Politik Hukum Pelayanan Publik Dan Terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
Politik Hukum Pelayanan Publik Dan Terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
Demi tujuan konstitusional tersebut, Negara mengatur aturan main bagaimana pelayanan
publik dilakukan. Prinsip non diskriminasi, kepentingan umum kepastian hukum, dan
keterjangkauan menjadi salah prinsip dasar dalam jalannya penyelenggaraan pelayanan publik
di bawah payung UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
Sayangnya intruksi ini telah mengatur syarat bukti kepesertaan BPJS terhadap layanan publik
yang diterima masyarakat. Pembuatan SIM, STNK, SKCK, Calon Jemaah haji dan umrah,
bahkan penerima KUR wajib menyertakan dokumen kepesertaan BPJS sebagai syarat layanan
publik diberikan. Syarat tersebut sangat tidak masuk akal dan makin membebani masyarakat
karena menyertakan syarat khusus tertentu dalam hal pelayanan publik.
1
Penjelasan umum UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
2
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/21/12380001/bpjs-kesehatan-wajib-bagi-pekerja-migran-
migrant-care--kejar-setoran Ini artinya hanya ngejar setoran target kepesertaan tapi abai pada pelayanan dan
jangkauan,"
3
https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37699/t/Luqman+Hakim%3A+Batalkan+Kepesertaan+BPJS+Kesehatan
+sebagai+Syarat+Pelayanan+Pertanahan Politisi Fraksi PKB ini menilai, terbitnya aturan yang memaksa rakyat
menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan menjadikannya sebagai syarat dalam layanan pertanahan, merupakan
bagian dari praktek kekuasaan yang irrasional dan sewenang-wenang.
4
https://www.suara.com/bisnis/2022/02/03/152803/inpres-no-1-tahun-2022-optimalisasi-jkn-sasar-98-
masyarakat-indonesia?page=1 "Sekarang ini sudah ada 235 juta peserta atau sekitar 86% yang sudah
terdaftar. Inpres tersebut memang agar seluruh kementerian/lembaga sesuai dengan tupoksinya mendorong
agar kepesertaan BPJS Kesehatan bisa mencapai 98% di 2024 “
Tindakan Pemerintah menerbitkan kebijakan Inpres No 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional potensial membatasi layanan publik
terhadap masyarakat dengan membebani masyarakat syarat tambahan dalam mengakses
layanan. Tindakan pembatasan tersebut merupakan tindakan yang bersifat diskriminatif.
Hasil survei dari Survei Populi yang dilakukan pada desember tahun 2021 menyatakan bahwa
11,4% masyarakat menilai bahwa persyaratan berbelit menjadi masalah pokok dari pelayanan
publik yang perlu segera diperbaiki.5 Inpres No 1 Tahun 2022 akan menambah beban
masyarakat dalam mengakses layanan publik karena persyaratan ditambah pada hal hal yang
tidak ada berkorelasi dengan konteks layanan publiknya.
Sebagai contoh dalam konteks layanan pertanahan, Inpres ini juga mengatur syarat yang tak
ada hubungannya antara isu Kesehatan dengan isu perolehan hak atas tanah. Pada bagian 17
intruksi Presiden terhadap Kementrian ATR/BPN menyatakan :
Hak atas kesehatan dan hak atas kepastian hukum memperoleh hak atas tanah adalah hak
warga Negara yang tidak bisa diperbandingkan satu sama lain. Kedua hak tersebut adalah hak
yang wajib Pemerintah penuhi sebagai bagian dari tanggung jawab konstitusionalnya.
Oleh karena kebijakan Inpres No 1 Tahun 2022 bersifat diskriminatif dan potensial
menghambat hak masyarakat atas layanan publik, maka kebijakan tersebut perlu dikritisi dan
dikoreksi. Kritik dan koreksi tersebut adalah bagian dari kewajiban masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
publik.6
Dalam melakukan koreksi terhadap Inpres No 1 Tahun 2022, kita perlu melihatnya dari dua
kacamata, pertama melihatnya dari kacamata pelayanan publik serta administrasi
pemerintahan dan kedua melihatnya dari kacamata Hak Asasi Manusia.
5
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/459017/survei-populi-pelayanan-negara-masih-berbelit-di-
mata-rakyat
6
Lihat Pasal 19 huruf c UU No 25 Tahu 2009 Tentang Layanan Publik
INPRES NOMOR 1 TAHUN 2022 TENTANG OPTIMALISASI PELAKSANAAN PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN PRINSIP LAYANAN PUBLIK DAN ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN
Salah satu tujuan dibentuknya UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik adalah
terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan
kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.7 Dalam
penjelasannya ditegaskan bahwa Pemberian pelayanan publik tidak boleh menyimpang dari
peraturan perundang-undangan.
Salah satu prinsip terpenting di dalam penyelenggaran layanan publik oleh penyelenggara
layanan publik adalah prinsip non diskriminasi. Prinsip ini menekankan bahwa layanan publik
tidak boleh membeda-bedakan perlakuan layanan berdasarkan syarat-syarat tertentu.
Layanan publik harus diberikan demi kepastian hukum dan memperhatikan prinsip Kecepatan,
kemudahan, dan keterjangkauan bukan membebaninya dengan syarat syarat tambahan.
Asas non diskriminasi juga diatur di dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan selain asas lain juga sama pentingnya. Asas asas
umum pemerintahan yang baik yang menjadi jaminan warga Negara adalah :
Di dalam penjelasan Pasal 10 ayat 1 huruf g Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan adapun yang dimaksud dengan asas kepentingan umum adalah :
“ Asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif.”
Di dalam Buku PENJELASAN HUKUM ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK yang
ditulis oleh CEKLI SETYA PRATIWI, SHINTA AYU PURNAMAWATI, FAUZI, CHRISTINA YULITA
PURBAWATI yang diterbitkan oleh Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan
7
Lihat Pasal 3 huruf a UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
(LeIP) mengenai asas ketidakberpihakan atau tidak diskriminasi pada halaman 63-65
dinyatakan :
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum
yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum
“
“Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia, tanpa diskriminasi.“
Selain itu pada Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (UU HAM) menyebutkan bahwa:
“Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang
sama, tanpa diskriminasi apa pun. Mengenai hal ini, hukum melarang segala
diskriminasi dan menjamin kepada semua orang akan perlindungan yang sama dan
efektif terhadap diskriminasi atas dasar apa pun seperti kesukuan, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, pandangan politik dan lainnya, asal-usul kebangsaan atau
sosial, kekayaan, kelahiran, atau status lain.“
Bahwa prinsip non dikriminasi berdasarkan norma Kovenan Sipil Politik, terutama pada
Komentar Umum Nomor 18 Hak Sipil Politik Tahun 1989 mesti dipahami sebagai larangan
terhadap semua bentuk “ distinction, exclusion, restriction or preference” dengan dasar
apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, aliran politik atau pendapat
lainnya, warga negara atau asal sosial, kepemilikan, kelahiran dan status lainnnya, yang
bertujuan atau berdampak pada pengakuan, penikmatan atau pemenuhan semua hak dan
kebebasan manusia;
Bahwa terkait dengan diskriminasi sesungguhnya telah didefinisikan oleh Mahkamah dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 024/PUU-III/2005 bertanggal 29 Maret 2006 yang di
antaranya menyatakan :
Tindakan tersebut dapat dikatakan tindakan penerbitan kebijakan yang tidak cermat. Asas
kecermatan yang diatur di dalam UU Administrasi Pemerintahan adalah asas yang
mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi
dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan
Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan
dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan
dan/atau dilakukan.
Penerbitan kebijakan yang tidak cermat dan tidak didasarkan pada pertimbangan yang tidak
rasional mengakibatkan kerugian yang meluas bagi warga dalam memperoleh layanan publik
yang cepat, mudah dan terjangkau.