Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ANALISIS YURIDIS NORMATIF TENTANG STANDAR OPERASIONAL


PROSEDUR
A. PENDAHULUAN
Ketika orang berbicara tentang hukum, ungkapan “kepastian hukum” sudah
menjadi ciri khasnya; Oleh karena itu, kepastian hukum menjadi topik favorit
perbincangan ketika berhadapan dengan hukum. Undang-undang, atau lebih khusus
lagi peraturan perundang-undangan, merupakan sumber kepastian dalam sistem
hukum.1 Ketika undang-undang tersebut diterapkan, maka kepastian akan menyusul.
3) Kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan
produk, layanan, manusia, proses, dan lingkungan. Penilaian terhadap mutu pelayanan
publik ditentukan pada saat pelayanan publik tersebut ditawarkan. 2 Ketika kita
berbicara tentang pelayanan publik, yang kita maksud sebenarnya adalah segala
sesuatu yang dikontrol secara resmi. Peraturan ini termasuk peraturan perundang-
undangan Nomor 25 Tahun 2009 yang mengatur tentang Pelayanan Publik.
Pengertian tersendiri mengenai pelayanan publik terdapat pada Pasal 1 ayat 1
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa “Pelayanan publik
adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang. pelayanan, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.” Definisi ini berfungsi untuk membedakan
pelayanan publik dengan jenis pelayanan lainnya. Menurut sudut pandang yang
berbeda, pelayanan publik juga mengacu pada tindakan memenuhi kebutuhan
individu, komunitas, atau organisasi yang mempunyai kepentingan dalam organisasi
tersebut. Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan norma dan prosedur mendasar yang
telah ditetapkan dengan tujuan untuk memastikan kepuasan penerima layanan.3
Akibat penerapan otonomi daerah, pelayanan publik menjadi topik perdebatan
yang sengit. Hal ini disebabkan pelayanan publik di daerah yang relevan dengan
pelaksanaan otonomi daerah dapat menjadi salah satu cara untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (14) Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, konsep otonomi daerah
mengacu pada hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahannya sendiri serta kepentingan masyarakat lokal dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4 Sehingga dapat dikatakan bahwa

1
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, Buku Kompas, Jakarta, 2000, hal. 77.
2
Amin Ibrahim, Teori dan Konsep Pelayanan Publik serta Implementasinya, Mandar Maju, Bandung, 2008.
3
Hardiyansyah, Kualitas Pelayanan Publik, Gava Media, Yogyakarta, 2011
4
Pasal 1 Ayat 14, Undang-undang Tentang Pemerintah Daerah No. 23 Tahun 2014.
pelaksanaan otonomi daerah pada daerah tertentu dapat dilihat dari keberhasilan
penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas.
Penyelenggaraan pelayanan publik perlu dilaksanakan sesuai dengan aturan
yang telah dibuat dan sesuai SOP. Namun, dalam praktiknya, birokrasi cukup rumit
sehingga mengakibatkan terhambatnya penyediaan layanan publik. Seperti halnya
penyedia layanan perizinan, otoritas birokrasi juga menawarkan prosedur yang sulit
atau rumit. Jika birokrasi seperti ini terus dibiarkan, maka masyarakat akan enggan
dan enggan mengurus perizinan yang jumlahnya banyak. Kejadian ini berada di
bawah tanggung jawab pemerintah, yang berkewajiban untuk memikirkan solusi
untuk mengatasi situasi yang menantang ini.
Pada dasarnya, pelayanan publik mencakup berbagai aspek kehidupan. Dalam
konteks kehidupan bernegara, pemerintah mempunyai tugas menyelenggarakan
berbagai pelayanan publik yang diperlukan masyarakat. Pelayanan tersebut dapat
berupa peraturan atau pelayanan lain yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Sebaliknya pelayanan yang ada masih belum memenuhi standar yang
diharapkan. Namun demikian, terdapat banyak permasalahan mengenai kualitas
pelayanan publik.
Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat
didefinisikan kesulitan-kesulitan khususnya bagaimana penyelenggaraan pelayanan
publik oleh aparatur sipil negara pada lembaga daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 dan bagaimana pengendalian SOP pelayanan publik sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas yang dapat
ditemukan dalam pelayanan publik di Indonesia. Dari hasil penelitian terlihat bahwa
banyak sekali sebab dan akibat hukum yang merupakan akibat langsung dari
pelayanan publik, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tidak mungkin
hal seperti itu dibiarkan begitu saja. Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik
secara terus menerus perlu dilakukan guna mewujudkan pelayanan publik yang luar
biasa. Kondisi ini harus diatasi untuk mencapai tujuan tersebut.
B. PERMASALAHAN
Dari pendahuluan diatas menyoroti kesenjangan antara apa yang seharusnya
(das sollen) terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan kenyataan yang ada
(das sein). Dalam konteks ini, das sollen merujuk pada idealisme hukum, di mana
kepastian hukum menjadi ciri khas utama. Undang-undang dianggap sebagai sumber
kepastian, namun realitasnya, penerapan undang-undang seringkali tidak menciptakan
kepastian yang diharapkan. Birokrasi yang rumit dapat menjadi hambatan, terutama
dalam hal pemberian izin. Proses birokrat yang sulit dapat membuat masyarakat
enggan dan malas untuk mengurus izin yang dibutuhkan. Ini menciptakan
kesenjangan antara cita-cita kepastian hukum dan kenyataan kompleksitas birokrasi.
Lebih lanjut, terdapat permasalahan terkait otonomi daerah yang seharusnya
memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahannya sendiri. Namun, kenyataannya, pelaksanaan otonomi daerah diukur
dari keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas. Kesulitan
timbul ketika birokrasi daerah tidak efisien atau terhambat, sehingga mengurangi
kemampuan daerah untuk memberikan pelayanan publik yang memadai. Dengan
demikian, kesenjangan antara idealisme otonomi daerah yang seharusnya
memberdayakan daerah dan kenyataan kurangnya kemampuan daerah dalam
menyelenggarakan pelayanan publik yang optimal menciptakan ketidaksesuaian
antara das sollen dan das sein dalam konteks penyelenggaraan pelayanan publik di
Indonesia.
C. PEMBAHASAN
Telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik bahwa pelayanan publik adalah kegiatan yang diselenggarakan
dalam rangka pemenuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk. Pelayanan tersebut dapat berupa pelayanan
administrasi, barang, dan/atau jasa yang disediakan oleh penyelenggara negara,
korporasi, atau lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk
kegiatan masyarakat.5 Dalam kerangka sistem pelayanan terpadu, pemerintah
mempunyai kemampuan untuk membangun sistem penyampaian dan sistem SOP agar
penyelenggaraan pelayanan publik lebih terkendali. Pemerintah di tingkat daerah
mempunyai kemampuan menyelenggarakan sistem pelayanan terpadu sebagai wadah
dalam rangka mengefektifkan, mempercepat, dan memangkas biaya yang terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
Pelayanan publik adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ditawarkan kepada setiap warga negara dan penduduk sehubungan
dengan barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh masyarakat.
5
Pasal 1 angka 1. Loc.Cit.
penyedia jasa. Dalam skenario khusus ini, penyelenggara pelayanan publik meliputi
penyelenggara negara, organisasi pemerintah daerah yang dipimpin langsung oleh
Kepala Pelayanan, korporasi, atau lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
undang-undang dan wajib memberikan pelayanan publik. sesuai dengan tujuan
didirikannya penyelenggara pelayanan publik.6
Ada potensi bagi penyedia layanan publik untuk bekerja sama guna
meningkatkan efisiensi dan kemanjuran layanan mereka. Misalnya, apabila suatu
penyelenggara pelayanan publik tidak mempunyai ruang lingkup kewenangan di
bidang kesehatan, maka penyelenggara pelayanan publik tersebut mempunyai
kemampuan untuk menghubungi penyelenggara pelayanan publik lainnya untuk
melaksanakan tugas-tugas yang tidak mungkin dilakukannya. karena keterbatasan
yang mereka miliki.
Mengingat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 banyak mendapat kritik,
maka penting untuk dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009. Berikut alasan mengapa undang-undang tersebut perlu diubah atau direvisi.
secepat mungkin:
1. Kurangnya penjelasan mengenai bahaya etika yang terkait dengan tindakan
dan kebijakan pejabat terpilih (pengusaha politik). Pemaparan tentang
pentingnya peran etika politik ini diperlukan karena seorang pemimpin di
bidang pelayanan publik dituntut untuk dapat memastikan tidak adanya
konflik kepentingan di masa depan, kebijakan pelayanan publik bersifat
eksklusif, dan risiko tinggi yang terkait dengan kebijakan pelayanan publik.7
2. Dua variabel yang berkontribusi terhadap rendahnya kualitas pelayanan publik
adalah karakteristik komunikasi birokrasi yang terlalu berbelit-belit dan
terkesan tidak bermanfaat. Untuk itu pemerintah dalam kapasitasnya sebagai
pelaksana pelayanan publik perlu membangun komunikasi birokrasi dalam
rangka melaksanakan tugas pemberian pelayanan kepada masyarakat. Untuk
memastikan bahwa kebutuhan masyarakat terpenuhi secara memuaskan,
proses pemberian layanan akan disederhanakan, dipercepat, dan berkualitas
lebih tinggi jika komunikasi birokrasi yang efektif terjalin.8

6
Pasal 1 angka 1. Loc.Cit.
7
Wawan Sobari “Problem Ideologi Hingga Kepemimpinan: Urgensi Revisi Undang-Undang
8
Titin Rohayatin, et. al, “Faktor Penyebab Belum Optimalnya Kualitas Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Dalam Birokrasi Pemberitahuan” Jurnal Caraka Prabu, Vol. 01, No. 01, (2017): 32,
https://ejournal.fisip.unjani.ac.id/index.php/jurnal-car aka-prabu/article/view/50/38.
3. Sanksi atau ancaman hukuman yang dapat diberikan kepada penyelenggara
pelayanan publik yang melanggar Pasal 34 peraturan perundang-undangan
belum diatur dalam peraturan perundang-undangan Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik. Undang-undang ini disahkan pada tahun 2009.

Sebagai aparatur pelayanan publik, aparatur sipil negara mempunyai fungsi


dan peran ganda dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Secara khusus
berfungsi sebagai pelayanan kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang
maksimal, adil, dan baik serta tunduk pada ketentuan yang berlaku di Indonesia
khususnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Selain itu, sebagai abdi negara wajib menaati dan mentaati ketentuan peraturan
perundang-undangan. Karena bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat,
kinerja aparatur sipil negara sangat terlihat ketika menjalankan tugasnya. Pemahaman
mendasar tentang konsep kinerja dan SOP dapat diperoleh dengan mengamati kinerja
karyawan dan organisasi.9

Salah satu cara aparatur sipil negara dapat memberikan pelayanan kepada
masyarakat adalah melalui pemberian pelayanan publik sesuai dengan SOP yang
berlaku. Aparatur Sipil Negara perlu mampu menciptakan lingkungan yang kondusif,
dimulai dengan skenario pelayanan yang cepat, akurat, aman, sesuai, dan akuntabel.
Aparatur Sipil Negara mempunyai tanggung jawab sebagai perencana, penyelenggara,
penggerak, dan pelaksana kepentingan pemerintahan umum di bidang pelayanan
publik dalam penyelenggaraan pelayanan publik.10

Tugas pelayanan publik adalah tugas yang dilimpahkan kepada aparatur sipil
negara dalam rangka melayani kepentingan masyarakat. Pelayanan administrasi
merupakan salah satu tugas yang termasuk dalam kategori ini. Pelayanan yang
diberikan dalam bentuk penyerahan berbagai bentuk atau jenis barang atau jasa yang
memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan SOP instansi merupakan contoh
pelayanan administrasi yang termasuk dalam jasa yang banyak dimanfaatkan. Dalam
hal pengurusan akta nikah, akta kelahiran, akta tanah, izin mendirikan bangunan, dan
keperluan administrasi lainnya, ada beberapa contoh pelayanan administrasi yang
dapat ditemukan.
9
Rahmatia, R. N. (2023). TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAYANAN APARATUR SIPIL NEGARA PADA INSTANSI
DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK. LEX
ADMINISTRATUM, 12(1).
10
Ibid
Di Indonesia, masih banyak pelayanan publik yang kualitasnya buruk dan
masih kurang menjalankan SOP. Ombudsman Republik Indonesia merupakan salah
satu lembaga negara yang mempunyai kewenangan melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini mencakup baik pelayanan yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara, pemerintah pusat dan daerah, maupun
yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
Badan Hukum Milik Negara, dan Badan Swasta atau perseorangan yang telah
mendapat izin. diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja negara.11

Evaluasi komprehensif terhadap 25 kementerian, 14 lembaga, 34 pemerintah


provinsi, 98 pemerintah kota, dan 415 pemerintah kabupaten telah dilakukan oleh
Ombudsman Republik Indonesia. Hingga tahun 2022, diketahui dari total 586
instansi, hanya 272 instansi atau setara dengan 46,42 persen yang masuk dalam zona
putih. 20. Secara spesifik, kawasan hijau yang dimaksud adalah kawasan aman yang
telah berhasil memberikan pelayanan publik dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme serta menaati SOP yang berlaku. Selain itu, terdapat 250 instansi atau
setara 42,66 persen yang masuk zona kuning, dan ada 64 instansi atau setara 10,92
persen yang masuk zona merah. Dalam evaluasi yang dilakukan Ombudsman
Republik Indonesia, terlihat kurang dari lima puluh persen penyelenggara pelayanan
publik yang berhasil melaksanakan tanggung jawabnya dan bebas dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme dan menajalankan tugasnya sesaui SOP dibandingkan lima puluh
persen lainnya. 12

Berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan oleh Faricha Nur Imama dan
Endang Indartuti di Desa Banjaran yang terletak di Kecamatan Driyorejo Kabupaten
Gresik Provinsi Jawa Timur ditemukan bahwa salah satu tantangan atau kendala yang
ditemukan adalah terlalu berlebihannya proses administrasi yang lamban. Penelitian
ini dilakukan terhadap pelayanan SOP publik pada proses administrasi.
kependudukan, seperti proses pembuatan surat-surat administrasi kependudukan

11
Pasal 1, Undang-undang Republik Indonesia Tentang Ombudsman Republik Indonesia No. 37 Tahun 2008.
12
Asisten Ombudsman RI dan Alumni Pascasarjana Ilmu Sejarah USU, “Pelayanan Publik Kita Masih Buruk”,
Ombudsman, 26 Januari 2023, https://ombudsman.go.id/artikel/r/pwkinternal--pelay anan-publik-kita-masih-
buruk
(kartu tanda penduduk, kartu keluarga, akta kelahiran, dan sebagainya), serta
dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan kependudukan.13

Meskipun penyelenggaraan pelayanan publik telah dilaksanakan secara


efektif, namun kualitas pelayanan masih berjalan lambat dari yang seharusnya.
Keterlambatan ini disebabkan oleh fakta bahwa badan tersebut hanya memiliki jumlah
staf yang terbatas. Akibat minimnya jumlah pekerja atau aparatur sipil negara di
lembaga-lembaga tersebut, penyelesaian urusan administrasi menjadi lambat. Hal ini
disebabkan karena setiap pegawai atau aparatur sipil negara diharuskan menangani
berbagai jenis pekerjaan, bahkan dalam beberapa kasus, mereka diharuskan
meninggalkan bidang yang seharusnya mereka geluti.

D. KESIMPULAN
Secara yuridis, analisis di atas menyoroti beberapa permasalahan utama dalam
penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. Pertama, kepastian hukum menjadi
krusial dalam menentukan landasan hukum bagi penyelenggaraan pelayanan publik.
Meskipun undang-undang telah ada, kompleksitas birokrasi dan kurangnya kejelasan
terkait sanksi atau ancaman hukuman bagi pelanggaran dapat menghambat
terciptanya kepastian hukum yang diinginkan.
Kedua, permasalahan terkait otonomi daerah menunjukkan bahwa pelaksanaan
otonomi daerah seharusnya memberdayakan daerah untuk menyelenggarakan
pelayanan publik yang optimal. Namun, ketidakefisienan birokrasi daerah dan
keterbatasan kemampuan menyelenggarakan pelayanan publik dapat menciptakan
ketidaksesuaian antara konsep ideal otonomi daerah dan kenyataan implementasinya.
Ketiga, dari perspektif aparatur sipil negara, terlihat bahwa jumlah staf yang
terbatas dan kompleksitas administrasi serta banyak staf yang kurang memahami SOP
menjadi kendala dalam memberikan pelayanan publik yang efisien dan berkualitas.
Perubahan atau revisi undang-undang terkait pelayanan publik mungkin diperlukan
untuk mengatasi kendala tersebut dan memastikan aparatur sipil negara dapat
menjalankan tugasnya dengan optimal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dalam keseluruhan, simpulan yuridisnya menunjukkan perlunya perubahan
atau revisi undang-undang, perbaikan dalam efisiensi birokrasi, dan peningkatan

13
Faricha Nur Imama, dan Endang Indartuti, “Peningkatan Pelayanan Publik di Desa Banjaran” Jurnal Penelitian
Adminstrasi Publik, Vol. 3, No. 01, (2023): 26, https://aksiologi.org/index.php/praja/ article/view/594/430.
kapasitas aparatur sipil negara agar pelayanan publik dapat lebih efektif, efisien, dan
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
E. DAFTAR PUSTAKA
Amin Ibrahim, Teori dan Konsep Pelayanan Publik serta Implementasinya, Mandar
Maju, Bandung, 2008.
Asisten Ombudsman RI dan Alumni Pascasarjana Ilmu Sejarah USU, “Pelayanan
Publik Kita Masih Buruk”, Ombudsman, 26 Januari 2023,
https://ombudsman.go.id/artikel/r/pwkinternal--pelay anan-publik-kita-masih-
buruk
Faricha Nur Imama, dan Endang Indartuti, “Peningkatan Pelayanan Publik di Desa
Banjaran” Jurnal Penelitian Adminstrasi Publik, Vol. 3, No. 01, (2023): 26,
https://aksiologi.org/index.php/praja/ article/view/594/430.
Hardiyansyah, Kualitas Pelayanan Publik, Gava Media, Yogyakarta, 2011
Pasal 1 angka 1. Loc.Cit.
Pasal 1 Ayat 14, Undang-undang Tentang Pemerintah Daerah No. 23 Tahun 2014.
Pasal 1, Undang-undang Republik Indonesia Tentang Ombudsman Republik
Indonesia No. 37 Tahun 2008.
Rahmatia, R. N. (2023). TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAYANAN
APARATUR SIPIL NEGARA PADA INSTANSI DAERAH BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN
PUBLIK. LEX ADMINISTRATUM, 12(1).
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, Buku Kompas, Jakarta, 2000, hal. 77.
Titin Rohayatin, et. al, “Faktor Penyebab Belum Optimalnya Kualitas
Penyelenggaraan Pelayanan Publik Dalam Birokrasi Pemberitahuan” Jurnal Caraka
Prabu, Vol. 01, No. 01, (2017): 32,
https://ejournal.fisip.unjani.ac.id/index.php/jurnal-car aka-prabu/article/view/50/38.
Wawan Sobari “Problem Ideologi Hingga Kepemimpinan: Urgensi Revisi Undang-
Undang

Anda mungkin juga menyukai