Anda di halaman 1dari 15

← 

NILAI AKHIR MANAJEMEN LOGISTIK


Meeting 1: Konsep Administrasi →

HAK-HAK MASYARAKAT ATAS PELAYANAN


PUBLIK MENURUT UU NOMOR 25 TAHUN 2009
Posted on 16/08/2016 by ekobudisulistio
 

PENDAHULUAN
            Pemerintahan dimanapun di dunia ini
mempunyai tiga tugas utama yang harus dilaksanakan
yakni: to protect the people, to regulate the people dan
to serve the people. To protect the people artinya bahwa
pemerintah wajib melindungi segenap warga negaranya.
Di Indonesia, tugas ini ditegaskan dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yakni “… melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia…”. Tugas perlindungan ini harus diberikan
tanpa memandang kedudukan dan status warga
negara. To regulate the people, mengandung arti bahwa
pemerintah memiliki tugas mengatur dan mengendalikan
rakyat dalam rangka ketertiban umum. Cara yang
dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengeluarkan
berbagai peraturan perundang-undangan dan
melengkapinya dengan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan (misalnya, polisi). Sedangkan to serve the
people mengandung arti bahwa pemerintah dimanapun
wajib memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat didasarkan
atas berbagai kebutuhan masyarakat yang sering disebut
dengan public needs and interest. Dengan demikian
maka, sudah menjadi kewajiban pejabat publik untuk
memenuhi segenap kebutuhan masyarakat mulai hal-hal
yang kecil hingga hal-hal yang besar.
            Sebagai suatu kewajiban yang diperintahkan
oleh undang-undang maka pemerintah (melalui para
pejabat-pejabatnya) tidak bisa menolak untuk
memberikan palayanan publik kepada masyarakat. Oleh
sebab itulah mengapa mereka (para pejabat itu) dikenal
sebagai abdi masyakat (public servant). Tugas utama
mereka adalah melayani segala kebutuhan warga
masyarakat, tanpa pengecualian. Semakin tinggi
kedudukan seorang pejabat pemerintah maka semakin
besar pula tanggung jawabnya memberikan layanan
publik. Namun sayangnya, banyak pejabat salah paham
dengan posisi dan kedudukan mereka yang seolah
semakin tinggi jabatannya semakin rendah tanggung
jawabnya dan semakin membutuhkan penghormatan
dari rakyat. Inilah paradigma yang harus direformasi
bahwa pejabat pemerintah itu bukan untuk dihormati
tetapi untuk melayani masyakarat. Di era otonomi
daerah dan pemilihan secara langsung (direct voting)
setidaknya telah memberikan sedikit perubahan itu. Para
kepala daerah mulai mengubah gaya kepemimpinannya
yang sering kita kenal dengan istilah blusukan atau turba
(turun ke bawah) untuk memastikan bahwa masyarakt
telah mendapatkan hak-haknya atas pelayanan publik.
Sebagian dari mereka tidak segan untuk segera
mengganti pejabat-pejabat yang tidak kompeten di
bidang tertentu atau yang kinerjanya tidak sesuai
dengan harapan masyarakat. Dengan cara seperti ini
maka masyarakat dapat mengadukan secara langsung
keluhan-keluhan mereka atas buruknya kualitas
pelayanan publik yang diberikan oleh pejabat-pejabat
pemerintah daerah.
            Undang-undang pelayanan publik (UU nomor 25
tahun 2009) menjadi sangat penting untuk diketahui
setiap warga negara sebab undang-undang ini dapat
memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara
masyarkat dan penyelenggara dalam pelayanan publik,
sebagaimana tertulis pada pasal pasal 2. Dengan
demikian maka masyarakat dapat memahami hak-hak
atas pelayanan publik sebagaimana diatur dalam
undang-undang tersebut.

PENGERTIAN PELAYANAN PUBLIK


            Secara sederhana pelayanan publik (public
service) adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh
aparat pemerintah (dalam setiap tingkatannya) dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat baik fisik maupun
non-fisik (administratif) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
            Menurut Undang-undang nomor 25 tahun 2009
tentang Pelayanan Publik dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

            Berdasarkan pengertian ini maka dapat


dikatakan bahwa pelayanan publik itu adalah pelayanan
yang diberikan kepada segenap warga negara oleh
pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhannya itu.
Dengan demikian setiap pelayanan publik memiliki ciri-
ciri:

1. Ada yang melayani (aparatur pemerintah)


2. Ada yang dilayani (masyarakat)
3. Ada layanannya (fisik/ non fisik)
4. Ada Prosesnya (Kegiatan pelayanan)
5. Ada aturannya (undang-undang atau peraturan
daerah)
Yang lebih penting lagi bahwa pelayanan publik itu ada
mekanisme komplain jika penerima layanan
(masyarakat) merasa bahwa pelayanan yang diberikan
mengecewakan dan melanggar aturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam hal inilah ada badan/
institusi yang melakukan pengawasan terhadap
pelayanan publik yang disebut Ombudsman Nasional.
Institusi ini merupakan tempat dimana para penerima
layanan dapat mengadukan buruknya kualitas layanan
publik yang diterima.

KARAKTER PELAYANAN PUBLIK YANG BAIK


(EXCELLENT PUBLIC SERVICE)
            Pelayanan publik menjadi penting karena
melibatkan banyak pihak, baik pejabat-pejabat pelayan
publik maupun masyarakat luas. Karena melibatkan
banyak pihak maka konsekwensinya akan sulit
menentukan bahwa suatu pelayanan itu sudah baik atau
sudah memuaskan semua pihak atau belum. Bisa saja,
suatu pelayanan telah memuaskan satu pihak namun
ternyata belum memuaskan pihak lain. Oleh sebab itu
perlu adanya standar tentang apa dan bagaimana
kualitas pelayanan publik itu sudah dikatakan baik atau
belum. Meskipun standar ini tentunya juga belum dapat
memuaskan semua pihak yang terlibat. Namun
setidaknya dengan adanya standar ini, maka pihak-pihak
yang merasa keberatan dan tidak puas dengan layanan
publik yang diterima dapat melakukan komplain.

            Berikut ini adalah Standar Pelayanan Publik yang


baik:

 Pegawai pemerintah yang memberikan layanan publik


harus mampu berempati (ikut merasakan) terhadap
masyarakat yang dilayaninya. Ia harus mampu
merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Ia
dapat membayangkan bagaimana seadainya ia ada
pada posisi masyarakat dan mendapatkan pelayanan
buruk dari petugas.
 Pembatasan prosedur. Prosedur harus dirancang
sependek mungkin, dengan demikian konsep one stop
shop benar-benar diterapkan.
 Kejelasan tatacara pelayanan. Tatacara pelayanan
harus didesain sesederhana mungkin dan
dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa
pelayanan.
 Minimalisasi persyaratan pelayanan. Persyaratan
dalam mengurus pelayanan harus dibatasi sesedikit
mungkin dan sebanyak yang benar-benar diperlukan.
 Kejelasan kewenangan. Kewenangan pegawai yang
melayani masyarakat pengguna jasa pelayanan harus
dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan
tugas dan distribusi kewenangan.
 Transparansi biaya. Biaya pelayanan harus
ditetapkan seminimal mungkin dan setransparan
mungkin.
 Kepastian jadwal dan durasi pelayanan. Jadwal
dan durasi pelayanan juga harus pasti, sehingga
masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak
resah.
 Minimalisasi formulir. Formulir-formulir harus
dirancang secara efisien, sehingga akan dihasilkan
formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai
untuk berbagai keperluan).
 Maksimalisasi masa berlakunya izin. Untuk
menghindarkan terlalu seringnya masyarakat
mengurus izin, maka masa berlakunya izin harus
ditetapkan selama mungkin.
 Kejelasan hak dan kewajiban providers dan
curtomers. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik
bagi providers maupun bagi customers harus
dirumuskan secara jelas, dan dilengkapi dengan sanksi
serta ketentuan ganti rugi.
 Efektivitas penanganan keluhan. Pelayanan yang
baik sedapat mungkin harus menghindarkan terjadinya
keluhan. Akan tetapi jika muncul keluhan, maka harus
dirancang suatu mekanisme yang dapat memastikan
bahwa keluhan tersebut akan ditangani secara efektif
sehingga permasalahan yang ada dapat segera
diselesaikan dengan baik.
Dalam Undang-undang Pelayanan Publik dinyatakan
secara tegas bahwa pelayanan publik itu hendaknya
berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
Mekanisme Pelayanan publik juga harus dimaklumatkan
(diumumkan kepada masyarakat) misalnya: jadwal,
waktu, biaya, dan kualitasnya. Inilah yang disebut
dengan SOP (Standar Operating Procedure) Pelayanan
publik.
UNDANG-UNDANG PELAYANAN PUBLIK, HAL-HAL
APA YANG PERLU DIKETAHUI?       
Sebagaimana telah dijelaskan secara singkat di atas
bahwa keberadaan undang-undang nomor 25 tahun
2009 tentang pelayanan publik ini sangat penting karena
mengatur pola hubungan antara masyarakat dan
penyelenggara dalam pelayanan publik. Dalam undang-
undang ini telah diatur secara detail tentang apa dan
bagaimana pelayanan publik harus dilaksanakan oleh
pemerintah. Namun demikian dalam makalah ini akan
disoroti beberapa hal pokok yang harus diketahui dan
dipahami, khususnya oleh masyarakat.

Tujuan. Undang-undang ini dibuat dengan beberapa


tujuan: 1) terwujudnya batasan dan hubungan yang
jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan
kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik; 2) terwujudnya
sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak
sesuai dengan azas-azas umum pemerintahan dan
korporasi yang baik; 3) terpenuhinya penyelenggaraan
pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan, dan 4) terwujudnya perlindungan dan
kepastian hukum bagi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
Asas Pelayanan. Pelayanan publik dilaksanakan
berdasarkan asas: kepentingan umum, kepastian
hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan
kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan
perlakuan/ tidak diskriminatif, keterbukaan,
akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi
kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan,
kemudahan dan keterjangkauan.
Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pada pasal 8
ayat 2 dinyatakan bahwa penyelenggaran pelayanan
publik sekurang-kurangnya meliputi: 1) pelaksanaan
pelayanan, 2) pengelolaan pengaduan masyarakat, 3)
pengelolaan informasi, 4) pengawasan internal, 5)
penyuluhan kepada masyarakat, 6) pelayanan
konsultasi. Pelaksanaan pelayanan adalah kegiatan
memberikan layanan kepada masyarakat baik berupa
barang dan atau jasa publik. Pengelolaan pengaduan
dimaksudkan agar masyarakat yang mempunyai keluhan
dapat mengadukan kepada pihak yang jelas dengan
mekanisme yang jelas pula. Pengelolaan informasi
mengandung maksud bahwa informasi pelayanan publik
itu harus dipublikasikan kepada seluas-luasnya khalayak,
bila perlu dengan menggunakan berbagai saluran
komunikasi: media sosial, wesbite atau radio dan televisi
serta media massa. Pengawasan internal artinya bahwa
setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki
sistem pengendalian internal sebagai upaya untuk
menjamin bahwa layanan publik yang diberikan benar-
benar telah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Penyuluhan kepada masyarakat,
maksudnya adalah bahwa apapun jenis pelayanan publik
harus diinformasikan sejelas-jelasnya kepada kepada
masyarakat tengan apa, bagaimana dan mengapa
layanan publik tersebut. Pelayanan konsultasi artinya
bahwa penyelenggara pelayanan publik harus
menyediakan mekanisme konsultasi bagi masyarakat
yang kurang paham dan ingin mendapatkan penjelasan
tentang seluk beluk layanan publik yang diminta.
Kewajiban Penyelenggara. Pada pasal 15 UU nomor
25 tahun 2009 dinyatakan bahwa penyelenggara
pelayanan publik berkewajiban untuk: 1) menyusun dan
menetapkan standar pelayanan; 2) menyusun,
menetapkan dan mempublikasikan maklumat pelayanan;
3) menempatkan pelayan yang kompeten; 4)
menyediakan sarana dan prasarana dan/ atau fasilitas
pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklik
pelayanan publik yang memadai; 5) memberikan
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas-asas
penyelenggaraan pelayanan publik; 6) melaksanakan
pelayanan sesuai dengan standar pelayanan; 7)
berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penyelenggaraan
pelayanan publik; 8) memberikan pertanggung jawaban
terhadap pelayanan publik yang diberikan; 9) membantu
masyarakata dalam memahami hak dan kewajibannya;
10) bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi
penyelenggara layanan publik; 11) memberikan
pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku
apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung
jawab atas posisi atau jabatan; 12) memenuhi panggilan
atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan
perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat
yang berwenang dari lembaga negara atau instansi
pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Hak Masyarakat. Hak-hak masyarakat  dalam undang-
undang pelayanan publik diatur pada pasal 18, yang
menyatakan bahwa masyarakat berhak atas layanan
publik sebagai berikut: 1) mengetahui kebenara isi
standar pelayanan; 2) mengawasi pelaksanaan standar
pelayanan; 3) mendapat tanggapan atas pengaduan
yang diajukan; 4) mendapatkan advokasi, perlindungan,
dan atau pemenuhan pelayanan; 5) memberitahukan
kepada pimpinan penyelenggara pelayanan untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang
diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan; 6)
memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki
pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai
dengan standar pelayanan; 7) mengadukan pelaksana
yang melakukan penyimpangan standar pelayanan
dan/atau untuk tidak memperbaiki  pelayanan kepada
penyelenggara atau ombudsman; 8) mengadukan
penyelenggara yang melakukan peyimpangan standar
pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan
kepada pembina pelayanan dan ombudsman; 9)
mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan 
asas dan tujuan pelayanan.
UPAYA-UPAYA PENINGKATAN KUALITAS
PELAYANAN PUBLIK
            Bagaimanapun pelayanan publik adalah
tanggung jawab penuh dari penyelenggara dan
pelaksana pelayanan. Namun demikian jika tidak ada
kontribusi dari masyarakat sebagai users (pengguna),
maka pelayanan publik akan jauh dari kata kualitas,
sebab jamak diketahui bahwa secara umum kualitas
pelayanan publik di Indonesia terkategori sebagai
pelayanan yang buruk. Berbelit-belit, lambat, mahal dan
tidak ramah. Kontribusi masyarakat dapat dilakukan
melalui beberbagai hal, salah satunya adalah dengan
cara terlibat secara aktif dalam proses pelayanan publik
sebagaimana telah diatur dalam pasal 39 UU nomor 25
tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
            Pada pasal 39 dinyatakan bahwa masyarakat
dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas
pelayanan publik dengan cara:
1. Peran serta masyarakat dalam pelayanan publik
dimulai sejak penyusunan standar pelayanan sampai
dengan evaluasi dan pemberian penghargaan;
2. Peran serta masyarakat tersebut diwujudkan dalam
bentuk kerjasama, pemenuhan hak dan kewajiban
masyarakat, serta peran aktif dalam penyusunan
kebijakan pelayanan publik;
3. Masyarakat dapat membentuk lembaga pengawasan
pelayanan publik;
Selain itu sebagai bentuk kontribusi dalam peningkatan
pelayanan publik masyarakat juga dapat melakukan
pengaduan atas penyimpangan pelayanan publik kepada:
penyelenggara pelayanan publik, ombudsman dan
DPR/D. Pengaduan masyarakat ini dijamin dan dilindungi
oleh undang-undang. Oleh sebab itu masyarakat
seyogyanya tidak ragu-ragu mengadu kepada pihak-
pihak tersebut selama berdasarkan pada bukti-bukti
yang ada (data penyimpangan) dan tidak sekedar
didasarkan pada rumors yang tidak dapat
dipertangungjawabkan kebenarannya.
PENGADUAN PENYIMPANGAN PELAYANAN     
Dalam hal apakah masyarakat dapat melakukan
pengaduan? Sebagaimana diatur pada pasal selanjutnya
yakni pasal 40 bahwa pengaduan dilakukan terhadap
penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajibannya
dan atau melanggar larangan dan/ atau pelaksana yang
tidak memberi pelayanan sesuai dengan standar
pelayanan yang ada. Misalnya, jika di daerah kita sedang
dibangun proyek jalan yang anggarannya bersumber dari
APBN atau APBD maka sebagai masyarakt kita berhak
mengawasi jalannya proyek tersebut dan jika
menemukan adanya penyimpangan terhadap standar
jalan yang ada para proyek tersebut maka kita dapat
mengadukan pelaksana proyek (kontraktor) kepada
penyelenggara (Dinas PU) dan juga Ombudsman.
            Agar pengaduan dapat ditindaklanjuti maka
masyarakat (pengadu) wajib mengadukan paling lambat
30 hari sejak terjadinya pelanggaran pelayanan oleh
penyelenggara dan atau pelaksana pelayanan publik. Jika
terbukti bahwa penyelenggara atau pelaksana
melakukan penyimpangan atas standar pelayanan maka
yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan peraturan yang berlaku.  Beberapa jenis sanksi
yang diterima oleh pelanggar pelayanan publik adalah
sebagai berikut:

1. Teguran tertulis (pasal 54 ayat 1)


2. Pembebasan dari jabatan (pasal 54 ayat 2)
3. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala
untuk paling lama satu tahun (pasal 54 ayat 5)
4. Penurunan pangkat (pasal 54 ayat 6)
5. Pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri
(pasal 54 ayat 8)
6. Pemberhentian secara tidak hormat (pasal 54 ayat 9)
7. Pencabutan izin (pasal 54 ayat 10 dan 11)
Selain sanksi yang bersifat administratif diatas,
penyelenggara dan pelaksana pelayanan juga dapat
dikenakan sanksi pidana. Sebagaimana diatur pada pasal
55 bahwa penyelenggara dan pelaksana dapat diberikan
sanksi pidana karena atas pelanggaran pelayanan yang
diberikan menimbulkan luka, cacat tetap, atau hilangnya
nyawa pihak lain. Sanksi pidana tersebut tidak serta
merta menghapuskan kewajiban mengganti rugi bagi
korban.

Bagaimana cara melakukan pengaduan? Yang paling


utama adalah masyarakat yang akan mengadu memiliki
data atau bukti-bukti penyimpangan atau pelanggaran
yang dilakukan oleh penyelenggara atau pelaksana
pelayan publik. Selanjutnya pengadu harus memenuhi
syarat-syarat yakni: pengaduan dilakukan secara tertulis
yang memuat: nama lengkap dan alamat, uraian
pengaduan, permintaan penyelesaian pengaduan,
tempat dan waktu penyampaian pengaduan. Dalam hal
tertentu pengadu juga dapat mengajukan ganti rugi pada
surat pengaduannya jika memang ada kerugian yang
ditimbulkan akibat dari penyimpangan pelayanan
tersebut. Untuk kepentingan tertentu, identitas pengadu
akan dirahasiakan.

PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK (OMBUDSMAN)


            Pada dasarnya pengawasan pelayanan publik
dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk masyarakat.
Tujuan utama dari pengawasan ini adalah untuk
memastikan sekaligus mengontrol bahwa pelayanan
publik telah dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan yang ada. Untuk meningkatkan fungsi
pengawasan pelayanan maka pemerintah Republik
Indonesia para tahun 2008 telah membentuk semacam
badan pengawas pelayanan publik melalui undang-
undang nomor 37 tahun 2008 yang bernama
Ombudsman. Ombudsman adalah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik yang sumber dananya sebagian atau
seluruhnya berasal dari keuangan negara. Salah satu
tujuan dibentuknya Ombudsman adalah meningkatkan
mutu pelayanan negara di segala bidang agar setia
warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa
aman, dan kesejahteraan yang semakin baik.

            Adapun fungsi Ombudsman adalah mengawasi


penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan
oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di
pusat maupun di daerah termasuk BUMN/D, dan badan
swasta yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan
publik tertentu.
Ombudsman bertugas:

1. menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam


penyelenggaraan pelayanan publik;
2. melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;
3. menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang
lingkup kewenangan Ombudsman;
4. melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap
dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik;
5. melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga
negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta
lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;
6. membangun jaringan kerja;
7. melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik; dan
8. melakukan tugas lain yang diberikan undang-undang.
Setiap warga negara berhak menyampaikan laporan
kepada Ombudsman dan tidak dipungut biaya. Laporan
ke Ombudsman telah didahului oleh laporan kepada
penyelenggara atau pelaksana pelayanan publik tetapi
tidak ditindaklanjuti. Jika pelapor belum melaporkan
perihal keluhannya kepada penyelenggara atau
pelaksana tetapi langsung kepada Ombudsman maka
laporan akan ditolak.

PENUTUP
            Pelayanan publik sejatinya merupakan hak
masyarakat dan sekaligus kewajiban pemerintah.
Masyarakat berhak mendapatkan layanan publik yang
terbaik dan pemerintah wajib memberikan pelayanan
terbaiknya menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
            Saat ini masyarakat tidak lagi menjadi objek dari
pelayanan publik semata-mata melainkan juga menjadi
subjek, dengan keterlibatannya dalam setiap proses
pelayanan publik sejak perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan menikmati hasil layanan. Oleh sebab itu
peran serta masyarakat dalam rangka peningkatan
kualitas pelayanan publik di daerahnya masing-masing
sangatlah penting. Masyarakat dapat terlibat aktif dalam
proses pelayanan publik baik secara sendiri-sendiri
maupun berkelompok. Disamping itu kualitas pelayanan
publik juga dapat terjaga berkat adanya Ombudsman.

            Ombudsman merupakan satu-satunya lembaga


negara yang berwenang melakukan pengawasan publik
dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran
pelayanan yang dilakukan oleh aparat pemerintah dalam
pelayanan publik. Masyarakat dapat melaporkan
tindakan aparatur pelayanan publik kepada Ombudsman
jika laporannya terhadap atasan dari pelanggar
pelayanan tidak ditindaklanjuti.

            Pada akhirnya, dengan adanya undang-undang


pelayanan publik dan lembaga pengawas pelayanan
publik ini, diharapkan masyarakat semakin diperhatikan
hak-haknya dalam pelayanan publik dan masyarakat
dapat memperoleh pelayanan publik yang terbaik dari
pemerintah.

Bandarlampung, 19 Agustus 2016

Eko Budi Sulistio, S.Sos, M.AP

Dosen Tetap Jurusan Administrasi Publik


FISIP Universitas Lampung

[1] Disampaikan pada Sosialisasi Pelayanan Publik yang


diselenggarakan oleh Mahasiswa KKN Universitas
Lampung, 20 Agustus 2016

Anda mungkin juga menyukai