan). Berbicara tentang ruang, kita berpandangan bahwa ruang merupakan tempat terbatas atau dibatasi dan verbal adalah sesuatu yang dimengerti dengan kata-kata yang membentuk ungkapan, pernyataan. Ruang verbal disini dilihat dari perspektif musikal, lebih jelasnya menurut Carl Seashore musik sebagai suara dan hening yang terorganisir melalui waktu yang mengalir (dan di ruang), akan tetapi definisi ini memunculkan asumsi dan pertanyaan. Dalam memahami hal ini Gaston mengemukakan musik adalah bentuk dari perilaku manusia yang unik dan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi (Djohan, 2009:5). Kesimpuannya, dikatakan ruang verbal merupakan wujud dari suatu karya hasil imajinasi. Misal berbentuk monolog, dialog, dan lirik lagu.