Anda di halaman 1dari 4

Pelayanan Publik dan Masalah Perkotaan

Menurut Wasistiono (2003) dalam Sagita (2010), pelayanan adalah pemberian


jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak
swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi
kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Menurut S. Lukman (2004) dalam
Sagita (2010), pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi
dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara
fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Sedangkan pelayanan publik dapat
diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan
aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan. Menurut Keputusan MENPAN
Nomor 63 Tahun 2003, mengenai pelayanan adalah sebagai berikut:
I . Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Penyelenggaraan pelayanan publik adalah instansi pemerintah.
3. Instansi pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja/satuan
organisasi kementerian, departemen, kesekretariatan lembaga tertinggi dan
tinggi negara, dan instansi pemerintah lainnya, baik pusat maupun daerah
termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah.
4. Unit penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi
pemerintah yang secara langsung. memberikan pelayanan kepada penerima
pelayanan publik.
5. pemberi pelayanan publik adalah pejabat pegawasan yang melaksanakan
tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan

6. Penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, pemerintah dan


badan hukum yang menerirna pelayanan dari instansi pemerintah

Adapun tujuan dari pelayanan publik adalah untuk memuaskan keinginan


masyarakat atau pelanggan pada umumnya. Namun, untuk mencapai hal
tersebut diperlukan adanya kualitas pelayanan yang dengan kebutuhan dan
keinginan masyarakat. Undang-undang Nomor 1999, mengemukakan
pentingnya pembangunan kawasan dengan harapan dapat meningkatkan
kualitas pelayanan publik bagi masyarakat perkotaan, Dalam pembangunan
perkotaan perlu mempertimbangkan batasan kuantitatif (numerical) yang
meliputi: geografis (luas wilayah), demografis (jumlah penduduk), maupun
batasan administratif (pemerintahan), serta batasan non-numercial (sosiologis)
berupa masyarakat suatu wilayah fingsional tertentu yang bercirikan sebagai
masyarakat perkotaan.
Infrastruktur dan sumberdaya yang mencukupi sering disebut seb modal utama
dalam pemberian pelayanan publik yang baik di tingkat kabupaten/kota.
Meskipun demikian, yang sama pentingnya, dan mung yang lebih menantang
adalah kerangka kelembagaan bagi pelayanan publik Meskipun peraturan
perundangan di era tahun 1999 telah melimpahkan urusan dan kewenangan
begitu besar atas manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik bagi
pemerintah daerah, kurang konsistennya hukum dan peraturan perundangan
bagi desentralisasi pemerintah membuat pemerintah kabupaten/kota harus
berjuang untuk merumuskan melaksanaknn peran dan tanggungjawabnya. Hal
ini mempersulit perencanaan dan anggaran serta seringkali menyebabkan
semacam kelumpuhan, dimana tidak berbuat apa-apa dianggap lebih aman
melakukan tindakan tertentu. Pemerintah kabupaten/kota yang dalam status
perundangan yang tidak jelas seperti ini pada umumnya proaktif dalam
mengarahkan pengembangan daerah dan manajemen pelayanan publik
Meningkatkan pelayanan publik seringkali merupakan masalah manajemen
dibanding masalah teknis atau Masalah-masalah pokok dalam peningkatan
manajemen pelayanan publik adalah perbaikan manajemen data. organisasi
pelayanan, dan hubungan dengan konstituen atau pelanggan
Menurut Luty Gaster kesulitan menetapkan kualitas pelayanan disebabkan
adanya berbagai dimensi perbedaan yaitu antara harapan dan kenyataan;
kepentinggn Warga negara secara langgung dengan kepentingan, pemerintah
atau produsen secara tidak langsung. Oleh karena. itulah diperlukan penentuan
standarisasi kualitas pelayanan dałam berbagai dimensi secara cermat dan
merepresentasikan kebutuhan masyarakat di daerah bersangkutan. Dilihat dari
Sisi penyeleggaraannya, pelayanan publik di Indonesia masih miliki beberapa
kelemahan, diantaranya:
l. Kurang responsive.
Kondisi ini terjadi pąda hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada
tingkatan petugas. pelayanan sampai dengan tingkatan Penanggungiawab
aspirasi respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan
masyarakat sering kali lambat atau bahkan diabaikan Sama sekali,
2. Kurang informatif.

Berbagai informasi Yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat,


lambat penyampaiannya atau bahkan tidak sampai sama sekalî kepada
masyarakat

3. Kurang accessible
Berbagai unit pelaksana pelayanan tertelak jauh dari jangkauan masyarakaț,
sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan.
4. Kutang koordinasi.
Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya kurang
berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang-tindih ataupun
pertentangan tumpang kebijakan antâra satu instansi pelayanan dengan
instansi pelayanan yang terkait
5. Terlalu birokratis
Pelayanan, khususnyą pelayanan perijinan, pada umumnya di lakukan
dengan melalui proses yang terdiri dari beberapa meja Yang harus di lalui,
sehingga .menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat.
Pada umumnya aparat pelayanan kurang peduli terhadap keluhan/
saran/aspirasi dari masyarakat, Akibatnya, pelayanân diberikan apa adanya
tanpa adanya perbaikan dari waktu kewaktu,
7. Inefisien
Berbagai persyaratan yang diperlukan, khususnya dalam pelayanan
perijinan, sering kali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.

Tugas Buatkan 5 pertanyaan dan dijawab dan dijelaskan

Tugas ini individu. Dan diserahkan pada h-2.

Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai